PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Di dunia ini terdapat banyak sekali jenis – jenis pohon ada pohon sengon,
pohon jati, pohon trembesi, pohon akasia, dan masih banyak pohon yang lainnya.
Pohon mempunyai banyak manfaat bagi manusia seperti tempat berteduh,
mencegah abrasi, sebagai paru – paru dunia, dan masih banyak lagi manfaat
pohon bangi manusia. Tetapi dari sekian banyak pohon yang kita kenal hanya ada
beberapa pohon yang dianggap istimewa, entah dari bentuknya, manfaatnya,
cara hidupnya, atau cerita mistis yang berkembang tentang pohon tersebut.
Pohon sonokeling disebut juga Indian wood, karena habitat asli sonokeling dari
India. Pohon sonokeling adalah salah satu jenis pohon yang dianggap istimewa.
Pohon sonokeling dianggap istimewa karena pohon sonokeling menghasilkan kayu
yang bertekstur lembut, dan mempunyai nilai dekoratif yang cukup baik. Selain itu
kayu yang dihasilkan oleh pohon sonokeling terkenal awet, karena kayu pohon
sonokeling mampu melawan serangan hewan rayap ataupun serangan jamur.
Ditambah lagi dengan pori – pori kayu pohon sonokeling yang rapat dan keras
membuat kayu yang dihasilkan pohon sonokeling menjadi tambah awet dan tidak
mudah lapuk maupun hancur.
1
Sonokeling atau sanakeling adalah nama sejenis pohon penghasil kayu keras dan
indah, anggota dari suku Fabaceae. Kayunya yang berbobot sedang dan berkualitas
tinggi itu dalam perdagangan dikenal sebagai Indian rosewood, Bombay
blackwood atau Java palisander (Ingg.), palisandre de l’Inde (Prc.); dalam
klasifikasi Indonesia digolongkan sebagai kayu sonokeling. Di Jawa, dikenal varian
yang dinamai sonobrit dan sonosungu. Pohon berukuran sedang hingga besar,
tingginya 20-40 m dengan gemang mencapai 1,5–2 m. Tajuk lebat berbentuk
kubah, menggugurkan daun. Pepagan berwarna abu-abu kecoklatan, sedikit
pecah-pecah membujur halus. Daun majemuk menyirip gasal, dengan 5-7 anak
daun yang tak sama ukurannya, berseling pada porosnya. Anak daun berbentuk
menumpul (obtusus) lebar, hijau di atas dan keabu-abuan di sisi bawahnya.
Bunga-bunga kecil, 0,5-1 cm panjangnya, terkumpul dalam malai di
ketiak. Buah polong berwarna coklat, lanset memanjang, meruncing di pangkal
dan ujungnya. Berisi 1-4 butir biji yang lunak kecoklatan, polong tidak memecah
ketika masak.
2
dengan jelas dari kayu teras. Kayu sonokeling agak sukar dikerjakan dengan
tangan, namun sangat mudah dengan mesin. Kayu ini dapat diserut sehingga
permukaannya licin; dan dapat pula dikupas dan diiris untuk membuat venir
dekoratif. Kayu ini juga dapat dibubut, disekerup dan dipelitur dengan hasil yang
baik. Namun, kayu ini sukar diberi bahan pengawet.
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Fabales
Familia : Fabaceae
Genus : Dalbergia
3
dunia. Selain jati yang namanya sudah tersohor di mancanegara, terdapat pula
beberapa jenis kayu lain yang tidak kalah bagus. Salah satunya adalah
sonokeling. Dalam sistem kekerabatan tanaman, sonokeling termasuk anggota
dari keluarga Fabacceae. Adapun dalam perdagangan internasional, kayu ini
memiliki nama lain seperti Indian rosewood, Bombay blackwood, dan Java
palisander. Di Jawa, kayu ini dikenal sebagai sonobrit dan sonosungu atau kayu
hitam. Kayu ini biasa digunakan untuk membuat mebel, almari, serta aneka
perabotan rumah berkelas tinggi. Venirnya yang bernilai dekoratif digunakan
untuk melapisi permukaan kayu lapis mahal. Karena sifatnya yang baik, kayu
sonokeling juga sering digunakan untuk membuat barang ukiran dan pahatan,
barang bubutan, alat-alat musik dan olahraga, serta perabot kayu bengkok seperti
gagang payung, tongkat jalan dan lain-lain.
