Anda di halaman 1dari 14

Karakteristik Fisin Dan Kimia Pada Permen Jelly Yang Disubstitusi Glukomanan Konjak Dan

Difortifikasi Fruktooligosakarida (FOS) Dan Taburia


ULFI RAHMA YUNITA
Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Tantangan utama dalam pembangunan suatu bangsa yaitu membangun sumber

daya manusia yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif. Salah satu langkahnya

adalah adanya perbaikan status gizi masyarakat yang menjadi prioritas dalam

pembangunan kesehatan (Hadi, 2005). Di Indonesia, kasus gizi kurang atau

malnutrisi merupakan masalah kesehatan masyarakat yang utama (Riskesdas,

2013). Permasalahan gizi yang sering terjadi yaitu masalah kekurangan asupan

yang dapat menimbulkan defisiensi gizi seperti kekurangan energi protein, anemia,

defisiensi iodium dan kekurangan mikronutrien lainnya. Upaya yang telah dilakukan

oleh WHO untuk mengatasi masalah malnutrisi secara global yaitu melalui program

Sustainable Development Goals (SDG’s) 2030. Dimana tujuan dari program SDG’s

yaitu dapat mengatasi prevalensi balita yang pendek, kurus, mengatasi kebutuhan

gizi remaja perempuan, wanita hamil, menyusui dan lansia (WHO, 2012).

Malnutrisi dapat dijadikan sebagai indikasi terjadinya defisiensi mikronutrien.

Defisiensi mikronutrien dapat mengakibatkan gangguan tumbuh kembang, fisik,

psikomotorik, keadaan metabolik, penurunan kekebalan tubuh, gangguan kesadaran

mental, dan dapat mengakibatkan terjadinya kematian diusia muda (Bailey et al,

2015). Menurut data Riskesdas (2013) rata – rata prevalensi anak malnutrisi yaitu

37,2% anak balita pendek (stunting), 12,1% anak balita overweight, anemia gizi

pada wanita usia subur 21,7% dan balita anemia 28,1%. Kemudian prevalensi gizi

berat – kurang pada tahun 2013 mencapai 19,6% yang terdiri dari 5,7% gizi buruk

dan 13,9% gizi kurang.

1
Karakteristik Fisin Dan Kimia Pada Permen Jelly Yang Disubstitusi Glukomanan Konjak Dan
Difortifikasi Fruktooligosakarida (FOS) Dan Taburia
ULFI RAHMA YUNITA 2
Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Strategi untuk menanggulangi masalah malnutrisi khususnya gizi kurang,

meliputi empat hal, antara lain : (1) memperbaiki konsumsi pangan keluarga dengan

cara pola pangan yang bergizi seimbang, melalui peningkatan akses pangan

keluarga dan perorangan, daya beli serta adanya pendidikan gizi seimbang, (2)

melalui sumplementasi yang baik berupa pangan tambahan, maupun tambahan

multi zat gizi mikro, (3) melalui fortifikasi, dan (4) strategi tersebut harus terintegrasi

dan komplementer dalam suatu koordinasi dan kepemimpinan yang efektif (Helmi,

2011). Upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi masalah gizi

yaitu gerakan percepatan perbaikan gizi melalui gerakan seribu hari pertama

kehidupan (1000 HPK). Gerakan 1000 HPK dapat berjalan melalui gizi sensitif dan

spesifik. Kegiatan atau intervensi gizi sensitif antara lain melalui suplementasi dan

fortifikasi multivitamin dan mineral (El Sohaimy, 2012; WHO, 2012).

Selain dari gerakan 1000 HPK, program perbaikan gizi pada balita yang telah

dikembangkan oleh Kementerian Kesehatan yaitu Taburia. Taburia telah berjalan

sejak tahun 2010 melalui kegiatan kerjasama MCAI (Millenium Challenge Account

Indonesia) dan merupakan salah satu strategi untuk mengatasi anemia kurang gizi

zat besi dan kekurangan zat gizi mikro lainnya. Taburia mengandung 12 macam

vitamin dan 4 jenis mineral serta diberikan dalam satu bulan sebanyak 15 saset

dengan pemberian 1 saset untuk 2 hari dalam sekali dan harus dihabiskan pada

saat makan pagi (Direktoran Bina Gizi, 2013).

