Disusun Oleh :
ENDRIANTO
(163112620120008)
FAKULTAS BIOLOGI
UNIVERSITAS NASIONAL
2016
Bambang Lanang
(Michelia champaca)
1. Pendahuluan
Bambang lanang merupakan jenis pohon penghasil kayu pertukangan yang pada
awalnya hanya dikembangkan oleh orang Lintang yang tinggal di Muara Pinang, Pendopo,
Ulu Musi dan Talang Padang di Kabupaten Empat Lawang, Provinsi Sumatera Selatan
sejak kira-kira 100 tahun yang lalu. Kini jenis bambang lanang sudah menyebar diluar
Kabupaten Empat Lawang, tepatnya di Kota Pagaralam, Kabupaten Lahat, Musi Rawas,
Muara Enim, Ogan Komering Ulu (UKO), OKU Selatan, bahkan sampai di Provinsi
Lampung dan Bengkulu (Martin dan Premono, 2010).
Sumatera bagian selatan (dalam hal ini Provinsi Sumatera Selatan dan Bengkulu)
merupakan bentang lahan Daerah Aliran Sungai (DAS) yang berhulu di Bukit Barisan dan
berhilir di pantai timur dan pantai barat Pulau Sumatera. Wilayah di sekitar hulu DAS
mempunyai topografi bergelombang, berbukit dan bergunung dengan tingkat kesuburan
tanah yang cukup tinggi. Wilayah tengah dan hilir DAS pada umumnya memiliki dataran
yang luas yang merupakan wilayah budidaya yang mempunyai interaksi tinggi dengan
masyarakat.
Masyarakat di hulu maupun hilir secara tradisional dalam kehidupan sehari hari
mempunyai interaksi dengan kayu pertukangan. Kayu pertukangan dimanfaatkan sebagai
bahan bangunan rumah maupun perabot rumah tangga. Masyarakat di wilayah hulu
Provinsi Sumatera Selatan, terutama di Kabupaten Lahat, Empat Lawang dan Pagaralam
pada masa lalu memperoleh kayu berkualitas (tenam, meranti dan merbau) dari hutan
alam. Saat ini mereka memanfaatkan kayu dari pohon bambang lanang (Michelia
champaca) yang diperoleh dari kebun atau ladang masyarakat. Masyarakat di wilayah hilir
Provinsi Sumatera Selatan pada umumnya memanfaatkan kayu racuk sebagai kayu
pertukangan. Sedangkan masyarakat hilir yang termasuk kelas sosial tinggi membangun
rumah dari kayu tembesu (Fragraea fragrans) (Martin, 2012). Bagi masyarakat di
Provinsi Bengkulu, kayu bawang (Azadirachta excelsa (Jack) Jacobs) merupakan kayu
pertukangan lokal yang dibudi dayakan di kebun masyarakat (Anwar et. al. ,1999; Martin
dan Galle, 2009). Perbedaan karakteristik geografis dan kependudukan mempengaruhi
persepsi, sikap dan perilaku masyarakat dalam hubungannya dengan budidaya pohon
penghasil kayu. Sehingga kebijakan, program dan pendekatan yang berkaitan dengan
budidaya pohon (dalam hal ini kayu pertukangan lokal) sebaiknya mengacu pada fakta dan
pemikiran yang berkembang di masyarakat (Martin, 2012).
Bambang lanang (Michelia champaca) adalah jenis tumbuhan asli Indonesia yang
potensial. Jenis ini sudah mulai dikembangkan di hutan rakyat khususnya di daerah
Sumatera Selatan (Kunarso & Siahaan, 2008). Jenis ini merupakan jenis tanaman hutan
penghasil kayu pertukangan, dan telah lama digunakan sebagai bahan bangunan oleh
masyarakat setempat karena kayunya yang kuat dan awet. Bambang lanang (Michelia
champaca) memiliki ciri-ciri atau deskripsi sebagai berikut :
Tinggi pohon dapat mencapai lebih dari 50 m, batang umumnya lurus, silendris dan
diameter batang ada yang dapat mencapai 200 cm, tanpa banir. Permukaan kulit batang
halus, berwarna putih ke abuan. Tajuk agak jarang, agak melebar, dengan percabangan
tidak teratur dan berbentuk conical hingga silindris.
Bunganya tunggal berwarna putih atau kuning dan baunya harum. Buah terdiri dari
beberapa carpel, benih terdapat dalam carpel yang dihubungkan dengan funicle, sehingga
dalam satu buah dapat terdiri dari beberapa biji yang diselimuti semacam lapisan
berdaging serta cangkang yang berkayu. Buah apabila telah matang akan merekah dan
benih akan mudah dikeluarkan dari cangkangnya.
