Anda di halaman 1dari 40

Laporan Praktikum

Ilmu Gulma dan Pengelolaannya

GULMA DARAT DAN GULMA AIR

NAMA : RAHMAT NUR

NIM : G111 15 501

KELAS : A

KELOMPOK : 8

ASISTEN : NICKANOR DHARMA PUTRA


PANGGULA

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada umumnya dipandang dari manfaat yang didapat, tumbuhan dibagi

menjadi dua yaitu, tanaman yaitu tumbuhan yang menguntungkan dan

dibudidayakan dan tumbuhan yang merugikan. Tumbuhan yang menguntungkan

yaitu tumbuhan yang dibudidayakan oleh manusia atau sengaja untuk ditanam

karena mempunyai nilai ekonomis yang menjanjikan. Sedangkan tumbuhan yang

merugikan atau tumbuhan yang tidak dikehendaki dalam dunia pertanian disebut

gulma (weed).

Gulma merupakan tumbuhan yang tidak dikehendaki keberadaannya pada

lahan budidaya pertanian dan dapat berkompetisi dengan tanaman budidaya

sehingga berpotensi untuk menurunkan hasil tanaman budidaya tersebut.

Tanaman budidaya yang tumbuh secara liar di lahan produksi yang diperuntukkan

untuk jenis tanaman lainnya juga digolongkan sebagai gulma.

Berdasarkan habitat tumbuhnya, dikenal gulma darat, dan gulma air. Gulma

darat merupakan gulma yang hidup didarat, dapat merupakan gulma yang hidup

setahun, dua tahun, atau tahunan (tidak terbatas). Penyebaranya dapat melalui biji

atau dengan cara vegetatif. Contoh gulma darat diantaranya Agerathum

conyzoides, Digitaria spp, Imperata cylindrical, Amaranthus spinosus. Gulma air

merupakan gulam yang hidupnya berada di air. Jenis gulma air dibedakan menjadi

tiga, yaitu gulma air yang hidupnya terapung dipermukaan air (Eichhorina
crassipes, Silvinia spp), gulma air yang tenggelam di dalam air (Ceratophylium

demersum), dan gulma air yang timbul ke permukaan tumbuh dari dasar

(Nymphae sp, Sagitaria spp).

Berdasarkan uraian di atas perlu dilakukan praktikum mengenai gulma darat

dan gulma air untuk mengidentifikasi dan mengetahui spesies-spesies gulma darat

dan gulma air.

1.2 Tujuan dan Kegunaan

Tujuan dari praktikum mengenai gulma darat dan gulma air adalah untuk

mempelajari spesies-spesies gulma darat dan gulma air serta dapat

mengklasifikasikannya.

Adapun kegunaan dari praktikum yaitu agar kita dapat mengetahui populasi

gulma darat dan gulma air serta sebagai bahan informasi bagi mahasiswa

mengenai klasifikasi gulma darat dan gulma air.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Rumput Gajah (Pennisetum purpureum)

Gambar 1. Rumput Gajah (Pennisetum purpureum)

Klasifikasi rumput gajah adalah sebagai berikut :

Phylum : Spermatophyta

Sub phylum : Angiospermae

Classis : Monocotyledoneae

Ordo : Glumiflora

Familia : Graminae

Sub familia : Panicodeae

Genus : Pennisetum
: Pennisetum

Spesies purpureum
Rumput ini secara umum merupakan termasuk rumput perennial yang

berdiri tegak, berakar dalam, dan tinggi dengan rimpang yang pendek. Tinggi

batang dapat mencapai 2-3 m, dengan diameter batang dapat mencapai lebih dari
3 cm dan terdiri sampai 20 ruas/buku. Tumbuh berbentuk rumpun dengan lebar

rumpun hingga 1 meter. Pelepah daun gundul hingga berbulu pendek, helai daun

bergaris dengan dasar yang lebar, dan ujungnya runcing. Rumput gajah mampu

menghasilkan biomassa yang tinggi dan kualitas nutrisi yang tinggi. Keunggulan

adalah kandungan protein 10-15% tergantung umur panen, tanaman tahunan yang

tinggi produksi, dan tanaman tropis yang cocok untuk grazing dan cut and carry.

2.2 Eceng Gondok (Eichornia crassipes)

Gambar 2. Eceng Gondok (Eichornia crassipes)

Nama umum Indonesia adalah Eceng gondok, kelipuk, kembang bopong,

weweyan. Untuk Klasifikasi eceng gondok adalah sebagai berikut.

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)


Subkingdom :Tracheobionta (Tumbuhan

berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Liliopsida (berkeping satu /

monokotil)
Sub Kelas : Alismatidae
Ordo : Alismatales
Famili : Butomaceae
Genus : Eichornia
Spesies : Eichornia crassipes (Mart.) Solms
Eceng gondok hidup di daerah tropis maupun subtropis dengan hidup

mengapung di air dan kadang-kadang berakar dalam tanah. Tingginya sekitar 0,4 -

0,8 meter, tidak mempunyai batang, daunnya tunggal dan berbentuk oval. Ujung

dan pangkalnya meruncing, pangkal tangkai daun menggelembung. Permukaan

daunnya licin dan berwarna hijau. Bunganya termasuk bunga majemuk, berbentuk

bulir, kelopaknya berbentuk tabung. Bijinya berbentuk bulat dan berwarna hitam.

Buahnya kotak beruang tiga dan berwarna hijau. Akarnya merupakan akar serabut

Bunga eceng gondok berwarna ungu muda (lila) dan banyak dimanfaatkan

sebagai bunga potong. Keunggulan lain dari eceng gondok adalah dapat menyerap

senyawa nitrogen dan fosfor dari air yang tercemar, berpotensi untuk digunakan

sebagai komponen utama pembersih air limbah dari berbagai industri dan rumah

tangga.

