Anda di halaman 1dari 8

ISSN 1978-9513 VIS VITALIS, Vol. 02 No.

1, Maret 2009

TINGKAT DEGRADASI
BAMBU KUNING (Bambusa vulgaris schard var. vitata)
DAN BAMBU HIJAU (Bambusa vulgaris schard var.vulgaris)
OLEH JAMUR

Noverita
Fakultas Biologi Universitas Nasional, Jakarta

ABSTRAK

Masalah yang sering dihadapi berkenan dengan pemanfaatan bambu adalah


kerentanannya serangan organisme perusak seperti jamur, bubuk kayu kering, dan
rayap. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui jenis jamur dan tingkat
degradasinya pada batang dan daun bambu kuning (Bambusa vulgaris Schard
var. vitula ))dan bambu hijau ( Bambusa vulgaris Schard var. vulgaris .). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa tingkat degradasi batang bambu kuning dan batang
bambu hijau setelah 12 minggu pengamatan sangat berbeda. Setelah 12 minggu
bambu kuning mengalami tingkat degradasi total sebesar 19,90%, sedangkan
pada batang bambu hijau tingkat degradasi totalnya sebesar 45,73%. Tingginya
tingkat degradasi pada bambu hijau selain disebabkan oleh jamur juga diduga
disebabkan oleh sifat fisik dan serangan rayap.

Kata kunci : bambu, jamur, degradasi

PENDAHULUAN Buluh bambu kuning digunakan untuk


perlengkapan kapal, misalnya untuk tiang
kemudi, juga untuk pagar, kandang dan
Bambu merupakan salah satu lain-lain. Di Irian Jaya buluh digunakan
tumbuhan asli yang tersebar di seluruh untuk membuat sikat dan koteka;
Indonesia, baik di dataran rendah maupun sedangkan di Salvador belahan buluh digu-
di dataran tinggi, di lahan pertanian nakan sebagai penyokong dan pelindung
ataupun di lahan hutan. Oleh karena itu dinding. Selain itu digunakan untuk bahan
bambu telah lama dikenal dengan baik oleh utama industri mebel bambu dan juga
masyarakat Indonesia terutama karena untuk bubur kayu yang baik untuk
manfaatnya yang luas. Secara tradisionil membuat kertas, dan rebung dapat
umumnya bambu dimanfaatkan untuk dimakan. Air di dalam rebung direbus
berbagai keperluan seperti alat-alat rumah digunakan untuk obat penyakit hepatitis
tangga, kerajinan tangan dan bahan (sakit kuning) (Utami,1995).
makanan. Sebagai bahan bangunan bambu Secara keseluruhan dikenal 120
banyak dipakai di daerah pedesaan, jenis bambu asli Indonesia, 56 jenis
sedangkan di kota bambu merupakan diantaranya berpotensi ekonomi. Untuk
bahan penting untuk rumah murah, seluruh dunia ada sekitar 1500 jenis, 10
bangunan sementara dan perancah untuk jenis diantaranya yang menjadi prioritas,
bangunan bertingkat (Nugroho dan sedangkan 4 diantaranya itu berasal dari
Surjokusumo, 1994 dalam Widjaja dkk,
1994).

