Anda di halaman 1dari 13

Waru

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas


?
Waru

Klasifikasi ilmiah
Kerajaan: Plantae
Divisi: Magnoliophyta
Kelas: Magnoliopsida
Ordo: Malvales
Famili: Malvaceae
Genus: Hibiscus
Spesies: H. tiliaceus

Nama binomial
Hibiscus tiliaceus
L.
Untuk nama-nama tempat dan arti yang lain, lihat Waru (disambiguasi).
Waru atau baru (Hibiscus tiliaceus, suku kapas-kapasan atau Malvaceae), juga dikenal
sebagai waru laut, dan dadap laut (Pontianak)
[1]
telah lama dikenal sebagai pohon peneduh tepi
jalan atau tepi sungai dan pematang serta pantai. Walaupun tajuknya tidak terlalu rimbun, waru
disukai karena akarnya tidak dalam sehingga tidak merusak jalan dan bangunan di sekitarnya. Waru
dapat diperbanyak dengan distek. Namun, aslinya tumbuhan ini diperbanyak denganbiji. Memakai
stek untuk perkembanganbiakan waru agak sulit, karena tunasakan mudah sekali terpotong.
[1]

Waru masih semarga dengan kembang sepatu.
[1]
Tumbuhan ini asli dari daerah tropika
di Pasifik barat namun sekarang tersebar luas di seluruh wilayah Pasifik dan dikenal dengan berbagai
nama: hau (bahasa Hawaii), purau (bahasa Tahiti), beach Hibiscus, Tewalpin, Sea Hibiscus,
atau Coastal Cottonwooddalam bahasa Inggris.
Di Indonesia tumbuhan ini memiliki banyak nama
seperti: baru (Gayo, Belitung,Md., Mak., Sumba, Hal.); baru
dowongi (Ternate, Tidore); waru (Sd., Jw., Bal.,Bug., Flores); haru, halu, faru, fanu (aneka bahasa
di Maluku); dan lain-lain.
[2]

Daftar isi
[sembunyikan]
1 Pengenalan
o 1.1 Jenis yang serupa
2 Ekologi dan penyebaran
3 Kegunaan
4 Catatan kaki
5 Pranala luar
Pengenalan[sunting | sunting sumber]
Pohon kecil,
[1]
tinggi 515 m. Di tanah yang subur tumbuh lebih lurus dan dengan tajuk yang lebih
sempit daripada di tanah gersang.
[2]

Daun bertangkai, bundar atau bundar telur bentuk jantung dengan tepi rata, garis tengah hingga
19 cm; bertulang daun menjari, sebagian tulang daun utama dengan kelenjar pada pangkalnya di sisi
bawah daun; sisi bawah berambut abu-abu rapat. Daun penumpu bundar telur memanjang, 2,5 cm,
meninggalkan bekas berupa cincin di ujung ranting.
[3]

Bunga berdiri sendiri atau dalam tandan berisi 25 kuntum. Daun kelopak tambahan bertaju 811,
lebih dari separohnya berlekatan. Kelopak sepanjang 2,5 cm, bercangap 5. Daun mahkota bentuk
kipas, berkuku pendek dan lebar, 57,5 cm, kuning, jingga, dan akhirnya kemerah-merahan, dengan
noda ungu pada pangkalnya. Buah kotak bentuk telur, berparuh pendek, beruang 5 tak sempurna,
membuka dengan 5 katup.
[3]
Bijinya kecil, dan berwarna coklat muda. Akar waru berbentuk tunggang
dan berwarna putih kekuningan.
[4]

Jenis yang serupa[sunting | sunting sumber]


Pohon waru
Hibiscus similis Bl. (waru gunung atau waru gombong) memiliki bentuk pohon, daun, bunga
dan buah yang serupa dengan Hibiscus tiliaceus, dengan hanya sedikit perbedaan. Di antaranya,
dengan kelenjar tulang daun yang lebih jauh dari pangkal; tangkai bunga yang sedikit lebih
pendek; daun kelopak yang hanya melekat setengah jalan; dan biji yang berambut kasar.
[3]

