Anda di halaman 1dari 6

BAB 1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bambu merupakan tanaman jenis rumput-rumputan yang mempunyai batang


berongga, beruas-ruas serta berakar serabut. Bambu mempunyai nama lain yaitu
buluh, aur dah eru. Bambu memiliki ranting-ranting kecil yang tumbuh di batangnya.
Batang bambu memiliki ranting bukan dahan. Ranting bentuknya lebih kecil
dibandingkan dengan dahan. Ranting tidak mengubah bentuk asli pohon itu, artinya
dengan tumbuhnya ranting pada bambu bentuk asli pohon tidak berubah. Bentuk
pohon bambu dari bawah sampai atas tetap lurus, tidak terbagi-bagi oleh ranting.
Bambu merupakan tanaman dengan laju pertumbuhan tertinggi di dunia, bambu dapat
tumbuh 100 cm (39 inci) dalam waktu 24 jam. Namun laju pertumbuhan ini sangat
ditentukan oleh kondisi tanah lokal iklim dan jenis spesies. Laju pertumbuhan yang
umum yaitu 3-10 cm (12-39 inci) per hari.

Lopez dan Shanley (2004) mengatakan bahwa bambu termasuk keluarga


rumput-rumputan dan tumbuhan paling besar jumlahnya di dunia dalam keluarga ini.
Ada lebih dari 1200 jenis bambu dan kebanyakan terdapat di Asia. Jenis bambu
tersebut antara lain Bambu Betung, Bambu Sero, Bambu Tui, Bambu Jawa, Bambu
Suanggi, Bambu Baduri dan lain sebagainya. Tanaman bambu banyak ditemukan di
daerah tropik di Benua Asia, Afrika dan Amerika. Namun, beberapa spesies
ditemukan juga di Australia. Benua Asia merupakan penyebaran bambu tebesar.
Selain didaerah tropik, bambu juga menyebar ke daerah subtropik dan daerah
beriklim sedang di dataran rendah sampai dataran tinggi (Berlian dan Rahayu, 1996).

Daun bambu banyak dimanfaatkan sebagai makanan hewan seperti panda,


simpanse dan gajah, namun manfaat daun bambu pertama kali diungkap dalam kitab
Ming Yi Bie Lu (Catatan Dokter Ternama), yakni untuk meluruhkan dahak,
meredakan batuk dan susah nafas. Selain sebagai makanan hewan bagian lainnya
seperti tunas bambu dimanfaatkan sebagai kuliner khas Indonesia yang bernama
rebung. Batang bambu dengan ukuran besar digunakan sebagai bahan kontruksi
rumah maupun jembatan. Di Indonesia bambu digunakan sebagai alat musik
tradisional yang menjadi ciri khas masing-masing daerah Indonesia, contohnya
Angklung dan Seruling yang berasal dari Sunda. Tanaman bambu berfungsi untuk
mencegah abrasi, erosi dan sebagai sumber oksigen.

Oleh karena itu, kita sebagai manusia selain mengambil bambu untuk
dimanfaatkan sebagai kerajinan atau kebutuhan untuk bangunan atau keperluan
lainnya, maka kita juga harus melestarikan pohon bambu tersebut dengan mengambil
pohon seperlunya saja. Jika pohon bambu tersebut habis maka kita harus menanam
kembali agar pohon bambu tidak habis secara keseluruhan serta dapat tumbuh pohon
bambu muda.

1.2 Rumusan Masalah

a) Bagaimana bambu dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari?


b) Bagaimana pengembanagan bambu di Indonesia?
c) Bagaimana karakteristik tiap jenis-jenis bambu?

