DI SUSUN OLEH :
NAMA : YAYANG ISTIKANA
STAMBUK : G 401 12 O26
KELOMPOK : V (LIMA)
ASISTEN :AR SUKARNO SP
Ordo : Arales
Famili : Araceae (suku talas-talasan)
Genus : Caladium
Spesies : Caladium bicolor (W.Ait.) Vent
B. Morfologi
Daun Caladium ada yang berbentuk hati, bulat, panjang, seperti
daun bambu, dan daun ganda. Sedangkan daunnya memiliki warna
dasar merah, kuning, hijau, putih, emas, dan ungu. Masing-masing
warna memiliki variasi yang berbeda, misalnya merah tua, merah
terang, merah pudar, atau merah pucat. Di samping warna dasar,
umumnya dalam satu daun Caladium juga terdapat satu atau beberapa
warna lain. Warna daun Caladium yang masih muda umumnya
berbeda dengan Caladium yang sudah dewasa. Corak daun Caladium
bisa berupa titik, bulat, bergaris, atau bentuk yang tidak beraturan
dengan jumlah dan ukuran yang bervariasi. Pangkal daun berlekuk,
tulang daun sangat menunjang keindahan daunnya, serta tepi daun
yang rata dan ada pula yang berlekuk/ bergerigi menyerupai gergaji.
Daun Caladium bicolor merupakan daun tunggal yang
mmbentuk roset akar. Bentuk perisai persegi dengan garis tengah 15-
30 cm, permukaan daun licin dan pertulangan daun menjari. Mengenai
daun tunggal dan roset akar, Gembong Tjitrosoepomo, berpendapat
bahwa daun tunggal adalah daun yang pada tangkai daunnya hanya
terdapat satu helaian daun saja. Roset akar, yaitu jika batang amat
pendek,sehingga semua daun berjejal jejal di atas tanah, jadi roset itu
amat dekat dengan akar (Annonymous,2013).
C. Ekologi
Keladi dapat tumbuh pada daerah yang beriklim tropis dengan
curah hujan 250 – 300 mm/tahun. Tumbuhan ini sudah ditangkarkan
dan dimuliakan sejak akhir abad ke-18 di Eropa. Tanaman ini
kemudian mengalami persebaran ke daerah Indo-Malaysia, Indonesia,
dan Australia. Keladi dapat tumbuh dengan suhu 25˚C dan dengan
keadaan tanah yang tidak terlalu kering dan lembab dengan pH 5,5 –
6,5 dan ketinggian 1 – 1.300 m dpl (Annonymous,2013).
D. Nilai Ekonomis
Keladi banyak digunakan sebagai tanaman hias maka dari
kegunaan tersebut dapat dimanfaatkan dan dengan nilai jual yang
tinggi mencapai Rp.20.000,00 – Rp.30.000,00/pot. Namun karena
penyebarannya yang masih sangat sempit diseluruh dunia maka keladi
hanya terkenal di derah tertentu saja, yang sebnarnya pertumbuhan
tumbuhan ini dapat tumbuh dimanan saja. Selain itu, keladi itu bisa
dikatakan sudah tidak memilki nilai jual atau nilai komersial lagi
karena makin mudahnya masyarakat mendapatkannya tanaman ini
khususnya di Indonesia (Annonymous,2013).
E. Nilai Medis
Keladi memiliki bagian-bagian yang dapat digunakan sebagai
obat yaitu, umbi dari keladi memiliki khasiat sebagai obat bengkak
pada jari tangan. Kandungan kimia yang terdapat pada keladi yaitu
pada daun terdapat saponin, pada rimpang terdapat flavonoida, dan
juga mengandung polifenol (Annonymous,2013).
2.2 Saccahrum officinarum L ( tebu)
A. Klasifikasi
Adapun klasifikasi dari Saccharum officinarum sebagai berikut :
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Monocotyledonae (tumbuhan biji berkeping satu)
Ordo : Poales
Famili : Poaceae
Genus : Saccharum
Spesies : Saccharum officinarum L.
B. Morfologi
Morfologi tebu diantaranya bentuk batang konis, susunan antar
ruas berbuku, dengan penampang melintang agak pipih, warna batang
hijau kekuningan, batang memiliki lapisan lilin tipis, bentuk buku ruas
konisterbalik dengan 3-4 baris mata akar, warna daun hijau
kekuningan, lebar daun 4-6 cm, daun melengkung kurang dari ½
panjang daun (Annonymous,2013).
C. Ekologi
Saccharum officinarum dapat tumbuh pada tanah yang
berkadar garam relatif tinggi dan tergenang dalam waktu yang lama,
terutama dalam air yang mengalir.
Di dataran tinggi, pertumbuhan tebu agak terganggu karena
temperatur yang rendah. Batas maksimum ketinggian untuk
pertumbuhan yang normal antara 600-700 m dpl. Curah hujan yang
diperlukan berkisar antara 1200-2800 mm per tahun.
Saccharum officinarum dapat tumbuh dengan baik pada
beragam jenis tanah,tetapi dalam kondisi tanah gembur dan pH
tanahnya berkisar antara 5-8, agar kandungan nutrisi dan senyawa
organik banyak dan kemampuan menahankapasitas air baik.
Kelembapan udara yang optimal bagi perkembangan tebu adalah
kurang dari 80%. Tanaman ini banyak terdapat di daerah beriklim
tropis dengan suhu 25o seperti di Asia Tenggara sampai Cina. Di
Indonesia sendiri banyak terdapat di Sulawesi, Kalimantan, Jawa,
Sumatra, dan Irian Jaya (Annonymous,2013).