Kayu ini juga kuat dan awet, sehingga tidak jarang digunakan dalam
konstruksi seperti untuk kusen, pintu dan jendela, serta untuk membuat
gerbong kereta api. Atau untuk peralatan seperti gagang kapak, palu, bajak dan
garu, serta untuk mesin-mesin giling-gilas. Selain itu, sonokeling dipakai pula
dalam pembuatan lantai parket. Sonokeling merupakan salah satu
tanaman agroforestri yang populer di Indonesia. Pohon ini ditanam dalam
sistem tumpangsari, diselingi dengan aneka tanaman pangan
seperti padi ladang, jagung, ubi kayu, atau kacang-kacangan. Daun-daun
sonokeling dimanfaatkan untuk pakan ternak dan pupuk hijau. Perakaran
sonokeling bersifat mengikat nitrogen, dan dengan demikian dapat memperbaiki
kesuburan tanah. Nilainya yang tinggi telah mendorong pemanenan yang
berlebihan, sehingga populasi alami pohon ini menghadapi kepunahan.
Keberadaan kayu sonokeling memang tidak sepopuler jati. Namun, bukan berarti
kualitasnya kalah dengan jati. Kayu ini memiliki banyak keunggulan yang tidak
dipunyai kayu lain. Keunggulan utamanya terletak pada serat dan tekstur
kayunya. Serat dan tekstur kayu sonokeling tergolong indah dan bernilai
dekoratif. Tekstur kayunya cukup halus dengan arah serat lurus dan kadang kala
berombak. Menurut Yohanes Natupali dari Magenta Supplies, produsen furnitur
berbahan kayu sonokeling, kayu sonokeling berada di kelompok kayu indah kelas
satu, hampir sama dengan kayu jati. Artinya, kedua kayu tersebut memiliki
keindahan yang setara. Keindahan kayu sonokeling didukung warnanya yang
unik.
Bagian tengah kayu ini berwarna cokelat ungu tua dengan garis-garis berwarna
4
lebih tua sampai hitam. Corak yang unik inilah yang menjadikan kayu sonokeling
amat digemari pembuat furnitur maupun handicraft berkelas tinggi. Furnitur yang
dibuat menggunakan kayu ini akan terlihat mewah dan menarik. Meski tergolong
kayu keras, kayu sonokeling cukup mudah diproses seperti dipotong, digergaji,
diukir, dan diampelas. Karakter ini pula yang menjadikan kayu sonokeling cocok
dan banyak digunakan sebagai bahan baku berbagai produk olahan kayu dengan
kualitas bagus. Tidak hanya itu, sonokeling juga termasuk kayu yang sangat awet.
Berdasarkan klasifikasi keawetannya, kayu ini berada dalam satu kelas dengan
kayu jati, yaitu kelas awet satu atau sangat awet. Ini menunjukkan kalau kayu
sonokeling memiliki ketahanan yang cukup tinggi terhadap serangan jamur,
rayap, bubuk, atau serangga perusak kayu lain meskipun tanpa diberi bahan
pengawet kayu terlebih dahulu. Keawetan kayu tersebut disebabkan adanya zat
ekstraktif yang berbentuk seperti getah yang dihasilkan oleh kayu itu sendiri. Zat
ini merupakan unsur racun bagi perusak kayu seperti rayap.