Dari penelitian yang telah dilakukan oleh Manullang dan Albiner (2012)

rendahnya tingkat konsumsi dapat dilihat dari banyaknya ibu yang tidak memberikan

taburia secara rutin dan berkala dengan alasan lupa memberikan taburia atau orang
Karakteristik Fisin Dan Kimia Pada Permen Jelly Yang Disubstitusi Glukomanan Konjak Dan
Difortifikasi Fruktooligosakarida (FOS) Dan Taburia
ULFI RAHMA YUNITA 3
Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

tua yang sibuk bekerja. Hal ini sejalan dengan penelitian Alim (2011) berdasarkan

hasil evaluasi pemberian taburia di Kota Makassar pada tahun 2011 belum efektif.

Hal tersebut dikarenakan proses distribusi yang belum merata, dan jumlah tenaga

kader yang bertugas untuk membagikan taburia sangat sedikit. Beberapa analisis

yang dilakukan untuk melihat ketidakpatuhan pemberian taburia adalah ibu yang

sering lupa untuk memberikan taburia setiap 2 hari sekali, adanya perubahan rasa

dan bau pada makanan yang diberi taburia (Rauf dan Faramitha, 2012; Chasanah,

2014; Alim et al, 2011).

Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mendapatkan nutrisi yang baik dan

lengkap bagi tubuh, mencegah tubuh untuk terkena penyakit, dan mencegah sistem

kekebalan tubuh yang menurun serta kekurangan asupan gizi dan serat adalah

dengan mengkonsumsi nutraseutikal (makanan fungsional). Nutraseutikal tidak

hanya difungsikan sebagai suplemen diet, namun juga dapat digunakan untuk

membantu dalam hal pencegahan dan/atau pengobatan penyakit dan gangguan

lainnnya. Bentuk dari nutraseutikal sendiri bisa bermacam – macam, yaitu bisa

berupa vitamin dan mineral dengan dosis yang relatif besar, mikronutrien, bahan

herbal, bahan ekstraksi bahan alami, formulasi jelly, dan sebagainya (Firdaus,

2013).

Permen merupakan salah satu produk pangan yang digemari oleh kalangan

anak – anak dan remaja. Permen jelly dapat dijadikan sebagai sumber energi,

karena dengan cepat dapat menggantikan energi yang hilang selama kerja fisik dan

mental. Selain itu, permen jelly dapat diproduksi dengan berbagai macam variasi

yang unik (Tamer et al, 2013). Hampir 70% supplement vitamin dan mineral dikemas
Karakteristik Fisin Dan Kimia Pada Permen Jelly Yang Disubstitusi Glukomanan Konjak Dan
Difortifikasi Fruktooligosakarida (FOS) Dan Taburia
ULFI RAHMA YUNITA 4
Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

dalam bentuk permen jelly (gummy candies). Tingkat konsumsi permen jelly di

Indonesia sekitar antara 20 - 30 gram per kapita (Udin, 2013).

Permen/ kembang gula merupakan produk sejenis gula- gula (confectionary)

yang dibuat dengan cara mendidihkan campuran gula dan air bersama dengan

bahan pewarna dan pemberi rasa hingga mencapai kadar air kira - kira 20 - 40%

dari berat dan Aw antara 0,95 – 1,00 (Buckle et al, 2013). Permen jelly memiliki

penampakan yang jernih dan transparan serta memiliki tekstur yang elastis dengan

tingkat kekenyalan tertentu. Kemudian adanya warna keruh pada permen jelly,

diakibatkan karena adanya partikel – partikel yang tersuspensi seperti protein,

tannin, dan polisakarida (pati) (Hunaefi, 2002). Kekerasan dari tekstur permen jelly

bergantung kepada bahan gel yang digunakan. Permen jelly memiliki sifat yang

cenderung lengket satu sama lain karena memiliki sifat higroskopis dari gula yang

digunakan untuk membuat permen (Deki, 2010).