D. Nilai Ekonomis
Saccharum officinarum memiliki banyak nilai ekonomis. Tebu
ditanam untuk diambil batangnya yang kemudian akan diolah menjadi
gula. Produk utama dari tebu adalah sukrosa yang merupakan bahan
pengawet. Daun tebu yang kering dapat dimanfaatkan sebagai bahan
bakar untuk memasak. Selain itu, dapat juga digunakan untuk bahan
bakar boiler (pendidih) yang digunakan pada stasiun pembangkit
listrik. Harga gula biasanya dipasaran berkisar Rp. 12.000,- per
kilogram (Annonymous,2013).
E. Nilai Medis
Saccharum officinarum mengandung 10% sukrosa pada bagian
batang, selain itu mengandung kristal gula (unsur yang berprotein).
Daun tebu yang kering adalah biomassa yang mempunyai nilai kalori
yang cukup tinggi. Batang Saccharum officinarum berkhasiat sebagai
obat batuk, obat pegal linu, serta obat kuat. Kandungan kimia yang
terdapat dalam batang tebu antara lain saponin, glikosida, flavonoida,
dan polifenol (Annonymous,2013).
2.3 Acasia aurantifolia (akasia)
A. Klasifikasi
Adapun klasifikasi dari Acacia aurantifolia sebagai berikut :
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Dicotyledonae (tumbuhan biji berkeping dua)
Ordo : Fabales
Famili : Fabaceae
Genus : Acacia
Spesies : Acasia aurantifolia
B. Morfologi
Ciri tanaman ini adalah bentuk batangnya bulat lurus,
bercabang banyak (simpodial), berkulit tebal agak kasar, dan kadang
beralur kecil dengan warna cokelat muda. Pohon yang dewasa
tingginya dapat mencapai 30 m dengan diameter batang mencapai
lebih dari 75 cm. Tajuknya menyerupai kerucut sampai lonjong.
Sewaktu tanaman masih muda ( dalam persemaian) memiliki daun
majemuk ganda. Sedangkan setelah dewasa muncul daun semu
tunggal (phyllodia). Lebar daun di bagian tengah antara 4-10 cm
dengan panjang antara 10-26cm (Annonymous,2013).
C. Ekologi
Tumbuhan Acasia aurantifolia dapat hidup dilahan miskin dan
tidak subur. Lahan yang mengalami erosi serta tanah yang memiliki
ph 4,2 . curah hujan tumbuhan ini antara 1000 mm – 4500 mm setiap
tahun dengan cahaya matahari. penyebaran alaminya meliputi
Australia, Maluku, dan Irian Jaya. Suhu untuk tumbuhan ini adalah
250C, Ketinggian tempat yang ideal untuk tumbuhan ini berkisar
antara 0-400 m dpl. Tumbuhan ini banyak terdapat di iklim tropis
(Annonymous,2013).
D. Nilai Ekonomis
Batang tanaman akasia yang keras dan kuat dapat dimanfaatkan
sebagai bahan utama berbagai macam industri manufacture. Bahkan
saat ini jenis akasia tengah diproyeksikan sebagai pengganti pohon
jati. Harga kayu akasia untuk sekarang ini adalah Rp.300.000,- sampai
Rp.800.000,- (Annonymous,2013).
E. Nilai Medis
Tumbuhan Acasia aurantifolia juga memiliki khasiat sebagai
obat obatan herbal. Akarnya dapat mengobati penyakit demam dan
sakit perut (Anonimous,2013).
B. Morfologi
Melinjo merupakan tumbuhan tahunan berbiji terbuka,
berbentuk pohon yang berumah dua (dioecious, ada individu jantan
dan betina). Bijinya tidak terbungkus daging tetapi terbungkus kulit
luar. Batangnya kokoh dan bisa dimanfaatkan sebagai bahan
bangunan. Daunnya tunggal berbentuk oval dengan ujung tumpul.
Melinjo tidak menghasilkan bunga dan buah sejati karena bukan
termasuk tumbuhan berbunga. Yang dianggap sebagai buah
sebenarnya adalah biji yang terbungkus oleh selapis aril yang
berdaging (Annonymous,2013).
C. Ekologi
Melinjo dapat tumbuh pada daerah yang beriklim tropis dengan
curah hujan 200 – 300 mm/tahun dan dengan suhu 23 – 28 oC .
Tumbuhan ini dapat tumbuh dengan keadaan tanah yang tidak terlalu
kering dan lembab dengan pH 5,5 – 6,5 dan ketinggian 1 – 1.300 m
dpl. Di Indonesia tumbuhan melinjo tidak hanya dapat dijumpai di
hutan dan perkebunan saja. Melinjo ditemukan di seluruh kawasan
Asia Tenggara (meskipun merupakan tumbuhan asli dari Jawa dan
Sumatra) dan tersebar hingga mencapai sebelah utara Assam dan
sebelah timur Fiji (Annonymous,2013).
D. Nilai Ekonomis
Indonesia adalah negara yang menjadikan biji melinjo sebagai
komoditi ekspor dalam jumlah yang cukup besar. Melinjo akan
dipanen dan menghasilkan buah setelah 5- 6 tahun setelah penanaman
biji. Di daerah Sumatra Barat setiap tahunnya dilaporkan
menghasilkan Rp 20.000- Rp 25.000 buah melinjo dan produksi
bijinya mencapai 80- 100 kg per pohon per tahun
(Annonymous,2013).
E. Nilai Medis
Daun melinjo dapat menyembuhkan asam urat setelah dimasak
terlebih dahulu. Kemudian biji tanaman melinjo dapat digunakan
sebagai bahan obat-obatan. Biji dan daun melinjo mengandung
saponin dan flavonoida disamping itu biji juga mengandung tanin,
kulit buah berkhasiat sebagai peluruh air seni dan bijinya untuk
makanan kecil (Annonymous,2013).
2.10 Anacardium occidentale (jambu monyet)
A. Klasifikasi
Adapun klasifikasi dari Anacardium occidentale sebagai
berikut:
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Dicotyledonae (Tumbuhan biji berkeping dua)
Ordo : Sapindales
Famili : Anacardiaceae
Genus : Anacardium
Spesies : Anacardium occidentale L.