Pada Tahun 1998 Badan Konservasi Dunia IUCN telah memasukkan Dalbergia
latifolia ke dalam kategori Rentan (VU, vulnerable). COP CITES ke 17 di
Johanessburg afrika selatan telah memasukkan jenis kayu Sonokeling ke dalam
list Cites Appendix II yang mulai berlaku 2 Januari 2017, konsekuensinya maka
untuk peredaran kayu sonokeling di dalam dan luar negeri mengikuti mekanisme
yang diatur dalam Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 447/Kpts-II/2003
tentang Tata Usaha Pengambilan atau Penangkapan dan Peredaran Tumbuhan
5
dan Satwa Liar maka: Peredaran Kayu Sonokeling dalam negeri wajib
menggunakan dokumen SATS-DN. Dan untuk pengusaha yang melakukan eksport
wajib kayu sonokeling CITES Permit (SATS-LN). CITES (Convention on
International Trade in Endangered Spesies) atau Konvensi perdagangan
internasional untuk spesies-spesies tumbuhan dan satwa liar adalah merupakan
kesepakatan internasional antara pemerintah (negara) dengan tujuan untuk
memastikan bahwa perdagangan internasional tumbuhan dan satwa liar tidak
mengancam keberadaan hidup tumbuhan dan satwa liar.
3. Appendices III, memuat daftar spesies tumbuhan dan satwa liar yang telah
dilindungi di suatu negara tertentu dalam batas-batas kawasan habitatnya, dan
memberikan pilihan (option) bagi negara-negara anggota CITES bila suatu saat
akan dipertimbangkan untuk dimasukkan ke Appendix II, bahkan mungkin ke
Appendix I
Daftar Appendix I, Apendik II, Appendices III Cites terbaru berlaku mulai tanggal
2 Januari 2017.
6
B. MAKSUD DAN TUJUAN
Maksud dari pembuatan makalah ini adalah memberikan informasi tentang
mekanisme perijinan dan tahapan kayu sonokeling di Balai KSDA Jateng pasca
masuk ke dalam Appendices II
C. RUANG LINGKUP
7
II TINJAUAN PUSTAKA
8
melakukan intervensi dalam pengaturan peredaran TSL, meringankan biaya
penegakan hukum, nilai yang terkait dengan kerjasama internasional/bantuan teknis
dan finansial. Banyak usaha penyelundupan tumbuhan dan satwa lair dari Indonesia
yang bisa digagalkan di negara tujuan karena adanya kerjasama ini sehingga
kerugian Indonesia yang ditimbulkan karena perdagangan tumbuhan dan satwa liar
illegal dapat semakin ditekan.
9
apendiks CITES harus mendapat izin otoritas pengelola dan rekomendasi otoritas
keilmuan CITES di negara tersebut.
Para pihak anggota konvensi harus menunjuk satu atau lebih otoritas pengelola
yang memberi perizinan, dan satu atau lebih otoritas ilmiah yang menilai dampak
perdagangan terhadap kelestarian spesies tersebut. Departemen
Kehutanan berdasarkan pasal 65 Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 1999 ditunjuk
sebagai otoritas pengelola konservasi tumbuhan dan satwa liar di Indonesia.
Selanjutnya, Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam ditunjuk
sebagai otoritas pengelola CITES di Indonesia melalui Keputusan Menteri Kehutanan
Nomor 104/Kpts-II/2003 (sebagai pengganti Keputusan Menteri Kehutanan
No.36/Kpts-II/1996).[6] Selain itu, Peraturan Pemerintah No. 7 dan 8 Tahun 1999
juga menunjuk Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) sebagai otoritas
keilmuan CITES.
Spesies yang diusulkan masuk dalam apendiks CITES dibahas dalam Konferensi
Para Pihak (COP), yang konferensi berikutnya diadakan bulan Juni 2007. Para pihak
bisa mengusulkan suatu spesies walaupun habitat spesies tersebut tidak berada
dalam wilayah negara pengusul. Usulan bisa disetujui masuk dalam apendiks CITES
asalkan didukung suara mayoritas 2/3 dari para pihak, walaupun ada para pihak
yang berkeberatan.
Apendiks CITES berisi sekitar 5.000 spesies satwa dan 28.000 spesies tumbuhan
yang dilindungi dari eksploitasi berlebihan melalui perdagangan
internasional. Spesies terancam dikelompokkan ke dalam apendiks CITES
berdasarkan tingkat ancaman dari perdagangan internasional, dan tindakan yang
perlu diambil terhadap perdagangan tersebut. Dalam apendiks CITES, satu spesies
bisa saja terdaftar di lebih dari satu kategori. Semua populasi Gajah
Afrika (Loxodonta africana) misalnya, dimasukkan ke dalam Apendiks I, kecuali
10
populasi di Botswana, Namibia, Afrika Selatan, dan Zimbabwe yang terdaftar dalam
Apendiks II.
