Anda di halaman 1dari 4

II.

TEORI DASAR
A. Kayu Ulin
Kayu adalah salah satu bahan bangunan yang sudah dan tidak asing dan sudah lama dikenal
oleh masyarakat kita dan telah dipakai untuk berbagai keperluan, termasuk sebagai pendukung
struktur bangunan. Tanaman yang memiliki nama latin Eusideroxylon zwageri Teijsm ini
tergolong kedalam suku Lauraceae. kayu Ulin dikenal sebagai kayu kelas kuat dan kelas awet
sehingga memiliki banyak manfaat dan sangat diminati masyarakat.(Idris et al., 2019)
Kalimantan merupakan salah satu pulau di Indonesia yang paling kaya kayu ulin
(Eusideroxylon zwageri T et B). Kayu ulin terutama dimanfaatkan sebagai bahan bangunan,
seperti konstruksi rumah/gedung, jembatan, tiang listrik, dan perkapalan. Di samping itu,
masyarakat di kalimantan memanfaatkan pula kayu ulin sebagai komponen konstruksi rumah
seperti kusen jendela dan pintu, daun pintu, serta hiasan rumah.
Penggunaan material kayu pada bangunan untuk menyesuaikan dengan kondisi alam yang
didominasi oleh sungai dan juga tanah rawa. Pemilihan material kayu ulin sebagai pondasi
dikarenakan jenis kayu ini akan bertambah kuat jika terkena air (Afdholy, Wulandari, & Utami,
2019). Sejalan dengan Nurfansyah, Saud, Wastuti, Aini & Agusniansyah (2020), material kayu
ulin sifatnya awet, kuat dengan semua kondisi lahan, baik terendam sepanjang waktu, terjemur
sinar matahari atau berada diatas muka air sepanjang waktu, maupun berganti keadaan, baik
semula kering kemudian terendam air dan sebaliknya.
Kayu ulin dapat dijadikan bahan baku karbon aktif yang mana dapat dimanfaatkan untuk
menurunkan kandungan bahan organik pada air gambut. Hal tersebut dikarenakan karbon aktif
memiliki pori-pori yang berfungsi untuk menyerap polutan. Pori-pori pada karbon aktif
dihasilkan dari proses aktivasi fisika maupun aktivasi kimia. Kayu ulin memiliki sifat yang
kuat dan awet karena termasuk kedalam Kelas Kuat I dan Kelas Awet I dengan berat jenis
1,04gr/cm3 (Elma, Mahmud, Mu’min, 2021). Keawetan kayu dipengaruhi beberapa faktor yaitu
kandungan zat eksraktif, umur pohon, bagian kayu dalam batang, kecepatan tumbuh dan tempat
kayu tersebut dipergunakan. Dari beberapa hasil penelitian, faktor utama yang menentukan
ketahanan alami kayu adalah adanya zat ekstraktif. Zat ekstraktif merupakan salah satu
komponen kimia kayu yang berpengaruh terhadap sifat kayu seperti bau, warna, keawetan kayu
dan lainnya. Keawetan kayu secara alami ditentukan oleh jenis dan banyak zat ekstraktif yang
bersifat racun terhadap organisme perusak kayu. Kandungan ekstraktif di dalam kayu sangat
kecil dibandingkan kandungan selulosa, hemiselulosa maupun lignin, namun pengaruhnya cukup
besar terhadap sifat kayu, sifat pengolahanya, serta keawetan kayu. Zat ekstraktif yang terdapat
dalam batang bakau. Avicennia marina yaitu flavonoid, giklosida, steroid dan tanin. Zat
ekstraktif tersebut dapat digunakan sebagai antimikroba dan antioksidan (Aflah, Subekti, &
Susanti, 2021).
B. Kayu Galam
Pada Kalimantan Selatan keberadaan hutan rawa atau lebih dikenal dengan sebutan hutan
galam, dan sebagian besar hutan rawa didominasi oleh jenis kayu galam (Melaleuca
leucadendra). Pemilihan kayu galam sebagai karbon aktif didasari oleh komponen utama pada
kayu galam mengandung hemiselulosa 27,42%, lignin 18,28%, selulosa sebesar 47%, kadar air
1,86%, kadar abu 1,33% dan impurities 4,11%. Kandungan selulosa ini merupakan senyawa
yang tersusun dari unsur-unsur karbon sehingga dapat dimanfaatkan menjadi karbon aktif
dengan proses karbonasi dan aktivasi (Sirajuddin & Lestari, 2020).
Kayu galam mengandung resin khas yang dihasilkan oleh sejumlah spesies pohon dari marga
Aquilaria, nama latinya Melaleuce Leucadendra. Biasanya di perjual belikan untuk kayu bakar
dan untuk memperkuat pondasi rumah, Kayu gelam terkenal dengan keuletannya, seperti halnya
dapat digunakan sebagai lantai, bantalan tiang listrik /Telpon, kayu bangunan bahkan dalam
dunia perkapalan (Arief & Sidiq, 2017). Kualitas kayu ditentukan oleh faktor di dalam kayu dan
faktor di luar kayu. Faktor di dalam kayu antara lain adalah posisi dalam batang. Faktor di luar
kayu terdiri atas kondisi lingkungan penggunaan kayu dalam hal ini adalah faktor abiotik
(oksidasi, foto oksidasi, ph air/tanah rawa) dan faktor biotik (jamur, serangga perusak kayu).
Pengaruh faktor dalam kayu dan faktor di luar kayu terhadap kayu menunjukkan tingkat kualitas
kayu.
Kayu galam (melalueca leucadendron) digunakan sebagai cerucuk pancangan. Cerucuk
bertujuan meningkatkan tahanan geser tanah dalam arti lain adalah perbaikan tanah
(Tjandrawibawa, 2000). Dengan adanya cerucuk ini maka daya dukung tanah mengalami
peningkatan. Pondasi cerucuk kayu galam ini sangat sesuai untuk kondisi daerah rawa yang
selalu berair (terendam) karena memiliki sifat unik yaitu apabila selalu terendam akan selalu
terjaga kekuatannya terbukti dari bangunan tua dengan pondasi kayu galam yang dibongkar
ternyata kayu galamnya masih sangat baik kondisinya walau bangunan tersebut berumur lebih
dari 20 (dua puluh) tahun (Iskandar, 2000 dan Yudiawati, 2008). Cerucuk kayu galam yang
umum digunakan adalah panjang 3 (tiga) dan 4 (empat) meter untuk bangunan berlantai 1 (satu)
dan minimal panjang 7 (tujuh) meter untuk berlantai 2 (dua). Diameter kayu galam yang ada
dipasaran sekitar 12 (dua belas) senti meter. Untuk daya dukung cerucuk kayu galam tunggal
memiliki beban maksimum yang dapat dipikul mencapai 170 - 300 kN (Rifky, 2014).
Masyarakat di daerah rawa gambut memerlukan kayu sebagai cerucuk atau tiang pancang
rumah. Kayu gelam (Maleleuca sp) ditemukan melimpah di hutan rawa gambut di Kalimantan.
Kayu gelam termasuk kelas awet 3 yang berarti hanya dapat dipergunakan bila berhubungan
dengan tanah selama 3 tahun. Kenyataan yang ada kayu gelam sebagai cerucuk /tiang pancang
rumah dalam tanah rawa tetap kuat selama lebih dari 30 tahun. Pemanfaatan kayu ini mendukung
untuk konservasi hutan rawa gambut. Sifat balok kayu yang mampu “mengapungkan” bangunan
menjadikannya sangat fungsional. Sedangkan kekuatan dan keawetan kayu secara alamiah
terbentuk dari proses alami pengawetan dengan membenamkan kayu ke lumpur/rawa. Di
wilayah Banjarmasin banyak yang menggunakan tiang galam yang biasanya digunakan oleh
masyarakat sebagai pondasi untuk bangunan.kayu galam dapat bertahan sangat lama sebagai
tiang pancang di tanah rawa gambut. Secara lebih luas penggunaan sebagai tiang pancang sudah
dilakukan untuk konstruksi jalan di tanah rawa, bangunan bertingkat dan semi permanen. Galam
dimanfaatkan oleh masyarakat lokal di Kalimantan sebagai tiang pancang secara tradisional.
Masyarakat lokal di daerah rawa gambut menyatakan bahwa kayu galam beserta kulit mampu
bertahan digunakan sebagai tiang pancang hingga lebih dari 40 tahun di tanah rawa.

