Anda di halaman 1dari 3

Tajuk Utama = Vol. 1, No.

1, Edisi Juli 2012

PENGAWETAN
KAYU:
Belum Membudaya Meski
Manfaatnya Nyata
Oleh : Barly

Pengawetan kayu adalah suatu upaya untuk meningkatkan keawetan atau


meningkatkan kekebalan kayu terhadap serangan organisme perusak kayu,
sehingga umur pakai kayu bertambah panjang menjadi beberapa kali lipat.
Pengawetan kayu dapat mencegah kerusakan kayu akibat jamur, serangga
(rayap dan bubuk), penggerek kayu di laut, kembangsusut dan kebakaran.
Dengan manfaat seperti itu, kita semua semestinya gemar menerapkan
pengawetan kayu dalam setiap pemanfaatan kayu untuk sesuatu yang
permanen. Siapapun pasti menginginkan kayu bangunan (konstruksi) rumah
dan gedung yang dimilikinya awet.

S
ebenarnya nenek moyang kita sudah awet (kelas awet II), pada umur pohon 48 tahun
menyadari manfaat keawetan dan pe- ternyata umur layanannya hanya 33 bulan dan
ngawetan kayu. Mereka punya kearifan jati (Tectonagrandis) termasuk kelas awet II jika daur
untuk itu, mulai dari penentuan waktu kapan teknisnya 80 tahun, padahal sekarang mau
sebatang pohon sebaiknya ditebang, meren- diturunkan menjadi 30 tahun. Keawetan jati umur
damnya dalam lumpur, di kolam atau air mengalir, 30 tahun sudah pasti tidak sama dengan jati umur
hingga mengasapi kayu atau bambu. 80 tahun.
Sayangnya, justru dewasa ini pengawetan kayu
di Indonesia belum membudaya. Bahkan ada Sempat Mendapat Perhatian
kelompok masyarakat yang masih meragukan
Sesungguhnya dugaan akan terjadi kelangkaan
manfaat pemberian bahan pengawet kepada kayu.
akan bahan bangunan organik khususnya kayu
Padahal, pengawetan kayu tidak hanya mencip-
awet di Indonesia sudah diprediksi sejak awal abad
takan kekebalan kayu, tetapi juga penting dalam
ke 20, ketika pada tahun 1911 Jawatan Kereta Api
menjaga kelestarian sumberdaya hutan dan
mengimpor bantalan rel dari kayu yang telah
kesinambungan usaha.
diawetkan. Untuk menjawab tantangan tersebut,
Di Indonesia, jenis kayu yang memiliki keawetan
pada tahun 1939 Jawatan Kehutanan di Bengkalis,
tinggi atau tergolong ke dalam kelas awet I dan
Riau mendirikan industri pengawetan kayu, ketika
II jumlahnya relatif sedikit, yaitu kira-kira hanya
mendapat order untuk ekspor bantalan rel kereta
600 dari 4.000 jenis yang dapat mencapai
api dari kayu kempas (Koompassia sp.). Kemudian,
diameter 40 cm. Di samping itu, kita juga tidak
pada tahun 1953 NV. Gebr. Van Swaay atas
boleh terjebak dengan nama jenis kayu yang sudah
permintaan Jawatan Kehutanan membuka
dikenal awet (I dan II), karena sekarang banyak
cabangnya di Surabaya dan Tanjung Priok untuk
pohon yang dipanen pada umur muda, sehingga
antara lain: (1) mengawetkan kayu tiang listrik PLN,
umur layanannya menjadi singkat. Contoh, kayu
(2) mengawetkan kayu perumahan dalam proyek
rasamala (Alitingiaexcelsa) yang secara alami

Forpro 3
Vol. 1, No. 1, Edisi Juli 2012 =

seperti ramin ( Gonistylusbancanus ), Jelutung


(Dyera sp.), tusam (Pinusmerkusii) dan meranti putih
(Shorea spp.) juga dimulai pada awal tahun 1970
yang bertujuan untuk mencegah jamur biru
(blue stain) dan penggerek kayu basah. Cara
tersebut kemudian marak ketika kayu karet
(Heveabrasiliensis) menjadi primadona sebagai
pengganti peran kayu ramin.

