Anda di halaman 1dari 16

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kebutuhan terhadap kayu Ulin (Eusideroxylon zwageri T. & B.) di Indonesia

terutama untuk bahan bangunan semakin meningkat seiring dengan laju pertambahan

penduduk dan pesatnya pembangunan gedung dan perumahan. Kondisi ini

mengancam kelestarian pohon Ulin, karena sumber bahan baku kayu Ulin hanya

diambil dari hutan alam tanpa memperhatikan kelestariannya. Potensi kayu Ulin

pada awalnya cukup besar dan mudah ditemui di hutan, namun saat ini sudah

semakin menipis bahkan pada beberapa tempat sudah langka dan sulit ditemukan

(Wahjono dan Imanuddin, 2011).

Jenis Ulin ini yang juga dikenal dengan nama Belian dan kayu Besi Borneo

(Borneo iron wood), termasuk salah satu jenis pohon asli (Indigenous tree species)

Pulau Kalimantan. Saat ini baik luas, potensi maupun penyebarannya menurun secara

signifikan terutama sejak 30 tahun yang lalu. Tegakan Ulin di hutan alam umumnya

hanya dapat ditemui di Taman Nasional, Hutan Lindung, Kawasan Hutan dengan

Tujuan Khusus (KHDTK), Hutan Penelitian dan Hutan Produksi Terbatas yang

berada di daerah hulu dan sulit dijangkau.

Semakin sulitnya memperoleh kayu Ulin disebabkan oleh berbagai faktor

diantaranya karena pohon Ulin jenis pohon yang dilindungi sesuai dengan Surat

Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 54/Kpts/Um/1972 tentang pohon-pohon di

dalam kawasan hutan yang dilindungi. (Dalam keputusan tersebut dinyatakan bahwa

jenis-jenis pohon yang tercantum dalam lampiran A dan lampiran B adalah


2

dilindungi. Pohon-pohon yang tersebut dalam lampiran B dapat di tebang untuk

dipasarkan setelah mencapai ukuran seperti tersebut dalam lajur 3 dari lampiran B.

Dari lampiran B dalam lajur 3 untuk penebangan kayu Ulin dibatasi minimal

berdiameter 60 cm.)

Pohon Ulin adalah pohon yang pertumbuhannya sangat lambat, sehingga

untuk usaha komersial jenis ini kurang diminati oleh masyarakat. Disisi lain

besarnya minat terhadap jenis kayu ini sangat besar karena kayunya yang sangat

awet, sehingga dikhawatirkan jenis kayu ini akan musnah. Sejak tahun 1972 jenis

Ulin ini ditetapkan sebagai salah satu jenis yang dilindungi. Sebaran pohon Ulin di

kalsel masih tersisa di kawasan hutan produksi dan hutan lindung yang merupakan

bagian dari pekerjaan masyarakat antar lain, Kintap, Tanah Bumbu, Kota Baru, dan

Tabalong.

Pembangunan perumahan berkembang pesat di kota-kota Kalimantan Selatan

yang membutuhkan Ulin lebih banyak, karena kondisi daerah ini umumnya berair.

Untuk wilayah Banjarmasin dan sekitarnya, kebutuhan kayu Ulin banyak dipenuhi

dari daerah kintap dan sekitarnya. Pemerintah dalam hal ini, Pemerintah Daerah

setempat telah berupaya melestarikan Ulin dengan membuat peraturan daerah tentang

angkutan kayu Ulin. Kabupaten Tanah Laut dengan Perda No 35 Tahun 2005 telah

melarang mengangkut kayu Ulin menggunakan kendaraan roda empat dan

mengijinkan kendaraan roda dua mengangkut tunggakan kayu Ulin terpanjang

berukuran 1,5m yang dikenal dengan ojek Ulin (Jeklin).