Noverita 17
VIS VITALIS, Vol. 02 No. 1, Maret 2009

Indonesia (Widjaja, 1994 dan Nasendi, 25% lignin. 10 persen dari hemi-selulosa
1995). adalah xilan.
Bambusa vulgaris merupakan salah Akhir-akhir ini permintaan akan
satu contoh jenis bambu yang banyak bambu (termasuk rebung untuk pangan)
dijumpai di daerah tropik terutama di cendrung meningkat, khususnya di negara-
Indonesia. Tumbuh baik di dataran rendah, negara Asia Pasifik seperti Jepang, Taiwan
di atas ketinggian 1000 m buluhnya dan Korea Selatan. Dengan perkataan lain
menjadi lebih pendek dan diameternya potensi pasar bagi produk bambu akan
lebih kecil. Banyak dijumpai tumbuh di semakin besar sehingga beberapa negara
sepanjang sungai dan danau yang lembab. tertentu sudah mengarahkan perhatiannya
Di Asia tenggara tanaman dengan buluh terhadap potensi bambu Indonesia.
hijau tumbuh alami secara luas di tepi Indonesia pernah mengekspor bambu ke
sungai, pinggir jalan, tanah tandus dan Belanda untuk digunakan sebagai penyang-
tanah-tanah terbuka. Bambu ini mudah ga tanaman bunga yang sebelumnya di
dikenali, pada buluh mudanya muncul pasok oleh RRC. Sejalan dengan mening-
cabang-cabang secara berselang seling katnya kebutuhan tersebut, permintaan
membentuk susunan seperti kipas raksasa. akan produk bambu yang berkualitas ikut
Buluhnya tegak atau agak condong, tinggi meningkat pula (Darma dkk.,1994 dalam
10-20 m, diameter 4-10 cm, tebal buluh 7- Widjaja,1994)
15mm, berwarna hijau mengkilat, kuning Masalah yang sering dihadapi
atau kuning bergaris hijau. Panjang buku berkenan dengan pemanfaatan bambu
20-45 cm. Buluhnya bermiang hitam adalah serangan organisme perusak seperti
dengan pelepah yang menempel berbentuk jamur, bubuk kayu kering, dan rayap. Di
bundar telur melebar. B.vulgaris ini dapat daerah tropik, penyimpanan bahan
dibedakan dalam 3 kelompok yaitu: yang berlignin-selulosa seperti bambu di luar
berbuluh hijau dikenal sebagai bambu apel, ruangan menyebabkan terjadinya kerusak-
haur; yang berbuluh kuning, seringkali an oleh jasad renik terutama jamur. Bambu
dengan garis-garis hijau sebagai bambu yang berkontak dengan tanah pada tahap
kuning atau Golden bamboo dan Buddhas awal biasanya akan mendapat serangan
belly yang dikenal dengan nama bambu jamur pengotor (mould) dan jamur pewarna
bleduk (Utami, 1995). (staining fungi). Setelah beberapa minggu
Sifat kimia bambu sangat beragam jamur pelapuk kelas Basidiomycetes dan
tergantung jenisnya, dari hasil penelitian Ascomycetes biasanya menyerang dengan
Gusmalina dan Sumadiwangsa (1988) merusak struktur dinding sel bambu
terhadap 10 jenis bambu yang berasal dari sehingga terjadi pelapukan (rot) (Darma,
jawa timur menunjukkan bahwa kadar 1994). Selanjutnya menurut Monahan
selulosa berkisar antara 42,4-53,6%, kadar (1998), pembusukan dan pelapukan pada
lignin 19,8 – 26,6%, kadar pentosa 17,5- batang bambu sebagian besar disebabkan
21,5%, kadar abu 1,24-3,77%. Kadar oleh jamur, termasuk di dalamnya adalah
ekstraktif umumnya digambarkan dengan pelapuk coklat (brown-rot), pelapuk putih
kadar kelarutan dalam air dingin, air panas (white- rot) dan pelapuk lunak (soft-rot).,
dan alcohol benzene. Nilai kadar bakteri juga dapat menyebabkan pembu-
ektraktifnya ini untuk 10 jenis bambu yang sukan. Kolonisasi mikroorganisme ini
diteliti berturut-turut 4,5-9,9% ; 5,3-11.8% pada batang bambu sangat dipengaruhi
dan 0,9-6,9%. Sedangkan menurut oleh kelembaban nutrien, dan temperatur.
Monahan (1998), bambu mengandung 50- Jamur yang sering meyerang
70% hemiselulosa, 30% pentosa dan 20- bambu adalah; Penicillium, Trichoderma,

