Anda di halaman 1dari 7

TUGAS MANDIRI TAKSONOMI TUMBUHAN

BRYOPHYTA DAN PTERIDOPHYTA

NAMA : FAADIYAH RAHMA ALIMIN


NIM: 2210422038
DEPARTEMEN BIOLOGI
KELAS B
Bryophyta
1. Klasifikasi

Kingdom :Plantae
Divisi :Bryophyta
Kelas :Bryopsida
Ordo :Fissidentales
Famili :Fissidentaceae
Genus :Fissidens
Spesies :Fissidens intromarginatulus
(Raihan,2018)
2. Morfologi
Tumbuhan ini berbentuk pipih, tunas tumbuh tegak atau melengkung, daun memiliki
ukuran yang bervariasi dari mm sampai cm. Lumut ini memiliki ciri khas tersendiri yang
mudah untuk dikenali dari jenis lumut daun yang lain, yaitu terletak pada daunnya yang
tersusun dua deret dan masing-masing mempunyai duplikat daun berbentuk seperti
perahu (vaginant lamina) yang terletak pada sisi adaksialnya. Seta berukuran 2 mm atau
lebih, halus atau papillosa (kasar), kapsul biasanya kecil. Marga ini terdiri dari beberapa
ratus jenis yang tersebar diseluruh belahan dunia dan ditemukan dalam beberapa tipe
habitat
Lumut Fissidens intromarginatulus saat pengamatan di bawah mikroskop dengan
perbesaran 100x menunjukkan bahwat tinggi lumut berukuran 4 mm, seta atau tangkai
kapsul pendek berukuran 2 mm, keluar dari ujung batang, berwarna kuning, permukaan
kasar, berdiri kurang tegak. Kapsul bulat silindris, berwarna cokelat kekuningan, pada
bagian ujung kapsul terlihat berwarna cokelat kemerahan. Rhizoid di dasar batang terlihat
berwarna kuning cerah hingga kuning kecokelatan.(Fanami, 2019)
Fissidens intromarginatulus mempunyai batang berwarna hijau kekuningan,
batang tersusun 7 pasang daun dengan duduk daun berseling, ukuran daun hampir
seragam, daun pada dasar batang tersusun kecil. Ujung daun meruncing, tepi helai daun
bergigi kecil yang tidak beraturan, kosta (tulang daun) tegak berakhir pada ujung daun
sehingga terlihat sedikit keluar. Lumut jenis ini ditemukan tumbuh pada tanah berkapur
dan area yang cukup terbuka.Fissidens intromarginatulus memiliki perawakan kecil
hingga sedang berwarna hijau kekuningan. Tumbuh tersebar, rapi, hingga dapat tumbuh
berkelompok, dengan tinggi
3-6 mm. Lumut Fissidens intromarginatulus tumbuh tegak dengan sesekali terlihat batang
terjadi percabangan 2-3 cabang. (Putri,2019)
3. Senyawa bioaktif
mengandung senyawa golongan triterpenoid serta dari hasil metode DPPH diperoleh hasil
IC50 sebesar 2435,26 ppm. Hasil ini mengindikasikan bahwa ekstrak n-heksana Fissidens
Sp. memiliki aktivitas antioksidan yang sangat lemah. Komposisi fitokimia, antioksidan
dan profil antidiabetes ekstrak etanol Fissidens grandiflora diselidiki untuk pertama
kalinya. Analisis fitokimia Fissidens grandiflora mengkonfirmasi adanya flavanoid,
fenolat, steroid dan tanin. Selain itu, Fissidens grandiflora mengandung total flavonoid
yang tinggi yaitu 101,40±0,38 mg Q/g. Analisis kromatografi lapis tipis kinerja tinggi
Fissidens grandiflora mengidentifikasi 3 komponen yang tidak diketahui dengan nilai Rf
dan persentase area yang berbeda. Fissidens grandifloramenunjukkan penghambatan
radikal bebas superoksida yang lebih baik, radikal bebas 2,2-difenil-1-pikril-hidrazil-
hidrat dan ion besi dengan nilai IC50 masing-masing 81,0, 85,0 dan 92,6 µg/ml. Selain
itu, Fissidens grandiflora menggambarkan profil penghambatan yang menonjol terhadap
α-glukosidase dan α-amilase pankreas dengan nilai IC50 masing-masing 150,0 dan 200,0
µg/ml. Sebagai kesimpulan, mekanisme aksi lumut F. grandiflora yang diusulkan bisa
dengan menghambat radikal bebas dan terutama enzim pencernaan (Wiadril, 2018)
4. Penelitian terkini
Abstrak: Lumut (Bryophyta) merupakan kelompok tumbuhan tingkat rendah yang
tumbuh meluas di daratan. Secara ekologi lumut berperan penting dalam ekosistem,
seperti
menjaga keseimbangan air, siklus hara, menjadi habitat penting bagi organisme lain,
dapat dijadikan sebagai bioindikator karena tumbuhan ini lebih sensitif terhadap
perubahan lingkungan dan merupakan tumbuhan perintis. Pentingnya peran lumut dan
belum adanya data mengenai jenis-jenis lumut di Daerah Aliran Sungai Kabura-burana
maka sangat perlu dilakukan penelitian ini untuk mengetahui jenis-jenis lumut yang
tumbuh di Daerah Aliran Sungai Kabura-burana. Penelitian ini merupakan penelitian
kualitatif dengan menggunakan metode eksplorasi. Hasil penelitian diperoleh 15 spesies
lumut yang terdiri atas 11 spesies lumut daun dan 4 spesies lumut hati. Delapan jenis
lumut teridentifikasi sampai tingkat spesies, lima jenis teridentifikasi hingga tingkat
genus dan dua lainnya teridentifikasi hingga tingkat familia.(Endang,2020)
DAFTAR PUSTAKA