Hingga kini angkutan ojek Ulin masih berlangsung dengan melintas jalan

provinsi Kintap – Liang Anggang.. Di satu sisi keberadaan Jeklin dapat memasok
3

Ulin di wilayah Liang Anggang dan sekitarnya sekaligus dapat menyediakan

lapangan kerja baru bagi mereka yang berpendidikan rendah.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis akan melakukan penelitian

mengenai informasi tentang pengangkutan kayu Ulin menggunakan sepeda motor

(ojek Ulin) dari wilayah Kecamatan Kintap ke wilayah Liang Anggang, yang mana

kegiatan ini dilakukan di beberapa titik pengamatan.

B. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah :

1. Mengetahui sejarah singkat komunitas ojek ulin.

2. Mengetahui sosial ekonomi anggota ojek ulin dari tingkat pendidikan.

3. Mengetahui alat angkut ojek ulin.

4. Mengetahui ukuran-ukuran kayu ulin.

5. Mengetahui pendapatan ojek ulin.

6. Mengetahui rekapitulasi volume pengangkutan kayu ulin.

C. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah dapat memberikan informasi tentang

pengangkutan kayu Ulin kepada Dinas Perhubungan sebagai dasar pertimbangan

untuk merumuskan suatu kebijakan yang berkaitan dengan keberadaan Jeklin yang

melintas jalan provinsi.


4

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pohon Ulin

Pohon Ulin atau Belian (Eusideroxylon zwageri T. & B.) adalah salah satu pohon

berkayu yang tumbuh secara alami di hutan tropis di Sumatera dan Kalimantan. Ulin

umumnya tumbuh pada ketinggian 5 – 400 m di atas permukaan laut dengan medan

datar sampai miring, tumbuh terpencar atau mengelompok dalam hutan campuran.

Pohon Ulin memiliki ciri yang khas, yaitu sifat fisik kayunya yang keras dan juga

tahan terhadap perubahan suhu, kelembaban, dan pengaruh air laut, sehingga sering

disebut juga dengan nama kayu besi.

Proses perkecambahan biji Ulin membutuhkan waktu cukup lama, yaitu sekitar 6

– 12 bulan. Pada saat ini, penggunaan kayu Ulin yang semakin meningkat ditambah

lagi dengan pembudidayaannya yang cukup lama dan persentase keberhasilan relatif

rendah, menyebabkan jenis ini dimasukkan kategori jenis terancam serius

(vulnerable) (IUCN Red List of Threatened Species 2016).

B. Klasifikasi Pohon Ulin

Klasifikasi ilmiah
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta\ (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta ( Tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida ( Berkeping dua/dikotil)
Sub Kelas : Magnolidae
Ordo : Laurales
5

Famili : Lauraceae
Genus : Eusideroxylon

Spesies : Eusideroxylon zwageri T. & B.

Nama Biominal : Eusideroxylon zwageri T & B

(Sumber: Sekar, 2009)

C. Sifat Fisik Dan Kimia Kayu Ulin

Menurut Sulistyobudi yang dikutip oleh Effendi (2004) bahwa Ulin

mempunyai banyak keunggulan diantaranya (1) kayunya sangat kuat dan sangat awet,

digolongkan Kelas Kuat 1 dan Kelas Awet 1, (2) memiliki kemampuan bertunas

(coppice) yang sangat baik, di mana meskipun pohon sudah tua bila ditebang atau

roboh akan bertunas kembali sepanjang akarnya tidak rusak, (3) mempunyai umur

yang sangat panjang mencapai ratusan tahun karena pertumbuhannya yang lambat,

(4) bijinya dapat menghasilkan lebih dari satu bibit bila dilakukan pemotongan biji,

(5) pohon Ulin yang telah dewasa tahan terhadap kebakaran karena kerapatan kayu

yang tinggi, mempunyai kulit yang tebal dengan lapisan cork yang berlapis-lapis dan

(6) relatif mudah dalam pengadaan bibit yaitu dari biji, cabutan, putaran dan stek

pucuk.