2.3 Kangkung Air (Ipomoea aquatica)

Gambar 3. Kangkung Air (Ipomoea aquatica)


Klasifikasi dari Kangkung Air (Ipomoea aquatica) dalam sistem

klasifikasi adalah:

Divisi : Magnoliophyta

Subdivisi : Spermatophyta

Kelas : Magnoliopsida

Anak kelas : Asteridae

Bangsa : Solanales

Suku : Convolvulaceae

Marga : Ipomoea

Jenis : Ipomoea aquatica Forssk.


Kangkung air merupakan tanaman yang dapat tumbuh lebih dari satu tahun

yang memiliki sistem perakaran tunggang dan cabang-cabangnya akar menyebar

kesemua arah, dapat menembus tanah sampai kedalaman 60 hingga 100 cm, dan

melebar secara mendatar pada radius 150 cm atau lebih. Batang kangkung bulat

dan berlubang, berbuku-buku. Memiliki percabangan banyak dan setelah tumbuh

lama batangnya akan merayap (menjalar). Warna batangnya lebih hijau pekat

daripada warna daun. Bentuk daun umumnya runcing ataupun tumpul, permukaan

daun sebelah atas berwarna hijau tua, dan permukaan daun bagian bawah

berwarna hijau muda. Bunganya menyerupai terompet dan daun mahkota bunga

berwarna putih atau merah lembayung. Buah kangkung berukuran kecil sekitar 10

mm, dan umur buah kangkung tidak lama. Bentuk biji kangkung bersegi-segi atau

tegak bulat. Berwarna cokelat atau kehitam-hitaman, dan termasuk biji berkeping

dua. Kangkung air atau Ipomoea aquatic memiliki kandungan vitamin A pada

sangat tinggi, mencapai 6.300 IU. Bersifat antioksidan sehingga dapat menangkal
radikal bebas penyebab kanker dan penuaan dini. Selain itu, kangkung juga tinggi

kadar seratnya dan mengandung fosfor, zat besi, hentriakontan, dan sitosterol.

Berkat kandungan yang dimiliki, kangkung berpotensi juga sebagai antiracun,

antiradang, penenang (sedatif) dan diuretik.

2.4 Rumput Malela (Brachiaria mutica)

Gambar 4. Rumput Malela (Brachiaria mutica)

Klasifikasi rumput malela adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Kelas : Monocotyledoneae

Ordo : Gramineae

Family : Graminales

Genus : Brachiaria

Species : Brachiaria mutica

Rumput Malela (Brachiaria mutica) tergolong kedalam kelompok tanaman

dengan daur hidup Perinnial atau bersifat tahunan. Gulma ini dapat hidup lebih
dari dua tahun atau lama berkelanjutan bila kondisi memungkinkan. Rumput

malela atau Brachiaria mutica memiliki sistem perakaran serabut, keluar dari

pangkal batang, jumlahnya banyak dan hampir sama besar, serta memiliki banyak

rambut-rambut halus. Batang bagian terbawah tumbuh menjalar dengan panjang

100-400 cm, bagian teratas tumbuh tegak. Buku-buku batang ditumbuhi rambut

halus yang panjang, batang berwarna hijau pucat. Helai daun tegar, berbentuk

garis atau garis-lanset, permukaan daun berambut jarang. Warna helai daun hijau

muda dan tepinya merah ungu. Ukuran panjangnya 10-30 cm, dan lebarnya 5-

25cm . Rumput Malela (Brachiaria mutica) dapat dijadikan sebagai bagai pakan

ternak ruminansia. Ruminansia mempunyai kemampuan yang unik yakni mampu

mengkonversi pakan dengan nilai gizi rendah menjadi pangan berkualitas tinggi.

Proses konversi ini disebabkan oleh adanya proses Microbial fermentation atau

fermentasi microbial yang terjadi dalam rumen.

BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat

Praktikum gulma darat dilaksanakan pada hari Jumat tanggal 6 Oktober

2017 pukul 16.00 WITA sampai selesai, di Teaching Farm Fakultas Pertanian,

Universitas Hasanuddin, Makassar.

Praktikum gulma air dilaksanakan pada hari jumat tanggal 20 Oktober

2017 pukul 16.00 WITA sampai selesai, di Danau Universitas Hasanuddin,

Makassar.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu berupa alat tulis, print out

contoh gambar gulma, dan kamera.

Bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu berupa tumbuhan gulma

darat dan gulma air.

3.3 Prosedur Kerja


3.3.1 Gulma Darat

Adapun prosedur kerja dalam proses pengamatan gulma darat adalah

sebagai berikut :

1. Melihat dan mengamati jenis-jenis gulma yang berada pada plot.

2. Memilih gulma yang ingin diamati.

3. Mencocokkan gulma yang dipilih dengan print out gambar gulma untuk

mengetahui nama dari gulma tersebut.

4. Mencatat jenis-jenis gulma yang telah diamati.

5. Memotret gulma yang telah diamati.

3.3.2 Gulma Air


Adapun prosedur kerja dalam proses pengamatan gulma darat adalah

sebagai berikut :

1. Melihat dan mengamati jenis-jenis gulma yang berada didalam atau di tepi

danau.

2. Memilih tiga jenis gulma yang ingin diamati.

3. Mencocokkan gulma yang dipilih dengan print out gambar gulma untuk

mengetahui nama dari gulma tersebut.

