Dari sekian banyak jenis bambu yang kita miliki, ternyata masing-masing mempunyai sifat yang khas. Hal
inilah yang membuat perbedaan dala pemanfaatannya. Berikut ini beberapa jenis di antaranya.
1. Bambu Apus
Bambu apus dikenal juga sebagai bambu tali atau dalam bahasa Sundanya awi tali. Bambu apus
(Gigantochloa apus) termasuk dalam genus Gigantochloa, jenis bambu yang tumbuh merumpun.
Tingginya bisa mencapai 20 m dengan warna buluh hijau cerah atau kekuning-kuningan. Batangnya tidak
bercabang di bagian bawah, diameternya 2,5-15 cm, tebal dinding 6-13 mm, dan panjang satu ruas 45-65
cm. Panjang batang yang dapat dimanfaatkan antara 3 m – 15 m. Bambu apus berbatang kuat, liat, dan lurus.
Bentuk batangnya sangat teratur dengan buku-buku yang sedikit membengkak. Bambu apus hanya
ditemukan di Jawa, mulai dari dataran rendah sampai ketinggian 1.000 m dpl. Rebungnya pahit dan tidak
bisa dimakan. G. apus terkenal paling bagus untuk dijadikan bahan baku anyaman karena seratnya yang
panjang, halus, dan lentur. Sebaliknya jenis bambu ini tidak baik digunakan sebagai alat musik, karena
buku-bukunya yang cekung menyebabkan gaung yang tidak beraturan.
Bambu ini, dalam keadaan basah berwarna hijau dan tidak keras. Sebaliknya bila sudah kering warnanya
menjadi putih kekuning-kuningan, liat, dan tidak mudah putus. Karena itu, tak heran bila bambu ini
digunakan sebagai bahan utama untuk kerajinan anyaman.
2. Bambu Betung
Bembu betung (Dendrocalamus asper Schult. F. Backer) dalam bahasa daerah populer dengan
sebutan awi bitung, bambu betung, deling betung, jajang betung, dan pereng betung. Jenis bambu
ini memiliki rumpun yang agak sedikit rapat dengan pertumbuhan yang sangat lambat. Tinggi
buluhnya mencapai 20 m dengan garis tengah sampai 20 cm. Panjang ruasnya 40-60 cm sedang
ketebalan dinding buluh mencapai 1-1,5 cm. Jenis bambu ini bisa dijumpai mulai dari dataran
rendah sampai ketinggian 2.000 m dpl.
Bambu betung banyak digunakan sebagai bahan bangunan, bahan baku pembuat dinding rumah
yang dianyam atau dibelah, furniture, dan berbagai kerajinan seperti keranjang bambu.
Rebungnya yang digunakan untuk sayur, terkenal paling enak di antara jenis-jenis bambu lainnya.
Bambu gombong/ater Gigantochloa verticillata Munro (G. atter Kurz) tumbuh sangat merumpun.
Tinggi buluhnya mencapai 26 m dan tumbuh tersebar mulai dari dataran rendah sampai ketinggian
700 m dpl. Garis tengah pangkal batangnya mencapai 4-13 cm dengan tebal dinding 6-20 mm.
Warna buluhnya hijau atau hijau dengan garis-garis kuning membujur. Forma yang sebagian dari
batangnya bergaris-garis di Jawa Barat disebut sebagai bambu andong, sedang yang tidak
bergaris ater. Bambu andong ini dalam bahasa Sunda dikenal sebagai awi andong, awi gombong,
awi surat, awi temen, sedang dalam bahasa Jawa disebut sebagai pring surat. Rebungnya
merupakan yang terbaik dari rebung jenis bambu lainnya. Umumnya bambu ini banyak digunakan
sebagai bahan baku bangunan, chopstick dan berbagai kerajinan tangan.
Forma yang kedua, buluhnya tidak bergaris dan disebut sebagai bambu ater. Buluhnya berwarna
hijau kehitam-hitaman atau ungu tua. karena ciri itulah jenis ini dinamai bambu hitam. Rumpunnya
agak jarang. Batangnya tumbuh tegak, bisa mencapai ketinggian 20 m, garis tengah batang 5-10
cm, dan panjang ruasnya 45 cm – 60 cm. Pelepah buluhnya selalu ditutupi oleh miang yang
melekat dan berwarna hitam. Pertumbuhan jenis bambu ini tergolong lambat. Bambu hitam
tersebar di Jawa dan hidup pada ketinggian 0-650 m dpl. Jenis bambu ini juga populer dengan
sebutan pring wulung atau awi hideung. Bambu hitam banyak digunakan sebagai bahan baku
furniture, dinding dari bambu, alat musik, alat rumah tangga dan kerajinan tangan, bahkan juga
sebagai pipa air dan pagar di desa-desa.
Bambu hitam, dalam keadaan basah kulitnya tidak begitu keras, tetapi setelah kering sangat keras
dan warnanya menjadi hitam kecoklat-coklatan.
Bambu tutul (Bambusa vulgaris Schrad) dalam bahasa daerah dikenal juga sebagai awi ampel,
awi gading, awi koneng, awi tutul (Sunda), pring ampel, pring ampel kuning, pring gading, pring
legi, pring tutul (Jawa).