Pada umumnya bahan pembentuk gel yang digunakan antara lain gelatin,

karagenan, dan agar (Hasniarti, 2012). Gelatin memiliki konsistensi yang lunak dan

bersifat seperti karet. Jumlah gelatin yang digunakan berkisar 5 – 12% tergantung

dari kekerasan yang diinginkan (Abdalbasit dan Fadol, 2013). Gel pada agar

memiliki sifat lunak dan tekstur yang rapuh. Sedangkan gel dari karagenan hanya

dapat dihasilkan oleh kappa karagenan dan iota karagenan serta gelnya akan

semakin kuat dengan adanya penambahan potasium klorida (Azizah, 2012). Namun

dari beberapa gel tersebut terdapat kekurangan, seperti pada gel yang dihasilkan

oleh karagenan memiliki sifat yang kaku dan memiliki sineresis yang tinggi. Begitu

juga dengan gelatin yang dapat membentuk gel yang keras dan kaku jika kadarnya
Karakteristik Fisin Dan Kimia Pada Permen Jelly Yang Disubstitusi Glukomanan Konjak Dan
Difortifikasi Fruktooligosakarida (FOS) Dan Taburia
ULFI RAHMA YUNITA 5
Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

semakin besar. Maka dari itu diperlukan adanya bahan yang dapat menutupi

kekurangan gel tersebut, seperti glukoman konjak.

Glukomanan konjak dalam gel kappa karagenan dapat memperbaiki sifat – sifat

dari gel kappa karagenan. Adanya interaksi yang sinergis antara keduanya dapat

menghasilkan gel dengan tekstur yang elastis, merekat kuat dalam air dan tidak

mudah rusak (Jumri, 2015, Kaya 2015). Pada penelitian Charoenrein et al (2011)

dengan adanya penambahan glukomanan konjak pada gel pati beras dapat

menyebabkan terjadinya pengurangan sineresis, membatasi peningkatan kekerasan

gel pati beras, serta meningkatkan stabilitas gel pati beras. Larutan yang terbentuk

pada glukomanan konjak merupakan larutan pseudoplastik. Viskositas pada

glukomanan konjak lebih tinggi dibandingkan dengan pengental alami lainnya, stabil

terhadap asam, dan tidak terdapat pengendapan walaupun pH diturunkan dibawah

3,3 serta tahan terhadap garam dengan konsentrasi yang tinggi (Widjanarko, 2008).

Selain itu, konjak dapat larut dalam air panas atau air dingin, memiliki

kekentalan yang tinggi dan memiliki fungsi sebagai bahan pembentuk gel,

pengental, pengemulsi, dan penstabil (Atmaka et al, 2013). Konjak mempunyai

kemampuan untuk membentuk gel reversible dan gel irreversible pada kondisi yang

berbeda. Konjak dapat membentuk gel pada suhu pemanasan sampai 850C dengan

kondisi basa (dengan pH 9 sampai pH 10). Gel konjak memiliki sifat tahan panas

dan tetap stabil pada pemanasan ulang pada suhu 1000C hingga 2000C (Johnson,

2007; Widjanarko, 2008). Dari segi kesehatan glukomanan konjak dapat

meningkatkan fungsi pencernaan, sistem imun tubuh, menurunkan kadar kolesterol

dan gula darah serta menurunkan berat badan (Kaya, 2015; Zhang et al, 2005).
Karakteristik Fisin Dan Kimia Pada Permen Jelly Yang Disubstitusi Glukomanan Konjak Dan
Difortifikasi Fruktooligosakarida (FOS) Dan Taburia
ULFI RAHMA YUNITA 6
Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Beberapa tahun belakangan ini, trend dari pangan fungsional berkembang

dengan pesat. Menurut BPOM (2011) pangan fungsional merupakan pangan olahan

yang memiliki satu atau lebih komponen dan berdasarkan kajian ilmiahnya

mempunyai fungsi fisiologis di luar fungsi dasarnya, tidak membahayakan, dan

bermanfaat bagi kesehatan. Salah satu kategori bahan pangan yang tergolong

sebagai pangan fungsional adalah prebiotik. Prebiotik merupakan komponen bahan

pangan yang nonviable, memiliki pengaruh yang menguntungkan terhadap inang

dan berhubungan dengan modulasi mikrobiota (Reid et al, 2003). Prebiotik biasanya

banyak ditemukan pada produk pangan seperti susu formula yang dianggap dapat

meningkatkan kekebalan tubuh balita. Prebiotik yang banyak ditambahkan pada

susu formula adalah fruktooligosakarida (FOS) dan galaktooligosakarida (GOS)

