Jeungjing
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan:
Plantae
Divisi:
Magnoliophyta
Kelas:
Magnoliopsida
Ordo:
Fabales
Famili:
Fabaceae
Upafamili:
Mimosoideae
Genus:
Paraserianthes
Spesies:
P. falcataria
Nama binomial
Paraserianthes falcataria
(L.) I.C. Nielsen
Sinonim
Albizia falcataria (L.) Fosberg
Falcataria moluccana (Miq.) Barneby
& J.W.Grimes
Jeungjing, jeunjing atau sengon laut adalah nama sejenis pohon penghasil kayu
anggota suku Fabaceae. Pohon yang diklaim memiliki pertumbuhan tercepat di dunia ini, dapat
mencapai tinggi 7m dalam waktu setahun, nama ilmiahnya adalah Paraserianthes falcataria.
[1]
Jeunjing menghasilkan kayu ringan yang berwarna putih, cocok untuk konstruksi ringan, peti-peti
pengemas, papan partikel (particle board) dan papan lapis (blockboard).
Nama-nama lainnya adalah sika, selawaku (Maluku), bae, bai, wai,
wahogon (Papua), batai (Mly.), kalbi, albasiah atau albise (Jw.. Dalam bahasa Inggris disebut
dengan nama-nama Moluccan sau, falcata, atau white albizia.[1][2][3]
Daftar isi
[sembunyikan]
1Pengenalan
2Sifat-sifat kayu
3Pemanfaatan
6Referensi
7Pranala luar
Pohon, sedang sampai agak besar, mencapai tinggi 40m dan gemang hingga 100cm atau lebih.
Batang utama umumnya lurus dan silindris, dengan tinggi batang bebas cabang (clear bole)
mencapai 20m. Pepagannya tidak berbanir, berwarna kelabu atau keputih-putihan, licin atau agak
berkutil, dengan jajaran lentisel.[1] Bertajuk rindang, berbentuk payung, dan renggang. [4] Ranting
yang muda bersegi, berambut.
Daun majemuk menyirip ganda, anak daunnya kecil-kecil, mudah rontok, [4] dengan satu kelenjar
atau lebih pada tangkai atau porosnya, 2330 cm. Sirip-sirip daun berjumlah 6-20 pasang, masingmasing berisi 6-26 pasang anak daun yang berbentuk elips sampai memanjang, dengan ujung yang
sangat miring, runcing, 0,6-1,8 0,5 cm.[5]
Bunganya kecil, putih kekuningan, berbulu,[4] berkelamin dua, terkumpul dalam malai bulir yang
bercabang, 1025 cm, terletak di ketiak daun. Berbilangan 5, kelopak bunga bergigi setinggi lk.
2mm. Tabung mahkota bentuk corong, putih dan lalu menjadi kekuningan, berambut, tinggi lk. 6mm.
Benangsari berjumlah banyak, putih, muncul keluar mahkota, pada pangkalnya bersatu menjadi
tabung.[5]
Buah polong tipis serupa pita, lurus, 6-12 2 cm, dengan tangkai sepanjang 0,51 cm. Polong
memecah ketika sudah tua dan sepanjang kampuhnya. Biji 16 atau kurang. [4][5]
Kayu jeungjing relatif mudah dikerjakan: digergaji, diserut, dibentuk, diamplas, dan dibubut.
Pemboran dan pembuatan lubang persegi kadang-kadang memberikan hasil yang kurang
memuaskan.[2]
Secara tradisional, kayu jeungjing di Jawa Barat banyak digunakan sebagai bahan ramuan rumah:
papan-papan, kasau, balok, tiang dan sebagainya. Di Maluku, pada masa lalu kayu jeungjing biasa
digunakan sebagai bahan pembuatan perisai karena sifatnya yang ringan, liat dan sukar ditembus.