1) Apendiks I CITES
11
dengan layak. Satwa yang dimasukkan ke dalam Apendiks I,
misalnya gorila, simpanse, harimau dan subspesiesnya, singa Asia, macan
tutul, jaguar cheetah, gajah Asia, beberapa populasi gajah Afrika, dan semua
spesies Badak (kecuali beberapa subspesies di Afrika Selatan)
Di Indonesia, tumbuhan dan satwa liar (TSL) yang masuk dalam Appendix I
CITES mamalia 37 jenis, Aves 15 jenis, Reptil 9 jenis, Pisces 2 jenis, total 63 jenis
satwa dan 23 jenis tumbuhan. Jenis itu misalnya semua jenis penyu (Chelonia
mydas/penyu hijau, Dermochelys coreacea/penyu belimbing, Lepidochelys
olivacea/penyu lekang, Eretmochelys imbricata/penyu sisik, Carreta carreta/penyu
tempayan, Natator depressa/penyu pipih), jalak bali (Leucopsar rothschildi), komodo
(Varanus komodoensis), orang utan (Pongo pygmaeus), babirusa (Babyrousa
babyrussa), harimau (Panthera tigris), beruang madu (Helarctos malayanus), badak
jawa (Rhinoceros sondaicus), tuntong (Batagur baska), arwana kalimantan
(Scleropages formosus) dan beberapa jenis yang lain.
2) Apendiks II CITES
Appendix II merupakan lampiran yang memuat daftar dari spesies yang tidak
terancam kepunahan, tetapi mungkin akan terancam punah apabila perdagangan
terus berlanjut tanpa adanya pengaturan. Selain itu, Apendiks II juga berisi spesies
yang terlihat mirip dan mudah keliru dengan spesies yang di daftar dalam Apendiks
I. Otoritas pengelola dari negara pengekspor harus melaporkan bukti bahwa ekspor
spesimen dari spesies tersebut tidak merugikan populasi di alam bebas.
12
beberapa jenis koral, beberapa jenis anggrek (Orchidae), sonokeling dan banyak
lainnya.
Appendix III merupakan lampiran yang memuat daftar spesies tumbuhan dan
satwa liar yang telah dilindungi di suatu negara tertentu dalam batas-batas kawasan
habitatnya, dan memberikan pilihan (option) bagi negara-negara anggota CITES bila
suatu saat akan dipertimbangkan untuk dimasukkan ke Appendix II, bahkan mungkin
ke Appendix I. Jumlah yang masuk dalam Appendix II sekitar 300 spesies. Spesies
yang dimasukkan ke dalam Apendiks III adalah spesies yang dimasukkan ke dalam
daftar setelah salah satu negara anggota meminta bantuan para pihak CITES dalam
mengatur perdagangan suatu spesies. Di Indonesia saat ini tidak ada spesies yang
masuk dalam Appendix III. Spesies yang dimasukkan ke dalam Apendiks III adalah
spesies yang dimasukkan ke dalam daftar setelah salah satu negara anggota
meminta bantuan para pihak CITES dalam mengatur perdagangan suatu spesies.
Spesies tidak terancam punah dan semua negara anggota CITES hanya boleh
melakukan perdagangan dengan izin ekspor yang sesuai dan Surat Keterangan
Asal (SKA) atau Certificate of Origin (COO).
Amendemen harus didukung mayoritas dua pertiga para pihak dan bisa
dilakukan sewaktu sidang luar biasa Konferensi Para Pihak (COP), bila sepertiga dari
para pihak menyatakan sidang harus dilakukan. Amendemen Gaborone yang
disetujui di Gaborone, Botswana, 30 April 1983 memungkinkan forum kerja sama
ekonomi regional untuk berpartipasi dalam CITES. Pertimbangan keberatan (Pasal
XXIII Reservations menyangkut spesies tertentu dapat dinyatakan para pihak.