Hibiscus macrophyllus Roxb. (tisuk atau waru lanang) memiliki bentuk pohon yang kurus tinggi,
terutama ketika muda; berdaun jauh lebih lebar; dengan daun penumpu yang panjang
Thespesia populnea Soland. juga disebut waru laut atau waru lot; memiliki daun seperti kulit
yang tidak berbulu, melainkan bersisik coklat rapat, nampak jelas pada daun yang muda. Bunga
serupa dengan bunga waru, namun tangkai putiknya tidak berbagi di ujungnya..
[5]

Hibiscus mutabilis L. disebut juga waru landak. Berukuran daun lebih kecil, 5-
8 cm.Bunganya keluar dari ketiak daun dan berkumpul di ujung tangkai. Pada pagi hari,
bunganya putih dan berbentuk dadu, dan di sore hari layu menjadi merah. Lendir daun digunakan
untuk melunakkan bisul yang keras.
[6]

Ekologi dan penyebaran[sunting | sunting sumber]


Buah yang memecah
Kemampuan bertahannya tinggi karena toleran terhadap kondisi masin dan kering, juga terhadap
kondisi tergenang. Tumbuhan ini tumbuh baik di daerah panas dengan curah hujan 800 sampai
2.000 mm. Waru biasa ditemui di pesisir pantai yang berpasir,hutan bakau, dan juga di
wilayah riparian. Waru tumbuh liar di hutan dan di ladang, kadang-kadang ditanam di pekarangan
atau di tepi jalan sebagai pohon pelindung. Pada tanah yang subur, batangnya lurus, tetapi pada
tanah yang tidak subur batangnya tumbuh membengkok, percabangan dan daun-daunnya lebih
lebar.
[7]

H. tiliaceus tumbuh alami di pantai-pantai Asia Tenggara, Oceania dan Australia utara dan timur.
Diintroduksi ke Australia barat daya, Afrika bagian selatan, serta Hawaii; di mana menjadi liar di sana.
Kegunaan[sunting | sunting sumber]
Kayu terasnya agak ringan, cukup padat, berstruktur cukup halus, dan tak begitu keras; kelabu
kebiruan, semu ungu atau coklat keunguan, atau kehijau-hijauan. Liat dan awet bertahan dalam
tanah, kayu waru ini biasa digunakan sebagai bahan bangunan atau perahu, roda pedati, gagang
perkakas, ukiran, serta kayu bakar. Dari kulit batangnya, setelah direndam dan dipukul-pukul, dapat
diperoleh serat yang disebut lulup waru. Serat ini sangat baik untuk dijadikan tali.
[2]
Serat ini juga
merupakan bahan yang penting, dan berasal dari pepagan waru dan dipakai untuk membuat tali. Tali
ini, selanjutnya dipergunakan sebagai bahan dasar membuat jaring dan tas-tas kasar.
[1]

Simplisia yang digunakan dari tumbuhan waru untuk pengobatan adalah daun dan bunganya.
Daunnya mengandung saponin, flavonoida, dan polifenol, sedangkan akarnya mengandung saponin,
flavonoida, dan tanin.
[7]

Daunnya dapat dijadikan pakan ternak, atau yang muda, dapat pula dijadikan sayuran. Bisa juga,
untuk menggantikan daunjati dalam proses peragian kecap.
[1]
Daun yang diremas dan dilayukan
digunakan untuk mempercepat pematangan bisul. Daun muda yang diremas digunakan sebagai
bahan penyubur rambut. Daun muda yang direbus dengan gula batu dimanfaatkan untuk melarutkan
(mengencerkan) dahak pada sakit batuk yang agak berat. Kuncup daunnya digunakan untuk
mengobati berak darah dan berlendir pada anak-anak.
[2]
Akar tanaman waru bisa dipakai
untuk obat demam.
[1]

Berdasarkan hasil penelitian, serat yang dihasilkan waru pendek dan kurang baik sebagai
bahan pulp. Di Jawa, kayunya dipakai untuk bahan bakar.
[1]

Daunnya juga digunakan sebagai pembungkus ikan segar oleh pedagang di pasar dan pedagang
ikan keliling.
Bunga waru dapat dijadikan jam biologi. Bunganya mekar di pagi hari dengan mahkota berwarna
kuning. Di siang hari warnanya berubah jingga dan sore hari menjadi merah, sebelum akhirnya
gugur.
[1]

Legenda masyarakat penghuni Pulau Jawa menyatakan, kuntilanak menyukai pohon waru yang
tumbuh miring (waru doyong) sebagai tempat bersemayamnya.





