Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PRAKTIKUM

PEMULIAAN POHON TERAPAN

ACARA I
BIBLIOGRAFI JENIS Falcataria moluccana

Oleh :
Nama : Zha Fronsya Alfarij N
NIM : 16/398390/KT/08385
Shiff/Regu : Kelompok 8

LABORATORIUM PEMULIAN POHON


DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2019
ACARA 1
BIBLIOGRAFI JENIS Falcataria moluccana

A. TUJUAN
1. Memahami maksud pembuatan bibliografi untuk suatu jenis pohon.
2. Mengumpulkan informasi dari suatu jenis pohon.

B. DASAR TEORI
Bibliografi hasil penelitian yang telah disusun dalam bentuk jurnal,
info, dan prosiding. Bibliografi yang dihimpun berbagai judul, disusun
berdasarkan bidang kepakaran yang ada di Badan Litbang Kehutanan dan
dilengkapi dengan Indeks penulis dan kata kunci agar lebih mudah dalam
pencarian ke sub subyek yang diinginkan.
Penerbitan kompilasi Bibliografi dimaksud untuk memudahkan pihak-
pihak yang berkepentingan dalam mencari referensi hasil-hasil penelitian
kehutanan. Adapun informasi lengkap dari hasil-hasil penelitian yang dimuat
dalam kompilasi bibliografi ini dapat diperoleh di Perpustakaan"R.I. Ardi
Koesoema" Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan (Prastowo, 2012).

C. ALAT DAN BAHAN


Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum ini yaitu:
1. Koneksi internet
2. Buku cetak/jurnal
3. Laptop
4. Microsoft word

D. CARA KERJA
1. Informasi mengenai jenis yang akan diamati dicari dengan melakukan
browsing disitus jurnal Internasional, nasional, web perusahaan yang
sifatnya legal, teruji dan bersertifikat. Atau melalui buku pustaka, prosiding
seminar, skripsi, tesis dan disertasi yang gayut dengan jenis pohon yang
dicari.
2. Informasi dari sumber tersebut dibaca dan dikompilasi berupa ringkasan
pendek yang memuat informasi terpenting dari apa yang dicari.
3. Sumber, penulis pustaka yang diikuti dengan judul pustaka yang diadopsi
ditulis lengkap dengan penerbit buku, jurnal, prosiding dan tahun
penerbitannya. Dibawahnya ditulis hasil ringkasan informasi yang sudah
dibuat sebelumnya.
4. Sumber atau penulis diurutkan menurut abjad.

E. HASIL PENGAMATAN
1. Nama Ilmiah dan Lokal
CABI. 2019. Invasive Species Compendium Datasheet report for Falcataria
moluccana (batai wood). https://www.cabi.org/ISC/datasheetreport/38847.
Diakses 16 Maret 2019.
 Identifikasi
Falcataria moluccana (Miq.) Barneby & J. W. Grimes also known as
batay, is one of the most important pioneermultipurpose tree species in
Indonesia. Local name in Indonesia: albesia-wood; belalu; jeungjing; mara;
parasiante; sengon; sengon laut; sika; tedehu pute; bae; wahogon
 Taksonomi
Domain: Eukaryota
Kingdom: Plantae
Phylum: Spermatophyta
Subphylum: Angiospermae
Class: Dicotyledonae
Order: Fabales
Family: Fabaceae
Subfamily: Mimosoideae
Genus: Falcataria
Species: Falcataria moluccana
 Deskripsi
Falcataria moluccana is a medium to fairly large-sized tree up to 40 m
high with a small buttress. The bole is branchless up to 20 m and up to 100
cm or more in girth and in dense stands is generally straight and
cylindrical. When grown in the open, trees form a large canopy, which is
umbrella shaped. In plantations of 1000-2000 trees per ha the crowns
become narrow. The bark is light grey with warts, inner bark smooth and
pink though young parts may be densely reddish brown tomentose or
puberulent. Leaves alternate, bipinnately compound and 20-40 cm long
with 4-(10-12)-15 pairs of pinnae, each pinnae 5-10 cm long containing 8-
(15-20)-25 falcate leaflets 10-20 mm long and 3-6 mm wide, pubescent,
dull green above, paler below, obliquely elliptic, falcate, midrib strongly
excentric near one of the margins. Leaves each have a large nectary below
the lowermost pair of pinnae and smaller ones between or below most pairs
of pinnae. Flowers are large, branched, bell-shaped, in paniculate axillary
racemes ca 20 cm in diameter, often with 2 serial branches from 1 bract
scar; calyx 1-1.5 mm long, silky pubescent, the teeth 0.5 mm long. The
flowers are bisexual, regular and 5-merous. The corolla is creamy-white to
greenish-white and sericeous 3-4.5 mm long (excl. stamens); stamens 10-
17 mm long, numerous and extend beyond the corolla. Pods are narrow
and flat, densely pubescent or glabrous, green turning brown and splitting
on maturity, 10-13 cm long and 1.5-2.5 cm wide, winged along ventral
suture with many (ca. 20) transversely arranged, ellipsoid, flat dark brown
seeds, 5-7 mm long, 2.5-3.5 mm wide.
2. Persebaran
Baskorowati, liliana. 2014. Budidaya Sengon Unggul (Falcataria
Moluccana) Untuk Pengembangan Hutan Rakyat. IPB Press. Bogor.