REFERENCE
Afdholy, A. R., Wulandari, L. D., & Utami, S. (2019). Pengaruh Lingkungan Terhadap Bentuk
Rumah Pada Permukiman Tepian Sugai Kota Banjarmasin. NALARs, 18(2), 143-152.
Aflah, U. N., Subekti, N., & Susanti, R. (2021). Pengendalian Rayap Tanah Coptotermes
curvignathus Holmgren Menggunakan Ekstrak Daun Avicennia marina. Life Science,
10(1), 1-11.
Arif, S., & Sidiq, A. (2017). Pengaruh Variasi Panjang Serat Serat Kayu Gelam (Melaleuce
Leucandendra) Terhadap Kekuatan Tarik Komposit Bermatrik Polyester. AL-JAZARI
JURNAL ILMIAH TEKNIK MESIN, 2(2).

ASTM D4442-92, “Standard Test Methods for Direct Moisture Content Measurement of Wood
and Wood-Based Materials”, USA, (Reapproved 2003) Peraturan Kontruksi Kayu
Indonesia, “Direktorat Penyelidikan Masalah Bangunan”, NI-5, Bandung: Yayasan
Normalisasi Penyelidikan Masalah Bangunan, 1961.

Elma, N. N., & Mu'min, B. (2021). STUDI ISOTEM DAN KINETIKA ADSORPSI BAHAN
ORGANIK ALAMI (BOA) PADA AIR GAMBUT TERHADAP KARBON AKTIF
KAYU ULIN DENGAN SISTEM BATCH. Jernih: Jurnal Tugas Akhir Mahasiswa, 4(2),
1-12.
Idris, M., Kamaldi, A., & Novan, A. (2019). Kekuatan Tekan Sejajar dan Geser Kayu Ulin
(Eusideroxylon Zwageri) di Kota Pekanbaru Berdasarkan SNI 7973:2013. Jurnal Teknik,
13(1), 85–93. https://doi.org/10.31849/teknik.v13i1.2971

Sirajuddin, & Lestari, D. (2020). Karakteristik Arang Aktif Kayu Gelam Menggunakan
Aktivator H3PO4, NaOH dan Na2CO3. 6(1), 494–501.

Supriyati, W., Prayitno, T. A., Sumardi, S., & Marsoem, S. N. (2015). Kearifan Lokal
Penggunaan Kayu Gelam Dalam Tanah Rawa Gambut Di Kalimantan Tengah (Local
Wisdom of Utilization of Gelam Wood on Peatswamp Land of Central
Kalimantan). Jurnal Manusia dan Lingkungan, 22(1), 94-99.

Anda mungkin juga menyukai