4. Mencatat jenis-jenis gulma yang telah diamati.

5. Memotret gulma yang telah diamati.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
4.1.1 Rumput Gajah (Pennisetum purpureum)

Gambar 1. Rumput Gajah (Pennisetum purpureum)

a. Klasifikasi

Klasifikasi rumput gajah menurut Reksohadiprodjo (1985) dalam

Ramadani (2015) adalah sebagai berikut :

Phylum : Spermatophyta

Sub phylum : Angiospermae

Classis : Monocotyledoneae

Ordo : Glumiflora

Familia : Graminae

Sub familia : Panicodeae

Genus : Pennisetum
: Pennisetum

Spesies purpureum
b. Morfologi

Morfologi rumput gajah menurut Nei (1979) dalam Thalib (2016) adalah

sebagai berikut :

Akar : Tumbuh merumpun dengan perakaran serabut yang kompak,

dan terus menghasilkan anakan apabila dipangkas secara

teratur. Morfologi rumput gajah yang rimbun, dapat mencapai

tinggi lebih dari 1 meter sehingga dapat berperan sebagai

penangkal angin (wind break) terhadap tanaman utama

Batang : Tinggi batang dapat mencapai 2-3 m, dengan diameter batang

dapat mencapai lebih dari 3 cm dan terdiri sampai 20

ruas/buku. Tumbuh berbentuk rumpun dengan lebar rumpun

hingga 1 meter.

Daun : Pelepah daun gundul hingga berbulu pendek, helai daun

bergaris dengan dasar yang lebar, dan ujungnya runcing

c. Daur Hidup

Rumput gajah termasuk rumput perennial, terkenal di seluruh daerah

tropik basah karena mempunyai kemampuan berproduksi tinggi dan digunakan

sebagai hijauan untuk ternak. Beberapa kultivar telah dikembangkan di Indonesia

antara lain kultivar Taiwan, King dan Mott. Meskipun antara kultivar terkait erat,

tetapi antara kultivar masih terdapat perbedaan perkembangan morfologi,

karakteristik
pertumbuhan dan respon terhadap praktek budidaya yang berbeda sehingga

menyebabkan perbedaan waktu panen, produksi dan kualitas kondisi lingkungan

dan teknik budidaya yang sama (Woodard, dkk, 1991 dalam Budiman, 2014).

d. Nilai Ekonomis

Rumput gajah mampu menghasilkan biomassa yang tinggi dan kualitas

nutrisi yang tinggi. Keunggulan adalah kandungan protein 10-15% tergantung

umur panen, tanaman tahunan yang tinggi produksi, dan tanaman rumput tropis

yang cocok untuk grazing dan cut and carry. Salah satu jenis hijauan pakan yang

unggul dan dikenal oleh masyarakat adalah rumput gajah. Untuk meningkatkan

produksi dan nilai gizi hijauan pakan dilakukan integrasi rumput dan legum.

Produktivitas hijauan pakan ternak dicirikan oleh produksi bahan kering, nilai

nutrisi yaitu berdasarkan analisis kadar protein kasar (Suarna, dkk, 2003 dalam

Muhajir, 2016).

4.1.2 Putri Malu (Mimosa pudica)

Gambar 2. Putri Malu (Mimosa pudica)

a. Klasifikasi
Klasifikasi tanaman putri malu (M. pudica Linn) menurut Jenova, R. (2013),

yaitu sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Fabales

Famili : Fabaceae

Genus : Mimosa

Spesies : M. pudica Linn.

b. Morfologi

Morfologi dari tumbuhan putri malu (Mimosa pudica), menurut Arif (2013),

yaitu sebagai berikut;

Batang : Batangnya berbentuk bulat, berbulu, dan berduri. Bulu-bulu

halus yang melekat di sepanjang batang berwarna putih dengan

panjang sekitar 2 mm. Batang muda berwarna hijau dan batang

tua berwarna merah.

Daun : Daun putri malu berupa daun majemuk yang menyirip ganda

dua sempurna. Jumlah anak daun sirip berkisar 5 – 26 pasanga,

helaian dain anak berbentuk memanjang sampai lanset, ujung

meruncing, pangkal memundar, bagian tepi merata. Jika di

raba bagian permukaan atas dan bawah halus dan terasa licin,

panjang daun 6 – 16 mm, lebar 1-3 mm. Daun berwarna hijau,

tetapi pada bagian tepi daun berwarna keungguan. Bila daun


disentuh akan menutup dengan cepat dan akan normal kembali

setelah beberapa menit.

Bunga : Bunganya berbentuk bulat seperti bola. Warnanya merah

muda dan bertangkai. Bunganya berambut dan polennya

berada di ujung rambut. Putik berwarna kuning. Tangkai

bunga berbulu halus. Pada saat matahari tenggelam, bunga

akan menutup seakan telah layu, tapi jika matahari terbit

keesokan paginya, bunga itu akan kembali mekar.

Akar : Tumbuhan Putri Malu memiliki akar tunggang berwarna

putih kekuningan. Diameter akar tidak lebih dari 5 mm.

Jika dibaui, akar mimosa memiliki bau menyerupai buah

jengkol.

c. Daur Hidup

Putri malu (Mimosa pudica) memiliki daur hidup biennial karena tumbuh

pada dua musim. Dimana tumbuhan gulma yang mempunyai daur hidup

mulai dari tumbuh, anakan, dewasa dan berkembang biak selama dua musim

tetapi kurang dari dua tahun (Arif, 2013).

d. Nilai Ekonomis

Putri malu dapat dipakai untuk mengobati berbagai penyakit, seperti

peradangan saluran pernapasan (bronchitis) dan cacingan (Askariasis).

Kemampuan tumbuhan putri malu dalam membunuh cacing Ascaris suum L.

disebabkan karena terdapat kandungan mimosin dalam tanaman itu sendiri.

Mimosin merupakan asam amino yang bersifat toksik yang akan menghambat
absorbsi asam amino lain yang dilakukan oleh mikrofili tagumen cacing

sehingga akan terjadi defisiensi nitrogen pada cacing dan akhirnya pada proses

sintesis proteinnya akan terganggu (Ratnawati dkk, 2013).