Catatan kaki[sunting | sunting sumber]
1. ^
a

b

c

d

e

f

g

h

i
Sastrapradja, Setijati; Naiola, Beth Paul; Rasmadi, Endi Rochandi; Roemantyo;
Soepardijono, Ernawati Kasim; Waluyo, Eko Baroto (Red. S. Sastrapradja) (1980). Tanaman
Pekarangan. 16:74Jakarta:Kerjasama LBN - LIPI dengan Balai Pustaka.
2. ^
a

b

c

d
HEYNE, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia, jil.3:1312-1314. Terj. Yayasan
Sarana Wana Jaya, Jakarta
3. ^
a

b

c
STEENIS, CGGJ VAN. 1981. Flora, untuk sekolah di Indonesia. PT Pradnya Paramita,
Jakarta. Hal. 291
4. ^ "Hibiscus tiliaecus L.". Departemen Kesehatan. 14 November 2001. Diakses 6 May 2013.
5. ^ STEENIS, CGGJ VAN. op. cit. Hal. 287
6. ^ Dalimartha, Setiawan. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia.4. hal.116. Jakarta:Puspa
Swara. ISBN 979-1133-14-X.
7. ^
a

b
"Waru". IPTEKnet. Diakses 5 Mei 2013.


Farmasi UGM : Waru (Hibiscus tiliaceus)
Waru (Hibiscus tiliaceus)

1. Nama tumbuhan
Imdonesia : waru
2. Klasifikasi tumbuhan
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Bangsa : Malvales
Suku : Malvaceae
Marga : Hibiscus
Jenis : Hibiscus tiliaceus
3. Deskripsi Tumbuhan
Pohon ini cepat tumbuh sampai tinggi 5-15 meter, garis tengah batang 40-50 cm; bercabang dan
berwarna coklat. Daun merupakan daun tunggal, berangkai, berbentuk jantung, lingkaran lebar/bulat
telur, tidak berlekuk dengan diameter kurang dari 19 cm. Daun menjari, sebagian dari tulang daun
utama dengan kelenjar berbentuk celah pada sisi bawah dan sisi pangkal. Sisi bawah daun berambut
abu-abu rapat. Daun penumpu bulat telur memanjang, panjang 2.5 cm, meninggalkan tanda bekas
berbentuk cincin.
Bunga waru merupakan bunga tunggal, bertaju 8-11. Panjang kelopak 2.5 cm beraturan bercangap 5.
Daun mahkota berbentuk kipas, panjang 5-7 cm, berwarna kuning dengan noda ungu pada pangkal,
bagian dalam oranye dan akhirnya berubah menjadi kemerah-merahan. Tabung benang sari
keseluruhan ditempati oleh kepala sari kuning. Bakal buah beruang 5, tiap rumah dibagi dua oleh
sekat semu, dengan banyak bakal biji. Buah berbentuk telur berparuh pendek, panjang 3 cm,
beruang 5 tidak sempurna, membuka dengan 5 katup (Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991).
4. Habitat dan Penyebaran
Waru banyak terdapat di Indonesia, di pantai yang tidak berawa, ditanah datar, dan di pegunungan
hingga ketinggian 1700 meter di atas permukaan laut. Banyak ditanam di pinggir jalan dan di sudut
pekarangan sebagai tanda batas pagar. Pada tanah yang baik, tumbuhan itu batangnya lurus dan
daunnya kecil. Pada tanah yang kurang subur, batangnya bengkok dan daunnya lebih lebar
(Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991).
5. Kandungan Kimia dan Kegunaan tumbuhan
Dalam pengobatan tradisional, akar waru digunakan sebagai pendingin bagi sakit demam, daun waru
membantu pertumbuhan rambut, sebagai obat batuk, obat diare berdarah/berlendir, amandel. Bunga
digunakan untuk obat trakhoma dan masuk angin (Martodisiswojo dan Rajakwangun, 1995).
Kandungan kimia daun dan akar waru adalah saponin dan flavonoid. Disamping itu, daun waru juga
paling sedikit mengandung lima senyawa fenol, sedang akar waru mengandung tanin
(Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991).
6. Penelitian Antikanker
Chen et al. (2006) mengisolasi beberapa senyawa dari kulit batang waru, yaitu : skopoletin baru
(hibiscusin), amida baru (hibiscusamide), bersama 11 senyawa yang telah dikenall yaitu asam
fanilat, P-hydroxybenzoic acid,syringic acid, P-hidroxybenzaldehyde, scopoletin, N-trans-
feruloytyramine, N-cis-feruloytyramine, campuran beta-sitosterol dan stigmasterol,
campuran sitostenone dan stigmasta-4,22-dien-3-one. Dari uji sitotoksik senyawa-senyawa tersebut,
terdapat tiga senyawa yang mempunyai aktivitas antikanker sangat baik terhadap sel P-388 dan atau
sel HT-29 secara in vitro dengan nilai IC 50 < 4 < g/ml.
Daftar Pustaka
Chen JJ, Huang SY, Duh CY, Chen IS, Wang TC, Fang HY., 2006, A new cytotoxic amide from the
stem wood of Hibiscus tiliaceus, Planta Med., 72(10):935-8
Martodisiswojo dan Rajakwangun, 1995
Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991