Noverita 18
VIS VITALIS, Vol. 02 No. 1, Maret 2009

dan Graphium menyebabkan pengotoran, B. Bahan


Schizophyllum commune, Leptographium
sp., Botrydiplodia sp., Auricularia sp., Bahan yang digunakan dalam
Pleurotus sp., dan Stereum sp. menyebab- penelitian ini adalah bambu kuning
kan pelapukan, serta Chaetomium globo- (Bambusa vulgaris Schard var. vitula)
sum dan Coniophora putaena yang dengan diameter batang sekitar 10 cm dan
menyebabkan perwanaan (Darma, 1994). bambu hijau (Bambusa vulgaris Schard
Selanjutnya menurut Monahan (1998), var. vitula) dengan diameter batang sekitar
jenis-jenis jamur yang menyebabkan 7 cm, daun bambu kuning dan daun bambu
pembusukan (decay) dan pelapukan hijau , media PDA, dan akuades steril.
(deterioration) pada bambu adalah; Irpex
lacteus, I.consort Berk., Tyromyces C. Cara kerja
palustris, Picnoporus coccineus (Trametes
sanguinea), Poria vaporaria, Schizophyl- Metode yang dilakukan dalam
lum commune Fr., Polyporus versicolor penelitian ini adalah dengan cara meletak-
(Coriolus versicolor), dan lain-lain kan potongan-potongan batang bambu
Selain jamur dan bakteri, beberapa (ukuran 2 x 3cm) dan daun bambu (ukuran
jenis serangga dilaporkan juga dapat 3 x 15 cm) pada plot yang sudah dibuat
menyebabkan kerusakan pada bambu secara acak. Jumlah plot yang dibuat
dilapangan dan juga selama penyimpanan. sebanyak 16 buah (ukuran 20 x 10 x 5 cm)
Diantaranya adalah serangga Epichloe , delapan plot digunakan untuk per-lakuan
bambusae, dan sejenis kumbang penggerek batang bambu (empat plot bambu kuning
Dinoderus minutes dan D. brevis menye- dan empat plot bambu hijau) dan delapan
babkan bambu sering lapuk (Siregar dan plotnya lagi digunakan untuk perlakuan
Hartuningsih, 1995). Rayap dari jenis daun bambu (empat plot untuk daun bambu
Coptotermes curviganathus, Macrotermes kuning dan empat plot untuk daun bambu
gilvus ( Andalusia (1984) dan bubuk kayu hijau). Dari empat plot yang diperlakukan,
kering Dinoderus minutes (Darma,1994). dua plot diguna-kan untuk mengamati
Tujuan penelitian ini adalah untuk jenis jamur yang diambil setiap minggu
mengetahui jenis jamur dan tingkat (selama 12 minggu), dua plot yang lainnya
degradasinya pada batang dan daun bambu digunakan untuk mengamati tingkat
kuning (Bambusa vulgaris Schard var. degradasi total dari sampel yang diambil
vitula) dan bambu hijau (Bambusa vulgaris setelah 12 minggu. Pengamatan dan
Schard var. vulgaris .). analisis yang dilakukan meliputi pengukur-
an bobot kering setiap minggu, serta isolasi
dan identifikasi jenis jamur yang tumbuh
METODOLOGI PENELITIAN pada sampel tersebut. Selain itu juga
diamati kemungkinan adanya serangan
serangga yang dapat terlihat dari bekas
A. Tempat dan Waktu gigitannya.
Penelitian ini dilaksanakan selama
empat bulan dari bulan Februari sampai
dengan bulan Juni 2004, di Laboratorium HASIL DAN PEMBAHASAN
Mikrobiologi dan Biokimia , Pusat Studi
Ilmu Hayat (PSIH),IPB serta di halaman Pengamatan pada batang bambu
belakang jurusan Manajemen Hutan, kuning dan bambu hijau memperlihatkan
Fakultas Kehutanan IPB. bahwa tingkat degradasi yang terjadi untuk