Spesies Sengon tubuh alami dan tersebar di Indonesia. Beberapa daerah


yang termasuk daerah persebaran alami jenis ini adalah pulau Irian Jaya
dan kepulauan Maluku. Selain itu, Sengon juga dapat ditemukan di
kepulauan Maluku, yaitu pulau Banda, Bacan, Buru, Halmahera,
Mangille, Sasan, Seram, Tali abu, dan pulau Obi. Persebaran Sengon di
pulau dan/atau sekitar pulau Irian Jaya meliputi Sorong, Manokwari,
Kebar, Biak, Serui, dan Nabire. Selain di Indonesia, Sengon juga dapat
ditemukan di Papua New Guinea, Selandia Baru, dan kepulauan di
Solomon.

CABI. 2019. Invasive Species Compendium Datasheet report for Falcataria


moluccana (batai wood). https://www.cabi.org/ISC/datasheetreport/38847.
Diakses 16 Maret 2019.

It is native only to parts of Indonesia (Moluccas and Irian Jaya), Papua


New Guinea and the Solomon Islands according to USDA-ARS (2009),
whereas ILDIS (2009) give a wider native range, also encompassing
Java and Sumatra (Indonesia), Sabah and Peninsular Malaysia
(Malaysia) and Bougainville island (Papua New Guinea), and note it of
uncertain nativity in the Solomon Islands and the Bismarck
Archipelago (Papua New Guinea). The larger native range is accepted
in this datasheet.

3. Perbungaan dan biji


Rudjiman. 1994. Dendrologi. Yayasan Pembina Fakultas Kehutanan
UGM. Yogyakarta

Sengon berbunga sepanjang tahun dan berbuah pada bulan Juni -


November (umumnya pada akhir musim kemarau). Jumlah benih/kg
dapat mencapai 40.000-55.000 biji atau 30.000 biji per liter. Bunga
termasuk besar yang tersusun secara malai, berbilangan lima. Bunga
berbentuk seperti bel, panjang calyx 1-1.5 mm, silky pubescent.
Kelopak bergigi, tinggi 2 mm. Tabung mahkota berbentuk corong.
Bunga biseksual, terdapat organ betina dan pejantan dalam satu bunga.
Benang sari dalam stamen banyak, muncul keluar mahkota, panjang
stamen 10-17 mm. Tangkai sari berwarna putih, pada pangkalnya
bersatu menjadi tabung dengan panjang 1,5 cm. Cara penyerbukan
bunga dibantu oleh serangga dan angin
Baskorowati, liliana. 2014. Budidaya Sengon Unggul (Falcataria
Moluccana) Untuk Pengembangan Hutan Rakyat. IPB Press. Bogor.
Buah berbentuk polong, pipih dan tipis. Berwarna hijau sampai cokelat
jika sudah masak. Berukuran 9-12 cm x 1,5-2,5 cm. Setiap polong buah
berisi 15-30 biji. Biji berbentuk seperti perisai kecil, berukuran 5-7 mm
x 2,5-3,5 mm. Ketika masih muda berwarna hijau muda. Apabila sudah
masak berwarna cokelat kehitaman, agak keras dan licin. Bila sudah
masak biji tersebut terlepas dari polongnya.

