Anda di halaman 1dari 16

Laporan Praktikum

Dasar-dasar Ilmu Tanah

BAHAN ORGANIK TANAH

NAMA : RAHMAT NUR

NIM : G111 15501

KELAS : DDIT – F

KELOMPOK : 15

ASISTEN : NUR SYAHIRA BINTI TAHIR

LABORATORIUM KIMIA DAN KESUBURAN TANAH

JURUSAN ILMU TANAH

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2015
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bahan organik tanah merupakan penimbunan dari sisa tumbuhan dan binatang
yang sebagian telah mengalami pelapukan dan pembentukan kembali. Bahan
yang demikian berada dalam proses pelapukan aktif dan menjadi mangsa jasad
mikro. Sebagai akibat, bahan itu berubah terus dan dan selalu diperbaharui
melalui penambahan sisa-sisa tanaman atau binatang (Pairunan, 1985).
Bahan organik tanah juga merupakan salah satu indikator kesuburan tanah.
Tanah yang subur memiliki kandungan bahan organik tinggi. Sedangkan tanah
yang tidak subur memiliki kandungan bahan organik yang rendah. Kesehatan
tanah penting untuk menyamin produktivitas pertanian (Hardjowigeno, 1987).
Pengaruh bahan organik tidak dapat disangkal terhadap kesuburan tanah.
Bahan organik mempunyai daya serap kation yang lebih besar dari pada kaloid
tanah yang liat. Berarti semakin tinggi kandungan bahan organik suatu tanah,
maka makin tinggi pula Kapasitas tukar kationnya. Ketentuan ini berlaku apabila
faktor-faktor lainnya relatif sama (Hardjowigeno, 1987).
Proses penting yang berkaitan dengan pembentukan tanah adalah
penimbunan bahan organik yang cenderung mencapai suatu tingkat keseimbangan
dalam tanah. Tingkat penimbunan bahan organik dalam tanah tergantung pada
sifat lingkungan pembentukan tanah yang mencakup dua proses yaitu
penambahan residu atau sisa-sisa tanaman dan binatang dan perombakan tersebut
oleh jasad mikroorganisme tanah. Bahan yang telah diubah membentuk bahan
yang berwarna coklat dan bersifat koloid, yang dikenal sebagai humus. Humus
merupakan senyawa yang resisten berwarna coklat atahu hitam (Hakim, 1986).
Berdasarkan uraian tersebut, maka perlu dilakukan praktikum mengenai
bahan organik dan perannya untuk mengetahui kandungan bahan organik suatu
jenis tanah pada setiap lapisan tanah serta peran bahan organik didalam tanah.
1.2 Tujuan dan Kegunaan

Tujuan dari praktikum bahan organik tanah adalah untuk mencirikan tanah
dengan kandungan bahan organik yang tinggi dan yang rendah, melihat kualitas
tanah secara visual antara tanah yang memiliki bahan organik yang cukup dan
yang kurang, dan cara mengetahui persentase bahan organik yang terkandung
pada lapisan tanah di laboratorium. Adapun kegunaan praktikum ini untuk
mengetahui kandungan bahan organik di dalam tanah serta peran bahan organik di
dalam tanah.
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bahan Organik