Kayu Ulin yang dikenal juga dengan nama kayu Besi Borneo, Belian

(Kalimantan), Onglen (Sumatera), merupakan salah satu pohon penyusun hutan

tropika basah yang tersebar di Sumatera Bagian Selatan, Kepulauan Bangka Belitung

dan hampir seluruh wilayah Kalimantan. Kayu Ulin mempunyai berat jenis berkisar
6

antara BJ minimum 0,88 g/cm3 sampai BJ 1,20 g/cm3. Kayu ini mempunyai serat

lurus dan termasuk kayu kelas I dalam hal kekuatan dan keawetannya. Pohon Ulin

pada umumnya memiliki diameter batang sampai 100 cm bahkan kadang-kadang bisa

mencapai 150 cm, sedangkan tinggi pohon sampai 35 m. Batang pohon Ulin biasanya

tumbuh lurus dan berbanir sampai tinggi 4 m. Kulit luar berwarna coklat kemerahan

sampai coklat tua, memiliki tebal 2-9 cm. Kayu teras berwarna coklat kehitaman

sedangkan kayu gubal berwarna coklat kekuningan dengan tebal 1-5 cm, permukaan

kayu licin dan mengkilap (Martawijaya et al. 1989). Tabel 2 Komposisi kimia kayu

Ulin Jenis Analisa Kadar (%) Selulosa 58,1 Lignin 28,9 Pentosan 12,7 Abu 1,0 Silika

0,5 Sumber: (Martawijaya et al. 1989).

Tabel 1. Komposisi Kimia Kayu Ulin


Jenis Analisa Kadar (%)
Selulosa 58,1
Lignin 28,9
Pentosan 12,7
Abu 1,0
Silika 0,5
Sumber: Martawijaya et.al.1989

Menurut Tim ELSSPAT (1997), umur pohon memiliki hubungan yang positif

dengan keawetan kayu. Jika pohon ditebang dalam umur yang tua, pada umumnya

lebih awet dibandingkan dengan pohon yang ditebang dalam umur yang muda,

karena semakin lama pohon tersebut hidup maka semakin banyak zat ekstraktif yang

dibentuk. Penggolongan kelas awet kayu didasarkan pada perbedaan keawetan kayu

terasnya, karena bagaimanapun awetnya suatu jenis kayu, bagian gubalnya selalu

memiliki keawetan yang lebih rendah. Hal ini disebabkan pada kayu teras terdapat
7

zat-zat ekstraktif seperti fenol, tanin, alkaloid, saponin, dan damar. Zat-zat tersebut

mempunyai daya racun terhadap organisme perusak kayu (Wistara et al. 2002).

Penggolongan keawetan kayu di Indonesia dibagi menjadi 5 kelas awet, yaitu

kelas I (yang paling awet) sampai dengan kelas V (yang paling tidak awet).

Penggolongan keawetan kayu didasarkan pada umur pakai kayu dalam kondisi

lingkungan tanah yang lembab sebagai lingkungan koloni rayap.

Tabel 2. Penggolongan Kelas awet Kayu


Kelas Awet Umur Pakai (Tahun)
I >8
II 5-8
III 3-5
IV 1-3
V <1
Sumber: Nandika et.al.1996

D. Potensi dan Penyebaran Pohon Ulin

Potensi Ulin di KHDTK Kintap Pulau Kalimantan saat ini menurun secara

drastis dibandingkan dengan keadaan pada awal 1970-an. Potensi pohon Ulin di

hutan alam per hektar bervariasi antara 9, 71 - 54 pohon, seperti pada tabel 3.

Tabel 3. Jumlah pohon Ulin per ha di beberapa lokasi


No Lokasi Jumlah pohon/ha

1 KHDTK Samboja, Kaltim 9,71


2 Riam Kanan, Kalsel 14.00
3 Hutan Penelitian Lempake, Kaltim 33,0
4 TNK Bontang, Kalteng 54,0
Sumber: Iriansyah dan Rayan 2006

Tabel 4. Jumlah pohon Ulin per ha di KHDTK Kintap


No Lokasi Jumlah pohon/ha
1 KHDTK Kintap 6,82
Sumber : Arifin dan Itta 2014
III. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Letak dan Luas

