Anda di halaman 1dari 21

I.

PENDAHULUAN

I.I Latar Belakang

Hutan adalah kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan yang berisi

sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam

lingkungannya, yang satu dengan yang lainnya yang tidak dapat dipisahkan

(Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan). Sedangkan

menurut Ensik lopedia Indonesia untuk produksi kayu dan hasil hutan lainnya

dipelihara bagi keuntungan tidak langsung atau dapat pula bahwa hutan

sekumpulan tumbuhan yang tumbuh bersama (Akhlaq, 2013) dalam Marwan

dkk (2015).

Eboni (Diospyros celebica Bakh.) adalah salah satu jenis Diospyros yang

paling sempit penyebarannya, hanya terdapat di Sulawesi. D.celebica. Termasuk

kedalam 7 jenis pohon eboni yang tumbuh di Indonesia. Jenis ini yang paling

digemari pedagang dan pertama dikenal di pasar dunia dengan nama eboni

Makassar, eboni bergaris atau Coro Mandel (Helinga, 1957 dalam Alrasyid,

2001).

Di Indonesia eboni sering juga disebut 'kayu hitam' karena jenis kayunya

berwarna kegelapan, terutama apabila umur pohon telah mencapai puluhan

tahun (Griffioen, 1934) dalam Sunaryo, (2002). Keunggulan jeni sini dari

jenis-jenis yang lain terutama adalah karena kualitas dan tingkat kekerasan

kayunya yang tinggi. Karena kualitas dan kekerasan kayunya yang tinggi

tersebut maka kayu eboni banyak dimanfaatkan sebagai bahan bangunan

1
perumahan, namun lebih sering digunakan untuk mebel dan sebagai bahan

kerajinan kayu (Surianegara, 1967) dalam Sunaryo, (2002).

Tanah sebagai media tumbuh tanaman didefinisikan sebagai lapisan

permukaan bumi yang secara fisik berfungsi sebagai tempat tumbuh

berkembangnya perakaran, penopang tegaknya tumbuhnya tanaman dan

penyuplai kebutuhan air dan udara, secara kimia berfungsi sebagai gudang

penyuplai hara dan nutrisi, dan secara biologis sebagai habitat biota (organisme)

yang berpartisipasi akhir dalam penyediaan hara tersebut (Hanafiah 2005) dalam

Saptiningsih (2007).

Komponen kimia tanah berperan terbesar dalam menentukan sifat dan ciri

tanah umumnya dan kesuburan tanah pada khususnya. Bahan aktif dari tanah

yang berperan dalam menerap dan mempertukarkan ion adalah bahan yang

berada dalam bentuk koloidal, yaitu liat dan bahan organik. Kedua bahan

koloidal ini berperan langsung atau tidak langsung dalam mengatur dan

menyediakan hara bagi tanaman. Pertumbuhan tanaman di pengaruhi oleh

macam - macam faktor antara lain : pH tanah, N, P, C-organik dan KTK

(Hardjowigeno, 2003).

Desa Ako merupakan desa yang terlertak di Kecamatan Pasangkayu,

Kabupaten Mamuju Utara, Provinsi Sulawesi Barat. Di desa Ako terdapat hutan

tanaman eboni (Diospyros celebica) yang telah berurumur 22 tahun. Hutan ebon

murni dan hutan eboni campuran belum ada informasi mengenai kondisi kimia

tanah dibawah tegakan eboni murni dan tegakan eboni campuran termasuk sifat

kimia tanah. Informasi sifat kimia tanah penting untuk pengelollan dan

2
pengembangan hutan tanaman eboni murni dan hutan tanaman eboni campuran.

Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk memahami kondisi tersebut adalah

dengan melakukan penelitian untuk mengetahui kondisi kimia tanah tegkan

eboni murni dan tegakan eboni campuran tersebut.

1.2 Rumusan Masalah

Penelitian tentang sifat kimia tanah di bawah tegakan Eboni murni dan

eboni campuran di desa Ako kecamatan Pasangkayu belum pernah dilakukan,

maka perlu dilakukan suatu penelitian tentang bagaimana kondisi kimia tanah

yang meliputi Reaksi tanah (pH), , C-organik, N-total, P-total, Kapasitas tukar

kation yang mempengaruhi di bawah tegakan eboni murni dan eboni campuran

di desa Ako.