13
Sonokeling merupakan salah satu hasil hutan yang berupa kayu. Untuk itu
diperlukan penatausahaan hasil hutan. Penatausahaan hasil hutan kayu adalah
kegiatan pencatatan dan pelaporan perencanaan produksi, pemanenan atau
penebangan, pengukuran pengujian, penandaan, pengangkutan/peredaran, serta
pengolahan hasil hutan kayu.
14
III RUMUSAN DAN ANALISA MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas, dalam pembuatan makalah ini ada beberapa
rumusan masalah yaitu sebagai berikut:
Berikut Prosedur Pengajuan Ijin Pengedar Tumbuhan dan Satwa Liar Dalam dan Luar
Negeri yang tertera pada peraturan menteri Kehutanan nomer 447/Kpts-II/2003
Sesuai dengan Pasal 44 dibawah ini merupakan Tata cara dan Prosedur melakukan
ijin edar dalam negeri :
15
2. Pemohon melengkapi persyaratan dengan melampirkan : Proposal, Akte, SIUP,
SITU, Nama Jenis, Jumlah, Ukuran, Wilayah, BAP ( Berita Acara Pemeriksaan),
Rekomendasi Kepala Seksi
3. Tim Dari Balai mencoba menelaah, permohonan dari pemohon dapat disetujui
atau ditolak dalam waktu 14 hari
Untuk pemberian ijin edar luar negeri sebagaimana sesuai dengan pasal 51, berikut
merupakan Tata Cara atau Prosedurnya :
2. Pemohon wajib melampirkan Proposal, Akte, SIUP, SITU, Nama Jenis, Jumlah,
Ukuran, Wilayah, BAP dan Rekomendasi Kepala BKSDA
3. Direktur Jenderal KSDAE dapat menyetujui atau menolak dalam waktu 14 hari
setelah permohonan lengkap diterima
Dalam pemberian ijin edar baik dalam maupun luar negeri terdapat catatan
penting di pasal 53 dan pasal 54 menjelaskan bahwa Ijin edar tidak dapat diberikan
kepada Warga Negara Asing (WNA) atau penanam modal asing, kecuali tumbuhan
dan satwa hasil pengembangbiakan, perbanyakan atau spesies yang bukan asli
Indnesia. Berikut ini dokumen peredaran Tumbuhan dan Satwa Liar terdapat Surat
Angkut Tumbuhan dan Satwa (SATS) baik dalam negeri maupun luar negeri. Untuk
SATS-LN (Luar Negeri) terdapat juga CITES atau NON CITES didalamnya.
Sesuai pasal 69 untuk Surat Angkut Tumbuhan dan Satwa Liar - Dalam Negeri
(SATS- DN) memuat :
2. Pemegang ijin edar dalam negeri diberikan waktu maksimum untuk 2 (dua) bulan
3. Pemegang ijin edar dalam negeri harus mengikuti ketentuan pengangkutan yang
berlaku
16
4. Pemegang ijin edar dalam negeri harus juga dilengkapi dokumen sertifikat yang
lain.
5. SATS-DN diterbitkan oleh Kepala Balai KSDA atau Kepala Seksi Wilayah
6. Setelah adanya edar dalam negeri, ditambah ijin terkait dengan legalitas asal usul,
laporan mutasi stock
8. Pemegang ijin edar dalam negeri memperoleh jumlah dan jenis sesuai kuota
Berikut ini merupakan Tata Cara Memohon SATS-LN sebagaimana diatur pada
pasal 77 adalah sebagai berikut :
3. Ijin Pengedar Luar Negeri terkait dengan asal-usul (ijin ambil/tangkap, SATS-
DN)
Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 447/ Kpts-II/ tahun 2003 tentang
peredaran :Ijin Pengedar diberikan kepada Perusahaan Perorangan / Koperasi/
BUMD/ BUMS.