Bahan organik tanah merupakan fraksi-fraksi bukan mineral yang ditemukan


sebagai suatu bahan penyusun tanah. Bahan organik biasanya merupakan
timbunan jaringan tanaman (berupa ranting,daun dan lain lain). Hewan atau jasad
renik yang telah mati dan sebagian telah mengalami perombakan. Selanjutnya
bahan yang telah diubah akan membentuk bahan yang berwarna coklat dan
bersifat koloid yang dikenal sebagai humus (Tangkaisari dan Burhanuddin, 1993).
Bahan organik dari tumbuhan, komponen utama pembentuknya adalah
berasal dari jaringan tumbuhan. Dalam jaringan tumbuhan adalah bahan C yang
terdapat dalam ikatan dengan H, N, O, S, dan P. Berbagai ion-ion anorganik lain
dalam jaringan tanaman yaitu berbagai abu dapat mencapai 10 % dari bahan
kering tumbuhan. Komponen yang terpenting dapat dibagi menjadi tiga kelompok
utama yaitu karbohidat, protein, dan senyawa berupa protein dan lignin. Selain
ketiga kelompok tersebut, dalam jaringan tumbuhan terdapat pula lemak, lilin, dan
alomar dalam jumlah kecil. Jumlah dan sifat dari komponen-komponen organik
dan sisa-sisa tumbuhan sangat berpengaruh dalam tanah (Pairunan, 1985).
Perombakan suatu bahan organik tanah merupakan suatu proses yang terjadi
dalam kegiatan mikroorganisme dalam jasad hidup terutama jasad mikro. Jasad
hidup merupakan suatu karbon dan unsur hara lainnya yang diambil dari bahan
organik untuk energi dan zat penyusun tubuh di dalam pertumbuhannya.
Organisme perombak dapat dibagi menjadi bakteri, actinometes, protozoa, dan
nematoda serta ganggang (Pairunan, 1985).
Bahan organik dalam tanah terdiri dari bahan organik yang kasar dan bahan
organik yang halus atau humus. Humus terdiri dari bahan organik halus yang
berasal dari hancuran bahan organik melalui kegiatan mikroorganisme dalam
tanah. Humus merupakan senyawa resisten (tidak mudah hancur) berwarna coklat
atau hitam yang mempunyai gugus aktif dari karboksil (Hardjowigeno, 1987).
Bahan organik merupakan bahan-bahan yang dapat diperbaharui, didaur
ulang, dirombak oleh bakteri-bakteri tanah menjadi unsur yang dapat digunakan
oleh tanaman tanpa mencemari tanah dan air. Bahan organik demikian berada
dalam pelapukan aktif dan menjadi mangsa serangan jasad mikro. Sebagai
akibatnya bahan tersebut berubah terus dan sehingga harus selalu diperbaharui
melalui penambahan sisa-sisa tanaman atau binatang (Hardjowigeno, 1987).
Peranan bahan organik yang paling utama adalah sebagai daya pegang air.
Bahan organik bertindak sebagai busa yang dapat menyerap sejumlah besar air
dibandingkan dengan beratnya. Bahan organik juga merupakan sumber unsur
mineral yang menjadi tersedia bila telah terurai. Penguraian bahan organik oleh
bakteri, cendawan, dan organisme lain dengan membentuk karbondioksida dan air
serta pelepasan mineral yang disebut mineralisasi yang merupakan aspek penting
dalam lingkaran kimia yang meliputi absorbsi mineral lewat akar dan
penggabungannya ke dalam persenyawaan kimia oleh berbagai tanaman dan
bagiannya serta dekomposisi bahan tanaman (Harjadi, 1999).
Beberapa senyawa organik lebih tahan lapuk seperti lignin lemak
dan beberapa senyawa yang mengandung N melalui proses biokimia
menghasilkan suatu kelompok senyawa yang agak stabil, koloid amorf dan
berwarna gelap yang dikenal dengan humus. Humus adalah senyawa kompleks
yang agak resisten pelapukan,berwarna coklat, amorfus,. Senyawa organik yang
mudah lapuk antara lain gula, pati, protein, hemiselulosa. Adapun hasil dari
perubahan bahan organik meliputi energi, air, C, N, S, P, K, Ca, Mg dan lain-lain.
Kadar bahan organik dalam tanah dipengaruhi oleh kedalaman, iklim, drainase
dan pengolahan dari bahan tersebut. Mengingat peranannya, bahan organik tanah
perlu dipertahankan melalui suatu pengelolaan yang baik (Hakim, 1986).
Bahan Organik tanah adalah kumpulan beragam (coinuum) senyawa-
senyawa organik kompleks yang sedang atau telah mengalami proses
dekomposisi, baik berupa humus hasil humifikasi maupun senyawa- senyawa
anorganik hasil mineralisasi (disebut biontik), termasuk mikrobia heterotrofi dan
ototrofik yang terlibat (biotik) (Hanafiah, 2005).
II.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Bahan Organik