1.3 Tujuan dan Kegunaan

Penelitian Ini bertujuan untuk mengetahui sifati kimia tanah di bawah

tegakan Eboni di desa Ako kecamatan Pasangkayu kabupaten Mamuju Utara.

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan atau informasi

mengenai sifat kimia tanah di bawah tegakan eboni murni dan tegakan eboni

campuran di desa Ako sehingga dapat dijadikan acuan dan pertimbangan dalam

pengembangan Iptek peningkatan prestasi bidang kehutanan..

3
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Eboni

Eboni merupakan sebutan untuk Jenis Kayu yang Berasal dari Marga

Diospyros yang merupakan salah satu marga dari suku Ebenaceae. Marga

Diospyros mempunyai lebih dari 300 jenis yang tersebar di seluruh kawasan

hutan tropika di Asia, Australia, Kepulauan Pasifik ,Dan Afrika. Di kawasan

Malesia dijumpai sekitar 170 jenis dan khususnya di Indonesia terdapat sekitar

100 jenis pohon dari marga Diospyros. Alrasyid,(2002). Klasifikasi jenis eboni

secara lengkap dapat diuraikan sebagai berikut.

Kingdom : Tumbuh-Tumbuhan

Divisio : Spermatophyta

Sub Divisio : Angiospermae

Class : Dicotyledonae

Sub Class : Sympetalae

Ordo : Ebenales

Famili : Ebenaceae

Genus : Diospyros

Species : Diospyros celebica Bakh.

Eboni (Diospyros celebica Bakh ) adalah pohon yang berukuran sedang

sampai besar, dengan tinggi dapat mencapai 40 m, bagian batang dapat

mencapai 150 cm atau lebih.

4
Daun tunggal terbentuk memanjang sampai jorong dengan panjang 12-35

cm dan lebar 2,3-7 cm. Bagian dasar daun tumbul sampai agak menjantung dan

ujung daun lancip sampai agak lancip : tulang daun menjala tersier dan nyata

jika di raba, baik muka daun dan bawah .

System perbungaan berbentuk payung menggarpu, pada bunga jantan ada

3-7 bunga, masing - masing dengan 4 petala dan mempunyai 16 benangsari,

sedangkan pada bunga betina dijumpai 1-3 bunga yang seperti payung

menggarpu 4 petal dengan kelopak bergelombang dan berkatup.

Buah berbentuk bulat telur berukuran 3,5 - 5 cm. Benih Eboni yang tua

berwarna coklat kehitaman berbentuk bulat panjang. Panjang Biji 2 - 5 cm

dengan tebal 0,5 - 1,5 cm, rata-rata berat satu Biji 0,5- 2 g dan 1 kg ± 1.100

benih (Riswan 2002). Batang pohon Eboni (Diospyros celebica Bakh )

memiliki kayu gubal sangat tebal ( 5 – 10 cm ), tergantung besarnya diameter

batang .

Menurut Soerianegara (1967) dalam Santoso (2002) secara alami eboni

tersebar di Sulawesi dan Maluku, dengan sentra utama di Sulawesi Tengah. Di

Sulawesi Tengah eboni terpusat di daerah Poso dan Donggala namun di daerah-

daerah lain juga dijumpai. Di Sulawesi Selatan eboni dijumpai hampir di setiap

kabu- paten dalam kelompok-kelompok kecil, terutama di kawasan hutan

konservasi. Kabupaten Mamuju dan Luwu merupakan sentra utama eboni di

Sulawesi Selatan.