B. Morfologi
Pohon berukuran sedang, tinggi sampai dengan 12 m, dengan
tajuk melebar, sangat bercabang-cabang, dan selalu hijau. Tajuk bisa
jadi tinggi dan menyempit, atau rendah dan melebar, bergantung pada
kondisi lingkungannya. Daun-daun terletak pada ujung ranting. Helai
daun bertangkai, bundar telur terbalik, kebanyakan dengan pangkal
meruncing dan ujung membundar, melekuk ke dalam, gundul, 8–22 ×
5–13 cm. Berumah satu (monoesis), bunga-bunga berkelamin
campuran, terkumpul dalam sebuah malai rata berambut halus, lebar
15–25 cm. Kelopak berambut, 4–5 mm. Mahkota runcing, lk 1 cm,
putih kemudian merah, berambut. Buah geluk berwarna coklat tua,
membengkok, tinggi lk 3 cm (Annonymous 2013).
C. Ekologi
Tumbuhan jambu mede berasal dari timur laut Brazil, yang
kemudian dibudidayakan di negara-negara tropis. Tumbuhan ini dapat
tumbuh pada suhu 20 – 35 oC dan tidak cocok ditanam pada daerah
yang bersalju, karena tumbuhan ini menghendaki penyinaran matahari
yang tinggi. Adapun jenis tanah yang sesuai dengan tumbuhan ini
yaitu tanah yang berpasir, tanah lempung pasir dan tanah ringan
berpasir dengan tingkat pH 6,3 - 7,3. Curah hujan 500 – 3500
mm/tahun. Dengan ketinggian 0 – 1200 m dpl dan dengan
kelembapan 40 – 60 % (Annonymous,2013).
D. Nilai Ekonomis
Dari jambu monyet dihasilkan kacang mete. Harga kacang
mete di Jogja bisa mencapai ratusan ribu perkilonya. Dan yang paling
murah sekitar Rp 50 ribuan perkilonya. Dari kacang mete juga dapat
diekstrak minyak yang berkualitas tinggi. Hasil sampingnya, yakni
kulit biji, dimanfaatkan untuk pakan unggas. Buah semu kadang-
kadang juga dijual di pasar. Buah ini agak disenangi orang oleh karena
rasanya yang asam segar, akan tetapi sering pula tercampur rasa sepat
(Annonymous,2013).
E. Nilai Medis
Daun yang tua pada Anacardium ocidentale dimanfaatkan
sebagai obat penyakit kulit, untuk mengatasi ruam-ruam pada kulit.
Semua bagian pohonnya juga dapat dimanfaatkan dalam ramuan obat
tradisional, terutama untuk menyembuhkan sakit kulit; untuk
pembersih mulut; dan untuk obat pencahar (purgativa)
(Annonymous,2013).
2.11 Piper bettle (sirih)
A. Klasifikasi
Adapun klasifikasi dari Piper bettle sebagai berikut :
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Dicotyledonae (Tumbuhan biji berkeping dua)
Ordo : Piperales
Famili : Piperaceae
Genus : Piper
Spesies : Piper bettle L.
B. Morfologi
Sirih (Piper bettle) termasuk jenis tumbuhan merambat dan
bersandar pada batang pohon lain. Tanaman ini panjangnya mampu
mencapai puluhan meter. Bentuk daunnya pipih menyerupai jantung
dan tangkainya agak panjang. Permukaan daun berwarna hijau dan
licin, sedangkan batang pohonnya berwarna hijau tembelek (hijau
agak kecoklatan) dan permukaan kulitnya kasar serta berkerut-kerut
(Annonymous,2013).
C. Ekologi
Piper bettle tumbuh di daerah hutan agak lembab dengan
keadaan tanah yang lembab. Piper bettle tumbuh di iklim tropis
dengan suhu suhu 20 – 35 oC. Hidup pada daerah yang mempunyai
curah hujan 2250 - 4750 mm/tahun. Tumtbuhan ini dapat ditemukan
hingga ketinggian 900 m dpl dan menyukai tempat yang teduh dan
terlindung dari angin, serta pada daerah yang beririgasi baik dan kaya
bahan organik dengan pH 7 – 7,5. Daerah penyebarannya sudah
mencakup seluruh Indonesia (Annonymous,2013).
D. Nilai Ekonomis
Tumbuhan ini secara komersial dapat dijadikan sebagai bahan
yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Contohya daun sirih
yang diolah untuk pembuatan pasta gigi, sabun sirih dan juga minyak
sirih (Piper bettle oil). Harga daun sirih yaitu Rp 500,- per kg
sedangkan sirih dengan daun, tangkai dan ranting sudah mencapai Rp
5.000,- per kg. Harga minyak daun sirih (Piper bettle oil) yaitu Rp
300.000,- per kg (Annonymous,2013).
E. Nilai Medis
Piper bettle dapat digunakan untuk mengobati sakit perut, sakit
gigi, obat cacing dan mengandung obat perangsang. Daun sirih yang
sudah direbus dapat digunakan untuk mencuci luka.
Daun sirih juga dapat digunakan sebagai obat untuk mengobati
keputihan, mimisan, obat batuk, disentri, sariawan, menghilangkan
jerawat bahkan sebagai obat untuk jantung. Kandungan kimia yang
terdapat pada sirih antara lain minyak sirih, kavicol dan sebagainya
(Annonymous,2013).
2.12 Jatropha gossyfifolia (jarak merah)
A. Klasifikasi
Adapun klasifikasi dari Jatropha gossyfifolia sebagai berikut :
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Euphorbiales
Famili : Euphorbiaceae
Genus : Jatropha
Spesies : Jatropha gossypifolia L.