Kontributor : Edison Chrisnanto, Nur Ismiyati, Berlian Dwi Medayati
Editor: Sarmoko, Endang sulistyorini, Rina Maryani, Nur Asyiah









Tisuk
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari Hibiscus macrophyllus)
?
Tisuk

Tisuk (Hibiscus macrophyllus)
di Buniwangi, Palabuhanratu, Sukabumi
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan: Plantae
Divisi: Magnoliophyta
Kelas: Magnoliopsida
Ordo: Malvales
Famili: Malvaceae
Genus: Hibiscus
Spesies: H. macrophyllus

Nama binomial
Hibiscus macrophyllus
Roxb.
Tisuk atau baru kesi (Hibiscus macrophyllus) adalah pohon sebangsa waru, anggota
dari suku kapas-kapasan atau Malvaceae. Berdaun lebih lebar dan bundar, tisuk umumnya
tumbuh cepat dan berbatang lampai lurus. Tumbuhan ini juga dikenal dengan nama-nama lain
seperti anuk-anuk (Karo); tesuk, tisuk, tisuk tambaga (Sd.), waru lanang, w. jembut, w. gombong,
w. gunung, w. payung, w. songsong, w. watang (Jw.).
Daftar isi
[sembunyikan]
1 Pengenalan
2 Persebaran
3 Pemanfaatan
4 Catatan kaki
5 Pranala luar
Pengenalan[sunting | sunting sumber]

Tisuk tumbuh tinggi, hingga 25 m, namun dengan batang dan tajuk yang kurus; agak-agak mirip
dengan payung. Gemang batangnya 1525 cm. Di Jawa bagian barat tumbuh liar hingga
ketinggian lk. 800 m dpl., serta ditanam hingga 1.400 m dpl.
[1]

Hampir semua bagian yang lunak berambut rapat, coklat, seperti sutera, panjang hingga 8 mm.
Kuncup terletak terminal, 79 cm, terlindung oleh daun penumpu yang lebar
memanjang. Daunnya tunggal, bundar, ujungnya lancip, ukurannya besar, berbulu halus,
bertangkai panjang, 1530 cm. Helai daun hampir bundar, bentukjantung, garis tengah 2036
cm; bertepi rata atau bergerigi; dengan 79 ibu tulang daun yang menjari. Kuncup daun, ranting,
tangkai daun, berwarna coklat kekuningan.
[2][3]

Bunga dalam karangan terminal bentuk payung, hingga 30 cm. Daun kelopak tambahan bertaju
1012, hampir sama panjang dengan kelopak yang bertaju 5. Mahkota berdiameter lk. 6 cm,
kuning dengan warna ungu di tengahnya. Tangkai benang sari lk. 3 cm. Buah kotak panjang
2,53 cm, berbulu halus rapat.
[2]

Menyebar luas mulai dari Pakistan di barat, India, Burma, Cina selatan
(Yunnan), Vietnam, Kamboja, Thailand, Malaysia, dan Indonesia
[2]
.
Persebaran[sunting | sunting sumber]
Tisuk tumbuh secara alami di hutan-hutan dataran rendah dan belukar sampai 500 mdpl.
Di Indonesia, ia didapati diKalimantan Selatan, Timur, Jawa, dan Sumatera. Di luar Indonesia,
tisuk ditemukan di Indochina, India, dan Semenanjung Malaya. Di Jawa, tisuk ditanam di kebun-
kebun pada ketinggian dari 0-1400 mdpl untuk bermacam-macam
keperluan.
[3]
DiHawaii dan Palawan, Filipina ditanam sebagai tanaman
hias. Bunga dan buah ditemui sepanjang tahun. Tisuk sendiri merupakan pohon yang bertumbuh
sangat cepat dan dapat ditanam dengan biji.
[3]