4. Manfaat
Soerianegara, I. dan Lemmens, R.H.M.J. 1993 Plant resources of South-
East Asia 5(1): Timber trees: major commercial timbers. Pudoc Scientific
Publishers, Wageningen, Belanda.

Kayu sengon dapat digunakan untuk berbagai keperluan seperti bahan


konstruksi ringan (misalnya langit-langit, panel, interior, perabotan dan
kabinet), bahan kemasan ringan (misalnya paket, kotak, kotak cerutu
dan rokok, peti kayu, peti teh dan pallet), korek api, sepatu kayu, alat
musik, mainan dan sebagainya. Kayu sengon juga dapat digunakan
untuk bahan baku triplex dan kayu lapis, serta sangat cocok untuk bahan
papan partikel dan papan blok. Kayu sengon juga banyak digunakan
untuk bahan rayon dan pulp untuk membuat kertas dan mebel. Sengon
sering pula ditanam di pekarangan untuk persediaan bahan bakar
(arang) dan daunnya dimanfaatkan untuk pakan ternak ayam dan
kambing. Di Ambon (Maluku), kulit pohon sengon digunakan untuk
bahan jaring penyamak, kadang-kadang juga digunakan secara lokal
sebagai pengganti sabun

Heyne, T. 1987 Tumbuhan Berguna Indonesia. Badan Penelitian dan


Pengembangan Kehutanan, Jakarta, Indonesia.
Sebagai jenis pengikat nitrogen, sengon juga ditanam untuk tujuan
reboisasi dan penghijauan guna meningkatkan kesuburan tanah.

Orwa, C., Mutua, A., Kindt, R., Jamnadass, R. dan Anthony, S. 2009
Agroforestry tree database: a tree reference and selection guide version 4.0.
http://www.worldagroforestry.org/treedb2/AFTPDFS/Paraserianthes_falc
ataria.pdf.

Daun dan cabang yang jatuh akan meningkatkan kandungan nitrogen,


bahan organik dan mineral tanah.

Charomaini, M. dan Suhaendi, H. 1997 Genetic variation of Paraserianthes


falcataria seed sources in Indonesia and its potential in tree breeding
programs. Dalam: Zabala, N. (ed.) Workshop international tentang spesies
Albizia dan Paraserianthes, 151–156. Prosiding workshop, 13–19
November 1994, Bislig, Surigao del Sur, Filipina. Forest, Farm, and
Community Tree Research Reports (tema khusus). Winrock International,
Morrilton, Arkansas, AS.

Sengon sering ditumpangsarikan dengan tanaman pertanian seperti


jagung, ubi kayu dan buah-buahan.

5. Teknik budidaya dan potensi propagasi


 Persemaian
Soerianegara, I. dan Lemmens, R.H.M.J. 1993 Plant resources of
South-East Asia 5(1): Timber trees: major commercial timbers. Pudoc
Scientific Publishers, Wageningen, Belanda.

Penyemaian benih sengon biasanya dilakukan dengan cara ditabur


menyebar di bedeng semai. Sebelum penyemaian, tanah harus
disterilkan terlebih dahulu untuk menghindari penyakit lodoh (rebah
semai). Biji disemai dengan cara ditekan dengan lembut ke dalam
tanah dan kemudian ditutup dengan lapisan pasir halus sampai
ketebalan 1,5 cm. Tanah untuk bedeng semai harus gembur dan
halus. Pemberian mulsa di atas lapisan permukaan tanah sangat
dianjurkan dan naungan yang berlebihan harus dihindari. Benih
sengon umumnya mulai berkecambah sekitar 5–10 hari setelah
penyemaian. Benih yang tidak diberi perlakuan umumnya
berkecambah tidak teratur; perkecambahan dapat mulai setelah 5-10
hari tetapi kadang-kadang tertunda sampai 4 minggu.