B. Morfologi
Pada daun jarak merah terdapat torehan-torehan yang membuat
sulit untuk menentukan bangun daunnya dan untuk mengetahui
bangun daunnya tidak perlu diperhatikan torehan-torehan daun
tersebut, dan anggap saja merupakan suatu kesatuan. Dan untuk daun
jarak ini bangun daunnya adalah membulat. Daun jarak memiliki
ujung daun yang runcing dan pangkal yang membulat. Tepi daunnya
bergerigi ganda dengan tujuh torehan. Daging daunnya tipis seperti
kertas dengan pertulangan daun menjari. Permukaan daun bagian
atasnya licin suram sama seperti bagian bawahnya, namun bagian
atasnya lebih suram (Annonymous,2013).
C. Ekologi
Jatropha gossyfifolia merupakan tumbuhan negara tropis dan
negara subtropis seperti Florida. Jenis ini sudah ditanam dan tersebar
di seluruh kawasan Malaysia dan Indonesia, teutama di daerah yang
kering. Tumbuhan jarak dapat tumbuh pada keadaan tanah yang
kurang subur, tetapi memiliki pengaliran air atau kadar air yang cukup
dan mempunyai kadar tanah dengan pH antara 5,0 – 6,5 dengan
keadaan suhu sekitar 31˚C dan dengan batas hidup pada ketinggian
500 m dpl. Curah hujan 500 – 2500 mm/tahun (Annonymous,2013).
D. Nilai Ekonomis
Tanaman jarak merah diignakan sebagai sumber bahan bakar
hayati untuk mesin diesel. Hal ini disebabkan karena sumber bahan
kandungan yang terdapat pada bijinya. Biji tanaman jarak merah
mengandung 20 sampai 40℅ minyak nabati, namun bagian inti dapat
mengandung 45 sampai 60℅ minyak kasar. Pengembangan minyak
dari tanaman jarak di Indonesia mulai dilakukan dan dipelopori oleh
Robert manurung dari Institut Teknologi Bandung (ITB) sejak tahun
1997. Hal ini dilakukan untuk menghadapi krisis bbm dan kenaikan
harga BBM di Indonesia dan sekarang pemerintah mulai sumber-
sumber energi slaternatif dari tanaman jarak. harga dalam negeri
Rp700 per kg, guna memasok bahan baku energi ramah lingkungan
(Annonymous,2013).
E. Nilai Medis
Jarak merah (Jatropha gossypifolia L.) merupakan tanaman
etnobotani yang dapat dijadikan sebagai sumber obat tradisional.
Beberapa pemanfaatan jarak merah dari jaringan misalnya biji
digunakan sebagai obat pencahar. Namun, beberapa literatur
mengatakan bahwa penggunaan biji jarak sebagai obat herbal dilarang
karena toksiksitasnya yang tinggi.Di beberapa negara misalnya
Trinidad, tanaman ini digunakan secara etnoveterinari oleh para
pemburu untuk mengobati patukan ular, sengatan kalajengking, luka
dan kudis pada anjing pemburu mereka. Di Ghana, rebusan daun jarak
merah digunakan untuk pengobatan melalui mandi. Kegunaan yang
lain ialah mengobati sakit gigi, pendarahan gusi, menghilangkan rasa
nyeri, dan sembelit (Annonymous,2013).
D. Nilai Ekonomis
Pada tapak kuda sendiri tidak mempunyai nilai komersial
karena dapat dijumpai di banyak tempat (Annonymous,2013).
E. Nilai Medis
Tapak kuda yang merupakan famili Convolvulaceae ini
sebenarnya digunakan sebagai tanaman obat sejak zaman dulu kala.
Di beberapa negara, tapak kuda atau disebut juga beach morning
glory, digunakan untuk mengatasi peradangan dan mengatasi rasa
sakit. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa tapak kuda
mengandung glochidone, asam betulinic, alfa dan beta amyrin asetat,
serta isoquercitrin. Pada tanaman tersebut juga terdapat
antinociceptive, yang berguna mengatasi rasa sakit berlebihan.
Antinociceptive akan beraksi seperti hidroalkoholik, yang mampu
mengurangi rasa sakit. Dengan kandungan tersebut, tapak kuda kerap
digunakan untuk meredakan nyeri persendian atau pegal otot. Selain
itu, tanaman ini juga digunakan sebagai pereda sakit gigi dan
pembengkakan gusi (Annonymous,2013).