Noverita 19
VIS VITALIS, Vol. 02 No. 1, Maret 2009

setiap minggunya sangat bervariasi dan Setelah 12 minggu bambu kuning


tidak konsisten meningkat seiring dengan mengalami tingkat degradasi total sebesar
lamanya waktu penyimpanan. Hal ini dapat 19,90%, sedangkan pada batang bambu
terjadi karena pengaruh faktor lingkungan hijau tingkat degradasi totalnya sebesar
seperti pengaruh iklim dan suhu selama 45,73%. Tingginya tingkat degradasi pada
perlakuan, disamping itu juga dipengaruhi bambu hijau selain disebabkan oleh jamur
oleh jenis jamur dan organisme lainnya juga diduga disebabkan oleh sifat fisik dan
yang mengkolonisasi. Tingkat degradasi serangan rayap, hal ini dapat dilihat selama
(%) pada batang bambu kuning dan bambu pengamatan dilapangan bahwa bambu
hijau tiap minggu dan tingkat degradasi hijau yang digunakan memiliki ketebalan
totalnya setelah 12 minggu dapat dilihat yang lebih kecil dibandingkan dengan
pada Gambar 1. bambu kuning, disamping itu juga setelah
enam minggu pengamatan di lapangan
Pada Gambar 1 dapat dilihat bahwa
dapat dilihat adanya serangan serangga
tingkat degradasi total batang bambu
rayap, yang terlihat dengan adanya bekas
kuning dan batang bambu hijau setelah 12
gigitan pada bambu ini.
minggu pengamatan sangat berbeda.

50
40
Tingkat degradasi

30
(%)

20
10
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 12
**
Waktu(minggu) bambukuning
bambuhijau

Gambar 1. Tingkat degradasi (%) batang bambu kuning dan batang bambu
hijau tiap minggu dan tingkat degradasi total setelah 12 minggu

Menurut Darma dkk. (1994) serangga rayap kering Cryptotermes


keawetan alami bambu tergantung pada cynocephalus dengan intensitas serangan
beberapa faktor, antara lain umur bambu yang cukup tinggi dibandingkan dengan
saat ditebang, kandungan pati, cara yang diberi perlakuan. Untuk melihat
penyimpanan dan pemakaian, pengaruh perbandingan tingkat degradasi (%) selama
iklim dan cuaca, serta organisme perusak seminggu untuk duabelas minggu
seperti rayap. Hasil penelitian Andalusia pengamatan batang bambu kuning dan
(1984)pada bambu apus (Gigantochloa batang bambu hijau, dilakukan dengan cara
apus) menunjukkan bahwa bambu apus mencari selisih tingkat degradasi minggu x
tanpa perlakuan sangat rentan terhadap dengan tingkat degradasi minggu x-1,

Noverita 20
VIS VITALIS, Vol. 02 No. 1, Maret 2009

sehingga ada kemungkinan diperoleh nilai cukup penting (2,9 %) terjadi antara
negatif seperti yang dapat dilihat pada minggu pertama dan kedua. Tingkat
Gambar 2. degradasi tertinggi pada batang bambu
Dari Gambar 2 dapat dilihat bahwa hijau adalah sebesar 4,3 % yang terjadi
tingkat degradasi tertinggi pada bambu antara minggu ke-11 dan ke-12, tingkat
kuning adalah sebesar 3,6%, yang terjadi degradasi pada jenis ini yang juga cukup
antara minggu kelima dan keenam. penting (3,3 %) terjadi antara minggu ke-8
Tingkat degradasi pada jenis ini yang juga dan minggu ke-9.
tingkat degradasi (%)

0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
-1

-2
b. kuning
waktu (minggu)
b. hijau

Gambar 2. Perbandingan tingkat degradasi (%) selama seminggu untuk dua belas
minggu pengamatan pada batang bambu kuning dan hijau

Bila dikaitkan antara tingkat setiap minggunya dapat dilihat pada


degradasi tertinggi dengan frekuensi dan Gambar 3 dan Gambar 4 .
jenis jamur yang diisolasi dari sampel pada

Gambar 3. Fre kue nsi (%) dan je nis fungi yang


diisolasi dari sampe l batang bambu kuning tiap
minggu

12 33% 33% 33%


50%

11 50%
25%

25%

10 25% 25%
25%

25%
waktu (mingu)

9 25% 25%
25%

25%

25%

25%
100%

8
7
67%

33%

6
5 50% 50%
25%

4 50% 25%
25%

3 50% 25%
40%

2 40% 20%
67%

33%

1
0

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2


Frekuensi (%)

Tric Ms1 Rhi Sc Psp1 Fus Bot


Ms2 Psp2 Gli Mon

Noverita 21
VIS VITALIS, Vol. 02 No. 1, Maret 2009

Gam bar 4. Frekuensi (%) dan jenis fungi yang diisolasi


pada sampel batang bambu hijau

67%
12 33%

25% 25%
11 25% 25% 25%
waktu (minggu) 10 100%
9 25% 25% 25%

25%
8 25% 50%
7 100%
6 67% 33%
5 50% 50%
4 100%
3 40% 40% 20%
2 100%
1 100%
0% 20% 40% 60% 80% 100% 120%
Frekuensi (%)
Tric Ms1 Rhi Sc Psp1
Ms2 Psp2 Gli Mon