Berbagai karakter morfologi yang dapat diamati dari bambang lanang adalah pada
daun, buah dan benih.
a. Karakter Morfologi Daun
Karakter morfologi daun yang dapat diamati adalah panjang daun (PD), lebar daun
(LD), panjang tangkai daun (PTD) dan jumlah tulang daun (JTD). Hasil pengukuran di
daerah Lahat (Sumatera Selatan) diperoleh panjang daun (PD) = 17,9 cm, lebar daun (LD)
= 6,8 cm, panjang tangkai daun (PTD) = 2,8 cm dan jumlah tulang daun (JTD) = 29,3.
Keragaman morfologi suatu tanaman dapat disebabkan oleh faktor lingkungan atau
genetik atau interaksi dari kedua faktor tersebut. Faktor genetik merupakan suatu faktor
yang diturunkan dari induk kepada keturunannya, sedangkan faktor lingkungan adalah
faktor yang berinteraksi dengan tanaman baik yang biotik maupun abiotik. Faktor
lingkungan abiotik yang umumnya berpengaruh terhadap kondisi morfologi suatu tanaman
adalah iklim mikro dan makro (suhu, kelembaban, curah hujan), ketinggian tempat serta
kondisi tapak (kesuburan lahan). Karakter morfologi tanaman dapat terlihat dari bentuk
maupun ukuran, yang meliputi morfologi bunga, buah, benih, daun serta bagian-bagian
tanaman lainnya.
4. Manfaat Bambang Lanang (Michelia champaca)
2) Bunganya dapat diekstrak, untuk parfum, sebagai aroma perawatan rambut dan
menghasilkan minyak, sehingga berpotensi untuk dikembangkan sebagai penghasil
minyak.
3) Daunnya dapat diekstrak menjadi racun bagi jamur pada beras (Pyricularia oryzae) dan
daunnya untuk pakan ulat sutera. Daunnya memiliki khasiat mengobati perut mulas,
batu ginjal dan bau mulut.
4) Ekstrak lemak dari biji menghasilkan anti bakteri Bacillus pumilus, B. subtilis,
Salmonella typhosa, S. paratyphi, Micrococcus pyogenes var. albus dan
Staphylococcus aureus, demikian pula dari biji dapat dihasilkan minyak.
6) Tanaman ini juga dapat dipergunakan untuk kegiatan reklamasi pada lahan yang
terkena erosi parah khususnya di Jawa.
Mengingat kegunaan yang cukup banyak dari jenis ini, maka jenis ini mempunyai
potensi yang cukup besar untuk dikembangkan pada berbagai kondisi lahan serta
lingkungan. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh akibat perbedaan kondisi tempat
tumbuh dalam hal ini adalah ketinggian tempat tumbuh terhadap morfologi daun, buah
maupun benih bambang lanang.
5. Kandungan Kimia dan Bioaktivitas Bambang Lanang (Michelia champaca)
Bramasto, Yulianti. dkk. 2013. Variasi Morfologi Buah, Benih dan Daun Bambang Lanang
(Michelia champaca ) dari Berbagai Lokasi Tempat Tumbuh. Dapat dilihat pada :
http://database.forda-mof.org/uploads/4._bambang_lanang_seminar_makasar-_
YULI_BPTPTH_.pdf, diakses tanggal 11/11/2016.
Deselina. 2015. Efek Aplikasi Dosis Arang Kompos dan Taraf Kerapatan Naungan Terhadap
Kualitas Semai Kayu Bambang Lanang (Michelia champaca). Dapat dilihat pada
: http://repository.unib.ac.id/7617/1/5-Jurnal%20Deselina.pdf. Diakses tanggal
11/11/2016.
Karno, Rini Asniar. 2004. Informasi Singkat Benih Michelia champaca L. Dapat dilihat pada:
http://bpthsulawesi.net/files/Michelia%20champaca.pdf. Diakses tanggal
11/11/2016.
Lestari, Sri. dkk. 2015. Saluran Pemasaran Kayu Pertukangan Jenis Bambang Lanang
(Michelia champaca) yang Menguntungkan Petani di Sumatera Selatan. Dapat
dilihat pada : http://forda-mof.org/files/2.Saluran_pemasaran-Sri_Lestari.pdf.
Diakses tanggal 11/11/2016.
Ulya, Nur Arifatul. 2014. Kajian Sosial, Ekonomi dan Kebijakan dalam Budidaya Kayu
Pertukangan Lokal : Pembelajaran dari Masyarakat di Provinsi Sumatera
Selatan dan Bengkulu. Dapat dilihat pada : http://www.forda-mof.
org/files/8_.KAJIAN_SOSIAL-ARIFATUL_ULYA.pdf. Diakses tanggal
11/11/2016.
Wardhani, Endah Kusuma. dkk. 2013. Biodiversitas Komponen Agroforest Medang Bambang
Lanang (Michelia champaca) di Hutan Rakyat Pada Kawasan Lematang Ulu
Sumatera Selatan. Dapat dilihat pada : http://www.worldagroforestry.org/sea/
Publications/files/proceeding/PR0043-15/PR0043-15-3.pdf. Diakses tanggal
11/11/2016.