Endang, P .2020. Inventarisasi Jenis-Jenis Lumut (Bryophyta) di Daerah Aliran Sungai


Kabura-Burana Kecamatan Batauga Kabupaten Buton Selatan. Jurnal BIologi Tropis.
Buton
Fanani. M. 2019. Keanekaragaman Jenis Lumut (Bryophyta) Pada Berbagai Substrat di
Bukit Muntai Kbaupaten Bnagka Selatan. Ekotania. Cibinong
Putri, R. 2019. Lumut Epilit dan Epifit di Saluran Suplesi Irigasi Reggung. Jurusan-IPA
BIOLOGI Universitas Islam Negeri Mataram. Mataram
Raihan, C. 2018. Keragaman Tumbuhan Lumut (Bryophyta) Di air Terjun Peucari Bueng
Jantho Kabupaten Aceh besar. Prosiding Seminar Nasional Biotik. Banda Aceh
Wiadril, A. 2018. Identifikasi Tumbuhan Lumut (Bryophyta) di Sekitar Air Terjun
Sigerincing Dusun Tuo, Kecamatan Lembah Masuarai, Kabupaten Merangin.
BIOCOLONY. Jambi
Pteridophyta
1. Klasifikasi

Kingdom: Plantae
Divisi: Pteridophyta
Kelas: Pteridopsida
Ordo: Cyatheales
Famili: Dicksoniaceae
Genus: Dicksonia
Spesies: Dicksonia blumei Moore
(Lenhart, 2018)
2. Morfologi
Dicksonia blumei merupakan tumbuhan paku terestrial yang tumbuh secara soliter
(tunggal). Batang bagian ujung diselimuti oleh rambut rambut berwarna coklat
kemerahan. Panjang daunnya mencapai 3 m, tangkai daun diselimuti oleh rambut-
rambut berwarna coklat kemerahan di bagian pangkalnya, tumbuh melengkung ke
bawah. Daun menyirip ganda dua, anak daun panjangnya sampai 70 cm, bercangap.
Daun yang masih kuncup juga diselimuti oleh bulu-bulu halus berwarna coklat
kemerahan. Bulu-bulu tersebut masih tetap ada sampai daun itu dewasa terutama pada
bagian pangkalnya. Indusia terdapat pada tepi Lembaran anak daun, berderet,
berbentuk bulat . Marga Dicksonia dengan mudah dibedakan dari Cyathea. Dicksonia
memiliki karakter kunci berupa rambut dan sorinya terdapat di tepl lembaran anak
daun, sedang pada Cyathea karakter kuncinya adalah sisik dan sorinya ter dapat di
permukaan bawah lembaran anak daun.(Lestari, 2015)
3. Senyawa bioaktif
Paku kidang mempunyai bentuk perawakan yang bagus sehingga banyak ditanam
orang sebagai tanaman hias. Jenis ini tampak menarik baik ditanam secara individual
maupun berkelompok. Biasanya dipakai sebagai tanaman hias di halaman
pesanggrahan-pesanggrahan yang letaknya di daerah pegunungan dan biasanya
dijadikan latar belakang untuk tanaman-tanaman hias lainnya (Noland, 2017).
Satangnya selain dapat dimanfaatkan sebagai media tanam dalam pot juga dapat
dimanfaatkan untuk memajang jenis-jenis epifit seperti anggrek dan paku-pakuan.
Rambut rambut yang terdapat pada batang dan tangkai daunnya dapat digunakan
sebagai obat penasak darah (menghentikan pendarahan pada luka). Penggunaan
seperti ini terjadi pula pada jenis Penawar Jambe (Cibotium barometz). Obat penasak
dari bahan ini dianggap lebih baik dari obat penasak kimiawl. Menurut hasil
