Anda di halaman 1dari 17

1

MAKALAH

KANTUNG SEMAR (Nepenthes spp.)

KELOMPOK IV

CINDIYANI CCA 118 042

LISKA DIKARA DEWI CCA 118 086

MAYA MONIKA DAMANIK CCA 118 088

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS PALANGKA RAYA

2020

1
i

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya. sehingga kami dapat menyelesaikan makalah. Dalam penyusunan
makalah mungkin ada sedikit hambatan.

            Dengan adanya makalah ini, diharapkan dapat membantu proses pembelajaran


dan dapat menambah pengetahuan bagi para pembaca. Penulis juga tidak lupa
mengucapkan terimakasih kepada semua pihak, atas bantuan,dukungan dan doa nya.

            Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membaca
makalah ini dan dapat mengetahui tentang sejarah perkembangan keperawatan dunia
dan Indonesial. Makalah ini mungkin kurang sempurna, untuk itu kami mengharap
kritik dan saran untuk penyempurnaan makalah ini.

Palangka Raya, Maret 2020

Penulis

i
ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................i

DAFTAR ISI................................................................................................................ii

I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang..................................................................................................1
1.2 Rumus Masalah.................................................................................................2

1.3 Tujuan ..............................................................................................................2

II. PEMBAHASAN
III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan.....................................................................................................11
3.2 Saran...............................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA

ii
1

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kantong semar merupakan tanaman hias yang tumbuh di beberapa hutan


Indonesia. Tanaman ini disebut tanaman hias karena memiliki kantong yang unik
hasil dari modifikasi daun akibat kekurangan unsur hara. Kantong yang terbentuk di
ujung daun memiliki nilai estetika yang cukup tinggi, sehingga sangat berpotensi
untuk dikembangkan menjadi tanaman hias. Sari (2009) melaporkan bahwa selain
memiliki nilai estetika yang cukup tinggi, air kantong semar juga dimanfaatkan oleh
sebagian masyarakat Indonesia sebagai obat mata, sedangkan batang kantong semar
berfungsi sebagai tali untuk mengikat. Penyebaran kantong semar banyak terdapat
di hutan Kalimantan dan Sumatera. Menurut Mansur (2006), dari 64 jenis kantong
semar yang hidup di Indonesia 32 jenis berasal dari Borneo, sementara Sumatera
menempati urutan kedua dengan Kerusakan hutan dan eksploitasi tanaman yang
terjadi di Indonesia menyebabkan populasi tanaman kantong semar menjadi
berkurang di alam. Menurut Hadi (2010), kantong semar termasuk tanaman yang
dilindungi berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi
Sumberdaya Hayati dan Ekosistemnya serta Peraturan Pemerintah No. 7/1999 tentang
Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.

Berkurangnya populasi tanaman kantong semar dari tahun ke tahun


menjadikan tanaman ini semakin langka. Hal ini sejalan dengan regulasi Convention
on International Trade in Endangered Species (CITES) yang mengategorikan N.
gracilis dalam Appendix II (CITES, 2008). Tanaman yang masuk dalam Appendix-2
merupakan tanaman yang terancam punah namun populasinya lebih banyak di alam
dibandingkan Appendix-1. N. gracilis juga masuk pada red list, kriteria IUCN dengan
kriteria Risiko Rendah (Low Risk) (IUCN, 2000). Anonim (2009) memberitakan
bahwa kelompok kantong semar (Nepenthes) merupakan tanaman asli dari Indonesia
2

yang dikategorikan paling langka yaitu salah satu spesies yang membutuhkan
prioritas paling tinggi untuk segera dikonservasi. Skor tertinggi tumbuhan terancam
punah dilakukan melalui 17 kriteria seperti keunikan taksonomis, distribusi geografis,
nilai manfaat, jumlah populasi, dampak eksploitasi, hingga kemerosotan populasi.
Semakin terbatas suatu tanaman hanya bisa tumbuh di lokal tertentu (tingkat
endemisitas tinggi) maka skornya semakin tinggi.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana sejarah dan perkembangan dari kantong semar?
2. Bagaimana perkembangan terkini dari kantong semar?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui sejarah dan perkembangan dari kantong semar
2. Untuk mengetahui perkembangan terkini dari tumbuhan kantung semar
3