Perlu Disosialisaikan Kembali


Meskipun substitusi kayu seperti beton, baja
Pengawetan kayu dengan bahan kimia
menggunakan alat vakum tekan di Pustekolah - Bogor
ringan dan plastik (WPC) sudah tersedia di pasar,
untuk berbagai tujuan penggunaan, kayu dengan
khusus Kebayoran dan Slipi dan (3) mengawetkan berbagai keunggulannya tidak tergantikan.
kayu bantalan dan bangunan di pelabuhan. Contoh, bantalan rel kereta api yang dipasang di
Pada tahun 1966, Direktorat Jendral Kehutanan jembatan, sambungan dan wesel, PT KAI tetap akan
mendirikan pabrik pengawetan kayu di Cipinang, menggunakan kayu. Kebutuhan rumah di
Jakarta sebagai contoh pengawetan kayu yang Indonesia terus meningkat dari 7,4 juta unit pada
berasal dari luar Jawa. Hasilnya cukup memuaskan tahun 2004 menjadi 8 juta unit pada tahun 2009.
sehingga pemakaian kayu jati (Tectonagrandis) Pada tahun 2012 kekurangan rumah diperkirakan
untuk bantalan rel, tiang listrik dan telepon dapat sebanyak 13,6 juta unit dengan perhitungan
dikurangi. penambahan kebutuhan sebesar 800 ribu unit
Pengawetan kayu nampak mulai menjanjikan setiap tahun karena didorong oleh pertumbuhan
pada tahun 1970-an sejalan dengan rencana jumlah penduduk yang memerlukan rumah baru
pembangunan lima tahunan (REPELITA), yaitu dan perbaikan rumah yang rusak. Dari jumlah
ditandai dari bertambahnya instalasi proses vakum- kebutuhan tersebut, 200.000 unit diantaranya
tekan dari 3 (tiga) menjadi 14 unit (1974) dan 32 unit direncanakan berbentuk rumah panggung guna
(1986). Instalasi tersebut digunakan untuk melayani pemenuhan kebutuhan rumah murah bagi
PLN dalam rangka mengawetkan 40.000 tiang kayu masyarakat di pedesaan.
yang terdiri atas kayu rasamala (Altingiaexcelsa), Persoalan utama dalam pembangunan rumah
tusam (Pinusmerkusii) di Wilayah Exsploitasi IX murah bagi rakyat terletak pada kelangkaan bahan
Jawa Tengah dan kayu damar laut (Shorea sp.) dan baku kayu yang berkualitas. Kebutuhan masyarakat
keruing (Dipterocarpus spp.) di Wilayah Eksploitasi untuk membangun berbagai konstruksi
Sumatra Utara. Di samping itu, Koperasi Listrik 3
diperkirakan sebanyak 25 juta m kayu bulat per
Pedesaan menggunakan berbagai jenis kayu tahun. Sementara, perkiraan kebutuhan kayu
setempat guna keperluan jaringan di Luwu gergajian untuk keperluan perumahan berkisar
(SulawesiTengah), Lombok dan Lampung. 3
antara 6-8 juta m . Jumlah itu akan bertambah
Selain instalasi proses vakum-tekan, masih ada seiring dengan banyaknya peristiwa bencana alam,
puluhan instalasi pengawetan dengan proses yang berujung pada kebutuhan kayu untuk
rendaman dingin dan panas-dingin yang dikelola memperbaiki bangunan rumah atau konstruksi
oleh para pengembang perumahan terutama yang yang rusak.
mendapat fasilitas kredit melalui Bank Tabungan Untuk mengantisipasi keadaan tersebut, perlu
Negara (KPR-BTN). Di samping itu, PT INHUTANI di dilakukan kampanye tentang pengawetan kayu,
Samarinda membangun unit perumahan pra- khususnya pengawetan dengan cara sederhana
pabrik yang dipasarkan di Kalimantan Timur dari menggunakan bahan dan peralatan yang tersedia
kayu meranti yang diawetkan, PERUMNAS di pasar lokal. Di samping itu, pengawetan kayu
membangun industri rumah pra-pabrik di Cibadak, tentunya perlu mendapatkan dukungan penuh dari
Sukabumi dan Semarang, menggunakan kayu semua pihak, termasuk masyarakat. Karena diakui,
borneo yang diawetkan dan PT Djajanti Djaya sampai saat ini masih dijumpai sejumlah tantangan,
membuat rumah pra-prabik di Irian Jaya. antara lain: pemahaman yang kurang dari sebagian
Pengawetan kayu bulat di pembalakan dan kayu kalangan masyarakat, mitos yang salah bahwa
gergajian dari jenis kayu yang berwarna cerah pengawetan itu mahal, bahaya pencemaran