5
2.2 Sifat Tumbuh Eboni

Eboni dapat tumbuh pada berbagai tipe tanah, di tanah berkapur,

berpasir, sampai tanah liat dan berbatu asal tidak tergenang. Menurut

Soerianegara (1967) dalam Santoso (2002). Tanah pada hutan eboni bersifat

permeabel, bertekstur lempung dan tergolong tanah kapur. Ketinggian tempat

tumbuh eboni dari 50-400 m di atas permukaan laut (dpi); bila diatas 600 m

dpi tumbuhnya kurang baik (Santoso, 1997) dalam Santoso (2002). Menurut

Soerianegara (1967) dalam Santoso (2002). Curah hujan yang baik untuk

mendukung pertumbuhan pohon eboni berkisar antara 2.000-2.500

mm/tahun, walaupun demikian eboni masih dapat tumbuh di daerah kering

dengan curah hujan 1.230 mm/ tahun (daerah Tomi, Sulawesi Tengah),

daerah bermusim dengan curah hujan 700 mm/tahun (daerah Parigi dan

Pantai Timur Sulawesi Tengah) dan daerah yang paling basah dengan curah

hujan antara 2.400 - 2.750 mm/tahun di Malili, Wotu, dan Mamuju (Santoso,

1997) dalam Santoso (2002).

2.3 Ekologi

Aspek ekologi, yang paling menarik adalah bahwa pohon kayu hitam atau

eboni (D. celebica) yang tumbuh di hutan-hutan alam, umumnya tumbuh

mengelompok (clumping) dan jenis pohon ini merupakan komponen utama

(90%) dari vegetasi hutan campuran tersebut (Steup, 1935) dalam Riswan

(2002). Pola ini sangat mirip dengan pola tumbuh kayu ulin Eusideroxylon

zwageri (Lauraceae) di Sumatra dan Kalimantan, yang tumbuhnya juga

6
mengelompok (Riswan, 1982) dalam Riswan (2002). Sifat kayunya sangat

keras, dan tahan terhadap serangga perusak kayu.

Jenis-jenis dari marga Diospyros umumnya dijumpai pada hutan-hutan

alam atau primer dataran rendah sampai ketinggian 900 m di daerah perbu- kitan

hujan tropika dan jarang sekali dijumpai pada hutan-hutan sekunder. Beberapa

jenis Diospyros dapat tumbuh di hutan-hutan pegunungan sampai ketinggian

1700 m, hutan rawa gambut, hutan kerangas, dan hutan-hutan pada tanah kapur

dan tanah ultra-basa. (Riswan, 2002).

2.4 Syarat Tumbuh Eboni

2.4.1 Iklim

Penyebaran alam tegakan eboni berdasarkan tipe iklim meliputi hutan

tropis basah dan ada pula yang tumbuh di daerah hutan monsoon. Tegakan eboni

yang tumbuh di daerah hutan tropika humida memiliki iklim basah (tipe hujan

A- D) dengan rata-rata curah hujan tahunan 2.737 mm/tahun dan yang tumbuh di

daerah hutan monsoon beriklim musim (tipe hujan C) dengan rata-rata curah

hujan tahunan 1.709 mm/tahun. Hasil percobaan penanaman eboni di Jawa pada

iiklim musim (Cikampek) dan iklim basah (Bogor, Pasir Awi) menunjukkan

tidak adanya perbedaan pertumbuhan. Tegakan eboni khususnya D.celebica

sudah mencapai taraf domestikasi (Alrasyid, 2002).

Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa untuk tujuan budidaya

eboni dapat dilakukan di daerah yang beriklim basah hingga iklim musim pada

tipe hujan A sampai C. Eboni tergolong jenis pohon semi toleran terhadap

cahaya. Rata-rata suhu udara yang dibutuhkan untuk perkembangan dan

7
pertumbuhannya berkisar antara 22 - 28 C. Suhu udara maksimum pada

musim kemarau berkisar antara 21,5 - 30 C dan suhu udara minimum pada

musim kemarau berkisar antara 22 - 26 C (Alrasyid, 2002).

2.4.2 Geologi dan Tanah

Menurut Santoso (2002), pohon eboni tumbuh di daerah geologis tua

dengan bermacam-macam tipe batuan seperti batu kapur, konglomerat, batu

pasir, batu liat, napal, sabak, peridotit, skis mika, amfibolitik, serpentin, phyllit

dan batuan komplek (granit, diorit, skis, bablur, gneis). Pohon eboni tumbuh

pada berbagai macam jenis tanah mulai dari tanah berkapur, latosol, podsolik,

merah kuning hingga tanah dangkal berbatu-batu. Pertumbuhan eboni yang

optimal pada berbagai jenis tanah mensyaratkan tanah yang cukup permeabel.