Penggunaannya sesuai dengan kelas dan kualitas kayu, yaitu untuk bahan bangunan ringan atau
untuk keperluan lain yang sifatnya sempurna. Kini kayu jeungjing biasa digunakan untuk pembuatan
papan, peti-peti pengemas, venir, pulp (bubur kayu), papan serat(fiber board), papan
partikel (particle board), papan lapis (blockboard), korek api, kelom (alas kaki), peti sabun,
perabotan rumah tangga, bahan mainan, bahan pembungkus, korek api, kertas -kadang-kadang
juga untuk membuat sampang- dan kayu bakar.[2][4]
Jeungjing akan menjadi lebih awet dan tahan sesudah dicat dan dikapur atau diberi perlakuan lain
yang dianggap perlu.[4]
Jeungjing juga kerap ditanam sebagai tanaman hias, pohon peneduh dan pelindung di perkebunan,
pengendali erosi, pupuk hijau, serta sebagai penghasil kayu bakar. Daun-daunnya dapat
dimanfaatkan untuk pakan ternak (ayam dan kambing). Pepagannya menghasilkan zat penyamak,
yang digunakan sebagai ubar jala.[1][3]
P.f. fulva (Lane-Poole) Nielsen (sinonim: Albizia fulva Lane-Poole dan Albizia
eymae Fosberg), dari pegunungan Papua.
Jeungjing dibawa ke Kebun Raya Bogor oleh Johannes Elias Teijsmann dari Pulau Banda dan sejak
tahun 1871 tanaman ini mulai menyebar ke berbagai wilayah di Nusantara.[3]Sekarang jeungjing
telah ditanam di pelbagai negara tropis, terutama untuk produksi kayunya; lebih-lebih di Jawa Barat.
Jeungjing ditemukan tumbuh di Jawa, Sumatera,Sulawesi, Papua, dan Filipina.[4]
Di Papua Nugini bagian tenggara, didapati jenis Paraserianthes pullenii (Verdc.) Nielsen. Pohon ini
kemungkinan menghasilkan kayu yang serupa dengan P. falcataria.[1]Kemlandingan
gunung (Paraserianthes lophanta (Willd.) Nielsen) adalah pohon kecil yang ditemukan menyebar di
Habitat asli P. falcataria adalah hutan-hutan primer, namun kemudian sering ditemui di hutan
sekunder dan dataran banjir di tepian sungai, serta kadang-kadang di hutan pantai.[1] Umumnya,
jenis ini terdapat di dekat perkampungan, tepi-tepi jalan, tepi sungai, ladang,
pematang sawah,perkebunan teh, kopi, maupun di tegalan. Jeungjing juga hidup di tempat terbuka
dan suka tanah lempung, pada ketinggian 1650 mdpl.[4]
Jeungjing cocok di tempat yang beriklim basah hingga agak kering, mulai dari dataran
rendah hingga ke pegunungan pada ketinggian 1.500 m dpl. Pohon ini dapat tumbuh pada tanah
yang tidak subur, tanah becek maupun yang agak asin. [2]
Permudaan alami jarang terjadi karena bijinya sukar tumbuh. Sebelum disemaikan, biji jeunjing perlu
disiram air mendidih dan dibiarkan terendam selama 24 jam dan bisa juga direndam dahulu di dalam
air panas. Untuk mempercepat pertumbuhan, bisa juga lewat pencangkokan.[4]Setelah itu dapat
disemaikan dalam bedengan, dan dipindahkan ke lapangan setelah berumur 2-3 bulan. Anakan
pohon di atas 3 bulan dapat dipindahkan dalam bentuk stump. [2]
Biji-biji jeungjing cukup dikeringkan di udara selama 10-15 hari sebelum kemudian disimpan.
Penyimpanan yang baik dalam wadah yang kering dan tertutup dapat mempertahankan daya
tumbuh benih hingga setahun.[2]
Jeungjing umum ditanam dalam jarak 2m 2m hingga 4m 4m. Untuk keperluan produksi kayu,
tegakan ini pada umur 4-5 tahun kemudian dijarangi menjadi 250 batang perhektare; dan pada umur
10 tahun menjadi 150 batang/ha. Penebangan biasa dilakukan setelah tegakan berumur 12-15
tahun. Selain itu perlu pula dilakukan pemangkasan, karena jeungjing cenderung bercabang 2-3,
yang kurang baik bagi produksi kayu. Untuk produksi pulp, jeungjing biasa dipanen lebih awal, yakni
pada umur 8 tahun.[1]
Tumbuh dengan cepat, pada rotasi tebangan 8-12 tahun riap volume rata-rata tahunan kayu
jeungjing adalah antara 2530 m/ha. Pada tanah-tanah yang subur di Indonesia, riap ini bahkan
dapat mencapai 5055 m/ha/tahun.[1]
Jeungjing juga sering ditanam dalam bentuk wanatani, bercampur dengan aneka komoditas lain[1],
termasuk padi ladang, cabai, kapulaga, hingga ke salak pondoh.