Jenis bambu ini tumbuh merumpun tidak terlalu rapat. Tingginya antara 15-20 m, besar pangkal
batangnya bisa mencapai 10 cm, tebal dinding 10-15 mm, dan panjang ruas 20-45 cm. Warna
buluhnya hijau, kuning, hijau dengan garis-garis kuning membujur atau kuning dengan bercak-
bercak cokelat. Jenis bambu ini memiliki pertumbuhan yang cepat, mudah diperbanyak, dan dapat
tumbuh baik di tempat yang cukup kering.
Forma yang berbercak-bercak seperti kulit macan tutul banyak digunakan untuk bahan baku
berbagai furniture, sangkar burung, dan alat musik. Jenis Bambu yang Digunakan untuk
Kerajinan – #IR
Ribuan jenis bambu, sekitar sepersepuluhnya hidup di negeri ini. Bertumbuh baik di dataran
rendah, daerah aliran sungai, hingga pegunungan dengan ketinggian sekitar 300 m DPL.
Umumnya tumbuh di tempat terbuka dan bebas genangan air. Beberapa jenis di antaranya
lazim digunakan untuk material bangunan, antara lain:jenis
Hijau, lalu menguning saat kering. Relatif kecil, disebut juga bambu tali. Tinggi batang 6-13
m, jarak ruas 45 – 65 cm, berdiameter 4 -10 cm, dan tebal 3 – 15 mm. Karena pahit, bambu
apus paling tahan terhadap serangga. Fisiknya lurus, liat, berserat panjang. Biasa digunakan
untuk membuat gording, kasau, reng, gedhek (dinding anyaman bambu), pagar, furnitur, dll.
Harga per batang sangat murah, berkisar di bawah sepuluh ribu rupiah per 5 meter.
Sering disebut bambu hitam/pring wulung/awie hideung karena warnanya cenderung gelap,
hijau kehitaman, atau ungu tua. Panjang batang mencapai 15- 20 m dengan ruas 40-50 cm,
berdiameter 7-10 cm, dan tebal 20 mm. Bambu ini cukup getas, tidak liat. Lazim digunakan
untuk membuat rusuk-rusuk rumah, juga bahan kerajinan, anyaman, hiasan dinding, dll.
Harga per 5 meter sekitar Rp15.000,-.
Relatif paling kokoh, keras, dengan serat besar. Berdiameter 10-15 cm, tebal 50 mm, jarak
antarruas 40-60 cm, dan panjang batang mencapai 20-25 m, bahkan lebih. Karena relatif
paling besar, bambu petung/betung biasa dipakai sebagai elemen struktur bangunan.
Kolom, balok cincin, juga tiang pancang (dimasukkan ke dalam kolom struktur, diberi
tulangan dan dicor beton). Dua jenis yang paling sering dipakai, yakni petung hijau dan
petung hitam. Harganya Rp30.000,- per 5 m dan setelah diawetkan mencapai Rp 70.000, -.
Mirip bambu petung, hanya lebih kecil, lebih bersih, dan tidak banyak serabutnya dibanding
bambu petung. Berdiameter 8-15 cm dengan ketebalan 30 – 40mm. Warna dan fungsi relatif
sama dengan harga sedikit lebih murah, yaitu Rp 25.000,- (per 5 meter).
Selain sebagai komponen bangunan, beberapa jenis bambu yang ukurannya relatif lebih
kecil, lazim digunakan sebagai elemen eksterior, antara lain:
Batangnya lurus kecil dan berdaun halus sepanjang 10 cm, hijau pucat. Biasanya disusun
berjajar di sepanjang dinding atau penghias tepi jalan. Jika telah rimbun, bambu ini bisa
dibentuk hingga tampak artistik. Dijual dengan harga Rp 75.000,- per rumpun.
Disebut juga Bambu Pagar. Batangnya hijau muda kekuningan, halus. Tumbuhnya seperti
semak dan batangnya mudah melengkung. Harganya Rp 75.000 per rumpun.
Cantik, dengan batang lurus, kuning gading, bertekstur halus, kontras dengan daunnya yang
hijau terang sepanjang 20 cm dan selebar 5 cm. Panjang batang mencapai 3 m. Harga relatif
mahal, mencapai Rp 250.000 per rumpun.
Batangnya keras, hijau tua, menggelembung di bagian tengah lalu mengecil di bagian ruas,
mirip bentuk kendang (gendang). Cocok dibuat bonsai.
Batangnya hijau keputihan, ramping, dan tegak, setinggi 7-12 m, berdiameter 2-7 cm, dan
panjang ruas 15 cm. Berumpun padat, daun kecil-kecil tapi lebat, bertajuk melebar seperti
payung. Banyak ditanam di sisi dinding, sebagai penghalang angin dan peredam suara.
Tentu, masih banyak varietas lain, dengan karakteristik dan varian harga. Hijau lingkungan
kita bermula dari hijaunya pola pikir kita, sebuah kesadaran untuk kembali ke alam.
Semoga, untuk hari depan yang lebih baik!