Menurut Alrasyid (2002), secara alami eboni dapat dijumpai di

punggung-punggung bukit dataran rendah hingga ketinggian 700 mdpl, namun

ketinggian yang ideal untuk pertumbuhan eboni adalah kurang dari 400 mdpl.

Eboni dapat tumbuh dengan baik pada daerah dengan curah hujan rendah 1.230

mm/tahun di wilayah Tomini (Sulawesi Tengah) dan daerah bermusim sedang

dengan curah hujan 1.700 mm/tahun (Parigi) sampai daerah basah dengan curah

hujan 2.750 mm/tahun (Malili, Mamuju, Poso).

2.4.3 Populasi dan Penyebaran

Secara alami tegakan eboni dijumpai di punggung-punggung bukit

dataran rendah higga ketinggian 700 m dari permukaan laut. Namun dari hasil

pengamatan menunjukkan bahwa pertumbuhan tanaman eboni (D. celebica)

pada ketinggian di atas 400 m kurang baik (Alrasyid, 2002).

8
Iklim yang disukai oleh eboni pada hutan adalah tipe iklim A-D dengan

rata-rata tahunan 2.737 mm per tahun (daerah Malili, Mamuju, dan Poso) dan

yang tumbuh di hutan monsoon beriklim tipe C dengan rata-rata curah hujan

tahunan sekitar 1709 mm per tahun (Parigi). Distribusi tipe iklim dan besranya

curah hujan. Percobaan penanaman eboni di Jawa di iklim basah (Bogor, Pasir

Awi) dan iklim musim (Cikampek) menunjukkan tidak adanya perbedaan

pertumbuhan. Pada kedua wilayah tersebut menunjukkan D. Celebica sudah

mencapai taraf domestik (Nurkin, 2011). Secara alami penyebaran eboni di

Indonesia adalah sebagai berikut :

a. Diospyros celebica Bakh. secara alami dijumpai di Sulawesi terutama di

Parigi, Poso, Donggala, Maros, Maluku, dan Mamuju.

b. Diospyros ebenum secara alami dijumpai di Sulawesi (Minahasa, Poso,

Buton) Maluku (Halmahera, Tanimbar, Aru) dan Nusa Tenggara (Sumbawa,

Flores)

c. Diospyros ferrea secara alami dijumpai di seluruh Jawa, Sulawesi (Poso,

Gorontalo, Buton), Maluku (Wetar, Aru, Tanimbar, Sula), Nusa Tenggara

(Sumbawa, Flores, Timor), Irian Jaya (Fak-Fak, Mimika, Innawatan).

d. Diospyros lolin secara alami dijumpai di Jawa dan Madura, Sumatera

(Langkat, Simalungun, Kroei, Kotabumi) Kalimantan (Sambas, Purukeau,

Muara Tewe, Martapura, Pleihari, P. Laut, Balikpapan, Kutai) dan Sulawesi

(Poso, Donggala, Palopo, Malili, Mamuju).

9
e. Diospyros pilosanthera secara alami dijumpai di Kalimantan (Kutai,

Buluingan, Berau, Tarakan dan Tidung), Sulawesi (Palopo, Bolaan

Mongondow, Minahasa).

Eboni/kayu hitam Sulawesi (Diospyros celebica. Bakh) memiliki kualitas

fisik dan mekanik kayu yang tinggi dan keindahan seratnya. Eksploitasi kayu

eboni terbesar dilakukan pada periode tahun 1969 sampai 1982, ekspor kayu

eboni tercatat sedikitnya 114.341,678 m3 dengan puncaknya pada tahun 1973,

yaitu 26.000 m3 sehingga menjadi langka. Pemerintah dengan PP No. 7 Tahun

1999 menetapkan eboni sebagai jenis yang dilindungi setelah IUCN menetapkan

eboni pada status rentan dan CITES mengelompokkan dalam Apendiks II

(Suryawan dan Kinho, 2012).

2.5 Tanah dan Proses Pembentukannya

Brady (2007) menyatakan bahwa tanah merupakan suatu tubuh alam atau

gabungan tubuh alam yang dapat dianggap sebagai hasil alam bermatra tiga yang

merupakan paduan antara gaya pengerusakan dan pembangunan, yang dalam hal

ini pelapukan dan pembusukan bahan-bahan organik adalah contoh-contoh

proses perusakan, sedangkan pembentukan mineral baru seperti lempung

tertentu serta lapisan lapisan yang khusus merupakan proses –proses

pembangunan.