4.1.3 Rumput Lulangan (Eleusine indica)

Gambar 3. Rumput Belulang (Eleusine indica)

a. Klasifikasi

Klasifikasi rumput lulangan (Eleusine indica L) menurut Hambali, dkk,

(2015) yaitu sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Kelas : Monocotyledoneae

Ordo : Poales

Famili : Poaceae

Genus : Eleusine

Spesies : Eleusine indica Linn


b. Morfologi

Morfologi rumput lulangan (Eleusine indica L) menurut Pertiwi, dkk,

(2013) yaitu sebagai berikut:

Batang : Batang Rumput Belulang membentuk rumpun yang kokoh

dengan perakaran yang lebat. Tumbuh tegak atau ada kalanya

merambat. Membentuk cabang. Sering membentuk akar pada

buku terbawah. Tingginya 12-85 cm.

Daun : Daun Rumput Belulang memiliki helai daun panjang.

Berbentuk garis. Bagian pangkal tidak menyempit. Ujungnya

runcing atau tegak tumpul. Pada pangkalnya selalu terdapat

beberapa rambut panjang.

Bunga : Bunga Rumput Belulang tegak atau condong ke samping.

Dengan dua sampai tujuh bulir yang tumbuh menjari (digitatus)

pada ujung batang. Bulir lainnya (nol sampai tujuh) tumbuh di

bawah atau tersebar atau rapat satu sama lain. Sumbu bulir lurus

dan rata-rata 2,5-15 cm panjangnya dan muncul di ujung

batang.

Akar : Memiliki sistem perakaran serabut. Akar rumput membentuk

tali halus. Akar serabut yang kecil-kecil memiliki percabangan

yang sangat banyak, selain itu juga memiliki bulu-bulu yang

halus.

c. Daur Hidup
Rumput belulang mudah ditemui di dataran tinggi bahkan disebuah artikel

menyebutkan rumput belulang atau jukut jampang dapat hidup dalam ketinggian

2000 mdpl, namun rumput belulang juga mampu hidup didataran sedang ataupun

di dataran rendah (Uluputty, 2014).

d. Nilai Ekonomis

Eleusine indica, meskipun dianggap sebagai gulma namun tumbuhan ini

berpotensi sebagai tanaman obat tradisional. Seluruh tubuh tumbuhan ini

mengandung senyawa saponin, tanin, polifenol, lemak dan protein. Karena

kandungan senyawa inilah Eleusine indica dapat digunakan sebagai obat untuk

mengobati diare, masuk angin dan perut kembung (Pertiwi dkk, 2013).

4.1.4 Patikan Kebo (Euphorbia hirta L.)

Gambar 4. Patikan Kebo (Euphorbia hirta L.)

a. Klasifikasi
Klasifikasi dan taksonomi dari patikan kebo menurut Avun (2015) adalah

sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Ordo : Euphorbiales

Famili : Euphorbiaceae

Genus : Euphorbia

Spesies : Euphorbia hirta L.

b. Morfologi

Morfologi patikan kebo menurut Avun (2015) adalah sebagai berikut :

Batang : Memiliki ruas batang berbentuk bulat silinder, batangnya

berwarna merah sedikit keunguan dan batang patikan kebo

tumbuh ke atas, daunnya berukuran kecil menempel di buku-

buku batangnya

Daun : Daunnya termasuk dalam golongan daun tunggal dan duduk

saling berseberangan satu daun dengan daun lainnya. Panjang

daun berkisar 0,5-5 cm.

Akar : memiliki sistem perakaran tunggang

Biji : Patikan kebo berkembang biak melalui biji dan memiliki biji

berwarna merah.

c. Daur Hidup
Daur hidupnya yaitu termasuk gulma tahunan. Gulma tahunan (perennial

weeds) adalah gulma yang umurnya lebih dari 2 tahun, dapat memperbanyak diri

secara generatif ataupun vegetatif (Huang, dkk, 2012).

d. Nilai Ekonomis

Padahal tanaman tersebut memiliki banyak khasiat untuk mengobati

beberapa penyakit seperti disentri, melancarkan kencing, abses pare dan bronchitis

kronis, abses payudara, tipus abdominalis, dan eksim, radang ginjal, radang

tenggorokan dan asma. Selain itu patikan kebo juga memiliki khasiat sebagai

antiinflamasi dan menghilangkan gatal (antipruritik) (Djanggola, 2016).

4.1.5 Tempung Wiyang (Emilia sonchifolia L.)

Gambar 5. Tempung Wiyang (Emilia sonchifolia L.)

a. Klasifikasi
Klasifikasi Tempuh Wiyang (Emilia sonchifolia L.) menurut

Tjitrosoepomo (2013), adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Asterales

Famili : Asteraceae

Genus : Emilea

Spesies : Emilia sonchifolia L.

b. Morfologi

Morfologi tempung wiyang menurut Sarifin (2017) adalah sebagai berikut :

Batang : Batangnya berbentuk bulat memanjang, berwarna hijau

Daun : Daunnya tunggal, berbentuk segitiga memanjang yang

tersebar di bagian bawah tanaman. Bagian atas daun berwarna

hijau, namun bagian bawah daunnya berwarna merah keunguan.

Tepi daun bergerigi dengan panjang 2-15 cm dan lebar 1,5-4 cm

Bunga : Bunga tanaman tempuh wiyang berkelompok pada karangan

bunga yang berbentuk malai yang berada pada diujung tangkai.

Tangkai bunga tanaman temu wiyang ini memiliki ukuran yang

cukup panjang  sekitar 5-8 dan bercabang. Warna bunganya

ungu keputihan
Akar : Akar tunggang (radix primaria) yang halus. Berwarna putih

hingga kekuning-kuningan dengan arah tumbuh ke pusat bumi

(geotrop) mencapai 20 cm di dalam tanah.

c. Daur Hidup

Tempuh wiyang termasuk gulma semusim. Ciri-ciri gulma semusim yaitu:

umur kurang dari 1 tahun, organ perbanyakannya biji, umumnya mati setelah biji

masak, produksi biji melimpah (Tjitrosoepemo, 2013).

d. Nilai Ekonomis

Daun Emilia sonchifolia mengandung saponin, flavonoida dan polifenol.