II PEMBAHASAN

Nepenthes spp. tergolong dalam ‘carnivorous plant’ atau tumbuhan pemangsa,


namun sering juga disebut dengan ‘insectivorous plant’ atau tumbuhan pemangsa
serangga. Tumbuhan ini memiliki kantong unik yang berfungsi sebagai sumber hara
seperti nitrat dan fosfat. Aktivitas enzim proteolase sangat dipengaruhi oleh pH
(keasaman) cairan kantong dan setiap jenis Nepenthes memiliki nilai pH yang
berbeda. Umumnya pH di bawah 4. Nepenthes hidup di tanah yang miskin unsur hara
menjadikan Nepenthes mengembangkan kantongnya sebagai alat untuk memenuhi
kekurangan suplai nutrisi dari tanah. Sulurnya dapat mencapai permukaan tanah atau
menggantung pada cabang-cabang ranting pohon sehingga berfungsi sebagai pipa
penyalur nutrisi dan air. Perbanyakan Nepenthes dapat dilakukan dengan beberapa
cara yaitu stek batang, biji dan memisahkan anakan (Mansur, 2006). Kantong semar
tergolong ke dalam tumbuhan liana (merambat), berumah dua, serta bunga jantan dan
betina terpisah pada individu yang berbeda. Tumbuhan ini hidup di tanah (terestrial),
ada juga yang menempel pada batang atau ranting pohon lain sebagai epifit. Keunikan
dari tumbuhan ini adalah bentuk, ukuran dan corak warna kantongnya. Sebenarnya
kantong tersebut adalah ujung daun yang berubah bentuk dan fungsinya menjadi
perangkap serangga atau binatang kecil lainnya. Nepenthes mengeluarkan enzim yang
disebut dengan protease. Enzim ini dikeluarkan oleh kelenjar yang ada pada dinding
kantong. Dengan bantuan enzim yang disebut dengan nepenthesin, protein serangga
atau binatang lain diuraikan menjadi senyawasenyawa yang lebih sederhana (Mansur,
2006).

Nepenthes termasuk ke dalam famili Nepenthaceae yang monogenerik, yaitu


famili yang hanya memiliki satu genus (Keng, 1969). Famili tersebut merupakan satu
dari tiga famili tumbuhan berbunga yang ketiga-tiganya dikenal sebagai tumbuhan
pemangsa (Core, 1962). Morfologi kantong Nepenthes adalah kunci utama dalam
determinasi jenis-jenis tumbuhan tersebut. Namun untuk beberapa jenis,
4

karakteristikkarakteristik akar dan daun juga sangat penting untuk diperhatikan dalam
menentukan jenis Nepenthes spp. (Lauffenburger & Arthur, 2000). Kantong
Nepenthes yang dindingnya penuh bercak merah kekuningan menarik perhatian
serangga untuk mendekat. Semut atau lalat yang mendekat akan tertarik pada aroma
manis yang menyengat. Aroma itu berasal dari deretan kelenjar pada bibir lubang
kantong, karena bibir lubang kantong licin serangga pun terpeleset jatuh ke dasar
kantong. Di dalam kantong terdapat cairan asam (pH<4), sehingga dapat membunuh
serangga.