Menurut Foth (1984), tanah berarti bagian permukaan terpisah dari bumi

dan bulan sebagian dibedakandari batuan yang padat. Pembentukan tanah dapat

berlangsung dengan tiga tahapan bersambung. Tahapan pertama ialah

pembentukan bahan induk tanah dari bahan litosfer atau dari bahan biosfer.

10
Tahapan kedua adalah pengubahan bahan induk tanah menjadi bahan tanah.

ketiga ialah penyusunan bahan tanah menjadi suatu tubuh dengan organisasi

keruangan tertentu (Darmawidjaya, 1997).

Hardjowingeno (1995), menyatakan bahwa proses pembentukan tanah

dimulai dari proses pelapukan bahan induk menjadi bahan induk tanah. diikuti

oleh proses pencampuran bahan organik dan bahan mineral dipermukaan tanah

dan pembentukan struktur tanah. pemindahan bahan bahan dari atas tanah

kebagian bawah dan berbagai proses lain yang dapat menghasilkan horison

tanah.

2.6 Sifat-sifat Tanah

Hakim dkk. (1986) mengemukakan bahwa sifat fisik tanah yang

mempengaruhi sifat kimia tanah yang berperan dalam menentukan sifat dan ciri-

ciri tanah pada umumnya dan kesuburan tanah pada khususnya. Dalam hal ini

sifat kimia tanah dapat dijadikan sebagai indikator dalam melihat kemampuan

tanah untuk dimanfaatkan, baik pada tanaman pertanian maupun tanaman

kehutanan pada khususnya pada tanaman Eboni.

Ketersediaan air tanah lebih penting artinya dari pada air total. Meskipun

tidak semua mikroorganisme tahan terhadap stres air, namun pada umumnya

mikroorganisme lebih toleran dibandingkan tanaman. Pemadatan tanah akan

mengurangi volume pori tanah terutama pori makro, sehingga terjadi hambatan

mekanikal yang secara langsung akan menghambat pertumbuhan akar. Porositas

tanah stabilitas agregat sangat menentukan suplai air, oksigen dan unsur hara

yang dibutuhkan mikroorganisme (Sukra, 1986)

11
Penyerapan unsur hara pada tanaman semestinya dapat segera diperbaharui

sehingga kandungan unsur hara di dalam tanah tetap seimbang. Hutan adalah

contoh ekosistem yang seimbang. Pengambilan oleh ribuan jenis tumbuhan

diimbangi oleh pelapukan bahan organik yang menyuplai hara bagi 9 tanah.

Proses ini yang menyebabkan tanah yang ada di hutan tetap subur (Novisan,

2004). Pada umumnya mikroorganisme tanah tumbuh ekstensif pada lapisan

tanah atas khususnya rizosfer. Peranan utama organisme adalah mengubah

bahan organik baik segar maupun sedang melapuk, sehingga menjadi bentuk

senyawa lain yang bermanfaat bagi kesuburan tanah. Komponen kimia tanah

berperan besar dalam menentukan sifat dan ciri tanah pada umumnya dan

kesuburan tanah pada khususnya (Sukra, 1986).

Unsur hara yang merupakan zat makanan untuk tanaman dibagi menjadi 2

golongan, yaitu :

a. Unsur hara makro yang terdiri dari zat : zat arang, oksigen, nitrogen, fosfat,

kalium, kapur, magnesium dan bbelerang;

b. Unsur hara mikro terdiri dari : zat borium, kholor, kuningan, besi mangan,

molybden dan seng; yang kadang-kadang masih diperlukan juga silisium

(Si), Natrium (Na), dan Kobalt (Co) K.B. TJWAN (1965).

