1, Maret 2009
TINGKAT DEGRADASI
BAMBU KUNING (Bambusa vulgaris schard var. vitata)
DAN BAMBU HIJAU (Bambusa vulgaris schard var.vulgaris)
OLEH JAMUR
Noverita
Fakultas Biologi Universitas Nasional, Jakarta
ABSTRAK
Noverita 17
VIS VITALIS, Vol. 02 No. 1, Maret 2009
Indonesia (Widjaja, 1994 dan Nasendi, 25% lignin. 10 persen dari hemi-selulosa
1995). adalah xilan.
Bambusa vulgaris merupakan salah Akhir-akhir ini permintaan akan
satu contoh jenis bambu yang banyak bambu (termasuk rebung untuk pangan)
dijumpai di daerah tropik terutama di cendrung meningkat, khususnya di negara-
Indonesia. Tumbuh baik di dataran rendah, negara Asia Pasifik seperti Jepang, Taiwan
di atas ketinggian 1000 m buluhnya dan Korea Selatan. Dengan perkataan lain
menjadi lebih pendek dan diameternya potensi pasar bagi produk bambu akan
lebih kecil. Banyak dijumpai tumbuh di semakin besar sehingga beberapa negara
sepanjang sungai dan danau yang lembab. tertentu sudah mengarahkan perhatiannya
Di Asia tenggara tanaman dengan buluh terhadap potensi bambu Indonesia.
hijau tumbuh alami secara luas di tepi Indonesia pernah mengekspor bambu ke
sungai, pinggir jalan, tanah tandus dan Belanda untuk digunakan sebagai penyang-
tanah-tanah terbuka. Bambu ini mudah ga tanaman bunga yang sebelumnya di
dikenali, pada buluh mudanya muncul pasok oleh RRC. Sejalan dengan mening-
cabang-cabang secara berselang seling katnya kebutuhan tersebut, permintaan
membentuk susunan seperti kipas raksasa. akan produk bambu yang berkualitas ikut
Buluhnya tegak atau agak condong, tinggi meningkat pula (Darma dkk.,1994 dalam
10-20 m, diameter 4-10 cm, tebal buluh 7- Widjaja,1994)
15mm, berwarna hijau mengkilat, kuning Masalah yang sering dihadapi
atau kuning bergaris hijau. Panjang buku berkenan dengan pemanfaatan bambu
20-45 cm. Buluhnya bermiang hitam adalah serangan organisme perusak seperti
dengan pelepah yang menempel berbentuk jamur, bubuk kayu kering, dan rayap. Di
bundar telur melebar. B.vulgaris ini dapat daerah tropik, penyimpanan bahan
dibedakan dalam 3 kelompok yaitu: yang berlignin-selulosa seperti bambu di luar
berbuluh hijau dikenal sebagai bambu apel, ruangan menyebabkan terjadinya kerusak-
haur; yang berbuluh kuning, seringkali an oleh jasad renik terutama jamur. Bambu
dengan garis-garis hijau sebagai bambu yang berkontak dengan tanah pada tahap
kuning atau Golden bamboo dan Buddhas awal biasanya akan mendapat serangan
belly yang dikenal dengan nama bambu jamur pengotor (mould) dan jamur pewarna
bleduk (Utami, 1995). (staining fungi). Setelah beberapa minggu
Sifat kimia bambu sangat beragam jamur pelapuk kelas Basidiomycetes dan
tergantung jenisnya, dari hasil penelitian Ascomycetes biasanya menyerang dengan
Gusmalina dan Sumadiwangsa (1988) merusak struktur dinding sel bambu
terhadap 10 jenis bambu yang berasal dari sehingga terjadi pelapukan (rot) (Darma,
jawa timur menunjukkan bahwa kadar 1994). Selanjutnya menurut Monahan
selulosa berkisar antara 42,4-53,6%, kadar (1998), pembusukan dan pelapukan pada
lignin 19,8 – 26,6%, kadar pentosa 17,5- batang bambu sebagian besar disebabkan
21,5%, kadar abu 1,24-3,77%. Kadar oleh jamur, termasuk di dalamnya adalah
ekstraktif umumnya digambarkan dengan pelapuk coklat (brown-rot), pelapuk putih
kadar kelarutan dalam air dingin, air panas (white- rot) dan pelapuk lunak (soft-rot).,
dan alcohol benzene. Nilai kadar bakteri juga dapat menyebabkan pembu-
ektraktifnya ini untuk 10 jenis bambu yang sukan. Kolonisasi mikroorganisme ini
diteliti berturut-turut 4,5-9,9% ; 5,3-11.8% pada batang bambu sangat dipengaruhi
dan 0,9-6,9%. Sedangkan menurut oleh kelembaban nutrien, dan temperatur.