Menurut Mansur (2006), Nepenthes memilki tiga bentuk kantong yang berbeda
meskipun dalam satu individu yaitu: 1.Kantong roset, merupakan kantong kantong yang
keluar dari ujung daun roset, 2. Kantong bawah, merupakan kantong keluar dari daun yang
letaknya tidak jauh dari permukaan tanah dan biasanya menyentuh permukaan tanah ,
Kantong ini memiliki dua sayap yang befungsi sebagai alat bantu untuk menangkap
serangga, 3.Kantong atas merupakan kantong berbentuk corong atau silinder dan tidak
memiliki sayap. Kantong ini berfungsi untuk menangkap serangga yang terbang, bukan
serangga yang berasal dari tanah. Selanjutnya deretan kelenjar di dinding kantong
mengeluarkan enzim protease yang disebut juga dengan nepenthesin. Dengan
bantuan enzim pemecah protein itu, protein dari bangkai serangga atau hewan lain
yang terjebak dalam cairan kantong tersebut diuraikan menjadi nitrogen, fosfor,
kalium, dan garam mineral. Setelah serangga ini lisis maka zat sederhana kemudian
diserap oleh tanaman ini. Kantong Nepenthes bukan bunga, melainkan daun yang
berubah fungsi menjadi alat untuk memperoleh nutrisi dari serangga yang
terperangkap, sedangkan yang mirip daun sebenarnya adalah tangkai daun yang
melebar, dan tetap berfungsi sebagai dapur untuk fotosintesis (Mansur, 2006).
Menurut Jones & Luchsinger (1998), klasifikasi lengkap Nepenthes spp. berdasarkan
sistem klasifikasi tumbuhan berbunga adalah sebagai berikut:
Divisi :
Magnoliophyt
a
5

Kelas :
Magnoliopsid
a
Subclass : Dilleniidae
Ordo : Nepenthales
Family :
Nepenthaceae
Genus : Nepenthes
Jenis : Nepenthes
spp.
Adapun morfologi tanaman Nepenthes sebagai berikut:

1. Batang
Nepenthes mempunyai batang sangat kasar dengan diameter 3-5 cm dan panjang
internodus antara 3-10 cm dengan warna bervariasi yaitu hijau, merah coklat
kehitaman dan ungu tua. Pada beberapa spesies, panjang batang Nepenthes dapat
mencapai hingga 15-20 meter (Osunkoya dkk., 2007). Batang Nepenthes merambat
diantara semak belukar dan pohon menggunakan sulur daun atau dapat juga
menyemak di atas permukaan tanah. Bentuk batang dari tiap Nepenthes berbeda
tergantung dari spesiesnya, ada yang segitiga, segiempat, membulat dan bersudut
(Hansen, 2001).

2. Daun
Helaian daun Nepenthes panjang berwarna hijau atau hijau kekuningan dengan
calon kantong terdapat di luar helaian daun keluar dari sulur berbentuk silinder
dengan ukuran sama panjang atau lebih panjang dari daun. Ujung sulur yang
berwarna kuning kehijauan berkembang menjadi kantong pada lingkungan yang
sesuai (James dan Pietropaolo, 1996).

3. Akar
6

Nepenthes merupakan tanaman berakar tunggang sebagaimana tanaman dikotil


lainnya. Perakaran tumbuh dari pangkal batang, memanjang, dengan akar-akar
sekunder di sekitarnya. Akar yang sehat berwarna hitam dan tampak berisi namun
perakaran Nepenthes rata-rata kurus dan sedikit, bahkan hanya terbenam sampai
kedalaman 10 cm dari permukaan tanah (Clarke, 2001).

4. Bunga
Nepenthes merupakan tanaman dioceous, yaitu bunga jantan dan bunga betina
berada pada tanaman yang berbeda. Bunga dihasilkan dari bagian apex pada batang
tanaman yang telah dewasa. Benang sari berjumlah 40 - 46, tangkai sarinya
berlekatan membentuk suatu kolom. Bakal buah menumpang, beruang empat dan
berisi banyak bakal biji. Tangkai putik berjumlah satu atau kadang tidak ada dengan
bentuk kepala putik berlekuk-lekuk (Kurata dkk., 2008). Perkembangbiakan
Nepenthes dialam yaitu secara generatif yaitu pada bunga betina serangga dibutuhkan
sebagai polinator dan setelah terjadi penyerbukan tersebut, bunga betina akan
berkembang membentuk buah dan menghasilkan biji. Buah yang telah matang
sempurna akan pecah dan biji-biji Nepenthes yang ringan ini sangat mudah
diterbangkan oleh angin dan selanjutnya biji ini akan tumbuh di tempat yang sesuai
(Giusto dkk., 2008). Perkembangbiakan secara vegetatif pada Nepenthes biasanya
dilakukan karena tanaman ini sulit berkembang di alam. Biasanya perkembangbiakan
vegetatif melalui stek yaitu dengan cara memotong batang tanaman dewasa yang
telah memanjang. Bahan stek yang digunakan dapat berupa pucuk ataupun bagian
batang lainnya yang masih berwarna hijau. Menurut Baloari dkk. (2013),
perkembangbiakan vegetatif di alam Nepenthes dengan pembentukan tunas juga
dapat menyebabkan adanya pertumbuhan individu baru dan akan terbentuk secara
mengelompok.