BAB III
METODOLOGI
No Gambar Keterangan
1 Caladium bicolor 1. Lamina (helaian daun)
2. Petiolus (tangkai daun)
3. Vagina (pelepah daun)
Circumscriptio : peltatus
(perisai)
Intervenium : herbaceus
(tipis/lunak)
Margo : repandus
(berombak)
Apex: acutus(runcing)
Circumscriptio : ligulatus
(bangun pita)
Intervenium : papyraceus
(kertas)
(folium incompletus)
4 Musa paradisiaca 1. Lamina (helaian daun)
2. Petiolus (tangkai daun)
3. Vagina (pelepah daun)
Circumscriptio : lanseolatus
(lanset)
Intervenium : papyraceus
(kertas)
Nervatio : penninervis
(menyirip)
5 Calotropis gigantea 1. Lamina (helaian daun)
2. Petiolus (tangkai daun)
Circumscriptio : ovalis
(jorong)
Intervenium : herbaceus
(tipis/lunak)
Basis : emarginatus
(berlekuk)
Circumscriptio : ligullatus
(bangun pita)
Intervenium : perkamenteus
(seperti perkamen)
Circumscriptio :
lanceolatus (lanset)
Intervenium : coriaceus
(sepert kulit/belulang)
Nervatio : penninervis
(menyirip)
(folium incompletus)
8 Euphorbia hirta 1. Lamina (helaian daun)
2. Petiolus (tangkai daun)
Circumscriptio : ovalis
(jorong)
Intervenium : herbaceus
(tipis/lunak)
Nervatio : penninervis
(menyirip)
(folium incompletus)
Intervenium : papyraceus
(kertas)
Apex : acuminatus
(meruncing)
Circumscriptio : ovalis
(jorong)
Intervenium : coriaceus
kulit/belulang)
Circumscriptio : ovatus
(bulat telur)
Intervenium : herbaceus
(tipis/lunak)
Apex : acuminatus
(meruncing)
Basis : emarginatus
(berlekuk)
Circumscriptio : orbicularis
(bulat)
Intervenium : herbaceus
(tipis/lunak)
Margo : biserratus
(bergerigi ganda)
Apex : acuminatus
(meruncing)
Basis : emarginatus
(berlekuk)
Nervatio : palminervis
(folium incompletus) (menjari)
Circumscriptio : orbicularis
(bulat)
Intervenium : herbaceus
(tipis/lunak)
4.2 Pembahasan
A. Caladium bicolor (keladi dua warna)
Caladium bicolor yang biasanya disebut keladi adalah satu
tumbuhan yang berdaun lengkap atau folium completus karena pada
daun ini memiliki pelepah daun atau vagina, tangkai daun atau
petiolus dan helaian daun atau lamina. Tanaman ini memiliki sifat
daun yaitu bangun daun atau circumscriptio bentuknya menyerupai
sebuah perisai atau peltatus dan mempunyai tangkai daun yang tidak
tertanam pada pangkal daun, melainkan pada bagian tengah helaian
daun. Daging daun atau Intervenium nya bersifat seperti kertas atau
papyraceus karena tipis tetapi cukup tegar. Susunan tulang-tulang
atau nervatio nya bersifat menjari atau palminervis karena kalau dari
ujung tangkai daun keluar beberapa tulang yang memencar,
memperlihatkan susunan seperti jari-jari pada tangan. Tepi daun atau
margo folii nya bersifat berombak atau repandus yaitu sinus dan
angulus sama-sama tumpul. Ujung daun atau apex folii nya bersifat
meruncing atau acuminatus yaitu pada ujung yang runcing, tetapi
titik pertemuan kedua daunnya jauh lebih tinggi dari dugaan.
Pangkal daun atau basis follinya tidak ada karena karena pertemuan
tepi daun pada pangkal terjadi pada sisi yang sama terhadap batang
sesuai dengan letak daun pada batang. Sedangkan pada permukaan
daunnya bersifat licin atau laevis karena pada saat disentuh oleh
tangan terasa licin.
B. Saccahrum officinarum L (tebu)
Saccharum officinarum yang biaasanya disebut tebu adalah
satu tumbuhan yang berdaun tidak lengkap atau folium incompletus
karena hanya memiliki lamina atau helaian daun dan vagina atau
pelepah daun. Tanaman ini memiliki sifat daun yaitu bangun daun
atau circumscriptio bentuknya menyerupai sebuah pita atau ligulatus
karena serupa daun bangun garis tetapi lebih panjang lagi. Daging
daun atau interveniumnya bersifat seperti kertas ataau papyraceus
karena tipis tetapi cukup tegar. Susunan tulang – tulang atau
nervationya bersifat rectinervis atau sejajar, karena mempunyai satu
tulang di tengah yang besar , membujur daun, sedang tulang tulang
lainnya lainnya jelas lebih kecil dan nampaknya semua mempunyai
arah yang sejajar dengan ibu tulangnya tadi sedangkan Margo folli
atau tepi daunnya bersifat integer atau rata karena garis tepinya rata
dengan sempurna. Apex folli atau daunnya berbentuk acutus atau
runcing yaitu jika kedua tepi daun dikanan kiri ibu tulang sedikit
demi sedikit menuju keatas dan pertemuannya pada puncak daun
membentuk suatu sudut lancip (lebih kecil dari 90 0). Pangkal daun
atau basis follinya bersifat obtusus (tumpul) karena kedua tepi daun
dikanan kiri pangkal membulat dan bertemu dengan membentuk
sudut 90o kedalam bagian daun Sedangkan pada permukaan daunnya
adalah laevis hispidus atau berbulu kasar yaitu terasa kaku dan kasar
bila disentuh.
C. Acasia aurantifolia (akasia)
Daun Acasia aurantifolia ini tidak lengkap karena hanya
memiki tangkai saja. Tangkai yang menyerupai helaian daun
hanyalah suatu helaian daun semu atau palsu (filodia). Karena daun
tersebut merupakan tangkai Acasia aurantifolia yang berpipih.
D. Musa paradisiaca (pisang)
Musa Paradiasiaca atau yang biasanya kita sebut dengan
pisang adalah satu tumbuhan yang berdaun lengkap atau atau folium
completus karena memiliki pelepah daun (vagina), tangkai daun
(petioulus) dan helaian daun (lamina). Tanaman ini pula memiliki
sifat daun yaitu bangun daunya atau circumscriptio berbentuk seperti
lanceolatus (lanset) yaitu jika perbandingan panjang : lebar = 3 – 5 :
1. Daging daun atau intervenium nya bersifat seperti kertas atau
papyraceus karena tipis tetapi cukup tegar. Susunan tulang-tulang
atau nervatio nya berbentuk bertulang menyirip atau penninervis
karena daun ini mempunyai satu ibu tulang yang berjalan dari
pangkal keujung, dan merupakan terusan tangkai daun, dari ibu
tulang ini kesamping keluar tulang tulang cabang sehinnga
susunannya mengingatkan kita kepada susunan sirip pada ikan. Tepi
daun atau margo folii nya berbentuk rata atau integer karena garis
tepinya rata dengan sempurna. Ujung daun atau apex folii nya
berbentuk runcing atau acutus yaitu jika kedua tepi daun di kanan
kiri ibu tulang sedikit demi sedikit menuju ke atas dan pertemuanya
pada puncak daun membentuk suatu sudut lancip. Pangkal daun atau
basis folii nya berbentuk runcing pula atau acutus karena kedua
sisinya membengkok cembung ke pangkal. Sedangkan pada
permukaan daunnya berbentuk licin dan berselaput lilin atau laevis
pruinosus karena pada saat disentuh terasa licin dan mempunyai
tekstur seperti lilin.