Monahan (1998), bambu mengandung 50- Jamur yang sering meyerang
70% hemiselulosa, 30% pentosa dan 20- bambu adalah; Penicillium, Trichoderma,
Noverita 18
VIS VITALIS, Vol. 02 No. 1, Maret 2009
Noverita 19
VIS VITALIS, Vol. 02 No. 1, Maret 2009
50
40
Tingkat degradasi
30
(%)
20
10
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 12
**
Waktu(minggu) bambukuning
bambuhijau
Gambar 1. Tingkat degradasi (%) batang bambu kuning dan batang bambu
hijau tiap minggu dan tingkat degradasi total setelah 12 minggu
Noverita 20
VIS VITALIS, Vol. 02 No. 1, Maret 2009
sehingga ada kemungkinan diperoleh nilai cukup penting (2,9 %) terjadi antara
negatif seperti yang dapat dilihat pada minggu pertama dan kedua. Tingkat
Gambar 2. degradasi tertinggi pada batang bambu
Dari Gambar 2 dapat dilihat bahwa hijau adalah sebesar 4,3 % yang terjadi
tingkat degradasi tertinggi pada bambu antara minggu ke-11 dan ke-12, tingkat
kuning adalah sebesar 3,6%, yang terjadi degradasi pada jenis ini yang juga cukup
antara minggu kelima dan keenam. penting (3,3 %) terjadi antara minggu ke-8
Tingkat degradasi pada jenis ini yang juga dan minggu ke-9.
tingkat degradasi (%)
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
-1
-2
b. kuning
waktu (minggu)
b. hijau
Gambar 2. Perbandingan tingkat degradasi (%) selama seminggu untuk dua belas
minggu pengamatan pada batang bambu kuning dan hijau
11 50%
25%
25%
10 25% 25%
25%
25%
waktu (mingu)
9 25% 25%
25%
25%
25%
25%
100%
8
7
67%
33%
6
5 50% 50%
25%
4 50% 25%
25%
3 50% 25%
40%
2 40% 20%
67%
33%
1
0
Noverita 21
VIS VITALIS, Vol. 02 No. 1, Maret 2009
67%
12 33%
25% 25%
11 25% 25% 25%
waktu (minggu) 10 100%
9 25% 25% 25%
25%
8 25% 50%
7 100%
6 67% 33%
5 50% 50%
4 100%
3 40% 40% 20%
2 100%
1 100%
0% 20% 40% 60% 80% 100% 120%
Frekuensi (%)
Tric Ms1 Rhi Sc Psp1
Ms2 Psp2 Gli Mon
Frekuensi dan jenis jamur (Gambar (gambar 4). Hal ini disebabkan kedua jenis
3) yang dapat diisolasi pada sampel batang bambu ini mengandung senyawa kimia
bambu kuning pada minggu kelima dan yang dibutuhkan jamur untuk pertum-
keenam adalah Schizophylum commune buhannya sama dengan kosentrasi yang
(50%), Penicillium sp.1 (50%), Miselia cukup tinggi, seperti selulosa, pentosa dan
sterilia sp.1(67%) dan Penicillium sp lignin. Dari hasil penelitian Sutigno (1994,
.2(33%), sedangkan pada minggu pertama dalam Widjaja,1994) terhadap 10 jenis
dan kedua jamur yang dapat diisolasi bambu diantaranya bambu betung, bambu
adalah Trichoderma sp.(67%), Miselia apus dan bambu tali, diketahui bahwa
sterilia sp.1 (33%), Rhizopus sp. (40%), kandungan selulosa dan pentosanya tinggi
Schizophylum commune (40%) dan bila dibandingkan dengan kandungan
Penicillium sp.1 (20%) selulosa dan pentosa kayu jenis lainnya,
Frekuensi dan jenis jamur ( Gambar sedangkan kandungan ligninnya tergolong
4 ) yang dapat diisolasi pada sampel batang sedang.