Berikut kelengkapan untuk dapat ijin pengedar tumbuhan dan satwa liar Dalam
Negeri yaitu dengan cara membuat proposal, Akta Pendirian Perusahaan, SIUP
( Surat Ijin Usaha Perdagangan), SITU ( Surat Ijin Tempat Usaha). Calon Pengedar
mengajukan Permohonan Pemeriksaan Persiapan Teknis, Pengesahan Proposal dan
Rekomendasi Teknis sebagai pengedar ditujukan kepada Kepala BKSDA Jawa
17
Tengah. Untuk rekomendasi teknis dalam negeri dikeluarkan oleh Kepala BKSDA
Jawa Tengah dengan rekomendasi Kepala SKW ( Seksi Konservasi Wilayah). Balai
KSDA Jawa Tengah setelah pengkajian administrasi, hukum dan teknis apabila
memenuhi semua persyaratan maka Kepala Balai KSDA Jawa Tengah akan
mengeluarkan ijin pengedar dalam negeri. Begitu juga apabila calon pengedar tidak
memenuhi persyaratan yang berlaku maka Kepala BKSDA Jawa Tengah akan
membuat surat penolakan ke pemohon.
1. Melakukan BAP Persiapan Teknis yang dilakukan oleh Petugas KSDA Jawa Tengah
yang di tunjuk
- Memiliki ijin pengedar yang diterbitkan oleh Kepala Balai KSDA Jawa Tengah
- Memiliki Dokumentasi legalitas asal usul kayu yang ditanda tangani ganis
perusahaan atau was ganis
18
Sama halnya ijin pengedar dalam negeri persyaratannya sama dengan
persyaratan ijin edar luar negeri yaitu. dengan cara membuat proposal, Akta
Pendirian Perusahaan, SIUP ( Surat Ijin Usaha Perdagangan), SITU ( Surat Ijin
Tempat Usaha). Calon Pengedar mengajukan Permohonan Pemeriksaan Persiapan
Teknis, Pengesahan Proposal dan Rekomendasi Teknis. Tetapi ada perbedaan yang
ijin pengedar dalam negeri yang memberikan rekomendasi Kepala BKSDA Jawa
Tengah yang menerbitkan ijin Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan
Konservasi. Dirjen KSDA setelah pengkajian administrasi, hukum dan teknis apabila
memenuhi semua persyaratan maka Dirjen KSDAE akan mengeluarkan ijin pengedar
Luar Negeri. Begitu juga apabila calon pengedar tidak memenuhi persyaratan yang
berlaku maka Dirjen KSDAE akan membuat surat penolakan ke pemohon.
1. Melakukan BAP Persiapan Teknis yang dilakukan oleh Petugas KSDA Jawa Tengah
yang di tunjuk
- Memiliki Dokumentasi legalitas asal usul kayu yang ditanda tangani Tenaga Teknis
perusahaan/ ganis perusahaan atau petugas Pengawas Teknis/ Wasganis dari Dinas
Kehutanan setempat.
- Memiliki ijin pengedar Memiliki ijin pengedar yang diterbitkan Dirjen KSDAE
- Memiliki Surat Angkut Tumbuhan dan Satwa Liar Luar Negeri (SATS-LN)
19
-Invoice Packing List yang sdh diverifikasi sucovindo
4.1 KESIMPULAN
1. Kayu Sonokeling masuk dalam daftar appendix II, tetapi belum ada peraturan
baku untuk peredarannya.
2. Permintaan kayu sonokeling yang melonjok tajam sebagai salah satu kayu yang
digemari, terutama negara china.
4.2 SARAN
1. Perlu dibuatkan SOP terkait peredaraan kayu sonokeling di wilayah Jawa Tengah
20
V DAFTAR PUSTAKA
Hutton and Dickinson 2000 Endangered Species Threatened Convention: The Past,
Present and Future of CITES. Africa Resources Trust, London.
Stiles 2004 The Ivory Trade and Elephant Conservation Environmental Conservation
31 (4) 309-321.
Zimmerman 2003 The Black Market for Wildlife: Combating Transnational Organized
Crime in the Illegal Wildlife Trade Vanderbilt Journal of
Transnational Law 36 1657
Reeve 2000 Policing International Trade in Endangered Species: the CITES Treaty
and Compliance Earthscan: London
21
UU. No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi SDAH & E
PP. No. 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar
KEPMENHUT No.104/Kpts-II/2003 tentang Penunjukkan Direktur Jenderal
Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam selaku Otoritas Pengelola
Management Authority CITES di Indonesia
22