2.7 Sifat Kimia Tanah

Menurut Breure (2004) keberadaan organisme perekayasa ekosistem tanah

mempengaruhi infiltrasi dan distribusi air dalam tanah. Mereka menciptakan

agregat dan pori-pori tanah sehingga akan mempengaruhi komposisi dan

12
struktur vegetasi di atasnya. Tumbuhan akan menurunkan erosi tanah dan aliran

permukaan melalui produksi serasah dan sistem perakaran tanaman akan

mempengaruhi infiltrasi air. Menunjukkan bahwa menurunnya populasi cacing

tanah akibat kontaminasi tanah dapat menurunkan laju infiltrasi air ke dalam

tanah, bahkan pada beberapa kasus penurunan dapat mencapai 93%. Keragaman

mikroorganisme dalam tanah berkontribusi terhadap proses pemurnian air.

Beberapa mikroorganisme mempunyai kemampuan untuk melakukan proses

bioremediasi terhadap polutan yang terdapat dalam air.

Menurut (Arifin, 2010). Berbagai tipe penggunaan lahan dapat

mempengaruhi tingkat kesuburan tanah baik dari sifat kimia, fisika, maupun

biologi tanah. Komponen kimia tanah yang di pengaruhi meliputi; pH tanah, N-

total, P- total, kalium, dan KTK

2.7.1 Reaksi Tanah

Reaksi atau pH tanah menunjukan konsentrasi ion H+ di dalam larutan

tanah. Nilai pH didefinisikan sebagai logaritma negatif konsentrasi ion H+

dalam larutan. Larutan yang mempunyai pH 7 disebut netral, lebih kecil dari 7

masam dan lebih besar dari 7 adalah basa. Pada keadaan netral konsentrasi ion

H+ sama besar dengan konsentrasi ion OH ̄ (Pairunan dkk., 1997).

Reaksi tanah menunjukan tentang keadaan atau status kimia tanah. Status

kimia tanah mempengaruhi status biologi, seperti pertumbuhan tanaman reaksi

atau pH yang ekstrim menunjukkan keadaan kimia tanah yang dapat

mengganggu proses biologi (Nurida, 2000).

13
Pada tanah alkalis, penurunan pH dapat dilakukan dengan penambahan

sulfur atau bahan bersulfur, agar sulfur yang dilepaskan membentuk asam sulfur

pemasaman tanah, sedangkan pada tanah masam peningkatan pH sekaligus

peningkatan kejenuhan basa dapat dilakukan dengan pengapuran (Hanafiah,

2004).

2.7.2 Nitrogen

Nitrogen merupakan suatu unsur hara yang paling banyak mendapat

perhatian dalam hubungan dengan pertumbuhan tanaman. Hal ini disebabkan

karena jumlah nitrogen yang terdapat dalam tanah sedikit. Nitrogen tanah secara

umum dapat dibagi dalam dua bentuk yaitu bentuk organik dan anorganik.

Bentuk organik merupakan yang terbesar, bentuk anorganik terdapat sebagai

bentuk ammonium (Hakim, 1986).

2.7.3 Fosfor

Unsur Fosfor (P) dalam tanah berasal dari bahan organik, pupuk buatan

dan mineral-mineral dalam tanah. Fosfor paling mudah diserap tanaman pada pH

6-7 (Hardjowigeno, 2003).

Menurut Leiwakabessy (1988) di dalam tanah terdapat dua jenis fosfor

yaitu fosfor organik dan anorganik. Bentuk fosfor organik biasanya terdapat

banyak pada lapisan atas yang lebih kaya akan bahan organik. Kadar P dalam 11

organik kurang lebih sama kadarnya dalam tanaman yaitu 0,2-0,5%. Tanah -

tanah tua di Indonesia (podsolik dan litosol) pada umumnya berkadar alami P

rendah dan berdaya fiksasi tinggi, sehingga penanaman tanpa memperhatikan

suplai P kemungkinan besar akan besar akibat defisiensi P (Hanafiah, 2005).

14
Menurut Foth (1994), jika kekurangan fosfor, pembelahan sel pada tanaman

akan terhambat dan \pertumbuhannya kerdil.