Saat ini tanaman jeungjing mengalami serangan hama parah yaitu karat puru, dan
diganti jabon sebagai tanaman alternatif yang memiliki nilai ekonomi tinggi.
1.
^ a b c d e f g h i j Soerianegara, I. dan RHMJ. Lemmens (eds.). 2002. Sumber Daya Nabati Asia
Tenggara 5(1): Pohon penghasil kayu perdagangan yang utama. PROSEA Balai Pustaka.
Jakarta. ISBN 979-666-308-2. Hal. 343-349
2.
^ a b c d e f g h i Martawijaya, A., I. Kartasujana, Y.I. Mandang, S.A. Prawira, K. Kadir. 1989. Atlas
Kayu Indonesia, jilid II: 59-64. Badan Litbang Kehutanan, Departemen Kehutanan. Bogor.
3.
^ a b c Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia, jil. 2. Yay. Sarana Wana Jaya, Jakarta.
Hal. 869-870.
2.
3.
^ a b c Steenis, CGGJ van. 1981. Flora, untuk sekolah di Indonesia. PT Pradnya Paramita, Jakarta. Hal.
214-215 (sebagai Albizzia falcta Backer).
4.
^ Steenis, CGGJ van. 2006. Flora Pegunungan Jawa. Puslit Biologi LIPI, Bogor. Lembar gambar 26
(sebagai Albizia lophanta (Willd.) Benth.)
jeungjing
sengon
tersusun
majemuk
menyirip
100
ganda
sengon
hijau
pupus, berfungsi
dan
untuk
memasak
sekaligus
dan
Akar
rambutnya berfungsi untuk menyimpan zat nitrogen, oleh karena itu
tanah
disekitar
pohon sengon menjadi subur.
Bunga
Bunga tanaman sengon tersusun dalam bentuk malai
berukuran sekitar 0,5 1 cm, berwarna putih kekuning-kuningan dan
sedikit
berbulu. Setiap kuntum bunga mekar terdiri dari bunga jantan dan
bunga
betina,
dengan
cara
penyerbukan
oleh angin atau serangga.
Buah
Buah
sengon
berbentuk
polong,
yang
pipih,
dibantu
tipis,
tidak
30 biji. Bentuk biji mirip perisai kecil, waktu muda berwarna hijau
dan
jika
sudah tua biji akan berubah kuning sampai berwarna coklat
kehitaman,agak
keras,
dan berlilin
Benih
Pipih, lonjong, 3
bagian tengah coklat.
berkecambah
80%. Berat 1.000 butir 16 26 gram.
Kegunaan
Merupakan
kayu
serba
guna
rata-rata
untuk
konstruksi
ringan,
kerajinan tangan, kotak cerutu, veneer, kayu lapis, korek api, alat
musik,
pulp. Daun sebagai pakan ayam dan kambing. Di Ambon kulit
batang
digunakan
untuk penyamak jaring, kadang-kadang sebagai pengganti sabun.
Ditanam sebagai pohon pelindung, tanaman hias, reboisasi dan
penghijauan.
B. Anatomi
Nama
botanis:
(Paraserianthes
falcataria (L)
Nielsen),
syn.
Albizia
falcata
Backer,
famili Mimosaceae. Nama daerah :Albizia, bae, bai, jeungjing,
jeungjing
laut,
jing laut, rare, salawaku, salawaku merah, salawaku putih,
salawoku,
sekat,
sengon laut, sengon sabrang, sika, sika bot, sikas, tawa sela, wai,
wahagom,
wiekkie.Nama lain
Batai
(Malaysia
Barat,
Sabah,
Philipina,
Inggris,
Amerika
Serikat, Perancis, Spanyol, Italia, Belanda, Jerman); kayu machis
(Sarawak);
puah (Brunei). Penyebaran : Seluruh Jawa, Maluku, Irian Jaya.