Frekuensi dan jenis jamur (Gambar (gambar 4). Hal ini disebabkan kedua jenis
3) yang dapat diisolasi pada sampel batang bambu ini mengandung senyawa kimia
bambu kuning pada minggu kelima dan yang dibutuhkan jamur untuk pertum-
keenam adalah Schizophylum commune buhannya sama dengan kosentrasi yang
(50%), Penicillium sp.1 (50%), Miselia cukup tinggi, seperti selulosa, pentosa dan
sterilia sp.1(67%) dan Penicillium sp lignin. Dari hasil penelitian Sutigno (1994,
.2(33%), sedangkan pada minggu pertama dalam Widjaja,1994) terhadap 10 jenis
dan kedua jamur yang dapat diisolasi bambu diantaranya bambu betung, bambu
adalah Trichoderma sp.(67%), Miselia apus dan bambu tali, diketahui bahwa
sterilia sp.1 (33%), Rhizopus sp. (40%), kandungan selulosa dan pentosanya tinggi
Schizophylum commune (40%) dan bila dibandingkan dengan kandungan
Penicillium sp.1 (20%) selulosa dan pentosa kayu jenis lainnya,
Frekuensi dan jenis jamur ( Gambar sedangkan kandungan ligninnya tergolong
4 ) yang dapat diisolasi pada sampel batang sedang.
bambu hijau pada minggu kedelapan dan Jenis-jenis jamur yang diisolasi ter-
kesembilan adalah Trichoderma sp. (25%), sebut diantaranya menyebabkan pengotor-
Schizophylum commune (25%), Botryodi- an pada bambu, seperti Penicillium sp. dan
plodia sp. (50%), Monilia sp. (25%), serta Trichoderma sp., dan satu jenis menyebab-
Miselia sterilia sp1 dan sp.2, masing- kan pelapukan pada bambu Schizophyllum
masing dengan frekwensi 25%. Sedangkan commune. Menurut Darma (1994), bebe-
pada minggu ke sembilan dan kesepuluh, rapa jenis jamur yang sering menyerang
jenis dan frekuensi jamurnya adalah bambu di lapangan adalah Penicillium,
Trichoderma sp. (25%), Schyzophylum Trichoderma dan Graphium yang menye-
commune (25%), Botryodiplodia sp. (33%) babkan pengotoran, Leptographium sp.,
dan Monilia sp.(67%). Botryodiplodia sp., Auricularia sp.,
Bila diperhatikan dari jenis jamur Pleurotus sp., Stereum sp., dan Poria
yang diisolasi dari kedua jenis bambu incrassata menyebabkan pelapukan, serta
tersebut ternyata memperlihatkan kera- Chaetomium globosum dan Coniophora
gaman jenis cukup banyak dan sama, putaena menyebabkan perubahan warna
walau frekwensi kemunculannya berbeda pada bambu.

Noverita 22
VIS VITALIS, Vol. 02 No. 1, Maret 2009

Gambar 4. Frekuensi kemunculan jenis-jenis


fungi pada batang bambu kuning dan batang
bambu hijau

30
kemunculan (%)

25
frekuensi

20
15
10
5
0
ic i t li
Tr Ms
1
Rh Sc sp1 Fus 2
Bo Ms sp
2 G on
P P M
Bambu K
jenis fungi
Bambu H

Keterangan ; •Tri : Trichoderma sp.


•Ms1 : Miselium steril sp.1
•Rhi : Rhizopus sp.
•Sc : Schizophyllum commune
•Psp1 : Penicillium sp.1
•Fus : Fusarium sp.
•Bot : Botryodiplodia sp.
•Ms2 : Miselium steril sp.2
•Psp2 : Penicillium sp.2
•Gli : Gliocladium sp.
•Mon : Monilia sp.