2.7.4 Kalium

Kalium merupakan unsur hara ketiga setelah Nitrogen dan Fosfor yang

diserap oleh tanaman dalam bentuk ion K+ muatan positif dari Kalium akan

membantu menetralisir muatan listrik yang disebabkan oleh muatan negatif

Nitrat, Fosfat, atau unsur lainnya. Hakim et al. (1986), menyatakan bahwa

ketersediaan Kalium merupakan Kalium yang dapat dipertukarkan dan dapat

diserap tanaman yang tergantung penambahan dari luar, fiksasi oleh tanahnya

sendiri dan adanya penambahan dari kaliumnya sendiri.

Kalium tanah terbentuk dari pelapukan batuan dan mineral-mineral yang

mengandung kalium. Melalui proses dekomposisi bahan tanaman dan jasad

renik maka kalium akan larut dan kembali ke tanah. Selanjutnya sebagian besar

kalium tanah yang larut akan tercuci atau tererosi dan proses kehilangan ini akan

dipercepat lagi oleh serapan tanaman dan jasad renik. Beberapa tipe tanah

mempunyai kandungan kalium yang melimpah. Kalium dalam tanah di temukan

dalam mineral-mineral yang terlapuk dan melepaskan ion-ion kalium. Ion-ion

adsorpsi pada kation tertukar dan cepat tersedia untuk diserap tanaman.

2.7.5 Kapasitas Tukar Kation

Kapasitas tukar kation merupakan jumlah muatan negatif persatuan berat

koloid yang dinetralisasi oleh kation yang mudah diganti. Kapasitas Tukar

Kation didefenisikan sebagai nilai yang diperoleh pada pH 7, yang dinyatakan

dalam milligram setara per 100 gram koloid (Pairunan, dkk., 1997). Kapasitas

15
tukar kation (KTK) adalah kapasitas lempung untuk menyerap dan menukar

kation. KTK dipengaruhi oleh kandungan liat, tipe liat,dan kandungan bahan

organik. Dengan kata lain, KTK bervariasi tergantung pada jumlah humus, liat

dan macam liat yang dijumpai dalam tanah. KTK sangat penting untuk

diketahui, karena berhubungan dengan kesuburan tanah dan aplikasi pupuk

(Sukra, 1986).

Semakin tinggi KTK, maka status kesuburan tanah semakin tinggi dan

sebaliknya semakin rendah KTK, maka status kesuburan tanah juga semakin

rendah. Dengan kata lain, KTK yang tinggi mencerminkan tanah yang subur,

sebaliknya KTK yang rendah mencerminkan tanah yang tidak subur.

16
III. MATERI DAN METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini akan dilaksanakan dari bulan Januari sampai Maret 2018

yang bertempat di dalam desa Ako ecamatan Pasangkayu kabupaten Mamuju

Utara. Analisis kimia terhadap sampel-sampel tanah dilakukan di labortorium

Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Tadulako Palu.

3.2 Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut yaitu :

a. Parang untuk membersihkan tempat pengambilan sampel tanah ,

b. Sekop untuk mengambil tanah,

c. Kompas untuk menentukan arah jalur,

d. GPS untuk menentukan titik koordinat,

e. Meteran untuk mengukur kedalaman tanah,

f. Alat tulis menulis,

g. Kamera untuk dokumentasi penelitian,

h. Alat-alat laboratorium

Bahan – bahan yang digunakan yaitu :

a. Kantong plastik untuk menyimpan sampel tanah,

b. Menggunakan label di setiap sampel,

c. Sampel tanah untuk bahan penelitian,

d. Zat – zat kimia digunakan dalam proses analisis di laboratorium.

17
3.3 Metode penelitian

Penelitian ini terdiri atas beberapa tahap, yaitu melalui survei lapangan

untuk menentukan lokasi penelitian pengambilan sampel tanah di bawa tegakan

eboni di Desa Ako, analisis sampel tanah dilaboratorium dan analisis datadari

lapangan maupun data dari laboratorium. Pengambilan sampel tanah dilakukan

dengan mengambil tegakan eboni murni dan tegakan eboni campuran.

Pengambilan samper tanah secara purposive sampling, yaitu yang dilakukan

secara sengaja berdasarkan kelerengan yaitu : lembah, punggung dan puncak

bukit.