Kecamatan Kintap adalah salah satu Kecamatan yang terletak di Kabupaten

Tanah Laut bagian paling timur dan berbatasan dengan Kabupaten Tanah Bumbu

dengan luas 537 km2. Dalam wilayah Kecamatan ini terdapat sungai utama, yaitu

sungai Satui yang sering mengalami banjir ketika musim penghujan tiba. Kecamatan

ini meliputi 16 desa yang berasal dari desa lokal dan desa Transmigrasi sekitar Tahun

1980 yang berasal dari Pulau Jawa dan Bali (BPS Tanah Laut, 2016).
o
Secara geografis Kecamatan Kintap terletak pada Bujur Timur antara 115

0.3’0.01” – 115o0.0’0.01” BT dan Lintang Selatan antara 3o0.5’0.01” – 3o0.9’0.0”

LS. Adapun batas –batasnya meliputi: sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten

Banjar, sebelah Timur dengan Kabupaten Tanah Bumbu, sebelah Barat dengan

Kecamatan Jorong, dan sebelah Selatan dengan Laut Jawa (BPS Tanah Laut, 2016).

Kecamatan Kintap keberadaannya di kanan dan kiri jalan Provinsi yang

kondisinya cukup baik, beraspal hotmix yang menghubungkan antara Banjarmasin

sebagai ibukota Kalimantan Selatan dengan Kabupaten Kotabaru/ Kapupaten Tanah

Bumbu. Kecamatan Kintap berjarak sekitar 75 Km dari banjarbaru ke arah Selatan –

Tenggara (BPS Tanah Laut, 2016).


9

B. Tanah, Topografi dan Iklim

1. Tanah

Berdasarkan peta Tanah Tinjau, wilayah Kecamatan Kintap terdapat 2 jenis

tanah, yaitu tanah kompleks (PMK/Podsolik Merah Kuning, Latosol dan Litosol) dan

tanah Aluvial (Inceptisol). Tanah kompleks umumnya berwarna kuning kemerahan,

kadang berbatu, banyak terdapat konkresi /padas yang merupakan sementasi dari

unsur Fe dan Al. Tanah podsolik merupakan tanah yang mempunyai horizon argalik

bersifat masam dan kejenuhan basanya yang rendah. Tekstur tanahnya liat dan secara

umum kurang subur bagi pertanian lahan kering, tetapi baik untuk tanaman keras atau

tanaman perkebunan (BPS Tanah Laut, 2016).

Penyebaran tanah kompleks umumnya berada di daerah perbukitan,

sedangkan tanah aluvial di sepanjang sungai Satui hingga daerah pesisir. Tanah

aluvial umumnya berwarna kehitaman, dan baik untuk pertanian lahan basah.

2. Topografi

Keadaan topografi wilayah Kecamatan Kintap meliputi dataran berombak

hingga perbukitan. Wilayah perbukitan berada di Kecamatan Kintap bagian Utara

dan wilayah dataran berada di bagian Selatan hingga daerah pesisir. Lereng lahannya

bervariasi dari datar hingga sangat curam. Elevasi wilayah Kecamatan Kintap berada

antara 0 hingga 1.050 meter dari permukaan laut. Pada wilayah dengan ketinggian di

atas 600 meter dari permukaan laut merupakan daerah resapan daerah aliran sungai

(DAS) Satui.
10

3. Iklim

a. Curah Hujan

Data curah hujan yang ada di Kecamatan Kintap Kabupaten Tanah Laut pada

mulai tahun 1994-2003, rata – rata tahunannya 2000-2500 mm/tahun dengan jumlah

129 hari hujan (BPS Tanah Laut, 2016). Musim hujan terjadi pada bulan Oktober

sampai Juni. Curah hujan terendah terjadi pada bulan Juli – September dengan dalam

satu bulannan antara 65-133 mm. Pada musim hujan, rata-rata jumlah hari hujan

dalam satu bulan antara 6-19 hari, sedangkan pada musim kemarau rata-rata jumlah

hari hujan berkisar antara 5-6 hari.

b. Suhu Udara

Suhu udara bulanan periode 1994 - 2003, rata-rata 27,1oC dengan suhu

terendah terjadi pada bulan Januari adalah 22,6oC. Suhu tertinggi terjadi pada bulan

Oktober adalah 32,5oC (BPS Tanah Laut, 2016). Kondisi suhu yang demikian

mencirikan suhu pada daerah tropis.