(Azizah, 2012).

Fruktooligosakarida (FOS) merupakan golongan karbohidrat sederhana yang

secara alami terkandung dalam beberapa tanaman seperti Jerusalem artichoke,

bawang, dan pisang. Di Jepang FOS dikenal sebagai Meioligo dan Neosugar.

Secara ilmiah, fruktooligosakarida digunakan sebagai pemanis, peningkat aroma,

pengembang, dan humektan. Sebagai salah satu pengganti sukrosa rendah kalori,

fruktooligosakarida digunakan dalam proses pembuatan kue, roti, permen, dan

produk susu serta beberapa produk minuman (Trenev dalam Artanti, 2009).

Pada penelitian ini, fruktooligosakarida dan komposisi vitamin dan mineral pada

taburia ditambahkan pada permen jelly, dengan alasan permen jelly merupakan

salah satu produk yang digemari oleh anak – anak maupun orang dewasa dan

praktis. Adanya penambahan prebiotik pada permen jelly ini, harus


Karakteristik Fisin Dan Kimia Pada Permen Jelly Yang Disubstitusi Glukomanan Konjak Dan
Difortifikasi Fruktooligosakarida (FOS) Dan Taburia
ULFI RAHMA YUNITA 7
Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

mempertimbangkan dosis dan jumlah konsumsi harian permen agar dapat

memberikan efek bagi kesehatan pencernaan dan dapat dikatakan sebagai permen

prebiotik (Azizah, 2012). Jumlah prebiotik yang efektif untuk anak – anak adalah 0,4

- 3 gram per hari (Roberfroid, 2000) dan untuk orang dewasa sebanyak 5 - 15 gram

per hari. Konsumsi prebiotik lebih dari 20 gram, dapat memberikan efek laksatif yaitu

mempercepat pengeluaran pada sistem saluran cerna (Bouhnik et al, 1999; Tuohy et

al, 2005).

B. RUMUSAN MASALAH

Bagaimana pengaruh perbandingan konsentrasi gelatin dan glukomanan konjak

serta penambahan FOS dan taburia terhadap sifat fisik dan kimia pada permen jelly.

C. TUJUAN PENELITIAN

1. Tujuan umum

Mengetahui pengaruh perbandingan konsentrasi gelatin dan glukomanan

konjak serta fortifikasi FOS dan taburia terhadap karakteristik fisik dan kimia

pada permen jelly.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui pengaruh perbandingan konsentrasi gelatin dan glukomanan

konjak serta fortifikasi FOS dan taburia terhadap karakteristik fisik meliputi

tingkat kekerasan, elastisitas, dan kelengketan pada permen jelly.

b. Mengetahui pengaruh perbandingan konsentrasi gelatin dan glukomanan

konjak serta fortifikasi FOS dan taburia terhadap karakteristik kimia meliputi
Karakteristik Fisin Dan Kimia Pada Permen Jelly Yang Disubstitusi Glukomanan Konjak Dan
Difortifikasi Fruktooligosakarida (FOS) Dan Taburia
ULFI RAHMA YUNITA 8
Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

kadar air, kadar abu, pH, kadar total gula dan kadar fruktooligosakarida

pada permen jelly.

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Untuk peneliti

a. Menambah pengetahuan dan pengalaman dalam menerapkan teknologi

pangan dan meningkatkan kemampuan untuk analisis zat gizi.

b. Mengetahui formulasi yang baik dengan adanya penambahan gelatin,

glukomanan konjak, taburia, dan fruktooligosakarida pada permen jelly.