5. Buah dan biji


Buah Nepenthes membutuhkan waktu sekitar tiga bulan agar dapat berkembang
penuh hingga masak setelah masa fertilisasi. Ketika masak, buah tanaman
7

Nepenthes akan retak menjadi empat bagian dan biji-bijinya akan terlepas.
Penyebaran biji Nepenthes biasanya dengan bantuan angin. Kapsul buah tanaman
Nepenthes tersebut banyak yang rusak karena gigitan ngengat. Ngengat biasanya
memakan buah dari tanaman Nepenthes yang sedang berkembang (Clarke, 1997).

6. Kantong
Kantong Nepenthes mempunyai warna sangat menarik yaitu hijau dengan bercak
merah. Serangga yang tertarik oleh warna, lebih jauh dipikat dengan ekstrafloral
nectaria dan bau-bauan yang dihasilkan oleh kelenjar di bagian bawah bibir yang
berlekuk-lekuk dan menjorok ke dalam rongga kantong. Serangga teresebut terpeleset
dari bibir yang licin berlilin ke dalam cairan di dalam kantong yang berisi enzim
proteolitik dan hidrolitik pencernaan yang dihasilkan kelenjar di pangkal kantong
(Wang, 2007). Lilin di permukaan kantong memungkinkan serangga yang terjebak
untuk tidak keluar. Proses dekomposisi tersebut menyediakan beberapa nutrisi
penting yang mungkin tidak tersedia dan tidak dapat diperoleh secara optimal oleh
Nepenthes dari lingkungannya (Frazier, 2000). Secara umum bentuk kantong
Nepenthes menyerupai kendi, piala, terompet ataupun periuk. Setiap jenis Nepenthes
setidaknya memiliki dua bentuk kantong, karena antara kantong bawah (Lower
pitcher) dan kantong atas (Upper pitcher) menunjukkan bentuk yang jauh berbeda.
Menurut Mansur (2006.

Nepenthes hidup di tempat terbuka atau agak terlindung di habitat yang


miskin unsur hara dan memiliki kelembaban udara yang cukup tinggi. Tumbuhan ini
dapat hidup di hutan hujan tropik dataran rendah, hutan pegunungan, hutan gambut,
hutan kerangas, gunung kapur, dan padang savana. Berdasarkan ketinggian tempat
tumbuhnya Nepenthes dibagi menjadi tiga kelompok yaitu Nepenthes dataran rendah,
Nepenthes dataran menengah dengan ketinggian 500-1000 m dpl dan Nepenthes
dataran tinggi (Anwar dkk., 2007). Sutoyo (2007), menyebutkan beberapa Nepenthes
8