E. Calotropis gigantean(Biduri)
Calotropis gigantea atau yang biasanya kita sebut dengan
biduri atau roviga adalah salah satu tumbuhan yang berdaun tidak
lengkap atau folium incompletus karena hanya memiliki helaian
daun (lamina) dan tangkai daun (petiolus). Tanaman ini memiliki
sifat daun yaitu bangun daun atau circumscriptio nya berbentuk
seperti jorong atau ovalis yaitu jika perbandingan panjang : lebar = 1
½ - 2 : 1. Daging daun atau intervenium nya bersifat tipis lunak atau
herbaceus karena daunnya bersifat tipis, barwarna hijau dan tersusun
dari sel sel sebagai jaringan dari selaput daun. Susunan tulang-tulang
atau nervatio nya berbentuk bertulang menyirip atau penninervis
karena daun ini mempunyai satu ibu tulang yang berjalan dari
pangkal keujung, dan merupakan terusan tangkai daun, dari ibu
tulang ini kesamping keluar tulang tulang cabang sehinnga
susunannya mengingatkan kita kepada susunan sirip pada ikan. Tepi
daun atau margo folii nya berbentuk rata atau integer karena garis
tepinya rata dengan sempurna. Ujung daun atau apex folii nya
berbentuk runcing atau acutus yaitu jika kedua tepi daun di kanan
kiri ibu tulang sedikit demi sedikit menuju ke atas dan pertemuanya
pada puncak daun membentuk suatu sudut lancip. Pangkal daun atau
basis folii nya berbentuk berlekuk atau emarginatus karena kedua
tepi daun bertemu dan berdekatan satu sama lain dan terlihat
melekuk. Sedangkan pada permukaan daunnya berbentuk berbulu
halus dan rapat atau villosus karena berbulu sedemikian rupa
sehingga jika diraba terasa seperti laken atau beludru.
F. Zea mays (Jagung)
Zea mays atau lebih dikenal jagung merupakan daun tidak
lengkap atau folium incompletus karena hanya memiliki lamina atau
helaian daun dan petiolus atau tangkai daun. Bentuk daun atau
circumscriptio adalah ligulatus atau bangun pita dimana serupa daun
bangun garis tetapi lebih panjang lagi. Intervenium atau daging
daunnya bersifat perkamenteus atau seperti perkamen karena tipis
tetapi cukup kaku. Pertulangan daun atau nervationya bersifat
rectinervis atau sejajar, karena mempunyai satu tulang di tengah
yang besar , membujur daun, sedang tulang tulang lainnya lainnya
jelas lebih kecil dan nampaknya semua mempunyai arah yang sejajar
dengan ibu tulangnya tadi. Margo atau tepi daunnya bersifat integer
atau rata karena kedua tepi daunnya rata dengan sempurna. apex folli
atau ujung daun bersifat acutus atau runcing karena kedua tepi daun
dikanan kiri ibu tulang sedikit demi sedikit menuju keatas dan
pertemuannya pada puncak daun membentuk suatu sudut lancip
( lebih kecil dari 900). Basis follinya atau pangkalnya bersifat
obtusus atau tumpul karena tepi daun yang semula jauh dari tulang,
cepat menuju ke suatu titik pertemuan, hingga terbentuk sudut yang
tumpul (lebih besar dari 90oC). Permukaan daun ini bersifat villosus
atau berbulu halus dan rapat karena berbulu sedemikian rupa dan
diraba terasa seperti laken atau beludru.
G. Plumeria acuminate (Kamboja)
Plumeria acuminate atau kamboja putih hanya memiliki
tangkai daun (petiolus) dan helaian daun (lamina) saja sehingga
termasuk daun yang tidak lengkap (folium incompletus). Bagian
yang terlebar pada daun terdapat di atas tengah-tengah helaian daun.
Mempunyai bentuk bangun daun (circumscriptio) yang sudip
(spathulatus) dimana bentuknya seperti bangun bulat telur terbalik,
tetapi bagian bawahnya memanjang. Daging daun (intervenium)
bersifat menyerupai perkamen (perkamenteus) yaitu tipis tetapi
cukup kaku, Susunan tulang-tulang daun (nervatio) yaitu menyirip
(penninervis) karena daun ini mempunyai satu ibu tulang yang
berjalan dari pangkal keujung, dan merupakan terusan tangkai daun,
dari ibu tulang ini kesamping keluar tulang tulang cabang sehingga
susunannya mengingatkan kita kepada susunan sirip pada ikan.
Memiliki tepi daun (margo folii) yang rata (integer) karena kedua
tepi daunnya telah rata dengan sempurna. Ujung daun (apex folii)
yang tumpul (obtusus) karena tepi daun yang semula jauh dari
tulang, cepat menuju ke suatu titik pertemuan, hingga terbentuk
sudut yang tumpul (lebih besar dari 90 oC). Memiliki pangkal daun
(basis folii) yang runcing (acutus) karena di mana titik pertemuan
kedua daunnya jauh lebih rendah dari pada pangkal daun yang
runcing sehingga pangkal daun terlihat sempit dan panjang. Serta
permukaan daunnya adalah gundul (glaber) karena daun ini tidak
memiliki rambut.