2. Untuk masyarakat

a. Menambah pengetahuan tentang permen jelly yang aman dikonsumsi serta

dapat meningkatkan status gizi dan penanggulangan penyakit.

3. Untuk pemerintah

a. Dapat membantu pemerintah untuk meningkatkan kesehatan masyarakat

dengan membuat salah satu produk pangan fungsional yang aman

dikonsumsi.

E. KEASLIAN PENELITIAN

1. Penelitian oleh Firdaus (2013) yang berjudul Variasi Kadar Manitol dan Corn

Syup Sebagai Basis Dalam Formulasi Nutraseutikal Sediaan Gummy Candies

Sari Buah Markisa Kuning (Passiflora edulis var, Flavicarpa). Hasil dari

penelitian ini bahwa sari buah markisa kuning dapat dijadikan sebagai salah

satu produk nutraceutikal dalam bentuk sediaan gummy candies.


Karakteristik Fisin Dan Kimia Pada Permen Jelly Yang Disubstitusi Glukomanan Konjak Dan
Difortifikasi Fruktooligosakarida (FOS) Dan Taburia
ULFI RAHMA YUNITA 9
Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Berdasarkan dari hasil uji organoleptik bahwa pada basis manitol dan corn

syrup (25%:75%) memiliki bentuk, warna, rasa, bau, dan tekstur yang paling

baik. Berdasarkan dari hasil uji tingkat kesukaan responden dengan

menggunakan parameter bentuk, warna, rasa, bau, dan tekstur, responden

banyak memilih formula 3 dengan rasa manis asam, warna lebih cerah dan

jernih dengan variasi kadar manitol 25% dan corn syrup 75%. Persamaan

penelitian ini adalah sama-sama menghasilkan sebuah produk pangan

fungsional berupa permen jelly. Perbedaannya adalah pada penelitian Firdaus

tidak menggunakan prebiotik, hanya menggunakan variasi kadar manitol dan

corn syrup pada permen jelly, sedangkan pada penelitian ini menggunakan

salah satu prebiotik yaitu fruktooligosakarida dan menggunakan bahan dasar

pembuatan permen jelly yaitu gelatin dan glukomanan konjak serta tambahan

taburia.

2. Hasniarti (2012) yang berjudul Studi Pembuatan Permen Buah Dengen

(Dillenia serrate Thumb). Hasil dari penelitian ini bahwa perbandingan sari

buah 40% dan gula 60% lebih disukai oleh konsumen berdasarkan analisa

kadar air, total asam, dan gula reduksi serta uji organoleptik. Persamaan

penelitian ini adalah sama-sama membuat produk berupa permen jelly

dengan menggunakan gelatin dan menggunakan metode eksperimental acak

lengkap. Perbedaannya adalah tujuan dari penelitian tersebut untuk

mengetahui formulasi terbaik antara sari buah dan gula agar dapat diterima

oleh konsumen, sedangkan pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

adanya perbedaan karakteristik fisik dan kimia pada permen jelly terhadap
Karakteristik Fisin Dan Kimia Pada Permen Jelly Yang Disubstitusi Glukomanan Konjak Dan
Difortifikasi Fruktooligosakarida (FOS) Dan Taburia
ULFI RAHMA YUNITA 10
Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

konsentrasi glukomanan konjak dan gelatin pada saat pembuatan permen

jelly.

3. Penelitian oleh Azizah (2012) yang berjudul Pembuatan Permen Jelly Dari

Karagenan dan Konjak Dengan Aplikasi Prebiotik Xilo-Oligosakarida. Hasil

dari penelitian ini adalah bahan pembentuk gel, karagenan, konjak, campuran

karagenan dan konjak (1:1, 2:1 dan 3:1) berpengaruh terhadap karakteristik

fisik (kekerasan, elastisitas, dan kelengketan) permen jelly prebiotik.