yang hidup dataran tinggi yaitu N. burbidgeae, N. lowii, N. rajah, N. villosa, N.fusca,
N. sanguinea, N. diatas, N. densiflora, N. dubia, N. ephippiata. Jenis-jenis tersebut
adalah penghuni daerah pegunungan berketinggian lebih dari 1000 m dpl dengan
kisaran suhu malam hari yaitu 20–12ºC dan siang hari antara 25–30ºC. Nepenthes
dataran rendah diantaranya yaitu N. alata, N. eymae, N. khasiana, N. mirabilis, N.
ventricosa, N. ampullaria, N. bicalcarata, N. gracilis, N. maxima, N. reinwardtiana
dan N. tobaica. Jenis-jenis ini tumbuh di dataran berketinggian 0–500 m dpl.
Nepenthes dataran rendah biasanya bersifat epifit menempel di batang pepohonan.
Namun ada juga yang hidup secara terestrial di atas tanah bercampur serasah
dedaunan. Suhu harian antara 22–34º C dan kelembaban udara 70–95%. Sedangkan
Nepenthes dataran menengah yaitu N. raflesiana, N. adnata, N. clipeata, dan N.
mapuluensis. Karakter dan sifat Nepenthes berbeda pada tiap jenisnya. Beberapa
Nepenthes yang hidup di habitat hutan hujan tropik dataran rendah dan hutan
pegunungan bersifat epifit, yaitu menempel pada batang atau cabang pohon lain. Pada
habitat yang cukup ekstrim seperti hutan kerangas yang suhunya bisa mencapai 30º C
pada siang hari, Nepenthes beradaptasi dengan daun yang tebal untuk menekan
penguapan air dari daun. Sementara kantong semar di daerah savana umumnya hidup
terestrial, tumbuh tegak dan memiliki panjang batang kurang dari 2 m (Anwar dkk.,
2006). Menurut Mansur (2006), terdapat beberapa hara alami Nepenthes dan
karakteristiknya sebagai berikut:
1. Hutan Hujan Tropik Dataran Rendah
Tipe ekosistem hutan hutan hujan tropik dataran rendah memiliki jenis vegetasi
lebih beragam dibandingkan dengan tipe lainnya. Hutan ini tersebar mulai dari garis
pantai hingga ketinggian 1.500 m dpl dengan suhu antara 22 oC - 34oC dan
kelembaban udara 70 – 95%. Nepenthes yang hidup dihabitat ini ada yang bersifat
epifit, seperti N. veitchii dan N. gymnamphora.

2. Hutan Pegunungan
9

Hutan pegunungan dengan ketinggian lebih dari 1.500 m dpl dengan suhu udara
lebih dingin dan sering di selimuti kabut. Keanekaragaman jenis pohon di hutan ini
kurang bervariasi dibandingkan dengan dataran rendah. Nepenthes yang hidup di
habitat pegunungan antara lain N. tentaculata dan N. lowii.

3. Hutan Gambut
Keanekaragaman tumbuhan di hutan gambut relatif rendah, hanya tumbuhan
toleran yang dapat hidup di lingkungan genangan air asam dengan kelembaban yang
cukup tinggi. Beberapa Nepenthes yang dapat toleran terhadap kondisi tempat
tumbuh seperti tersebut antara lain: N. rafflesian, N. ampullaria, dan N. gracilis.

4. Hutan Kerangas
Ciri utama hutan kerangas adalah lantai hutannya ditutupi oleh pasir putih yang
bersifat asam dan berasal dari batuan Ultrabasic. Hutan ini memiliki suhu diatas 30o
C. Nepenthes yang tumbuh ditempat ini seperti N. reinwardtiana, N. gracilis, N.
rafflesian, dan N. stenophyla.

5. Padang Savana
Ditempat inilah N. maxima hidup berkelompok dekat sumber-sumber air, seperti
parit dan sungai kecil. Umumnya, Nepenthes yang hidup di daerah terrestrial tumbuh
tegak dan memiliki panjang batang kurang dari 2 meter.

Keanekaragaman Spesies (H’) merupakan ciri tingkat komunitas berdasarkan


organisasi biologinya. Keanekaragaman spesies dapat digunakan untuk menyatakan
struktur biologinya dan mengukur stabilitas komunitas, yaitu kemampuan komunitas
untuk menjaga dirinya sendiri tetap stabil meskipun ada gangguan terhadap
10