C. Kependudukan

Jumlah penduduk Kecamatan Kintap pada tahun 2016 sebanyak 44.060 jiwa,

sekitar 53 persennya adalah berjenis kelamin laki-laki. Kepadatan penduduknya

adalah 82 orang per km2. Jumlah penduduk laki-laki lebih banyak dari pada penduduk

perempuan. Hal ini dapat ditunjukkan oleh besaran sex ratio yang bernilai > 1. Pada

tahun 2016, nilai sex ratio yang sebesar 1,12 berarti untuk setiap 100 perempuan

terdapat 112 laki-laki (BPS Tanah Laut, 2016).


11

D. Jalan Angkutan

Jalan angkutan kayu Ulin yang dilakukan oleh komunitas Jeklin adalah jalan

umum provinsi yang menghubungkan antara Kota Banjarmasin sebagai ibukota

provinsi Kalimantan Selatan menuju Kabupaten Tanah Bumbu sepanjang sekitar 140

– 150 Km. Kondisi jalan ini sangat baik dengan kontruksi jalan beraspal hotmix,

sehingga dapat dilalui sepanjang musim. Lebar jalan provinsi setelah melintasi kota

Pleihari ukurannya semakin menyempit, dan digunakan untuk 2 arah lintasan

kendaraan.

Penggunaan jalan provinsi saat ini semakin padat untuk lintasan truck – truck

dari perusahaan pertambangan pengangkut batubara dan dari perusahaan perkebunan

sawit untuk mengangkut minyak CPO (Curde Palm Oil) atau tandan buah segar

tanaman sawit dari Kecamatan Kintap hingga Kecamatan Jorong. Kehadiran

komunitas Jeklin dapat menambah kepadatan lalu lintas, sehingga kebanyakan

mereka melintas pada malam hari agar pengendara tidak kepanasan.


12

IV. METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Kecamatan Kintap, Kota Pelaihari

Kabupaten Tanah Laut dan Wilayah Liang Anggang Kota Banjarbaru sebagai tempat

titik pengamatan.

Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan, dimulai pada bulan September

2017 sampai dengan bulan Desember 2017. Penelitian ini meliputi tahap persiapan,

pengambilan dan pengolahan data serta penyajian laporan hasil penelitian.

B. Alat dan Bahan Penelitian

Alat dan bahan digunakan untuk penelitian ini adalah: kamera, alat tulis

menulis, kuisioner, meteran, dan kalkulator.

C. Prosedur Penelitian

1. Tahap Persiapan

Persiapan penelitian dilakukan sebelum pengambilan data agar data yang

didapat sesuai dengan yang diharapkan, yaitu lengkap dan akurat. Adapun persiapan

yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pembuatan daftar kuisioner, persiapan

peralatan, studi kepustakaan, dan pengenalan wilayah Kecamatan Kintap. Jumlah

responden ditetapkan berjumlah 30 orang untuk perwakilan data pendapatan dari total

anggota ojek ulin sebanyak 86 orang (Lampiran 2).


13

2. Tahap Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini terbagi menjadi dua, yaitu data

primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan dengan metode

purposive sampling, yaitu menentukan sampel berdasarkan pertimbangan tertentu

yaitu wawancara langsung dengan ketua kelompok, karena dianggap mengerti

informasi seputar ojek Ulin. Selain itu, responden juga dipilih beberapa anggota

komunitasnya atas persetujuan ketua ojek Ulin. Responden diberi beberapa

pertanyaan sesuai dengan daftar quesioner (Lampiran 1).