H. Euphorbia hirta ( patikan kebo)
Euphorbia hirta atau patikan kebo merupakan tumbuhan yang
berdaun tidak lengkap (folium incompletus) karena hanya memiliki
tangkai daun (petiolus) dan helaian daun (lamina). Bagian yang
terlebar pada daun berada di tengah-tengah helaian daun. Bentuk
bangun daun (circumscriptio) seperti jorong (ovalis) dengan
perbandingan panjang : lebar = 1 ½ - 2 : 1. Daging daun
(intervenium) yaitu tipis lunak atau herbaceus karena daunnya
bersifat tipis, barwarna hijau dan tersusun dari sel sel sebagai
jaringan dari selaput daun. Susunan tulang-tulang daun (nervatio)
yaitu menyirip (penninervis) dimana daun ini mempunyai satu ibu
tulang yang terdapat dari pangkal ke ujung dan merupakan terusan
tangkai daun. Dari ibu tulang ini ke samping keluar tulang-tulang
cabang, sehingga susunannya mengingatkan kita kepada susunan
sirip-sirip pada ikan, oleh sebab itu dinamakan bertulang menyirip.
Memiliki tepi daun (margo folii) yang bergerigi ganda (biserratus)
karena memiliki angulus yang cukup besar. Ujung daun (apex folii)
bersifat runcing (acuminatus) yaitu di mana titik pertemuan kedua
daunnya jauh lebih tinggi dari pada ujung daun yang runcing
sehingga ujung daun terlihat sempit dan panjang. Memiliki pangkal
daun (basis folii) yang runcing (acutus) karena di mana titik
pertemuan kedua daunnya jauh lebih rendah dari pada pangkal daun
yang runcing sehingga pangkal daun terlihat sempit dan panjang.
Sedangkan bila diraba pada permukaan daunnya berbulu kasar
(hispidus) karena rambutnya terasa kaku dan diraba tersa kasar.
I. Gnetum genemon (melinjo)
Gnetum gnemon atau melinjo adalah tumbuhan yang berdaun
tidak lengkap atau folium incompletus karena hanya memiliki
lamina atau helaian dau dan petiolus atau tangkai daun. Bagian
terlebar pada daun berada di tengah- tengah helaian daun.
Circumscriptio ataau bagun daunnya seperti jorong dengan
perbandingan panjang : lebar = 1 ½ - 2 : 1. Nervatio atau susunan
tulang daunnya yaittu penninervis atau menyirip dimana daun ini
mempunyai satu ibu tulang yang berjalan dari pangkal keujung dan
merupakan terusan tangkai daun, dari ibu tulang ini kesamping
keluar tulang tulang cabang , sehingga susunannya mengingatkan
kita kepada susunan sirip sirip pada ikan, oleh sebab itu dinamakan
bertulang menyirip. Intervenium atau daging daunnya bersifat
papyraceus atau sepert kertas simana daunnya tipis tapi cukup tegar.
Daun ini memiliki margo atau tepi daunnya bersifat integer atau rata.
Apex folli atau ujung daunnya bersifat acuminatus atau meruncing
dimana terdapat ujung yang runcing tetapi titik pertemuan kedua tepi
daunnya jauh lebih tinggi dari dugaan hingga ujung daun nampak
sempit panjang dan runcing. Basis folli atau pangkal daunnya
bersifat runcing atau acutus. Permukaan daun pada Gnetum gnemon
bersifat laevis nitidus atau licin mengkilat dimana terasa licin bila
disentuh dan terlihat mengkilap. Susunan tulang-tulang daun atau
nervationya yaitu menyirip (penninervis) dimana daun ini
mempunyai satu ibu tulang yang terdapat dari pangkal ke ujung dan
merupakan terusan tangkai daun. Dari ibu tulang ini ke samping
keluar tulang-tulang cabang, sehingga susunannya mengingatkan
kita kepada susunan sirip-sirip pada ikan, oleh sebab itu dinamakan
bertulang menyirip.
J. Anacardium occidentale (jambu monyet)
Anacardium occidentale atau jambu mede adalah tumbuhan
yang berdaun tidak lengkap (folium incompletus) karena hanya
memiliki tangkai daun (petiolus) dan helaian daun (lamina). Bagian
yang terlebar pada daun berada di tengah-tengah helaian daun.
Bentuk bangun daun (circumscriptio) seperti jorong (ovalis) dengan
perbandingan panjang : lebar = 1 ½ - 2 : 1. Daging daun
interveniumnya bersifat coriaceus atau kulit/belulang karena helaian
daun kaku dan tebal. Susunan tulang-tulang daun (nervatio) yaitu
menyirip (penninervis) dimana daun ini mempunyai satu ibu tulang
yang berjalan dari pangkal ke ujung dan merupakan terusan tangkai
daun. Dari ibu tulang ini ke samping keluar tulang-tulang cabang,
sehingga susunannya mengingatkan kita kepada susunan sirip-sirip
pada ikan, oleh sebab itu dinamakan bertulang menyirip. Memiliki
tepi daun (margo folii) yang rata (integer) karena pada tepi daun
telah rata dengan sempurna. Ujung daun (apex folii) yang tumpul
(obtusus) karena tepi daun yang semula jauh dari tulang, cepat
menuju ke suatu titik pertemuan, hingga terbentuk sudut yang
tumpul (lebih besar dari 900C). Memiliki pangkal daun (basis folli)
yang runcing (acutus) karena kedua sisinya membengkok cembung
ke pangkal dengan sudut 900 C. Serta bila diraba permukaan daunnya
licin mengkilat ( laevis nitidus) karena diraba terasa licin dan
kelihatan mengkilat.