Daun Emilia sonchilolia berkhasiat sebagai peluruh air seni, obat sariawan, batuk

dan obat demam, akarnya berkhasiat sebagai obat mencret. Tempuh wiyang dapat

digunakan untuk mengonati flu, infeksi saluran pernafasan, radang paru-paru,

sakit tenggorokan, sariawan, liver, serta diare (Arisandi, 2013).

4.1.6 Meniran (Phyllanthus niruri)

Gambar 6. Meniran (Phyllanthus ninuri)


a. Klasifikasi

Tumbuhan Meniran (Phyllanthus niruri, L.) memiliki klasifikasi menurut

Neli Suryana (2013) adalah sebagai berikut:

Kerajaan : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Bangsa : Euphorbiales

Suku : Euphorbiaceae23

Marga : Phyllanthus

Jenis : Phyllanthus niruri, L.

b. Morfologi

Morfologi meniran menurut Dalimarta (2013) adalah sebagai berikut :

Akar : Tanaman ini memiliki akar serabut yang berwarna coklat.

Batang : Memiliki batang yang berbentuk bulat berbatang basah dengan

tinggi kurang dari 50cm, berwarna hijau, diameternya ± 3 mm.

Daun : Tanaman ini memiliki daun majemuk, tata letak daunnya

berseling (Deccussate), bentuk daun bulat telur (ovale), ujung

daunnya tumpul, pangkalnya membulat, memiliki tepi daun

yang rata (Entire), memiliki anak daun 15-24, memiliki

panjang ± 1,5 cm, lebar ± 7 mm, dan berwarna hijau. Daun

meniran ini termasuk pada tipe daun yang tidak lengkap yaitu

pada bagian daun bertangkai karena tanaman ini hanya

memiliki tangkai dan beberapa heliaan daun


Bunga : Tanaman ini memiliki bunga tunggal yang terdapat pada ketiak

daun menghadap ke arah bawah, menggantung dan berwarna

putih. Memiliki daun kelopak yang berbentuk bintang, benang

sari dan putik tidak terlihat jelas, mahkota bunga kecil dan

berwarna putih

Buah : Tanaman ini memiliki buah yang berbentuk kotak, bulat pipih

dan licin, diameter ± 2mm dan berwarna hijau.

Biji : Tanaman ini memiliki biji yang kecil, keras dan berbentuk

ginjal serta berwarna coklat.

c. Daur Hidup

Daur hidupnya yaitu termasuk gulma tahunan. Gulma tahunan (perennial

weeds) adalah gulma yang umurnya lebih dari 2 tahun, dapat memperbanyak diri

secara generatif ataupun vegetatif (Huang, 2013).

d. Nilai Ekonomis

Kemampuan tanaman Meniran dapat digunakan sebagai antibakteri,

antihepatotoksik, antipiretik, antitusif, antiradang, antivirus, diuretik, ekspektoran,

hipoglikemik, dan sebagai immunostimulan. Meniran mengandung beberapa

komponen kimia, salah satu diantaranya adalah flavonoid yang mampu

merangsang sistem imun (kekebalan) tubuh manusia agar bekerja lebih baik.

Selain itu, senyawa flavonoid yang terkandung dalam meniran diduga berkhasiat

sebagai antioksidan dan antikanker (Mangan, 2013).


4.1.7 Calincingan (Oxalis barrelieri L.)

Gambar 7. Calincingan (Oxalis barrelieri L.)

a. Klasifikasi

Kedudukan kategori taksa calincing dalam sistematika tumbuhan menurut

Moenandir (2014) yaitu :

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Anak kelas : Rosidae

Bangsa : Geraniales

Suku : Oxalidaceae

Marga : Oxalis

Jenis : Oxalis barrelieri L.


b. Morfologi

Morfologi calincing menurut de Padua (2016) adalah sebagai berikut :

Akar : Memiliki akar tunggang

Batang : Calincing berupa semak tegak berkayu, tinggi dapat mencapai

1,5 m, batangnya berbentuk silindris, permukaannya halus,

berwarna hijau agak kecokelatan.

Daun : Berdaun majemuk, terdiri dari 3 anak daun yang berbentuk

telur (trifolia) dengan panjang kurang lebih 2-3 cm dan lebar 1-

2 cm, tulang daun menyirip, tangkai daun panjang dan tepi

daunnya rata

Bunga : Memiliki bunga majemuk dengan tangkai malai panjang yang

tumbuh di ketiak daun. Bunga berwarna putih dengan kelopak

kehijauan dan bintik kekuningan, berbentuk terompet

c. Daur Hidup

Tumbuhan ini berasal dari bagian tropis Amerika Selatan, banyak

ditemukan juga di Indonesia seperti di Jawa, Sumatera, Bangka, dan Papua.

Terdapat juga di Semenanjung Malaya dan Papua New Guinea. Tumbuhan ini

tumbuh liar sebagai gulma di tepi jalan atau di tanah yang tidak terawat, biasanya

di daerah yang lembab dan teduh (Hashim, dkk, 2013).


d. Nilai Ekonomis

Tumbuhan ini digunakan di Indonesia sebagai lalapan atau sayuran, tetapi

kurang diminati. Di Kamerun, tumbuhan ini digunakan sebagai obat tradisional

untuk menyembuhkan diare dengan cara direbus atau decocta. Beberapa

penelitian melaporkan potensi tumbuhan ini sebagai antihiperglikemik (Tagne,

dkk, 2015).