Kemudian nilai nutrisi yang ada pada permen jelly prebiotik tersebut dengan

takaran saji (5 gram) adalah 18.10 kkal, 0,04 g protein, 0,06 g lemak dan 4,36

g karbohidrat. Persamaan penelitian ini adalah sama-sama membuat produk

berupa permen jelly dengan penambahan zat prebiotik dan menggunakan

metode eksperimental acak lengkap. Perbedaanya adalah prebiotik yang

digunakan pada penelitian tersebut adalah xilooligosakarida dan

menggunakan campuran karagenan. Sedangkan pada penelitian ini

menggunakan prebiotik fruktooligosakarida dan adanya campuran antara

gelatin dan glukomanan konjak.

4. Penelitian oleh Oktarina (2012) yang berjudul Pengaruh Pemberian

Micronutrient Sprinkle Terhadap Status Antropometri BB/U, TB/U, dan BB/TB

Anak Stunting Usia 12-36 Bulan. Hasil dari penelitian ini adalah rerata BB

setalah 2 minggu dan rerata TB dari kelompok perlakuan lebih meningkat

dibandingkan kelompok kontrol. Kemudian, rerata peningkatan skor z indeks

TB/U pada kelompok perlakuan juga lebih tinggi daripada kelompok kontrol.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa suplementasi micronutrient sprinkle


Karakteristik Fisin Dan Kimia Pada Permen Jelly Yang Disubstitusi Glukomanan Konjak Dan
Difortifikasi Fruktooligosakarida (FOS) Dan Taburia
ULFI RAHMA YUNITA 11
Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

selama 2 bulan dapat meningkatkan skor z indeks TB/U pada anak stunting

usia 12-36 bulan. Persamaan pada penelitian ini adalah sama-sama

menggunakan taburia sebagai salah produk penelitian dalam pembuatan

permen jelly. Perbedaan pada penelitian ini adalah pada metode penelitian.

Metode penelitian yang digunakan pada penelitian Oktarina (2012) adalah

eksperimental dengan pre dan post test dengan control group, sedangkan

pada penelitian ini menggunakan metode eksperimental rancangan acak

lengkap.

5. Penelitian oleh Chasanah (2014) yang berjudul Hubungan Tingkat Kepatuhan

Pemberian Taburia Terhadap Peningkatan Berat Badan Anak Usia 6-24

Bulan Di Desa Demakan Kecamatan Mojolaban Kabupaten Sukoharjo. Hasil

dari penelitian menunjukkan dari analisa tingkat kepatuhan disimpulkan

bahwa tidak terdapat hubungan antara tingkat kepatuhan pemberian taburia

terhadap peningkatan berat badan anak usia 6-24 bulan di Desa Demakan.

Persamaan dari penelitian ini yaitu menggunakan taburia sebagai produk

yang digunakan untuk penelitian dalam pembuatan permen jelly. Perbedaan

dari penelitian ini adalah terletak pada tujuannya. Tujuan dari penelitian

Chasanah (2014) untuk mengetahui tingkat kepatuhan ibu dalam memberikan

taburia. Sedangkan pada penelitian melihat pengaruh perbedaan konsentrasi

gelatin dan glukomanan konjak pada sifat fisik dan kimia permen jelly.

6. Penelitian oleh Tomczynska-Mleko et al (2014a) yang berjudul Rheological

and Thermal Behavior of Mixed Gelatin/Konjac Glucomannan Gels. Hasil dari

penelitian tersebut menunjukkn bahwa dengan adanya penambahan Konjac


Karakteristik Fisin Dan Kimia Pada Permen Jelly Yang Disubstitusi Glukomanan Konjak Dan
Difortifikasi Fruktooligosakarida (FOS) Dan Taburia
ULFI RAHMA YUNITA 12
Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Glucomannan pada gelatin dapat mengurangi kekerasan sensori pada

makanan dessert seperti jelly. Campuran antara kedua gel tersebut dapat

memudahkan untuk menguyah dan menelan, dan campuran antara kedua gel

tersebut dapat dijadikan sebagai alternatif untuk gel gelatin. Persamaan dari

penelitian ini yaitu menggunakan bahan gel yang sama yaitu gelatin dan

glukomanan konjak. Perbedaan dari penelitian ini yaitu tujuan dari penelitian

Mleko untuk melihat karakteristik konjak secara suhu, mekanik, dan sensori

ketika dicampur dengan gelatin. Sedangkan pada penelitian ini, untuk melihat

perbedaan sifat secara fisik dan kimia pada permen jelly yang dicampur

dengan gelatin dan glukomanan konjak serta difortifikasi taburia dan FOS.