1.3 Tujuan

a) Mengetahui pemanfaatan bambu dalam kehidupan sehari-hari


b) Mengetahui pengembanagan bambu di Indonesia
c) Mengetahui karakteristik tiap jenis-jenis bambu
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi Pertumbuhan

Pertumbuhan berarti pembelahan sel (peningkatan jumlah) dan pembesaran


sel (peningkatan ukuran). Kedua proses ini memerlukan sintesis protein dan
merupakan proses yang tidak dapat berbalik (Gardner, 1991). Pertumbuhan batang
bambu dapat dibedakan atas tiga yaitu: pertambahan tinggi pada ujung batang
(rebung) yang disebabkan oleh aktivitas sel-sel jaringan meristem apikal,
pertambahan diameter disebabkan oleh aktivitas meristem lateral dan pertambahan
penjang pada bagian bawah dari tiap ruas yang disebabkan oleh aktivitas sel-sel
interkalar (Khrisnamwy, 1956) diacu dalam (Sutiyono, 1996).

2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Bambu

a) Tanah

Semua jenis tanah dapat ditumbuhi bambu kecuali tanah-tanah yang


terdapat dekat pantai. Jenis-jenis tanah yang ditumbuhi pusat bambu adalah jenis
tanah asosiasi latosol merah, latosol merah kecoklatan, dan laterit, jenis tanah latosol
coklat kemerahan dan jenis tanah asosiasi latosol dan regosol untuk daerah bogor
(Sutiyono, 1996).

b) Ketinggian tempat

Tanaman bambu bisa dijumpai dari daerah rendah sampai dataran tinggi,
dari pegunungan berbukit-bukit dengan kelerengan curam sampai landai
(Sastrapradja, 1977).

c) Iklim
Faktor iklim yang berpengaruh terhadap kemampuan tumbuh bambu yaitu
curah hujan dan kelembaban udara. Ketiga hal tersebut saling terkait satu sama lain.
(Huberman, 1959) diacu dalam (Sutiyono, 1996) menyebutkan suhu udara yang
cocok untuk pertumbuhan bambu berkisar 8,8 0C–36 0C, curah hujan minimal 1.020
mm/tahun, dan kelembaban udara minimal 80 %. Berdasarkan klasifikasi iklim
Schmidt dan Ferguson, di Indonesia tumbuhan bambu dapat tumbuh pada berbagai
tipe iklim mulai dari tipe iklim A, B, C, D, sampai E, atau dari tipe iklim basah
sampai kering. Semakin basah tipe iklimnya, semakin banyak jumlah jenis bambunya
(Sutiyono, 1996).

2.3 Deskripsi Beberapa jenis Bambu

a) Bambu Betung (Dendrocalamus Asper (Schult.f) Backer ex Heyne)

Bambu betung (Indonesia) memiliki nama daerah yaitu pring betung


(Jawa) dan awi bitung (Sunda). Tumbuh baik di tanah tropis yang lembab dan basah,
tetapi juga tumbuh didaerah kering di dataran rendah maupun dataran tinggi. Rebung
hitam keunguan, tertutup bulu berwarna coklat hingga kehitaman. Tinggi buluh
mencapai 20 m, lurus dengan ujung melengkung. Pelepah buluh mudah luruh tertutup
buluh hitam hinggga coklat tua (Widjaja, 2001).

b) Bambu Hitam (Gigantochloa atroviolaceae Widjaja)

Nama daerah bambu hitam (Indonesia), pring wulung, pring ireng (Jawa),
awi hideung (Sunda). Lebih suka tumbuh didaerah kering dan tanah berkapur.
Rebung hijau kehitaman dengan ujung jingga, tertutup bulu coklat hingga hitam.
Buluh tingginya mencapai 15 m, tegak. pelepah buluh tertutup bulu hitam sampai
coklat dan mudah luruh. Digunakan untuk membuat alat musik tradisional jawa barat
dan juga untuk industri mebel bilik dan kerajinan tangan (Widjaja, 2001). Hasil rata-
rata 20 buluh/tiga tahun atau 200 buluh/ha atau 4000 buluh per ha/tiga tahun.
Perbanyakan tanaman dengan stek rimpang atau stek batang (Sutarno, 1996).

c) Bambu Andong (Gigantochloa pseudoarundinaceae Widjaja)