Pemanfaatan[sunting | sunting sumber]
Di kebun-kebun talun, tisuk umumnya dibiarkan tumbuh atau dipelihara untuk diambil kayunya.
Kayu tisuk tergolong ringan hingga sangat ringan, sangat lembut, berwarna coklat abu-abu,
berbintik-bintik ungu, dangan B.J. 0.46, kelas kekuatannya III-IV, dengan kelas keawetan III-
IV.
[3]
berstruktur padat dan agak lembut, berwarna coklat kelabu muda keunguan. Di Jawa, kayu
tisuk dimanfaatkan untuk rumah dan bangunan lain; terutama menghasilkan kayu yang lurus dan
panjang, hingga 1012 m, yang baik untuk tiang. Namun di Sumatra kayu ini kurang
kegunaannya. Kayu tisuk baik sekali untuk dibuat batang korek api.
[1]

Dari kayunya juga dapat dibuat pelbagai alat dapur dan kerajinan. Mainan kincir angin
(Sd., kolecer) biasa menggunakan kayu tisuk untuk membuat bilah-bilahnya.
Kulit batang tisuk, setelah direndam sepekan, dikerok, serta dikeringkan, dapat menghasilkan
serat yang berkualitas baik. Biasanya serat ini digunakan untuk membuat tali, bahan
anyaman tikar, dan bahkan tali pancing.
[1]

Catatan kaki[sunting | sunting sumber]
1. ^
a

b

c
HEYNE, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia, jil. 3:1306-1307. Terj. Yayasan Sarana
Wana Jaya, Jakarta
2. ^
a

b

c
Flora of China: Hibiscus macrophyllus Roxburgh ex Hornemann
3. ^
a

b

c

d
Sastrapradja, Setijati; Kartawinata, Kuswata; Soetisna, Usep; Roemantyo;
Wiriadinata, Hari; Soekardjo, Soekristijono (1980). Kayu Indonesia. 14:14 15.
Jakarta:LBN - LIPI bekerjasama dengan Balai Pustaka.
Pranala luar[sunting | sunting sumber]
GRIN: Talipariti macrophyllum (Roxb. ex Hornem.) Fryxell
ICRAF: Sifat-sifat kayu tisuk
Agus Sunyata dan Sumaryo: Struktur anatomi kayu tisuk (Hibiscus macrophyllusRoxb)


Waru laut
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari Thespesia populnea)
Belum Diperiksa
?
Waru Laut

Klasifikasi ilmiah
Kerajaan: Plantae
(tidak termasuk) Eudicots
(tidak termasuk) Rosids
Ordo: Malvales
Famili: Malvaceae
Genus: Thespesia
Spesies: T. populnea

Nama binomial
Thespesia populnea
(L.) Sol. ex Corra, 1807
[1]


Waru laut atau baru laut (Thespesia populnea), adalah sejenis pohon tepi pantai
anggota suku kapas-kapasan atau Malvaceae. Perdu atau pohon kecil ini menyebar luas di
pantai-pantai tropis di seluruh dunia, meski diyakini memiliki asal usul dari Dunia
Lama,
[2]
dengan kemungkinan dari India.
[3]

Disebut dengan nama Portia Tree dalam bahasa Inggris, pohon ini dikenal sebagai baru
laut (Simeulue), waru laut, waru lot (Jw., Sd.), baru lot, beru lot(Md.), dan lain-lain.
[4]


Pohon kecil, tinggi 210 m. Tumbuh di pantai berpasir atau di bagian belakang dari hutan
pasang yang tidak berawa. Daun bertangkai panjang, bundar telur bentuk jantung dengan tepi
rata, 724 516 cm; seperti kulit; bertulang daun menjari, dengan kelenjar kulit kecil di antara
pangkal tulang daun utama di sisi bawah daun. Daun muda bersisik coklat rapat.
[5]