K. Piper betle (sirih)
Piper bettle yang biasanya disebut sirih adalah salah satu
tumbuhan yang berdaun tidak lengkap (folium incompletus) karena
pada daun ini hanya memiliki tangkai daun (petioulus) dan helaian
daun (lamina). Bagian yang terlebar pada daun terletak di bawah
tengah-tengah helaian daun, pangkal daunnya tidak bertoreh dan
memiliki bangun daun (circumscriptio) yang menyerupai bulat telur
(ovatus) karena bentuknya bulat lonjong menyerupai telur. Daging
daun (intervenium) bersifat tipis lunak (herbaceus) karena daunnya
bersifat tipis, barwarna hijau dan tersusun dari sel sel sebagai
jaringan dari selaput daun. Susunan tulang-tulang daun (nervatio)
yaitu melengkung (cervinervis) karena daun ini mempunyai
beberapa tulang yang besar, satu di tengah yaitu paling besar
sedangkan lainnya mengikuti jalannnya tepi daun, Jadi semula
memencar kemudian kembali menuju ke satu arah yaitu ke ujung
daun, sehingga selain tulang yang di tengah semua tulang-tulangnya
kelihatan melengkung. Memiliki tepi daun (margo folii) yang rata
(integer) karena semua tepi daunnya rata dengan sempurna. Ujung
daun (apex folii) bersifat meruncing (acuminatus) yaitu di mana titik
pertemuan kedua daunnya jauh lebih tinggi dari pada ujung daun
yang runcing sehingga ujung daun terlihat sempit dan panjang.
Memiliki pangkal daun (basis folii) yang berlekuk (emarginatus)
karena daunnya terlihat melekuk seperti pada daun bangun jantung,
daun ginjal, dan daun anak panah. Sedangkan pada permukaan
daunnya bersifat licin mengkilat (laevisnitidus karena terasa licin
bila disentuh dan kelihatan mengkilat.
L. Jatropha gossyfifolia (jarak merah)
Jatropha gossyfifolia atau jarak merah juga hanya memiliki
tangkai (petiolus) dan helaian daun (lamina) sehingga termasuk daun
yang tidak lengkap (folium incompletus). Bagian yang terlebar pada
daun berada di tengah-tengah helaian daun. Memiliki bentuk bangun
daun (circumscriptio) yang menyerupai bangun perisai (peltatus)
dimana tangkai daun tidak tertanam pada pangkal daun, melainkan
pada bagian tengah helaian daun. Memiliki susunan tulang-tulang
daun (nervatio) yang menjari (palminervis) dimana dari ujung
tangkai daun keluar beberapa tulang yang memencar,
memperlihatkan susunan seperti jari-jari pada tangan. Jumlah tulang
ini lazimnya ganjil, yang di tengah yang paling besar dan paling
panjang, sedangkan ke samping semakin pendek.
Memiliki tepi daun (margo folii) yang berombak (repandus) karena
sinus dan angulus sama-sama tumpul. Ujung daun (apex folii)
bersifat meruncing (acuminatus) yaitu di mana titik pertemuan kedua
daunnya jauh lebih tinggi dari pada ujung daun yang runcing
sehingga ujung daun terlihat sempit dan panjang. Tidak memiliki
pangkal daun (basis folii) karena tangkai daun tertanam pada bagian
tengah helaian daun. Serta bila diraba permukaan daunnya terasa
tipis seperti selaput (membranaceus) karena daunnya tipis, agak
tembus pandang seperti membran.
M. Ipomoea pes-caprae (tapak kuda)
Ipomea pes-caprae atau yang biasanya kita sebut tapak kuda
adalah satu tumbuhan yang berdaun tidak lengkap atau folium
incompletus karena hanya memiliki tangkai daun (petiolus) dan
helaian daun (lamina). Tanaman ini memiliki sifat daun yaitu bangun
daun atau circumscriptio nya berbentuk seperti bulat atau orbicularis
yaitu jika panjang : lebar = 1 : 1. Daging daun atau intervenium nya
bersifat tipis lunak atau herbaceus karena daunnya bersifat tipis,
barwarna hijau dan tersusun dari sel sel sebagai jaringan dari selaput
daun . Susunan tulang-tulang atau nervatio nya berbentuk tulang
melengkung atau cervinervis karena daun ini mempunyai beberapa
tulang yang besar, sedang lainnya mengikuti jalannya tepi daun. Jadi
semula memencar kemudian kembali menuju ke satu arah yaitu
keujung daun, hingga selain tulang yang ditengah semua tulang
tulangnya kelihatan melengkung. Tepi daun atau margo folii nya
berbentuk rata atau integer karena kedua tepi daun rata dengan
sempurna. Ujung daun atau apex folii nya bersifat meruncing atau
acuminatus yaitu pada ujung yang runcing, tetapi titik pertemuan
kedua daunnya jauh lebih tinggi dari dugaan. Pangkal daun atau
basis folii nya berbentuk tumpul atau obtusus karena kedua tepi daun
dikanan kiri pangkal membulat dan bertemu dengan membentuk
sudut 90o kedalam bagian daun. Sedangkan pada permukaan daunnya
bersifat licin/laevis karena daun karena daun terasa licin.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari hasil pengamatan yang dilakukan adalah
sebagai berikut :
A. Daun lengkap adalah daun yang memiliki 3 bagian yaitu upih daun
atau pelepah daun (vagina), tangkai daun (petiolus), helaian daun
(lamina). Contohnya adalah Caladium bicolor dan Musa paradisiaca.
B. Daun tidak lengkap adalah daun yang kehilangan satu atau dua bagian
dari tiga bagian daun yang dimiliki daun lengkap. Contohnya adalah
Saccharum officinarum, Acacia aurantifolia, Calotropis gigantea, Zea
mays, Plumeria acuminate, Euphorbia hirta, Gnetum gnemon,
Anacardium occidentale, Piper bettle, Jathropha gossyfifolia, Ipomoea
pes-caprae
5.2 Saran
Sebaiknya praktikan diberikan waktu yang cukup untuk mengamati
dan menggambar daun sehingga hasil yang didapat lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Annonymous,2013. http://noberanagbio.blogspot.com/2011/11/daun.html.
Diakses pada tanggal 22 Maret 2013.