Nama daerah bambu gombong (Indonesia), pring gombong, pring andong,


pring surat (Jawa), awi andong, awi gombong (Sunda). Tumbuh di dataran rendah
mencapai ketinggian 1500 m dibawah permukaan laut dan tumbuh baik di daerah
tropis yang lembab. Rebung hijau dengan garis-garis kuning yang tertutup bulu
coklat sampai hitam. Tinggi buluh mencapai 7–30 m dan lurus. Pelepah buluh
tertutup bulu coklat, mudah luruh. Biasanya banyak digunakan untuk bahan
bangunan, pipa air dan alat musik tradisional. Perusahaan bambu telah
menggunakannya sebagai bahan baku sumpit (Widjaja, 2001). Bambu andong dapat
diproduksi setelah rumpun berumur lima tahun. Pada umur lima tahun terdapat 16
batang/rumpun dan setelah itu setiap tahun dapat dipanen 8-12 batang/rumpun/tahun
dengan rotasi 2 tahun. Perbanyakan tanaman dapat menggunakan stek rimpang, stek
batang, stek cabang dan biji (Sutarno, 1996).

d) Bambu Mayan (Gigantochloa robusta Kurz)

Nama daerah bambu mayan (Indonesia), awi mayan (Sunda). Tumbuh


baik di daerah tropis yang lembab dan kering. Rebung hijau muda tertutup bulu
coklat hingga hitam. Buluh tingginya mencapai 20 m dan lurus. Pelepah buluh
tertutup bulu hitam, mudah luruh pada buluh yang tua, pada buluh muda pelepah
masih melekat terutama dibagian pangkal buluh. Penduduk setempat menggunakan
buluhnya sebagai tempat air dan juga alat musik tradisional tetapi industri bambu
juga sudah memanfaatkan buluhnya untuk industri sumpit (Widjaja 2001).

2.4 Budidaya Bambu


Ada tiga cara untuk memperbanyak tanaman bambu yaitu: cara pertama yaitu
dengan menanam dongkelan (menanam batang bambu bersama dengan rhizomanya),
cara kedua yaitu dengan menggunakan potongan bambu (memanfaatkan buku-buku
bambu dan ditanam di atas tanah yang tipis) dan cara ketiga yaitu dengan sebatang
bambu yang telah berumur tua dengan dua buku dibelah memanjang, masing-masing
ditanam dengan posisi tengkurap (Winarno, 1992).

Pembiakan bambu selalu terjadi secara generatif; sebagai pengecualian dapat


pula digunakan cangkok (stek), tetapi yang umum dipakai adalah potongan rimpang
dengan batang muda, dalam hal ini adalah rimpang yang berakar pada buku-bukunya,
sedangkan sebelumnya perlu diyakini apakah lapisan bawahnya masih berwarna putih
yakni dengan cara mengerik kulit arinya. Penanamannya dilakukan dekat sebelum
permulaan atau pada pertengahan pertama musim hujan dengan jarak tanam 5,5 m.
Menurut (Sollewijn, 1878) diacu dalam (Heyne, 1987) batang bambu harus dipasang
demikian rupa sehingga mengarah tepas (mata angin). Rimpang ditimbuni tanah agak
dangkal dan batangnya dipangkas pada ruas yang kelima ataupun yang keenam,
kadang-kadang lebih bawah lagi. Pada awal musim hujan semua ranting yang dapat
dijangkau ditebang habis. Lain dari itu pemeliharaannya berupa pembersihan serasah
daun kering.

Mengenai pemanenannya menurut (Sollewijn, 1878) diacu dalam (Heyne,


1987) menyatakan bahwa pertama kali tidak boleh dipungut lebih dari seperempat
jumlah buluhnya, pungutan yang kedua kalinya tidak melebihi daripada sepertiga dan
pada panenan ketiga dapat diambil 50 %. Pemotongannya sedapat mungkin dilakukan
ditengah rumpun guna melindungi batang-batang muda terhadap angin yang dapat
menyebabkannya bertumbuh melengkung, dan tebangan itu harus serendah mungkin
di atas tanah. Dengan cara demikian akan tercegah adanya tegakan batang yang
terlalu rapat.

Anda mungkin juga menyukai