Bunga berdiri sendiri, di ketiak daun, naik dahulu kemudian tunduk, bertangkai panjang dan
bersisik. Daun kelopak tambahan 3, amat kecil dan lekas rontok. Kelopak seperti cawan,
panjang 1214 mm, dengan gigi yang sangat kecil. Mahkota bentuklonceng, 67 cm, kuning
muda dan akhirnya merah, dengan noda (bercak) ungu pada pangkalnya. Bergetah
kuning. Buah kotakbentuk bola pipih sampai bentuk telur lebar, diameter 2,54,5 cm, tidak
membuka atau membuka lambat. Bijinya berambut.
[5]

Jenis yang serupa[sunting | sunting sumber]
Hibiscus tiliaceus L. juga dinamai waru laut karena habitat alaminya memang di pantai.
Kadang-kadang H. tiliaceusditemukan bersama Thespesia populnea. Hibiscus similis Bl.
(waru gunung atau waru gombong), yang lebih sering ditanam, memiliki bentuk pohon,
daun, bunga dan buah yang serupa dengan H. tiliaceus, dengan hanya sedikit perbedaan.
Kedua jenis Hibiscus dibedakan dari T populnea karena memiliki daun yang berbulu halus,
dengan kelenjar minyak di sisi bawah di pangkal tulang daun. Bentuk dan warna bunganya
serupa, namun tangkai putiknya berbagi di ujungnya.
[6]

Kegunaan[sunting | sunting sumber]

Kayu terasnya berwarna coklat bergaris-garis hitam, indah warnanya, ringan, dan tak begitu
keras. Kayu ini baik digunakan sebagai bahan pembuat kereta atau pedati di masa lalu, gagang
(popor) bedil, kotak-kotak, dan sebagainya. Kayu teras ini pun baik sebagai obat; di antaranya
sebagai obat demam, radang selaput dada (pleuritis),kolera, dan sakit mulas karena kolik. Dari
kulit batangnya juga dapat diperoleh serat untuk tali, meski jarang digunakan.
[4]

Daun-daunnya dimanfaatkan dalam masakan untuk menerbitkan rasa masam. Buahnya yang
masak, ditumbuk dan dimasak dengan minyak, digunakan untuk membunuh kutu kepala.
[4]

Di India selatan, kayu teras waru laut digunakan untuk membuat thavil, sejenis alat musik.
Disukai karena warnanya yang kecoklatan, kekuningan atau kemerahan, kayu ini
di Hawaii dimanfaatkan dalam pelbagai kerajinan. Kayu teras waru laut memiliki BJ yang
bervariasi antara 0,55 0,89
[2]
.
Catatan kaki[sunting | sunting sumber]
1. ^ "Thespesia populnea (L.) Sol. ex Corra". Germplasm Resources Information
Network. United States Department of Agriculture. 2009-05-05. Diakses 2009-11-17.
2. ^
a

b
Francis, John K. (2003-01-01). "Thespesia populnea (L.) Sol. ex Corra" (PDF). Tropical
Tree Seed Manual. Reforestation, Nurseries & Genetics Resources. Diakses 2009-02-20.
3. ^ Nelson, Gil (1994). The Trees of Florida: a Reference and Field Guide. Pineapple Press
Inc. hlm. 45. ISBN 9781561640553.
4. ^
a

b

c
HEYNE, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia, jil. 3:1317. Terj. Yayasan Sarana
Wana Jaya, Jakarta
5. ^
a

b
STEENIS, CGGJ VAN. 1981. Flora, untuk sekolah di Indonesia. PT Pradnya Paramita,
Jakarta. Hal. 288-289
6. ^ STEENIS, CGGJ VAN. op. cit.. Hal. 287 dan 291
Pranala luar[sunting | sunting sumber]
"Milo". Canoe Plants of Ancient Hawaii. Ka Imi Naauao O Hawaii Nei.
"Thespesia populnea (L.) Sol. Ex Corr.". Database of Indian Plants. Pandanus Project.
Thespesia populnea at website: Australian native hibiscus and hibiscus-like species.