Di antara sekian banyak faktor yang mempengaruhi kadar bahan organik dan
nitrogen tanah, faktor penting adalah kedalaman tanah, iklim, tekstur tanah dan
drainase. Kedalaman lapisan menentukan kadar bahan organik dan N. Kadar
bahan organik terbanyak ditemukan di lapisan atas setebal 20 cm (15-20%).
Semakin ke bawah kadar bahan organik semakin berkurang (Hakim, 1986).
Faktor iklim yang juga berpengaruh adalah suhu dan curah hujan. Makin ke
daerah dingin, kadar bahan organik dan N makin tinggi. Pada kondisi yang sama
kadar bahan organik dan N bertambah 2 hingga 3 kali tiap suhu tahunan rata-rata
turun 100 C. Bila kelembaban efektif meningkat, kadar bahan organik dan N juga
bertambah. Hal itu menunjukkan hambatan kegiatan organisme tanah. Tekstur
tanah berperan, makin tinggi jumlah liat maka makin tinggi kadar bahan organik
dan N tanah (Hardjowigeno,1987).
Pada tanah dengan drainase buruk, dimana air berlebih tertampung. Hal ini
menyebabkan bertambahnya kadar bahan organik dan N tinggi daripada tanah
berdrainase baik. Di samping itu vegetasi penutup tanah dan adanya kapur dalam
tanah juga mempengaruhi kadar bahan organik tanah. Vegetasi hutan akan
berbeda dengan padang rumput dan tanah pertanian. Faktor-faktor ini saling
berkaitan, sehingga sukar menilainya sendiri (Hakim, 1986).
Tanah memiliki kandungan bahan organik yang berbeda-beda hal ini
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kedalaman tanah, iklim, drainase,
vegetasi tanah dan tekstur serta struktur tanah. Faktor-faktor ini dapat
meningkatkan kandungan bahan organik maupun sebaliknya (Hakim,1986).
Pengaruh struktur tanah terhadap pertumbuhan tanaman terjadi secara
langsung. Struktur tanah yang remah (ringan) pada umumnya menghasilkan laju
pertumbuhan tanaman pakan dan produksi persatuan waktu yang lebih tinggi
dibandingkan dengan struktur tanah yang padat. Jumlah dan panjang akar pada
tanaman makanan ternak yang tumbuh pada tanah remah umumnya lebih banyak
dibandingkan dengan akar tanaman makanan ternak yang tumbuh pada tanah
berstruktur berat. Hal ini disebabkan perkembangan akar pada tanah berstruktur
ringan atau remah lebih cepat per satuan waktu dibandingkan akar tanaman pada
tanah kompak. Selain itu akar memiliki kesempatan untuk bernafas secara
maksimal pada tanah yang berpori, dibandiangkan pada tanah yang padat.
Sebaliknya bagi tanaman makanan ternak yang tumbuh pada tanah yang
bertekstur halus seperti tanah berlempung tinggi, sulit mengembangkan akarnya
karena sulit bagi akar untuk menyebar akibat rendahnya pori-pori tanah. Akar
tanaman akan mengalami kesulitan untuk menembus struktur tanah yang padat,
sehingga perakaran tidak berkembang dengan baik (Hardjowigeno, 1987).
2.3 Hubungan Bahan Organik dengan Kesuburan Tanah

Hubungan bahan organik dan pertumbuhan tanaman adalah memberikan nutrisi


bagi tanaman melalui kegiatan mikroorganisme tanah. Bahan organik penting
untuk pembentukan agregat tanah dan juga untuk pembentukan struktur tanah
yang menentukan sampai sejauh mana aerasi tanah dan kebiasaan perakaran
tanaman. Bahan organik membantu dalam konservasi nutrisi tanah dengan
mencegah erosi dan peluruhan nutrisi dari permukaan tanah (Pairunan, 1985).
Peranan bahan organik yang paling besar terhadap sifat fisik tanah meliputi :
struktur, konsistensi, porositas, daya mengikat air, dan yang tidak kalah penting
adalah peningkatan ketahanan terhadap erosi. Bahan organik tanah merupakan
salah satu bahan pembentuk agregat tanah, yang mempunyai peran sebagai bahan
perekat antar partikel tanah untuk bersatu menjadi agregat tanah, sehingga bahan
organik penting dalam pembentukan struktur tanah (Hanafiah, 2005).
III. METODOLOGI

3.1 Tempat dan Waktu

Praktikum bahan organik dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Kesuburan