4.1.8 Eceng Gondok (Eichornia crassipes)

Gambar 8. Eceng Gondok (Eichornia crassipes)

a. Klasifikasi

Klasifikasi eceng gondok menurut Nuramijaya (2016) dalam Auliaur, dkk

(2016) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)


Subkingdom :Tracheobionta (Tumbuhan

berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Liliopsida (berkeping satu /

monokotil)
Sub Kelas : Alismatidae
Ordo : Alismatales
Famili : Butomaceae
Genus : Eichornia
Spesies : Eichornia crassipes (Mart.) Solms
b. Morfologi

Morfologi eceng gondok menurut Rahayu (2010) dalam Auliaur, dkk,

(2016) adalah sebagai berikut :

Akar : Eceng gondok hidup mengapung di air dan kadang-kadang

berakar dalam tanah. Akarnya merupakan akar serabut

Batang : Tingginya sekitar 0,4 - 0,8 meter, tidak mempunyai batang

Daun : Daunnya tunggal dan berbentuk oval. Ujung dan pangkalnya

meruncing, pangkal tangkai daun menggelembung. Permukaan

daunnya licin dan berwarna hijau

Bunga : Bunganya termasuk bunga majemuk, berbentuk bulir,

kelopaknya berbentuk tabung

Biji : Bijinya berbentuk bulat dan berwarna hitam

Buah : Buahnya kotak beruang tiga dan berwarna hijau

c. Daur Hidup

Eceng gondok hidup di daerah tropis maupun subtropis. Eceng gondok

digolongkan sebagai gulma perairan yang mampu menyesuaikan diri terhadap

perubahan lingkungan dan berkembang biak secara cepat. Pertumbuhan eceng

gondok yang cepat terutama disebabkan oleh air yang mengandung nutrien yang

tinggi, nitrogen, fosfat dan potasium (Gerbono, 2005 dalam Auliaur, dkk, 2016).

d. Nilai Ekonomis
Bunga eceng gondok berwarna ungu muda (lila) dan banyak dimanfaatkan

sebagai bunga potong. Keunggulan lain dari eceng gondok adalah dapat menyerap

senyawa nitrogen dan fosfor dari air yang tercemar, berpotensi untuk digunakan

sebagai komponen utama pembersih air limbah dari berbagai industri dan rumah

tangga. Eceng gondok juga dapat digunakan untuk menurunkan konsentrasi COD

dari air limbah (Gerbono, 2005 dalam Auliaur, dkk, 2016).

4.1.9 Kangkung Air (Ipomoea aquatica)

Gambar 9. Kangkung Air (Ipomoea aquatica)

a. Klasifikasi

Klasifikasi dari Kangkung Air (Ipomoea aquatica) dalam sistem

klasifikasi menurut Cronquist (1981) dalam Suryani (2017) adalah:

Divisi : Magnoliophyta

Subdivisi : Spermatophyta

Kelas : Magnoliopsida

Anak kelas : Asteridae

Bangsa : Solanales
Suku : Convolvulaceae

Marga : Ipomoea

Jenis : Ipomoea aquatica Forssk.


b. Morfologi

Morfologi kangkung air menurut Namita, dkk, (2013) adalah sebagai

berikut :

Akar : Sistem perakaran tunggang dan cabang-cabangnya akar

menyebar kesemua arah, dapat menembus tanah sampai

kedalaman 60 hingga 100 cm, dan melebar secara mendatar

pada radius 150 cm atau lebih.

Batang : Batang kangkung bulat dan berlubang, berbuku-buku.

Memiliki percabangan yang banyak dan setelah tumbuh lama

batangnya akan merayap (menjalar). Warna batangnya lebih

hijau pekat daripada warna daun

Daun : Bentuk daun umumnya runcing ataupun tumpul, permukaan

daun sebelah atas berwarna hijau tua, dan permukaan daun

bagian bawah berwarna hijau muda

Bunga : Bunganya termasuk bunga majemuk, berbentuk bulir,

kelopaknya berbentuk tabung

Biji : Bentuk biji kangkung bersegi-segi atau tegak bulat. Berwarna

cokelat atau kehitam-hitaman, dan termasuk biji berkeping dua

Buah : Buah kangkung berukuran kecil sekitar 10 mm, dan umur buah

kangkung tidak lama

b. Daur Hidup
Kangkung merupakan tanaman yang dapat tumbuh lebih dari satu tahun.

Tanaman kangkung memiliki sistem perakaran tunggang dan cabang-cabang akar

menyebar ke semua arah, dapat menembus tanah sampai kedalaman 60 hingga

100 cm, dan melebar secara mendatar pada radius 150 cm atau lebih, terutama

pada jenis kangkung air (Djuariah, 2007 dalam Suryani, 2017).

d. Nilai Ekonomis

Kangkung air memiliki kandungan vitamin A pada sangat tinggi,

mencapai 6.300 IU. Bersifat antioksidan sehingga dapat menangkal radikal bebas

penyebab kanker dan penuaan dini. Selain itu, kangkung juga tinggi kadar

seratnya dan mengandung fosfor, zat besi, hentriakontan, dan sitosterol. Berkat

kandungan yang dimiliki, kangkung berpotensi juga sebagai antiracun, antiradang,

penenang (sedatif) dan diuretik. Selain itu, manfaat lainnya dari kangkung juga

dapat mengatasi sembelit, menjaga kesehatan ginjal (Riskitavani, dkk, 2013).

4.1.10 Rumput Malela (Brachiaria mutica)

Gambar 10. Rumput Malela (Brachiaria mutica)

a. Klasifikasi

Klasifikasi rumput malela menurut Syamsuddin (2013) adalah sebagai

berikut :
Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Kelas : Monocotyledoneae

Ordo : Gramineae

Family : Graminales

Genus : Brachiaria

Species : Brachiaria mutica

b. Morfologi

Morfologi rumput malela menurut Syamsuddin (2013) adalah sebagai

berikut :

Akar : Sistem perakaran serabut (radix adventica), keluar dari

pangkal batang, jumlahnya banyak dan hampir sama besar,

serta memiliki banyak rambut-rambut halus.