Ciri umum : Kayu teras berwarna hampir putih atau coklat
muda pucat (seperti daging) warna kayu gubal umumnya tidak
berbeda
dengan
kayu
teras. Teksturnya agak kasar dan merata dengan arah serat lurus,
bergelombang
lebar atau berpadu. Permukaan kayu agak licin atau licin dan agak
mengkilap.
Kayu yang masih segar berbau petai, tetapi bau tersebut lambat
laun
hilang
jika
kayunya menjadi kering. Sifat kayu : Kayu sengon termasuk kelas
awet
IV/V
dan
kelas IV-V dengan berat jenis 0,33 (0,24-0,49). Kayunya lunak dan
mempunyai
nilai penyusutan dalam arah radial dan tangensial berturut-turut
2,5
persen
dan
5,2 persen (basah sampai kering tanur). Kayunya mudah digergaji,
tetapi
tidak
semudah kayu meranti merah dan dapat dikeringkan dengan cepat
tanpa
cacat
yang
berarti. Cacat pengeringan yang lazim adalah kayunya melengkung
atau
(Martawijaya dan Kartasujana, 1977).
memilin.
dan
korek api, pulp, kertas dan lain-lain
Studi
Perbandingan
Metode
kotak
Sampling
untukPengukuran
Dimensi
Serat
Kayu
Bor
Riap
dengan
Disk
Proporsi
dan
Sengon
Salomon(Paraserianthes
bor
riap
dan
metoda
disk
sebagai
akibat
perbedaan
penggunaan
kedua metoda
tersebut.
Letak
kedudukan kayu pada arah radial tidak memberikan perbedaan
yang
nyata
terhadap
hasil pengukuran proporsi tipe sel. Untuk dimensi serat terdapat
variasi sebagai berikut Panjang serat berbeda nyata pada arah
radial, dimana panjang serat untuk bagian dekat kulit lebih panjang
dibanding
bagian dekat
hati,
demikian
juga
untuk
tebal
dinding
tidak
sel
berbeda
DAFTAR PUSTAKA
Martawijaya.
A,
I.
Kartasujana.
1977.
Khusus
No.
Studi
Pengukuran
Proporsi
dan
diakses
desember 2008.
Pohon sengon merupakan pohon yang serba guna. Dari mulai daun hingga perakarannya dapat dimanfaatkan untuk
beragam keperluan.
Daun
Daun Sengon, sebagaimana famili Mimosaceae lainnya merupakan pakan ternak yang sangat baik dan mengandung
protein tinggi. Jenis ternak seperti sapi, kerbau, dfan kambingmenyukai daun sengon tersebut.Daun sengon tersusun
majemuk menyirip ganda
panjang dapat mencapai 40 cm, terdiri dari 8 15 pasang anak tangkai daun yang
berisi 15 25 helai daun, dengan anak daunnya kecil-kecil dan mudah rontok.
Warna daun sengon hijau pupus, berfungsi untuk memasak makanan dan sekaligus
sebagai penyerap nitrogen dan karbon dioksida dari udara bebas.
Perakaran
Sistem perakaran sengon banyak mengandung nodul akar sebagai hasil simbiosis dengan bakteri Rhizobium. Hal ini
menguntungkan bagi akar dan sekitarnya. Keberadaan nodul akar dapat membantu porositas tanah dan
openyediaan unsur nitrogen dalam tanah. Dengan demikian pohon sengon dapat membuat tanah disekitarnya
menjadi lebih subur. Selanjutnya tanah ini dapat ditanami dengan tanaman palawija sehingga mampu meningkatkan
pendapatan petani penggarapnya.Sengon memiliki akar tunggang yang cukup kuat
menembus kedalam tanah, akar rambutnya tidak terlalu besar, tidak rimbun dan
tidak menonjol kepermukaan tanah.
Akar rambutnya berfungsi untuk menyimpan zat nitrogen, oleh karena itu tanah
Bunga
Bunga
tanaman
berukuran
sekitar
0,5
1
berbulu.
Setiap
kuntum
bunga
sengon
cm,
mekar
tersusun
dalam
bentuk
berwarna
putih
kekuning-kuningan
dan
terdiri
dari
bunga
jantan
dan
bunga
malai
sedikit
betina,
dengan
cara
oleh angin atau serangga.
penyerbukan
yang
dibantu
Buah
Buah
bersekat-sekat
dan
30
biji.