3.3.1 Pengambilan Sampel

Pada tegakan eboni murni dan tegakan eboni campuran dibuat 3 plot yaitu

di lembah, punggung dan puncak begitu juga pada tegakan eboni campuran

dibuat 3 plot dengan ukuran 20×20 dibawah tegakan eboni murni dan eboni

campuran sehingga di dapat 6 plot pengambilan sampel. Setiap plot diambil 5

titik sampel tanah dengan kedalaman 0-30 cm. Kemudian setiap plot sampel

tersebut dikompositkan (dicampur). Sehingga didapat 6 sampel tanah, yaitu di

bawah tegakan eboni murni 3 dan dibawa tegakan eboni campuran 3.

50 m 50 m 50 m

50 m 50 m 50 m

(Lembah ) (Punggung) (Bukit)

Keterangan : = Titik pengambilan sampel

= Jarak masing-masing titik 50 m

18
Gambar 1. Cara pengambilan sampel tanah dibawah tegakan eboni pada masing

-masing lokasi penelitian ( lembah, punggung, bukit).

3.3.2 Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder.

a. Data primer

Data primer yang dikumpulkan yaitu kondisi kimia tanah yangmeliputi pH

tanah, unsur hara karbon (C- organic), Nitrogen (N- total), Fosfor (P-tersedia),

Kalium (K) dan Kapasitas tukar katoin (KTK) yang diperoleh dari analisis

masing – masing sifat kimia disajikan ppada Tabel 1.

Tabel 1. Metode Alnalisis Sifat Kimia Tanah

No Sifat Kimia Metode

1. pH ( H2O ) pH Meter

2. Karbon ( C- organic ) Walkley dan Black

3. Nitrogen ( N- total ) Kjedhal

4. Fosfor ( P- terdia ) Bray dan Black

5. Kalium ( K ) Perkolasi

6. Kapasitas Tukar Kation ( KTK ) Pencucian dan extraksi

b. Data skunder

Data sekunder yang dikumpulkan yaitu kondisi umum Wilayah penelitian

yang meliputi ; letak, luas. Wilayah, topografi, iklim, jumlah penduduk dan data

dari literatur yang mengandung penelitian.

19
3.3.3 Analisis Data

Analisis sampel tanah di lakukan di laboratorium ilmu tanah, Fakultas

Pertanian Universitas Tadulako.

3.3.4 Bagan Alur Penelitian

Bagian alur penelitian secara lengkap sebagai berikut :

Survei Lapangan

Identifikasi Lokasi Tegakan Eboni

Tegakan Eboni ( Diospyros celebica Bakh )

Penentuan titik untuk pengamatan tanah dan

pengambilan sampel tanah di lapangan

lembah, punggung, dan puncak

Analisis data Laboratorium

Sifat Kimia dibawah Tegakan

Eboni

20
DAFTAR PUSTAKA

Marwan, Yusran, Umar H. 2015. Sifat Fisik Tanah Di Bawah Tegakan Eboni
(Diospyros Celebica Bakh). Di Desa Kasimbar Barat Kecamatan
Kasimbar Kabupaten Parigi Moutong. Warta Rimba. 3(2):111-117.

Alrasyid H. 2001. Kajian budidaya eboni. Makalah Pembahasan pada


Lokakarya Manajemen Eboni dalam Mendukung Keunggulan Industri
Menuju Otonomisasi dan Era Pasar Bebas. Makassar: Universitas
Hasanuddin.
Sunaryo. 2002. Morfologi Sel-Sel Serat Pada Kayu Eboni (Diospyros celebica
Bakh.). Berita Biologi 6(2):255-258.

Saptiningsih E. 2007. Peningkatan Produktivitas Tanah Pasir untuk


Pertumbuhan Tanaman Kedelai dengan Inokulasi Mikorhiza dan
Rhizobium. Bioma 9(2):58-61.

Santoso, Chairil Anwar, Nompo S. 2002 . Pembudidayaan Pohon Eboni


(Diospyros celebica Bakh.). Berita Biologi 6(2): 278-282.

Riswan, 2002. Kajian Biologi Eboni (Diospyros celebica Bakh.). Berita Biologi
6(2):214-218.
Soerianegara, I. 1967. Beberapa Keterangan Tentang Jenis-Jenis Pohon Eboni
Indonesia. Pengumuman No. 92. Lembaga Penelitian Hutan, Bogor.

21

Anda mungkin juga menyukai