Batang : Batang bagian terbawah tumbuh menjalar dengan panjang 100-

400 cm, bagian teratas tumbuh tegak. Buku-buku batang

ditumbuhi rambut halus yang panjang, batang berwarna hijau

pucat

Daun : Helai daun tegar, berbentuk garis atau garis-lanset, permukaan

daun berambut jarang. Warna helai daun hijau muda dan

tepinya merah ungu. Ukuran panjangnya 10-30 cm, dan

lebarnya 5-25cm.
c. Daur Hidup

Rumput Malela (Brachiaria mutica) tergolong kedalam kelompok

tanaman dengan daur hidup Perinnial atau bersifat tahunan. Gulma ini dapat

hidup lebih dari dua tahun atau lama berkelanjutan bila kondisi memungkinkan.

Rumput malela tidak akan mati setelah berbunga dan berbiji dan akan kembali

berbunga, baik di sepanjang musim atau atau dimusim berikutnya. Selain itu,

untuk berbunga pertama kali membutuhkan waktu yang cukup lama (Namita, dkk,

2013).

d. Nilai Ekonomis

Rumput Malela (Brachiaria mutica) memiliki banyak manfaat serta

kegunaan. Diantaranya yaitu dapat dijadikan sebagai bagai pakan ternak

ruminansia. Ruminansia mempunyai kemampuan yang unik yakni mampu

mengkonversi pakan dengan nilai gizi rendah menjadi pangan berkualitas tinggi.

Proses konversi ini disebabkan oleh adanya proses Microbial fermentation atau

fermentasi microbial yang terjadi dalam rumen. Proses ini mengekstraksi zat

makanan menjadi pangan tersebut melalui berbagai proses metabolisme yang

dilakukan oleh mikroorganisme (Riskitavani, dkk, 2013).

4.2 Pembahasan

Berdasarkan dari hasil yang didapatkan diketahui bahwa terdapat dua jenis

gulma yaitu gulma darat dan gulma air. Gulma yang termasuk dalam gulma darat
yaitu rumput gajah (Pennisetum purpureum), patikan kebo (Euphorbia hirta L.),

putri malu (Mimosa Pudica), rumput belulangan (Eleusiana indica L.), meniran

(Phylanthus urinaria). Adapun gulma yang termasuk gulma air yaitu Eceng

Gondok (Eichhornia crassipes), Kangkung Air (Ipomoea aquatica Forssk),

Rumput malela (Brachiaria mutica). Gulma darat dan gulma air masing-masing

memiliki morfologi yang berbeda tergantung pada spesies gulma tersebut

Rumput gajah mempunyai batang berdiri tegak dan berakar dalam. Tinggi

batang dapat mencapai 2-3 m, dengan diameter batang dapat mencapai lebih dari

3 cm. Pelepah daun gundul hingga berbulu pendek, helai daun bergaris dengan

dasar yang lebar, dan ujungnya.

Tanaman enceng gondok (Eichhornia crassipes) adalah salah satu jenis

tumbuhan air mengapung, tumbuh berumpun. Eceng gondok dianggap sebagai

tanaman yang sapat mengganggu karena pertumbuhannya yang sangat cepat dan

mudah beradaptasi baik di rawa, sungai, danau, bahkan di selokan.

Kangkung air (Ipomoea aquatica) mempunyai batang yang bulat dan

berlubang, berbuku-buku. Memiliki percabangan yang banyak. Warna batangnya

lebih hijau pekat daripada warna daun.

Brachiaria mutica atau rumput malela adalah rumput tahunan yang

tumbuh ditanah lembab atau basah, dengan suasana terbuka atau suasana

ternaung, Batang bagian teratas tumbuh tegak. Batang berwarna hijau pucat.

Warna helai daun hijau muda dan tepinya merah ungu.


BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan maka dapat diperoleh

kesimpulan bahwa

1. Gulma darat merupakan jenis gulma yang dapat hidup dan berkembang

didaratan. Contoh gulma darat antara lain yaitu Rumput Gajah (Pennisetum

purpureum), Putri Malu (Mimosa pudica), Rumput Belulang (Eleusine

indica), Patikan Kebo (Euphorbia hirta L.), Tempung Wiyang (Emilia

sonchifolia L.), Meniran (Phyllanthus ninuri) dan Calincingan (Oxalis

barrelieri L.).

2. Gulma air merupakan segala jenis gulma yang dapat tumbuh dan berkembang

didalam air, sepeti pada sungai, danau, dan tempat berair lainnya. Contoh

gulma air yaitu Eceng Gondok (Eichhornia crassipes), Kangkung Air

(Ipomoea aquatica Forssk), Rumput malela (Brachiaria mutica).