7. Penelitian oleh Tomczynska-Mleko et al (2014b) yang berjudul Rheological

Properties of Mixed Gels: Gelatin, Konjac Glucomannan and Locust Bean

Gum. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa adanya penambahan

Locust Bean Gum (LBG) dan atau glukomanan konjak kedalam gelatin dapat

menurunkan sensori kekerasan pada gel. Formula gel yang sangat mudah

untuk dikunyah dan ditelan adalah formulasi dengan 5% gelatin, 1%

glukomanan konjak, dan 0,5% LBG. Persamaan dari penelitian ini adalah

menggunakan bahan baku yang sama dalam pembuatan gel yaitu gelatin dan

glukomanan konjak. Perbedaan dari penelitian ini adalah formulasi yang

digunakan menggunakan campuran LBG dan melakukan evaluasi sensoris

dengan menggunakan responden sebanyak 28 wanita dan laki - laki yang

berumur 20 - 24 tahun. Perbedaan dari penelitian ini adalah tidak melakukan

uji sensori, melaikan hanya melihat karakteristik dari sifat fisik (kekerasan,
Karakteristik Fisin Dan Kimia Pada Permen Jelly Yang Disubstitusi Glukomanan Konjak Dan
Difortifikasi Fruktooligosakarida (FOS) Dan Taburia
ULFI RAHMA YUNITA 13
Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

elastisitas, dan kelengketan) dan sifat kimia (kadar air, kadar abu, pH, total

gula, dan kadar FOS) pada permen jelly yang diberi campuran gelatin dan

glukomanan konjak serta difortifikasi taburia dan FOS.

8. Penelitian oleh Tamer et al (2013) yang berjudul A Research on The

Fortification Applications For Jelly Confectionery. Pada penelitian ini terdapat

4 sampel yang diberi kadar vitamin dan mineral yang berbeda - beda . Hasil

penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan

terhadap masing – masing sampel baik untuk sifat fisik, kimia dan sensori jelly

dengan kadar vitamin dan mineral yang berbeda tiap sampelnya. Persamaan

dari penelitian ini adalah sama - sama membuat sebuah produk yaitu jelly

dengan tambahan vitamin dan mineral, serta menggunakan gelatin.

Perbedaan dari penelitian ini adalah menggunakan glukomanan konjak dan

FOS sebagai bahan tambahan untuk pembuatan jelly. Kemudian pada

penelitian ini tidak menganalisis sensori yang menggunakan panelis.

Sedangkan pada penelitian Tamer, menganalisis sensory dari jelly yang

dievaluasi oleh panelis dengan menggunakan ranking test.

9. Penelitian oleh Marfil (2012) yang berjudul Texture and Microstructure of

Gelatin/Corn Starch-Based Gummy Confections. Hasil dari penelitian tersebut

menunjukkan bahwa ketika AMCS dicampur bersama dengan gelatin dapat

memberikan efek yang signifikan terhadap morphology ikatan gelatin.

Sehingga AMCS dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif bahan yang

dapat digunakan untuk pembuatan gummy confections atau permen jelly.

Persamaan dengan penelitian ini adalah sama – sama menggunakan gelatin


Karakteristik Fisin Dan Kimia Pada Permen Jelly Yang Disubstitusi Glukomanan Konjak Dan
Difortifikasi Fruktooligosakarida (FOS) Dan Taburia
ULFI RAHMA YUNITA 14
Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

dan melakukan uji fisik pada gel. Perbedaannya pada penelitian ini adalah

campuran gelling agent pada penelitian ini adalah glukomanan konjak,

sedangkan pada penelitian Marfil menggunakan Acid Modified Corn Starch

(AMCS).

Anda mungkin juga menyukai