Azzahro F, T S Haryani dan Y Bramasto. 2012. Pemanfaatan Daun


Mindi (Melia azedarach) Sebagai Fungisida Nabati dan Priming Benih
Dalam Pengendalian Penyakit Karat Puru pada Bibit Sengon
(Falcataria moluccana). Jurnal Penelitian Hutan Tanaman. 2(2): 1-9

Produksi sengon terus ditingkatkan dalam memenuhi kebutuhan


industri perkayuan, namun usaha peningkatan produksi sengon
masih menghadapi masalah yaitu penyakit karat puru oleh jamur
Uromycladium tepperianum Sacc. menyebabkan pertumbuhan
sengon terhambat sehingga perlu dilakukan pengendalian ramah
lingkungan melalui penyemprotan fungisida dari daun mindi
berbahan aktif azadirachtin dan margosin sebagai
antimikroorganisme. Penelitian menggunakan Rancangan Acak
Lengkap Faktorial dengan 2 faktor dan 3 ulangan. Faktor priming
(A) terdiri dari A0 (kontrol), A1 (perendaman), dan A2
(pelembaban). Faktor fungisida (B) terdiri dari B0 (kontrol), B1 (100
gram daun mindi/2L air), B2 (150 gram daun mindi/2L air), B3 (200
gram daun mindi/2L air), dan B4 (250 gram daun mindi/2L air).
Pemberian fungisida dilakukan setiap 7 hari sekali setelah inokulasi
dengan jumlah aplikasi 7 kali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
perlakuan A2B3 (priming pelembaban dan fungisida 200gram daun
mindi /2L air) merupakan perlakuan paling efektif menekan
intensitas penyakit karat puru pada bibit sengon dengan intensitas
sebesar 8,36%.

 Persiapan sebelum penanaman


Martawijaya, A. Kartasujana, I., Mandang, Y.I., Prawira, S.A. dan
Kadir, K. 1989 Atlas Kayu Indonesia Jilid II. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Hasil Hutan, Bogor, Indonesia.

Bibit sengon yang berasal dari cabutan kadangkadang juga


dikumpulkan dan ditanam dalam pot, tetapi perlu dilakukan secara
hati-hati karena bibit dari cabutan pada umumnya sensitif. Bibit
biasanya disimpan dalam bedeng semai selama 2–2,5 bulan sebelum
penanaman. Bibit baru dapat ditanam ke lapangan setelah mencapai
ketinggian 20–25 cm, batang sudah berkayu dan akar sudah
berkembang baik. Untuk bibit yang berasal dari stek, ukuran stek
yang disarankan adalah panjang 5–20 cm, diameter 0,5–2,5 cm dan
panjang akar 20 cm.

Soerianegara, I. dan Lemmens, R.H.M.J. 1993 Plant resources of


South-East Asia 5(1): Timber trees: major commercial timbers. Pudoc
Scientific Publishers, Wageningen, Belanda.

Tanaman sengon dapat direproduksi dengan bibit yang


dikembangkan di persemaian, penyemaian langsung dalam
kontainer, atau stek pucuk. Bibit yang berasal dari hasil penyemaian
di kontainer dapat ditanam di lapangan setelah mencapai umur 4–5
bulan.

 Penanaman
Bhat, K.M., Valdez, R.B., dan Estoquia, D.A. 1998 Wood production
and use. Dalam: Roshetko, J.M. (ed.). Albizia and Paraserianthes
production and use: a field manual. Winrock International, Morrilton,
Arkansas, AS.

Penanaman sengon sebaiknya dilakukan pada awal musim hujan.


Sebelum penanaman, tanah harus dibersihkan dari gulma yang dapat
menghambat pertumbuhan dan kelangsungan hidup bibit tanaman.
Bibit biasanya ditanam ke lapangan dengan jarak tanam 2 × 2 m – 6
× 6 m. Jarak tanam yang direkomendasikan tergantung pada tujuan
pengelolaan. Jarak tanam yang umum digunakan untuk produksi
kayu pulp adalah 3 × 3 m. Untuk produksi kayu pertukangan, jarak
tanam 6 × 6 m umumnya digunakan pada lahan yang subur. Untuk
produksi kayu bulat premium, pohon sengon kadang juga ditanam
dalam larikan selebar 10 m, dengan jarak antar pohon dalam larikan
1 m. Di lahan petani, sengon umumnya ditanam dalam blok dengan
jarak tanam 2 × 2 m; kadang-kadang ditanam di garis pagar atau
batas lahan dengan tujuan untuk diambil kayunya. Di lahan petani
dimana pohon sengon tumbuh menyebar dengan jarak tanam yang
tidak teratur, sering pula dijumpai anakan alam.