5.2 Saran

Sebaiknya dalam praktikum dilakukan dengan sungguh-sungguh dan

diperlakukan kerjasama antar praktikan sehingga diperoleh hasil praktikum yang

lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA
Arif Muhammad Nur Syahid. 2013. Pengaruh Ekstrak Putri Malu (Mimosa
Pudica, Linn.) Terhadap Mortalitas Ascaris Suum, Goeze In Vitrog.
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Arisandi. 2013. Khasiat Tanaman Obat. Pustaka Buku Merah. Jakarta.
Auliaur R. Rizqi, Febriyanti, Fitri, Rizka A. Azahra. 2016. Potensi Subtrat Eceng
Gondok (Eichhornia crassipes) Sebagai Bahan Baku Tambahan untuk
Peningkatan Produksi Biogas. LKTI Nasional Excess. Universitas
Mulawarman. Samarinda.
Avun Meri Yusta. 2015. Identifikasi Gulma dan Pengendalian Gulma di
Pembibitan Main Nursery pada Tanaman Kelapa Sawit (elaeis guineensis
jacq) di pt. Kalpataru Sawit Plantation (Skirpsi). Politeknik Pertanian
Negeri. Samarinda.
Budiman dan Syamsuddin. 2014. Penentuan Indeks Mean Stage Count Tiga
Kultivar Rumput Gajah (Pennisetum purpureum) Pada Umur Berbeda.
Fakultas Peternakan. Universitas Hasanuddin. Makassar Maria Erviana
Dalimarta, 2013. Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Bawah di Gunug
Papandayan Bagian Timur, Garut, Jawa Barat. Departemen Silvikultur.
Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
De Padua. 2016. Jenis-jenis Gulma Pada Berbagai Macam Lahan. Bogor: World
Agroforestry Centre
Djanggola Novrianti Tri, Yusriadi, Tandah Rinaldhi Tandah. 2016. Formulasi Gel
Ekstrak Patikan Kebo (euphorbia hirta l.) Dan uji Aktivitas terhadap
Bakteri Staphylococcus epidermidis. Jurusan Farmasi, Fakultas MIPA,
Hambali, Dani, Edison Purba,dan E. Harso Kardhinata. 2015. Dose Response
Biotip Rumput Belulang (Eleusine indica(L.) Gaertn.) Resisten-Parakuat
Terhadap Parakuat, Diuron, Dan Ametrin. Fakultas Pertanian, Universitas
Sumatera Utara. Medan.

Hashim dkk., 2013. Gulma dan Teknik Pengendaliannya. Palembang : FAPERTA


UNSRI.

Huang, 2013. Uji Toksisitas Akut Yang Diukur Dengan Penentuan LD50 Ekstrak
Herba Meniran (Phyllanthus niruri) Terhadap Mencit BALB/C. Fakultas
Kedokteran. Universitas Diponegoro. Semarang
Huang, L., Shilin C., Meihua Y., 2012, Euphorbia hirta (Feiyangcao) : A Review
on Its Ethnopharmacology, Phytochemistry and Pharmacology, Journal of
Medicinal Plant Research Vol. 6 (39), ISSN 1996-0875.
Jenova, R. 2013. Uji Toksisitas Akut Yang Diukur Dengan Penentuan LD50
Ekstrak Herba Putri Malu (Mimosa pudica L.) Terhadap Mencit BALB/C.
Fakultas Kedokteran. Universitas Diponegoro. Semarang
Moenandir. 2014. Pengendalian Gulma. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Muhajir, Isnawati. 2016. Integrasi Rumpu Gajah Mini (Pennisetum purpureum
cv, Mott) dengan Legum Siratro (Macropitilium atropupureum) di Lahan
Kering Kritis Ditinjau dari Kandungan Protein dan Serat Kasar. Skripsi.
Fakultas Peternakan. Universitas Hasanuddin. Makassar.
Namita, P., Rawat Mukesh. 2013. Medicinal Plants Used As Antimicrobial
Agents: A Review. International Research Journal of Pharmacy, 3 (1): 31-
40.

Neli Suryana & Irni Shobariani. 2013. Tanaman Obat. Ensiklopedia. Rumah ide.
Malang

Pertiwi, Sri, Muharni, dan Marindah Rynanda. 2013 Isolasi dan Identifikasi
Bakteri Hidrokarbon di Sekitar Rizosfer Rumput Belulang (Eleusine Indica
(L.) Gaertn) yang Berperan dalam Fitoremediasi Limbah Minyak Bumi.
Program Biologi, Universitas Sriwijaya. Sumatera Selatan.

Ramadani, Suci. 2015. Pengaruh Pemberian Pupuk Hijau Cair Kihujan


(Samanea saman) dan Azolla (Azolla Pinnata) Terhadap Kandungan NDF
dan ADF Pada Rumput Gajah (Pennisetum purpureum). Skripsi. Fakultas
Peternakan. Universitas Hasanuddin. Makassar.

Ratnawati devi, Rochmah Supriyati, Doris ispamuji. 2013. Aktivitas Anthelmintik


Ekstrak Tanaman Putri Malu (Mimosa Pudica l) Terhadap Cacing Gelang
Babi (ascaris suum. L). Fakultas MIPA Universitas Lampung
Riskitavani, D.V. Dan Purwani, K.I., 2013, Studi Potensi Bioherbisida Ekstrak
Daun Ketapang (Terminalia Catappa) Terhadap Gulma Rumput Teki
(Cyperus Rotundus). Jurnal Sains Dan Seni Pomits 2 (2).

Sarifin, Marianus. 2017. Identifikasi Dan Analisis Populasi Gulma


Pada Padi Sawah Organik Dan An-Organik Di Desa Jatiluwih, Kecamatan
Penebel, Kabupaten Tabanan. Agrimeta. Vol. 7, No. 13.
Syamsuddin Hasan. 2013. Hijauan Pakan Tropik. Bogor. IPB Press.
Suryani, Ellia. 2017. Efek Kalium Terhadap Cekaman Kekeringan Planlet
Kangkung Air (Ipomoea aquatica Forssk. ) Setelah Diinokulasi dengan
Mikoriza (Rhizoctonia sp.) Secara In Vitro. Skripsi. Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan. Universitas Lampung. Lampung.
Tagne, Nyak. 2015. Gulma. Jakarta: Pradya Paramita.
Thalib, Ibnul. 2016. Pertumbuhan Rumput Gajah (Pennisetum purpureum cv.
Mott) Pada Berbagai Konsentrasi Media Murashige dan Skoog dengan
Teknik Kultur Jaringan. Skripsi. Fakultas Peternakan. Universitas
Hasanuddim. Makassar.
Tjitrosoepomo, Gembong. 2013. Morfologi Tumbuhan. Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta.
Tjitrosoepomo, Gembong. 2013. Taksonomi Tumbuhan. Gadjah Mada University
Press Yogyakarta.
Uluputty, M.R. 2014. Gulma Utama Pada Tanaman Terung Di Desa Wanakarta
Kecamatan Waeapo Kabupaten Buru. Fakultas Pertanian. Universitas
Pattimura.

Anda mungkin juga menyukai