Pada batang bambu kuning, S. bambu ini juga diduga karena perbedaan
commune mendominasi dengan frekuensi sifat fisiknya, bambu kuning memiliki
kemunculan 27,12 %, sedang pada batang daun yang lebih lebar dan tebal sehingga
bambu hijau, fungi yang mendominasi kandungan kimianya yang dibutuhkan
adalah S. commune dan Penicillium sp1. jamur untuk pertumbuhan juga akan lebih
dengan masing-masing frekuensi 17,5 %. banyak.
Tingginya frekuensi kemunculan jamur
S.commune pada bambu kuning diduga
sangat erat kaitannya dengan sifat fisik dari KESIMPULAN
bambu tersebut, karena bambu kuning
mempunyai ketebalan yang lebih tinggi Berdasarkan hasil dan pembahasan
dibandingkan dengan bambu hijau sehing- dibatas dapat ditarik beberapa kesimpulan
ga kandungan senyawanya yang dibutuh- 1. Tingkat degradasi tertinggi pada bambu
kan jamur ini untuk pertumbuhannya juga kuning adalah 3,6 %, terjadi pada
akan lebih banyak. minggu kelima dan dan keenam
Pada daun bambu kuning dan hijau, 2. Tingkat degradasi tertinggi pada bambu
jamur yang dominan ternyata sama yaitu hijau adalah 4,3 %, terjadi pada minggu
Trichoderma sp. dengan frekuensi masing- ke sebelas dan keduabelas
masing 31,6 % dan 29,3 %. Adanya
perbedaan frekuensi dari kedua jenis daun

Noverita 23
VIS VITALIS, Vol. 02 No. 1, Maret 2009

3. Tingkat degradasi total batang bambu Monahan C. Diseases of Bamboos in Asia


kuning 19,9 %,sedangkan bambu hijau an Illustrated Manual. INBAL
45,7 %. Technical Report . Kerala Forest
4. S.commune dominan muncul pada Reseach Institut. Pcechi, Kerala,
batang bambu kuning dan hijau. India. Vol. 10. 1998.
5. Trichoderma sp. dominan muncul pada
daun bambu kuning dan hijau. Nugroho N dan Surjokusumo S.
Pemanfaatan Bambu Sebagai Bahan
Bangunan; dalam Widjaja dkk. “Stra-
DAFTAR PUSTAKA tegi Penelitian Bambu Indonesia”
Yayasan Bambu Lingkungan Lestari ,
Andalusia TS. Pengaruh Perendaman Bogor. 1994.
Dalam Lumpur Terhadap Serangan
Rayap Kayu Kering Cryptotermes Siregar M dan Hartuningsih. Bambu
cynocephalus Ligh dan Perubahan betung (Dendrocalamus asper
Komposisi Kimia pada Bambu. (schultesf.) Bakerex Heyne).
Skripsi Fakultas Kehutanan IPB, Lembaran Informasi Prosea-Yayasan
Bogor. 1994. Prosea,Bogor Indonesia. Vol.1
No.12. 1995.
Darma IGK. Pengamatan Serangan Jamur
Pada Berbagai Jenis Bambu di Sutigno P. Beberapa Hasil Penelitian dan
Lapangan. Fakultas Kehutanan IPB, Pengolahan Bambu; dalam Widjaja
Bogor. 1994. dkk. “Strategi Penelitian Bambu
Indonesia” Yayasan Bambu
Darma IGK, Matangaran JR dan Nandika Lingkungan Lestari, Bogor. 1994.
D. Keawetan dan Pengawetan
Bambu, dalam Widjaja dkk. “ Utami NW. Bambu kuning (Bambusa
Strategi Penelitian Bambu Indonesia” vulgaris Schmiler ex Wendland).
Yayasan Bambu Lingkungan Lestari, Lembaran Informasi Prosea-Yayasan
Bogor . 1994. Prosea, Bogor Indonesia. Vol.1
No.12. 1995.
Gusmalina dan Sumadiwangsa S. Analisa
Kimia Sepuluh Jenis Bambu Dari
Jawa Timur. Jurnal Penelitian Hasil
Hutan. Vol.5 No.5. 1988.

Noverita 24

Anda mungkin juga menyukai