penelitian Dr. Winke di Leningrad dan para peneliti di Jerman dan Perancis pada
tahun 1890, bahan ini memerlukan waktu hanya 2 menit untuk membekukan darah
segar yang baru keluar dari badan, sedangkan secara alami darah akan membeku
dalam waktu 20-25 menit. Bila rambut ini ditempelkan pada darah yang sedang
mengalir, la akan menggelembung, volumenya akan menjadi 5 kali lipat. Dalam
keadaan seperti int rambut akan menarik air yang terkandung dalam darah tersebut.
Dengan terserapnya air maka darah akan segera mengering. (Kartawinata, 2013)
4. Penelitian terkini
ABSTRAK
Dicksonia blumei (Kunze) Moore merupakan jenis paku pohon yang memiliki
kegunaan sebagai tanaman obat dan hias. Namun demikian, sampai saat ini belum
banyak literatur yang membahas fenologijenis paku tersebut. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui fase fenologi D. blumei dan menganalisa hubungan setiap fase.
fenologi dengan faktor iklim (suhu dan curah hujan). Informasi ini diharapkan dapat
mendukung kegiatan reintroduksi D. blumei. Fenologi D. blumei diamati selama satu
tahun (Mei 2015 sampai Mei 2016) menggunakan 30 sampel tanaman di Kebun Raya
“Eka Karya”Bali. Beberapa sampel menghasilkan daun steril dan fertil selama
pengamatan. Fase fenologi meliputi munculnya daun, perkembangan daun, daun
dewasa yang ditandai adanya spora, daun layu dan terbentuknya spora matang hingga
lepasnya spora. Jumlah daun yang berkembang lebih sedikit dibanding jumlah daun
yang muncul, dan jumlah daun yang layu lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah
daun yang sudah dewasa. Total jumlah hari yang dibutuhkan dari fase daun muncul
hingga fase layu adalah 254,31 ± 6,8. Fase perkembangan daun berkorelasi negatif
dengan suhu, sementara fase daun layu berkorelasi positif dengan curah hujan.
Namun, produksi daun dan pembentukan spora tidak dipengaruhi oleh faktor iklim
atau variasi musiman. Hal ini memperlihatkan bahwa fenologi D. blumei tidak
dipengaruhi oleh variasi musiman.
Kata kunci: Fenologi, Dicksonia blumei, suhu, curah hujan
(Hanum,2018)
DAFTAR PUSTAKA
Hanum, S. 2018. FENOLOGI DAUN Dicksonia blumei (Kunze) Moore DI KEBUN
RAYA “ EKA KARYA” BALI, INDONESIA. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman. Bali
Kartawinata, K. 2013. Diversitas Ekosistem Alami Indonesia: Ungkapan Singkat
Dengan Sajian Foto dan Gambar. LIPI Press dan Obor. Jakarta
Lestari, W . 2015. HABITAT ALAMI TUMBUHAN PAKU KINDANG ( Dicksonia
blumei (Kunze) Moore DIKAWASAN HUTAN BUKIT TAPAK PULAU BALI. Buletin
Kebun Raya . Bali
Lenhert, M. 2018. The Genus Dicksonia in Western Malesia. Blumea Journal of
Plant Taxonomy and Plant Geography. Germany
Noland, K. 2017. Extrinsic factors influence phenology of the epiphytic hand fern.
Botany. London

Anda mungkin juga menyukai