bambu hijau pada minggu kedelapan dan Jenis-jenis jamur yang diisolasi ter-
kesembilan adalah Trichoderma sp. (25%), sebut diantaranya menyebabkan pengotor-
Schizophylum commune (25%), Botryodi- an pada bambu, seperti Penicillium sp. dan
plodia sp. (50%), Monilia sp. (25%), serta Trichoderma sp., dan satu jenis menyebab-
Miselia sterilia sp1 dan sp.2, masing- kan pelapukan pada bambu Schizophyllum
masing dengan frekwensi 25%. Sedangkan commune. Menurut Darma (1994), bebe-
pada minggu ke sembilan dan kesepuluh, rapa jenis jamur yang sering menyerang
jenis dan frekuensi jamurnya adalah bambu di lapangan adalah Penicillium,
Trichoderma sp. (25%), Schyzophylum Trichoderma dan Graphium yang menye-
commune (25%), Botryodiplodia sp. (33%) babkan pengotoran, Leptographium sp.,
dan Monilia sp.(67%). Botryodiplodia sp., Auricularia sp.,
Bila diperhatikan dari jenis jamur Pleurotus sp., Stereum sp., dan Poria
yang diisolasi dari kedua jenis bambu incrassata menyebabkan pelapukan, serta
tersebut ternyata memperlihatkan kera- Chaetomium globosum dan Coniophora
gaman jenis cukup banyak dan sama, putaena menyebabkan perubahan warna
walau frekwensi kemunculannya berbeda pada bambu.
Noverita 22
VIS VITALIS, Vol. 02 No. 1, Maret 2009
30
kemunculan (%)
25
frekuensi
20
15
10
5
0
ic i t li
Tr Ms
1
Rh Sc sp1 Fus 2
Bo Ms sp
2 G on
P P M
Bambu K
jenis fungi
Bambu H
Pada batang bambu kuning, S. bambu ini juga diduga karena perbedaan
commune mendominasi dengan frekuensi sifat fisiknya, bambu kuning memiliki
kemunculan 27,12 %, sedang pada batang daun yang lebih lebar dan tebal sehingga
bambu hijau, fungi yang mendominasi kandungan kimianya yang dibutuhkan
adalah S. commune dan Penicillium sp1. jamur untuk pertumbuhan juga akan lebih
dengan masing-masing frekuensi 17,5 %. banyak.
Tingginya frekuensi kemunculan jamur
S.commune pada bambu kuning diduga
sangat erat kaitannya dengan sifat fisik dari KESIMPULAN
bambu tersebut, karena bambu kuning
mempunyai ketebalan yang lebih tinggi Berdasarkan hasil dan pembahasan
dibandingkan dengan bambu hijau sehing- dibatas dapat ditarik beberapa kesimpulan
ga kandungan senyawanya yang dibutuh- 1. Tingkat degradasi tertinggi pada bambu
kan jamur ini untuk pertumbuhannya juga kuning adalah 3,6 %, terjadi pada
akan lebih banyak. minggu kelima dan dan keenam
Pada daun bambu kuning dan hijau, 2. Tingkat degradasi tertinggi pada bambu
jamur yang dominan ternyata sama yaitu hijau adalah 4,3 %, terjadi pada minggu
Trichoderma sp. dengan frekuensi masing- ke sebelas dan keduabelas
masing 31,6 % dan 29,3 %. Adanya
perbedaan frekuensi dari kedua jenis daun
Noverita 23
VIS VITALIS, Vol. 02 No. 1, Maret 2009
Noverita 24