Tanah, Jurusan Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin,
Makassar. Praktikum ini dilaksanakan pada hari Kamis 22 Oktober 2015, mulai
dari pukul 10.00 WITA sampai selesai.
3.2 Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan adalah neraca analitik, labu erlenmeyer, pipet tetes,
gelas ukur, buret 50 ml dan alat tulis menulis. Bahan yang digunakan pada
praktikum ini adalah sampe tanah kering udara aquades, larutan K2Cr2O7, larutan
H2SO4, indikator diphenilamin, dan ammonium ferrosulfat atau FeSO4.
3.3 Prosedur Kerja

3.3.1 Pengamatan di Lapangan

Adapun prosedur kerja dalam pengamatan di Lapangan adalah sebagai berikut:


1. Melakukan pengamatan di sekitar daerah profil yang akan diamati.
2. Mengamati bahan organik seperti tanaman yang tumbuh di sekitar profil
tanah.
3. Mulailah mengamati warna tanah, biota tanah, dan struktur tanah secara
kualitatif.
4. Membandingkan warna tanah yang ada di permukaan tanah dan yang ada
dibawah permukaan tanah dengan metode visual dan buku Munsell.
5. Memperhatikan biota tanah yang ada di kedua lapisan tersebut khususnya
biota makro, sedangkan untuk biota mikro bisa menggunakan bantuan lup.
6. Mengamati bentuk atau tipe struktur dengan cara mencelupkan agregat ke
dalam tanah.
7. Menggunakan lup dan mistar untuk mengamati ukuran agregat dan pori
makro.
8. Membandingkan hasil pemangamatan dengan lapisan permukaan tanah
dengan lapisan bawah permukaan tanah.
9. Memberikan komentar atas hasil pengamatan.
3.3.2 Pengamatan di Laboratorium
Adapun prosedur kerja dalam pengamatan di Laboratorium adalah sebagai
berikut:
1. Menimbang tanah sebanyak 5 gram.
2. Memasukkan tanah tersebut ke dalam labu erlenmeyer 250 mL.
3. Menambahkan dengan teliti 5 mL K2Cr2O7 1 N (pipet) dan reaksikan
5 ml H2SO4 dan biarkan reaksi berlangsung hingga beberapa menit atau labu
Erlenmeyer menjadi dingin
4. Menambahkan aquades 100 ml.
5. Meneteskan 5 – 10 tetes indikator diphenilamin dan titrasi dengan
ammonium ferro sulfat 0,25 N ( ditetesi sambil dikocok sampai berubah
menjadi berwarna hijau.
6. Menentukan titik akhir titrasi pada saat terjadi perubahan warna dari
biru kehitaman menjadi hijau
7. Mencatat volume titrasi Fe++ yang digunakan begitupula dengan
normalitasnya.
8. Menghitung % bahan organik dengan rumus :
( ml B - ml t)×normalitas×3×1 ,33
%C= X 100%
mg contoh tanah tanpa air
% bahan organik = % C × 1,724
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Berdasarkan pengamatan di lapangan, maka diperoleh hasil sebagai berikut :


Tabel 4.1.1 Hasil pengamatan di Lapangan
Parameter Lapisan
Pengamatan I II III

Warna Matriks Coklat Gelap Coklat Agak Gelap Coklat Terang

Keberadaan Biota Banyak Sedang Kurang

Perakaran Banyak Sedang Kurang

Kelas Struktur Kasar Sedang Halus

Kestabilan Agregat Kuat Lemah Lemah

Sumber : Data Primer, 2015


Berdasarkan hasil penetapan kadar di laboratorium, maka diperoleh hasil
sebagai berikut :
Tabel 4.1.2 Hasil penetapan kadar bahan organik di Laboratorium
Lapisan %C % Bahan Organik
I 1,19 % 2,06 %
II 0,94 % 1,62 %
III 0,83 % 1,43 %
Sumber : Data Primer setelah diolah, 2015
4.2 Pembahasan

Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, diperoleh bahwa warna menunjukkan


kandungan mineral atau bahan organik pada tanah. Pada lapisan I, II dan III
terdapat perbedaan unsur. Pada lapisan I tanah berwarna gelap, pada lapisan II
tanah berwarna agak gelap. Sedangkan pada lapisan III tanah berwarna terang.
Adanya perbedaan warna ini dijelaskan Hardjowigeno (2003) bahwa warna
merupakan petunjuk untuk beberapa sifat tanah karena warna tanah dipengaruhi
oleh beberapa faktor yang terdapat dalam tanah tersebut. Penyebab perbedaan
warna permukaan tanah umumnya oleh perbedaan kandungan bahan
organik.Makin tinggi kandungan bahan organik, warna tanah semakin gelap.
Berdasarkan keberadaan biota, lapisan I menunjukkan keberadaan biota yang
cenderung banyak. Hal ini disebabkan karena lapisan I merupakan top soil dimana
tersusun atas bahan organik dan mineral sekaligus sebagai tempat banyaknya
aktivitas biota dalam tanah. Berbeda dengan Lapisan II dan Lapisan III yang
semakin ke bawah keberadaan biotanya semakin berkurang, hal ini disebabkan
karena kurangnya bahan organik pada kedua lapisan tersebut. Hal ini sesuai
pendapat Pairunan (1997), bahwa lapisan yang paling atas memiliki kandungan
bahan organik. Dimana bahan organik terdiri atas sisa-sisa tanaman dan hasil
dekomposisi oleh biota yang ada di dalam tanah.
Begitu pula dengan sistem perakaran yang ada, pada Lapisan I terdapat
perakaran yang cenderung banyak. Seperti halnya dengan keberadaan biota, hal
ini disebabkan karena top soil merupakan lapisan dimana banyak terdapat
kandungan bahan organik. Hal ini sesuai dengan pendapat Pairunan (1997) bahwa
lapisan paling atas memiliki kandungan bahan organik yang terdiri dari sisa-sisa
tanaman dan hasil dekomposisi oleh biota dalam tanah.
Struktur tanah merupakan gumpalan kecil dari butir-butir tanah. Dalam
praktek di lapangan, diperoleh struktur tanah tiap lapisan agak berbeda. Pada
lapisan I struktur tanah kasar sedangkan lapisan II dan III masing-masing
berstruktur sedang dan halus. Menurut Hardjowigeno (2003), gumpalan-gumpalan
kecil ini mempunyai bentuk, ukuran, dan kemantapan (ketahanan) yang berbeda-
beda. Perbedaan struktur ini dapat disebabkan oleh kandungan bahan organik
yang tidak semua lapisan memilikinya. Hal ini didukung oleh pendapat Hakim
(1986) bahwa salah satu peran bahan organik adalah sebagai granulator yang
memperbaiki struktur tanah.
Bahan organik, juga sangat berperan dalam pembentukan dan kestabilan
agregat. Tingkat kestabilan agregat sangat menentukan mudah tidaknya tanah
tersebut diolah. Lapisan I memiliki tingkat kestabilan yang paling kuat dibanding
kedua lapisan yang lainnya. Hal ini tentunya disebabkan oleh kandung bahan
organik yang paling banyak dimiliki oleh lapisan I. Hal tersebut didukung oleh
pendapat Arsyad (1989) bahwa peranan bahan organik dalam pembentukan
agregat yang stabil terjadi karena mudahnya tanah membentuk kompleks dengan
bahan organik.
Sedangkan berdasarkan hasil pengamatan di Laboratorium, persentase nilai
kandungan bahan organik yang paling besar dimiliki oleh Lapisan yaitu sebesar
2,06 %. Hal ini disebabkan karena lapisan I merupakan top soil dimana banyak
terdapat kandungan bahan organik dan mineral. Hal ini didukung oleh pendapat
Pairunan (1997), bahwa lapisan yang paling atas masih memiliki kandungan
bahan organik. Hal ini disebabkan karena lapisan paling atas (top soil) merupakan
campuran dari bahan organik dan mineral.
Sedangkan lapisan II dan lapisan III menunjukkan berkurangnya persentase
nilai kandungan bahan organik yang dimiliki. Hal ini menunjukkan bahwa
semakin ke bawah, kandungan bahan organik di dalam tanah semakin berkurang.
Hal tersebut sesuai dengan pendapat Sutedjo (2002) bahwa tanah mengandung
bahan organik adalah lapisan atas karena semakin ke bawah suatu lapisan tanah
maka kandungan bahan organiknya semakin berkurang sehingga tanah menjadi
keras.
V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil pembahasan di atas kami dapat menyimpulkan bahwa bahan organik
tanah merupakan timbunan binatang dan jasad renik yang sebagian telah
mengalami perombakan. Faktor-faktor yang mempengaruhi bahan organik dalam
tanah adalah kedalaman tanah, iklim (curah hujan dan suhu), drainase, tekstur
tanah  dan vegetasi. Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, Lapisan I
menunjukkan kandungan bahan organik yang paling tinggi dibanding kedua
lapisan lainnya yaitu sebesar 2,06 %, lapisan II yaitu 1,62 dan lapisan III adalah
1,43. Pada tanah yang memiliki kandungan bahan organik, terjadi banyak
aktivitas biota khususnya biota di dalam tanah yang berperan dalam meningkatkan
kesuburan tanah.
5.2 Saran