Waru landak
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
?
Hibiscus mutabilis

Klasifikasi ilmiah
Kerajaan: Plantae
(tidak termasuk) Eudicots
(tidak termasuk) Rosids
Ordo: Malvales
Famili: Malvaceae
Genus: Hibiscus
Spesies: H. mutabilis

Nama binomial
Hibiscus mutabilis
L.
Sinonim
Referensi:
[1]

Abelmoschus mutabilis (L.) Wall.
ex Hassk.
Hibiscus venustus Walp.
H. immutabilis Dehnh.
H. javanicus Weinm.
H. mutabilis f. plenus S.Y. Hu
H. sinensis Mill.
Waru landak (Hibiscus mutabilis) atau si buyung,
[2]
adalah tumbuhan Indonesia yang dipakai untuk
macam-macam kegunaan, mulai dari tanaman hias, dahulu sempat dijadikan tanaman penghasil
serat, dan dijaikan pula tanaman obat. DiIndonesia, waru landak atau si buyung punya nama-
nama seperti bunga waktu bsar(Mlk.), waru landak (Jw), dan saya ngali-ngali serta s. bali
jaga (Tern.),
[3]
sertabunga balik cahaya, juga bunga landak (Mly.).
[4]

Daftar isi
[sembunyikan]
1 Deskripsi
2 Persebaran & habitat
3 Kegunaan
4 Referensi
Deskripsi[sunting | sunting sumber]
Perdu tegak dengan tinggi 2-5 m, dengan beberapa percabangan, dan berambut halus. Daunnya
bertangkai panjang, dan berwarn ahijau kusam. Adapun panjangnya itu adalah 5-8 cm, letaknya
saling berseling. Helaian daunnya besar, bercangap dan menjari 3-5 buah, ujungnya runcing,
pangkalnya berlekuk, berukuran 10-20 cm 9-22 cm, kedua permukaan dilapisi oleh bulu-bulu halus
dan tunggal. Bila daun-daun ini diremas di dlaam air, airnya bisa mengental.
[2][5]

Bunga waru landak berukuran besar, diameter 7-10 cm, dan keluar dari daun yang berkumpul di
ujung tangkai. Bunga waru landak terletak pula d ranting bagian atas, dan pada waktu awal, dia
berwarna putih agak kekuningan, kelamaan menjadi kesumba. Tangkai bunga panjangnya 8-10 cm,
daun tangkai 10, lurus, seperti bintang dan berbulu dengan panjang 1,5-2,5 cm. Tangkai-tangkai ini
membentuk pembuluh yang kuat dan tersembul di kepala-kepala putiknya. Kelopak bunga panjang 3-
4 cm, bercangap 5, dan berbentuk oval. Mahkota bunga diameter 10-12 cm,
[6]
berjumlah tunggal atau
ganda, dan waktu pagi hari, berwarn aputih atau dadu, sore harinya menjelang layu menjadi merah.
Benang sarinya panjang, berwarna kuning, dan pendek-pendek ukurannya. Di waktu pagi, kelihatan
indah, karenanya orang banyak memelihara waru landak.
[2]
Buahnya bulat, diameternya 2-5 cm,
dipenuhi rambut kasar, dan bijinya berlekuk. Bijinya bulat, berbulu, dengan panjang bulu 2-4 mm.
Waru landak yang berbunga tunggal terdapat di Cina, sementara yang berbunga dengan warna
ganda lebih sering dibudidayakan. Tumbuhan ini bisa diperbanyak lewat cangkok dan setek.
[5][7]

Persebaran & habitat[sunting | sunting sumber]
Waru landak berasal dari Cina, berbunga sepanjang tahun, dan kini ditemukan liar dan ada yang
dibudidayakan. Biasa tumbuhan ini ditemukan di taman, di halaman rumah sebagai tanaman pagar,
dan/atau tumbuh liar di hutan-hutan. Bisa ditemukan dari ketinggian 1-900 mdpl.
[6][5][7]


Kegunaan[sunting | sunting sumber]

Lendir dari daun yang diremas-remas digunakan penduduk masyarakat Indonesia untuk melunakkan
dan mematangkanbisul yang keras. Bisa pula digunakan untuk mengobati memar-memar karena
terkena pukulan yang tidak sampai mengeluarkan darah.
[5][2]
Kata Karel Heyne dalam buku De
nuttige-nya, waru landak bagus dijadikan tanaman hias ditaman. Mengutip George
Watt dalam Dictionary Commercial Products of India, bahwa serat yang dihasilkan waru landak
bagian luarnya keras dan berwarna kelabu, tapi bagian dalamnya halus. Sehingga, kekuatan
pengikatnya tak terllau kuat. Dia mengutip dari pernyataan Rumphius, bahwa lendir tumbuhan ini
punya sifat yang sama dengan tanaman dari genusAlthaea sebagai tanaman obat-obatan. Hanya
saja, serat waru landak punya kekurangan; yakni, warnanya kurang baik.
[3][8]