4 Forpro
= Vol. 1, No. 1, Edisi Juli 2012

Pencegahan OPK melalui pengawetan


merupakan cara perlindungan paling efektif dan jauh
lebih murah ketimbang terlanjur kayu bangunan
rusak dan harus diganti. Jika daur teknis kayu
pertukangan diturunkan dapat dipastikan
keawetannya rendah. Dengan demikian peng-
awetan kayu bisa dikatakan investasi kehutanan
untuk masa depan. Oleh karena itu sebaiknya semua
kayu yang akan digunakan dalam konstruksi harus
diawetkan dan tersedia di pasar dengan harga yang
terjangkau oleh masyarakat. Sebab dengan
Kayu yang sudah diawetkan siap untuk digunakan terhindarnya kayu dari serangan OPK, berarti
membantu menambah jumlah ketersediaan kayu
lingkungan, kendala geografis, sarana dan pra- untuk berbagai keperluan, membuka kesem-patan
sarana, serta sumber daya manusia (SDM) yang berusaha dan kelangsungan usaha dengan mutu
belum tersedia. produk sesuai kebutuhan standar tanpa
Masyarakat juga perlu memahami dampak dari mengganggu kelestarian hutan.
penggunaan kayu tidak awet. Kerugian yang
ditimbulkan bukan hanya dari segi materi berupa Peran Pemerintah
pemborosan kayu, waktu dan biaya tetapi juga
imateri seperti rasa nyaman dan aman dari kelalaian Segala sesuatu memang tidak akan berjalan
yang mengakibatkan bangunan tidak layak fungsi, tanpa peran pemerintah yang signifikan. Dalam hal
padahal hak masyarakat untuk memperoleh pengawetan kayu, yang akan berdampak pada
kenyamanan dan keamanan dijamin dalam penghematan hutan (pengurangan luas hutan
Undang-undang No. 28 Tahun 2002 tentang yang ditebang), Pemerintah dituntut untuk
Bangunan Gedung. mengeluark an kebijak an-kebijak an yang
Di Indonesia memang belum tersedia data mengarahkan pengawetan kayu menjadi budaya,
berapa besar volume kayu yang setiap tahun sebagaimana halnya di negara maju. Itu antara lain
dihabiskan untuk mengganti konstruksi yang dapat dalam bentuk menghidupkan kembali
lapuk. Di Amerika, angka tersebut ialah 10%. Angka peraturan atau ketentuan agar developer
di Indonesia sangat mungkin lebih besar meng- perumahan menggunakan kayu yang diawetkan,
ingat kondisi alam kita yang memang kondusif memberi subsidi bagi industri pengawetan kayu,
bagi organisme perusak kayu (OPK). Dengan asumsi memberikan pelatihan SDM, dan sebagainya.
3
10% saja, berarti sekitar 3,636 juta m kayu bundar Dalam hal ini Kementerian Kehutanan perlu duduk
setiap tahun rusak karena lapuk (asumsi produksi bersama dengan kementerian lainnya untuk
kayu dari hutan alam sebesar 36,36 juta m
3 bersinergi menghasilkan kebijakan lintas sektoral
pertahun). Jika harga kayu bundar rata-rata yang terbaik bagi negeri.
3
Rp. 500.000.-/m , maka kerugian tersebut bisa
mencapai Rp.1,818 triliun atau setara 363.600 ha
3
hutan jika potensinya 100 m /ha. Potensi kerugian
tersebut makin ke hilir akan bertambah besar,
sebab kerusakan kayu bukan saja karena pelapukan
(jamur), tetapi juga oleh serangga (bubuk dan
rayap) yang jenisnya cukup banyak. OPK tersebut
tumbuh dan berkembangbiak karena kondisi
lingkungan yang kondusif.
Sejatinya, masyarakat tidak perlu ragu akan
keamanan dan manfaat pengawetan kayu. Saat ini
Negara maju seperti Australia, New Zealand dan
Amerika Serikat masih terus melaksanakan peng-
awetan kayu. Bahkan negara tetangga seperti Alat/ruang kombinasi pengeringan dan pengawetan kayu
menggunakan energi surya dan listrik rancangan
Malaysia dan Thailand masih menggunakan kayu peneliti Pustekolah - Bogor
yang diawetkan guna keperluan berbagai konstruksi.

Forpro 5

Anda mungkin juga menyukai