Sebaiknya dalam melakukan praktikum di laboratorium praktikan harus


berhati-hati karena alat-alat yang ada di laboratorium sangat mudah rusak dan
dalam melakukan praktikum kita harus teliti dalam melakukan pengukuran agar
tidak terjadi kesalahan.
DAFTAR PUSTAKA

Arsyad. 1989. Peranan Bahan Organik terhadap Sifat Fisik Tanah. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press
Hakim. 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Jakarta: PT. Dunia Pustaka Jaya.
Hanafiah, A. 2005. Dasar- dasar Ilmu Tanah. PT Raja Grafindo Persada: Jakarta.
Hardjowigwno, S. 1987. Ilmu Tanah. Jakarta: Mediyatama Sarana Perkasa.
Hardjowigeno, S. 2003. Ilmu Tanah. Jakarta: Penerbit Akademika Pressindo.
Pairunan. 1985. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Jakarta: Akademika Pressindo.
Pairunan. 1997. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Makassar: Badan Kerjasama
Perguruan Tinggi Negeri Indonesia Timur.
Harjadi, S. 1999. Pengantar Agronomi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Sutedjo dan Kartasapoetra AG. 2002. Pengantar Ilmu Tanah. Jakarta: Penerbit
Rineka Cipta.
Tangkaisari dan Burhanuddin. 1993. Hand Out Praktikum Dasar-Dasar Ilmu
Tanah. Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian dan Kehutanan Universitas
Hasanuddin, Makassar.
LAMPIRAN

Perhitungan Kandungan Bahan Organik Tanah pada Lapisan I dan Lapisan II

Lapisan I:

ml B = 35,5 ml t = 11,5 N = 0,25 mg contoh tanpa air = 2000 mg = 2 gr

Penyelesaian :

(mL B – mL t) N x 3 x 1,33
%C = x 100 %
mg contoh tanah tanpa air

(35,5 – 10,5) 0,25 x 3 x 1,33


= x 100 %
2000
(24) 0,997
= x 100 % = 1,19 %
2000

% Bahan Organik = % C x 1,724


= 1,19 x 1,724
= 2,06 %

Lapisan II

ml B = 36,5 ml t = 17,6 N = 0,25 mg contoh tanpa air = 2000 mg = 2 gr

Penyelesaian :

(mL B – mL t) N x 3 x 1,33
%C = x 100 %
Mg contoh tanah tanpa air

(36,5 – 17,6) 0,25 x 3 x 1,33


= x 100 %
2000
(18,9) 0,997
= x 100 % = 0,94 %
2000

% Bahan Organik = % C x 1,724


= 0,94 x 1,724
= 1,62 %

Lapisan III

ml B = 36,5 ml t = 19,7 N = 0,25 mg contoh tanpa air = 2000 mg = 2 gr

Penyelesaian :

(mL B – mL t) N x 3 x 1,33
%C = x 100 %
Mg contoh tanah tanpa air

(36,5 – 19,7) 0,25 x 3 x 1,33


= x 100 %
2000

(16,8) 0,997
= x 100 % = 0,83 %
2000

% Bahan Organik = % C x 1,724


= 0,83 x 1,724
= 1,43 %

Anda mungkin juga menyukai