Menurut catatan ilmiah, rasa waru landak agak pedas, sifatnya sejuk, masuk meridian paru-
paru dan hati. Sifatnyaantibiotik, anti-radang, membersihkan darah, menghilangkan bengkak,
melancarkan pengeluaran nanah, dan menghentikan pendarahan/hemostatis. Bunga waru landak
mengandung anthocyanin, isoquercitrin, hiperin (hyperin), hiperosid (hyperoside), rutin, cyanidin, dan
cyanidin 3-rutinoside-5-glucoside. Sedangkan daunnya, mengandung tanin, asam amino,
dan reducing sugar.
[5]
Adapun yang digunakan dari waru landak adalah bunga, daun, dan akarnya.
Bunga dan akar dikeringkan, smeentara daun bisa digunakan dalam keadaan segar. Bisa pula
digunakan setelah dikeringkan dengan menjemurnya dibawah pelindung dan giling menjadi bubuk.
Bunga waru landak bisa digunakan untuk mengobati kankerlambung, paru-paru, kulit, dll. Sedangkan
watu itu sendiri bis adigunakan untuk mengobati abses paru, cacar ular, dan mata merah.
[5]

Menurut penelitian, waru landa bisa untuk mengobati kanker lambung.
[5]
Selain itu pula, tumbuhan ini
bisa digunakan untuk anti-radang dan anti-bakteri.
[9]
Waru landak juga punya aktifitas untuk
menghilangkan nitrat oksida.
[10]

Referensi[sunting | sunting sumber]

1. ^ "Hibiscus mutabilis L.". TPL - The Plant List. Diakses 30 Desember 2013.
2. ^
a

b

c

d
SYAFREZANI, SAMPAGUITA (2009). Manfaat Tumbuhan Bunga Penghias Pekarangan.
hal.54.Bandung:Titian Ilmu. ISBN 978-979-027-105-1.
3. ^
a

b
HEYNE, K. (1917). De nuttige planten van Nederlandsch-Indi. 3:199. Batavia:Ruygrok &
Co.
4. ^ DE CLERQ, FREDERIK SIGISMUND ALEXANDER; GRESHOFF, MAURITS (1909). Nieuw plantkundig
woordenboek voor Nederlandsch-Indi. hal.188. Amsterdam:J.H. de Bussy.
5. ^
a

b

c

d

e

f

g
DALIMARTHA, SETIAWAN (2007). Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. 4:115
17. Jakarta:Puspa Swara. ISBN 979-1133-14-X.
6. ^
a

b
MERRILL, E.D. (1912). A Flora of Manila hal.322.Manila:Bureau of Printing.
7. ^
a

b
DASUKI, U.A. (2001). Hibiscus mutabilis L. dalamPROSEA. van Valkenburg, J.L.C.H.
and Bunyapraphatsara, N. (Editors). PROSEA (Plant Resources of South-East Asia)
Foundation, Bogor, Indonesia. Diakses pada 30 Desember 2013.
8. ^ BOYLE, J. FORBES (1855). The Fibrous Plant of Indiahal.261. London:Smith, Elder, & Co.
9. ^ BARVE, VANDANA H.; HIREMATH, S.N.; PATTAN, SHASHIKANT R.; PAL,
S.C. (2010). "Phytochemical and Pharmacological Evaluation of Hibiscus
mutabilis leaves". J. Chem. Pharm. Res. 2 (1): 300 309.
10. ^ SAHA, MONI RANI; JAHANGIR, RUMANA; VHUIYAN, MD. MYNOL ISLAM; BIVA, ISRAT
JAHAN (2008). "In vitro Nitric Oxide Scavenging Activity of Ethanol Leaf Extracts of Four
Bangladeshi Medicinal Plants". J. Chem. Pharm. Res.1&2 (1&2): 57 62.

Anda mungkin juga menyukai