Bentuk
sudah
tua
biji
dan berlilin
sengon
berbentuk
polong,
pipih,
tipis,
tidak
panjangnya
sekitar
6
12
cm.
Setiap
polong
buah
berisi
15
biji
mirip
perisai
kecil,
waktu
muda
berwarna
hijau
dan
jika
akan
berubah
kuning
sampai
berwarna
coklat
kehitaman,agak
keras,
bibit sengon
Benih
Pipih,
lonjong,
3
4
bagian
tengah
coklat.
Jumlah
benih
80%. Berat 1.000 butir 16 26 gram.
x
40.000
butir/kg.
7
Daya
mm,
warna
berkecambah
hijau,
rata-rata
Kayu
Bagian yang memberikan manfaat yang paling besar dari pohon sengon adalah batang kayunya. Dengan harga yang
cukup menggiurkan saat ini sengon banyak diusahakan untuk berbagai keperluan dalam bentuk kayu olahan berupa
papan papan dengan ukuran tertentu sebagai bahan baku pembuat peti, papan penyekat, pengecoran semen dalam
kontruksi, industri korek api, pensil, papan partikel, bahan baku industri pulp kertas dll. Merupakan kayu serba guna
untuk konstruksi ringan, kerajinan tangan, kotak cerutu, veneer, kayu lapis, korek api, alat musik, pulp. Daun sebagai
pakan ayam dan kambing. Di Ambon kulit batang digunakan untuk penyamak jaring, kadang-kadang sebagai
pengganti sabun. Ditanam sebagai pohon pelindung, tanaman hias, reboisasi dan penghijauan.
Anatomi
Nama botanis: (Paraserianthes)
falcataria (L)
Nielsen),
syn.
Albizia
falcata
Backer,
famili
Mimosaceae.
Nama
daerah
:Albizia,
bae,
bai,
jeungjing,
jeungjing
laut,
jing
laut,
rare,
salawaku,
salawaku
merah,
salawaku
putih,
salawoku,
sekat,
sengon
laut,
sengon
sabrang,
sika,
sika
bot,
sikas,
tawa
sela,
wai,
wahagom,
wiekkie.Nama
lain
:
Batai
(Malaysia
Barat,
Sabah,
Philipina,
Inggris,
Amerika
Serikat,
Perancis,
Spanyol,
Italia,
Belanda,
Jerman);
kayu
machis
(Sarawak);
puah (Brunei). Penyebaran : Seluruh Jawa, Maluku, Irian Jaya.
Ciri umum : Kayu teras berwarna hampir putih atau coklat
muda pucat (seperti daging) warna kayu gubal umumnya tidak berbeda dengan kayu
teras. Teksturnya agak kasar dan merata dengan arah serat lurus, bergelombang
lebar atau berpadu. Permukaan kayu agak licin atau licin dan agak mengkilap.
Kayu yang masih segar berbau petai, tetapi bau tersebut lambat laun hilang jika
kayunya menjadi kering. Sifat kayu : Kayu sengon termasuk kelas awet IV/V dan
kelas IV-V dengan berat jenis 0,33 (0,24-0,49). Kayunya lunak dan mempunyai
nilai penyusutan dalam arah radial dan tangensial berturut-turut 2,5 persen dan
5,2 persen (basah sampai kering tanur). Kayunya mudah digergaji, tetapi tidak
semudah kayu meranti merah dan dapat dikeringkan dengan cepat tanpa cacat yang
berarti. Cacat pengeringan yang lazim adalah kayunya melengkung atau memilin.
(Martawijaya dan Kartasujana, 1977).
Proporsi
dan
Penggunaan
metoda
bor
riap
dan
metoda
disk
tidakmemberikan perbedaan yang nyata untuk pengukuran dimensi serat. Demikian juga terhadap proporsi sel juga
tidak
memberikan
perbedaan
yang
nyata
sebagai
akibat
perbedaan
penggunaan
kedua
metoda
tersebut.
Letak
kedudukan
kayu
pada
arah
radial
tidak
memberikan
perbedaan
yang
nyata
terhadap
hasil pengukuran proporsi tipe sel. Untuk dimensi serat terdapat variasi sebagai berikut Panjang serat berbeda nyata
pada
arah
radial,
dimana
panjang
serat
untuk
bagian
dekat
kulit
lebih
panjang
dibanding
bagian dekat hati, demikian juga untuk tebal dinding sel kayu. Diameter serat dan diameter lumen tidak berbeda
nyata
pada
arah
radial
kayu
(Praptoyo,2005)
Dampak Utama dari Pengundulan Hutan adalah Longsor, Banjir dan Kekeringan.