Pengamatan jumlah ojek ulin yang melintas dari Kintap ke Liang Anggang

dilakukan dengan cara mencatat pada 3 titik pengamatan yang dilakukan selama satu

minggu. Titik pengamatan yang pertama dilakukan di titik awal keberangkatan ojek

ulin di Kecamatan Kintap dimulai pukul 17.00-20.00 Wita (Lampiran 3 & 6). Titik

pengamatan yang kedua di tempat peristirahatan ojek ulin di Ibu Kota Kabupaten

Tanah Laut atau kota Pelaihari dimulai dari pukul 02.00-04.00 Wita (Lampiran 4 &

7). Titik pengamatan yang ketiga yaitu tempat pemberhentian terakhir ojek ulin yaitu

di Kelurahan Liang Anggang dimulai dari pukul 06.00-08.00 Wita (Lampiran 5 & 8) .

Jam pengamatan di atas dilakukan karena belakangan tahun ini para ojek ulin lebih

sering berangkat di jam-jam tersebut, informasi ini di dapatkan dari ketua ojek ulin

karena salah satu alasannya untuk menghindari kemacetan di jalan dan memperlancar

perjalanan.

Sedangkan pengumpulan data sekunder yaitu keadaan lapangan yang meliputi

topografi, tanah, geologi, dan iklim, dan keadaan masyarakat (BAB III). Secara
14

ringkas jenis data, sumber data dan metode pengumpulannya dapat dilihat pada Tabel

5.

Tabel 5. Pengumpulan Data Primer dan Sekunder


Jenis Data Sumber Data Metode
Pengumpulan alat dan Bahan
A. Data Primer

1. Tingkat Umur Responden Responden -Wawancara, -Kamera HP,


-Observasi
2. Jumlah Anggota Keluarga lapangan -Kalkulator
secara
3. Tingkat Pendidikan langsung -Kuisioner.

4. Mata Penchaharian

5. Pendapatan/Pengeluaran

6. Jumlah Jeklin yang melintas Pengamatan


pada suatu
titik

7. Volume Kayu Meteran

B. Data Sekunder

1. Monografi Kecamatan Kintap Intansi Studi Pustaka


Pemerintah
2. Kondisi Umum Kintap

3. Tahap Analisis Data

Analisis data yang digunakan adalah bersifat deskriptif, yaitu

menggambarkan atau menguraikan data sesuai dengan fakta di lapangan. Analisis

data yang disajikan dalam bentuk tabulasi seperti Tabel 6.


15

Tabel 6. Penjualan kayu ulin

No Nama Nama Barang Total Volume Harga jual


1
2
3

Kubikasi atau ukuran volume kayu ulin yang diangkut dapat dihitung dengan

rumus dasar hitungan yang sederhana dengan mengalikan dimensi panjang, lebar dan

tinggi.

Pengertian Bangun Ruang menurut Archimedes ialah sebuah bangun ruang

tiga dimensi yg telah dibentuk oleh tiga buah pasang persegi dan persegi panjang

dengan pasang diantaranya saling berbeda satu sama lain. Rumus Matematika Balok

sendiri telah memiliki 6 sisi, 12 buah rusuk dan 8 buah titik sudut yang dapat dilihat

pada gambar 2.

Gambar 1. Balok

Rumus Volume Kayu:

V= p × l × t
16

Keterangan :
V = Volume (m3)
p = Panjang (m)
l = lebar (m)
t = tinggi (m)

Volume kayu yang diangkut untuk satu sepeda motor adalah penjumlahan

volume terhadap kayu dalam berbagai ukuran. Setiap sepeda motor selalu

mengangkut ukuran ulin yang berbeda-beda, kemudian masing-masing ukuran di

hitung volumenya dan dihitung jumlahnya. Penyusun mengambil contoh sebanyak 30

sepeda motor data pengukuran disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Contoh Hasil Pengukuran Volume Kayu

No Sepeda Motor Bentuk Kayu Panjang Lebar Tinggi Volume


1
2
3
Jumlah
Rata-rata

Anda mungkin juga menyukai