6. Hama dan Penyakit


Hama
Baskorowati, liliana. 2014. Budidaya Sengon Unggul (Falcataria
Moluccana) Untuk Pengembangan Hutan Rakyat. IPB Press. Bogor.
 Boktor
Boktor (Xystrocera festiva) atau disebut juga kumbang menjangan
merupakan hama utama yang menyerang sengon. Merupakan hama
penggerek yang menyerang tanaman umur 3 tahun. dengan
menyerang bagian batang tanaman hingga menjadi rapuh.
 Kupu-kupu kuning
Kupu-kupu kuning (Eurema sp) dan Kumbang (Xylosandrus
moriques), yang menyerang sengon saat bibit maupun tanaman
dewasa. Kupu-kupu umumnya memakan daun bibit sampai daun
habis, sedangkan kumbang tidak hanya memakan daunnya bahkan
sampai rantingnya. Hama ini dapat diberantas dengan pestisida.
 Ulat kantong
Ulat Kantong (Pteroma plagiophles) merupakan ordo Lepidoptera
dimana morfologi tubuh ditutupi oleh daun-daun kering. Larva
tinggal di dalam kantong sampai dewasa. Bergerak dan makan
dengan mengeluarkan kepala dan sebagian toraksnya. Tanaman
sengon yang terkena akan menyebabkan daun berlubang dan
berwarna coklat, jika sudah terkena serangan parah maka daun akan
rontok, tajuk menjadi gundul dan mematikan tanaman.
Penyakit
 Karat tumor
Penyakit ini disebabkan oleh jamur Uromycladium tepperianum,
yang menyerang bibit di persemaian sampai tanaman dewasa pada
bagian daun, dahan maupun batang tanaman. Penyebaran penyakit
ini akan lebih cepat pada daerah yang berkabut, daerah yang tinggi
maupun tegakan yang kurang mendapatkan cahaya matahari.
Penyakit ini menyebabkan penurunan produktivitas karena akan
menyebabkan kematian pada pohon-pohon yang masih muda,
sedangkan pada pohon yang dewasa jika karat tumor menyerang
batang maka akan memudahkan tanaman patah jika kena angin
maupun menyebabkan kayu yang cacat, sehingga menurunkan harga
ketika di jual.
 Jamur upas
Jamur ini menyerang bagian atas tanaman dari berbagai umur
melalui luka pada kulit atau kulit kayu yang tipis. Gejala serangan
yang ada adalah terjadinya perubahan warna pada batang kayu
sengon, yang akhirnya menyebabkan kayu menjadi pecah-pecah dan
terkelupas. Jamur ini lebih dominan menyerang kayu teras
dibandingkan kayu gubal. Pengendalian jamur upas tersebut adalah
dengan melakukan pemangkasan bagian tanaman yang diserang atau
dengan pembakaran tanaman yang diserang.
 Penyakit akar merah
Penyebab penyakit ini adalah jamur Ganoderma sp, yang umumnya
menyerang akar sengon dan menyebabkan daun layu dan rontok.
Jika kulit akar dikelupas, akan Nampak benang merah menempel
pada kayu akar. Umumnya jamur ini berkembang pada tanah basah
dan berat pH 6,0 – 7,0. Adapun pengendaliannya dilakukan dengan
fungisida Ganocide atau Calixin CP, atau dengan membakar
tanaman yang sakit sampai ke akarnya.

7. Pemuliaan
B2P2BPTN. 2013. Pemuliaan Tanaman dan Ketahanan Penyakit pada
Sengon. http://www.biotifor.or.id/content-237-pemuliaan-tanaman-dan-
ketahanan-penyakit-pada-sengon.html Diakses 16 Maret 2019 pukul 16:31

Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan


tengah berupaya melakukan pemuliaan tanaman sengon guna
meningkatkan riap/volume kayu. Hal ini ditempuh dengan cara
melakukan melakukan seleksi masa uji keturunan, artinya seleksi
berdasarkan tetua betina hasil persilangan alam. Tujuan seleksi masa
adalah untuk meningkatkan genotipa superior dalam populasi. Seleksi
atas sifat-sifat pertumbuhan dilakukan dan individu atau famili pohon
yang kinerjanya buruk dihilangkan dan yang tersisa adalah pohon-
pohon dengan riap tumbuh tinggi. Efektivitas sistem seleksi ini
dipengaruhi oleh keragaman gen dan nilai heritabilitasnya. Program
pemuliaan sengon telah dimulai sejak tahun 1996 dengan membangun
uji keturunan di KPH Kedu Utara (BKPH Candiroto), dengan menguji
24 famili yang berasal dari 6 provenansi (3 dari Jawa, 2 dari Papua dan
1 dari Maluku). Dikarenakan adanya gangguan dari luar yang
mengancam integritas kebun uji tersebut maka pada tahun 2007
dibangun kembali kebun benih uji keturunan di KPH Kediri dengan
menggunakan 80 famili dari 4 provenansi. Namun pada bulan Maret
2008 kebun benih uji keturunan tersebut diserang oleh penyakit karat
tumor. Sebagai kelanjutan dari program pemuliaan sengon, maka plot
kebun benih uji keturunan akan dibangun di Cikampek pada tahun 2008
ini. Plot uji keturunan tersebut selanjutnya difungsikan sebagai plot
seleksi ketahanan terhadap karat tumor

F. PEMBAHASAN
Bibliografi jenis adalah suatu catatan tentang informasi jenis yang
diperoleh dari penelitian-penelitian yang sudah dilakukan. Untuk mendapatkan
informasi sifat silvika jenis tersebut dilakukan browsing. Bibliografi
merupakan langkah awal yang harus ditempuh sebelum menyusun sebuah
factsheet, nantinya di dalam factsheet yang dibuat akan mengandung intisari
dari bibliografi.
Kegiatan pemuliaan pohon merupakan upaya untuk mempertahankan
dan melestarikan suatu jenis tanaman kehutanan. Dasar dari kegiatan
pemuliaan pohon ini adalah pencarian informasi terkait jenis tanaman
kehutanan yang ingin dimuliakan. Informasi yang lengkap sangat membantu
dalam kegiatan pemuliaan pohon.
Pada praktikum pertama ini, kegiatan pencarian informasi terkait jenis
tanaman kehutanan dilakukan pada jenis Falcataria moluccana. Informasi
tentang jenis ini masih belum banyak ditemukan secara lengkap baik dalam
sebuah jurnal maupun buku. Penyajian informasi dalam bibliografi ini dibuat
sebanyak mungkin dari sumber-sumber literatur, jurnal, dan laman yang
terpercaya atau sebisa mungkin yang telah bersertifikat. Seringnya, informasi
yang ditemukan terkait jenis ini lebih banyak tersedia dalam bahasa Indoensia
dan bahasa Inggris.
Secara umum, informasi yang banyak ditemukan dari jenis ini di
banyak literatur maupun laman masih gambaran umum seperti nama jenis,
nama lokal, asal (habitat), sebaran, dan perbungaan, buah dan biji, teknik
propagasim hingga ke program pemuliaan yang sudah dilakukan. Namun
informasi penting tentang program pemuliaan hanya sedikit yang dapat
ditemukan. Hal ini diduga masih jarang adanya progam pemuliaan tentang
sengon, atau masih merupakan rahasia perusahaan sengon sehingga tidak
dipublikasikan.

G. KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Bibliografi jenis adalah kumpulan informasi suatu jenis pohon dari
berbagai pustaka yang telah diringkas. Bibliografi dibuat dengan maksud
agar memudahkan seseorang untuk memahami dan mendalami suatu jenis
pohon terutama pohon sengon (Falcataria moluccana).
2. Bibliografi ini memuat informasi pohon sengon (Falcataria moluccana).
Secara singkat sengon merupakan salah satu jenis yang dikembangkan
dalam pembangunan Hutan Tanaman Industri maupun Hutan Rakyat di
Indonesia. Di Indonesia sengon memiliki beberapa nama lokal antara lain:
jeungjing (Sunda), sengon laut (Jawa), sika (Maluku), tedehu pute
(Sulawesi), bae, wahogon (Irian Jaya)

H. DAFTAR PUSTAKA
Prastowo W. 2012. Bibliografi: Publikasi Ilmiah Badan Litbang Kehutanan
Tahun 2011. Kementerian Kehutanan Badan Penelitian dan
Pengembangan Kehutanan. Bogor

Anda mungkin juga menyukai