Tanah longsor sering terjadi di Indonesia, diakibatkan penggundulan hutan bertahuntahun. Pegiat lingkungan hidup memperingatkan tanah longsor disebabkan penebangan
hutan secara eksesif dan gagalnya penanaman kembali hutan.
Terjadinya bencana tanah longsor dan banjir di Wilayah Kabupaten Cianjur menunjukkan peristiwa yang
berkaitan dengan masalah tanah. Hujan dan Banjir telah menyebabkan pengikisan lapisan tanah oleh aliran air yang
disebut erosi yang berdampak pada hilangnya kesuburan tanah serta terkikisnya lapisan tanah dari permukaan
bumi. Banjir akan bisa menjadi lebih besar jika penyimpan air (water saving) tidak bisa menahan air limpasan. Hal ini
bisa terjadi ketika hutan yang berfungsi sebafai daya simpan air tidak mampu lagi menjalankan fungsinya. Hutan
dapat mengatur fluktuasi aliran sungai karena peranannya dalam mengatur limpasan dan infiltrasi. Kejadian banjir ini
akan menjadi kejadian tahunan daerah hilir yang rawan bencana apabila pengelolaan bagian hulu tidak diperbaiki
dengan
segera,
baik
melalui
reboisasi/penghijauan
dan
upaya
konservasi
tanah.
Bencana
Tanah
longsor
terjadi disebabkan tak ada lagi unsur yang menahan lapisan tanah pada tempatnya sehingga menimbulkan
kerusakan. Apalagi untuk wilayah Cianjur Selatan merupakan daerah perbukitan dan bertebing. Daerah Cianjur
Selatan ini termasuk dalam kategori daerah Rawan Longsor. Jika Jika Penggundulan Hutan dibiarkan terus
berlangsung, Longsor dan banjir Akan datang silih berganti, bukan mustahil akhirnya lingkungan berubah menjadi
padang tandus, pada akhirnya kekeringan tak dapat di elakan. Kekeringan akan terjadi sebab pasokan air hujan ke
dalam tanah (water saving) rendah dan cadangan air di musim kemarau berkurang ini yang menyebabkan terjadi
kekeringan berkepanjangan dan hilangnya mata air.
Upaya pelestarian Lingkungan dapat dilakukan dengan cara menggalakkan kegiatan menanam pohon atau
penghijauan kembali (reboisasi) terhadap tanah yang semula gundul. Untuk daerah perbukitan atau pegunungan
yang posisi tanahnya miring perlu dibangun terasering atau sengkedan, sehingga mampu menghambat laju aliran air
hujan.
Pelestarian hutan Perlu dan Harus secapatnya dilaksanakan. Eksploitasi hutan yang terus menerus
berlangsung sejak dahulu hingga kini tanpa diimbangi dengan penanaman kembali, menyebabkan kawasan hutan
menjadi rusak. Pembalakan liar yang dilakukan manusia merupakan salah satu penyebab utama terjadinya
kerusakan hutan. Padahal hutan merupakan penopang kelestarian kehidupan di bumi, sebab hutan bukan hanya
menyediakan bahan pangan maupun bahan produksi, melainkan juga penghasil oksigen, penahan lapisan tanah,
dan menyimpan cadangan air.
Alih fungsi hutan menjadi lahan pertanian semakin merebak karena untuk usaha pertanian bergeser dari
lahan subur yang terus berkurang ke lahan marginal yang kurang subur (hutan), demikian pula penebangan hutan
tak terkendali untuk memenuhi kebutuhan kayu baik untuk bahan bagunan, bahan perkakas rumah tangga, maupun
untuk bahan bakar. Kita bisa menghitung berapa volume kayu untuk semua kebutuhan tadi, dan berapa dari luar
Jawa yang masuk, dan berapa yang dihasilkan oleh Perhutani, maka akan tidak seimbang, sehingga kekurangan itu
berasal dari hutan di sekitar kita sendiri, yang seharusnya kita lestarikan dan kita jaga bersama.
Upaya yang perlu dilakukan untuk melestarikan hutan:
1.
2.
3.
4.
5.
Menerapkan sanksi yang berat bagi mereka yang melanggar ketentuan mengenai pengelolaan hutan. Oleh
sebab itu, kepada semua pihak yang bertanggung jawab terhadap kelestarian hutan lindung, baik Perum
Perhutani, Dinas Kehutanan, maupun Pemda setempat Harus lebih aktif dalam proses pelestarian alam.
Pemahaman masyarakat mengenai dampak dari penebangan hutan sangatlah kurang. Sosialisasi
mengenai lingkungan hidup perlu dan harus dilakukan. Masyarakat tidak sepenuhnya memahami akibat
yang akan terjadi nantinya. Upaya penanganan dan pencegahan harus segera dilakukan, mulai dari
reboisasi, rehabilitasi lahan kritis, pengelolaan hutan, serta menindak tegas para pelaku penebangan liar.
Pada tulisan sebelumnya kita telah membahas tips sederhana memilih furnitur, nah kali ini
kita akan membahas yang berhubungan dengan furniture yaitu kelebihan dan kekurangan
semua jenis kayu yang ada di Indonesia, sebelum anda membaca kelebihan dan kekurangan
dari setiap macam dan jenis kayu, usia kayu itu sendiri sangat menentukan kualitas kayu
tersebut.
Karakteristik dari kayu jati yang paling dikenal orang adalah karena keawetannya dan daya
tahannya terhadap perubahan cuaca dibandingkan dengan jenis kayu lain. Selain itu pula
karakter serat dan warnanya memiliki ciri khas tersendiri. Oleh karena itulah harga kayu jati
lebih mahal.
Pohon
Tinggi pohon bisa mencapai 50 meter dengan hingga 1,2 meter. Umur pohon jati yang
ideal untuk mendapatkan kualitas terbaik adalah di atas 40 tahun. Kecepatan tumbuh pohon
jati relatif lambat sehingga densitas kayunya pun lebih baik. Untuk memperoleh 40 cm
dibutuhkan minimal 50 tahun masa tumbuh.
Warna Kayu
Coklat dan emas warna gelap pada kayu terasnya. Bagian kayu gubal berwarna krem atau
bahkan putih kecoklatan. Pada beberapa jenis kayu jati terdapat warna kemerahan pada
saat baru saja dibelah. Setelah beberapa lama di letakkan di udara terbuka dan terutama di
bawah sinar matahari, warna tersebut akan berubah coklat muda.
Keawetan
Kayu Jati tergolong pada kayu dengan kelas awet I. Memiliki daya tahan yang kuat terhadap
jamur, busuk karena udara lembab atau serangan serangga. Kayu Jati juga memiliki daya
tahan yang baik terhadap cuaca dan perubahan suhu.
Dengan karakteristik khusus yang dimiliki kayu jati yaitu kandungan minyak pada kayu Jati
membuat kekuatan Jati lebih baik dari jenis kayu yang lain.
Pengeringan
Beberapa manufaktur menggunakan cara pengeringan yang sedikit berbeda pada kayu jati.
Jika biasanya pada bentuk papan lembaran biasa masuk ke ruang pengering, mereka
melakukan dengan cara membentuk kayu menjadi komponen setengah jati ke dalam ruang
pengeringan. Disisakan sepersekian milimeter untuk proses amplas setelah pengeringan.
Waktu yang dibutuhkan untuk mengeringkan kayu jati adalah sekitar 14-25 hari dengan
temperature maksimum 80 derajat Celcius.
Proses Mesin & Konstruksi
Susunan serat kayu Jati yang kecil memudahkan proses mesin dengan hasil yang halus dan
rata. Bisa dihasilkan kepala kayu yang halus pada saat proses pemotongan melawan arah
serat.
Karena kelebihan kayu Jati dari warna serat dan kelas awetnya, sebagian besar produsen
furniture atau pemakai kayu jati tidak melapiskan bahan finishing karena lapisan minyak/lilin
alaminya sudah merupakan bahan pengawet.
- See more at: http://tabloidrumahidaman.blogspot.co.id/2015/09/kelebihan-dan-kekurangan-semuajenis.html#sthash.XBOlaY1o.dpuf