komponen-komponennya (Indriyanto, 2006). Suatu komunitas memiliki


keanekargaman jenis yang tinggi, bila jenis yang melimpah dan banyak ditemukan
dalam komunitas tersebut (Brower dan Zar, 1979). Diversitas yang tinggi
mengidentifikasikan bahwa komunitas tersebut sangat sangat kompleks. Hal tersebut
akan mengakibatkan interaksi jenis semakin beragam. Menurut Odum (1993), tingkat
kompetisi antar jenis dalam komunitas akan keras apabila tingkat keanekargaman
jenis tersebut tinggi serta memiliki kelimpahan populasi. Meningkatnya persaingan
dapat disebabkan oleh terbatasnya sumber makanan dalam suatu habitat. Nepenthes
sering ditemukan dengan pola penyebaran berkelompok dipengaruhi oleh faktor
lingkungan biotik maupun abiotik seperti kondisi habitat tempat tumbuh selain itu
pola penyebaran secara berkelompok juga di pengaruhi oleh perkembangbiakan
secara generatif maupun vegetatif (Baloari dkk., 2013). Tumbuhan Nepenthes spp.
merupakan herba atau semak, epifit hingga liana tahunan. Perawakan anakan roset,
sedangkan dewasa selalu memanjat dan jarang tegak. Akar tunjang kadang
berimpang dan sering tidak berimpang. Batang umumnya panjang memanjat
mencapai 20 m dan kadang berdiri tegak, bulat, bersegi atau bersayap. Daun
umumnya lanset dengan modifikasi ujung daun berupa tendril dan kantong
(ascidium) menyerupai piala, kendi, ataupun periuk berpenutup orbikular,
pertulangan umumnya sejajar dan melengkung atau kadang menyirip, duduk tersebar,
berseling dan melekat setengah memeluk batang. Kantong bernektar, pada roset
(lower pitcher) memiliki sayap yang berambut, tetapi tidak pada kantong atas (upper
pitcher), bentuk dan komposisi warna antara kedua jenis kantong jauh berbeda.
Bunga jantan dan betina terpisah, masing-masing pada tumbuhan yang berbeda
(dioecious), keduanya majemuk, regularis, tandan ataupun malai, terminal ataupun
aksilar. Buah kapsul (fusiform), berlokus, memiliki banyak biji (Lauffenburger &
Arthur, 2000). Tumbuhan dewasa Nepenthes spp. tumbuh memanjat pada tumbuhan
lain. Anakan dan tumbuhan yang belum dewasa daunnya tersusun dalam bentuk roset
akar yang dilengkapi dengan tendril pada setiap ujungnya. Sebagian besar daun
dalam roset membentuk kantong yang membulat dan lonjong dengan dua sayap yang
11

terletak di depan tabung. Setelah dua sampai tiga tahun pertumbuhannya relatif
lambat, tumbuhan mulai masuk pada tahap memanjat. Internodus batang memiliki
jarak yang lebih panjang dari pada internodus pada roset (Clarke, 2001).

III PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kantong Semar (dalam bahasa latinnya disebut Nepenthes dan dalam bahasa
Inggris disebut Tropical pitcher plant) adalah Genus tanaman yang termasuk dalam
keluarga monotipik. Kantong semar tumbuh dan tersebar mulai dari Australia bagian
utara, Asia Tenggara, hingga Cina bagian selatan. Indonesia sendiri memiliki Pulau
Kalimantan dan Sumatera sebagai surga bagi habitat tanaman ini. Selain
kemampuannya dalam menjebak serangga, keunikan lainnya adalah bentuk, ukuran,
dan corak warna kantongnya. Keunikan yang dimiliki kantong semar terdapat pada
kantongnya. Kantong-kantong tersebut menjadi perangkap bagi serangga seperti lalat,
semut dan lainnya.

3.2 Saran
perlu dilakukan pengelolaan dan perlindungan terhadap kantung semar untuk
tetap menjaga kelestariannya.
12

DAFTAR PUSTAKA
Adam, J.H., Hamid, A.H., Juhari, M.A.A., Norhafizah, S., Tamizi, A dan Indris, W. M. R. 2011.
Spesies composition and dispersion pattern of pitcher plant recorded from Rantau
Abang in Marang District Terengganu State of Malaysia. Journal International of
botany. 7(2):162–169

Anwar, F., Kunarso, A dan Rahman, T.S. 2007. Kantong semar (Nepenthes sp.) di Hutan
Sumatera tanaman unik yang langka. Prosiding ekspose hasil hasil penelitian. 173-
181p

Balai Besar Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. 2014. Kondisi Umum Taman Nasional
Bukit Barisan Selatan. http://tnbbs.org/web/sejarah.html. Diakses pada 12 Januari 2016

Baloari G., Linda, R dan Mukarlina. 2013. Keanekaragaman jenis dan pola distribusi
Nepenthes spp. di Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak.
Jurnal Protobiont. 2(1):1-6

Bismark, M dan Murniati. (2011). Status Konservasi Dan Formulasi Strategi


Konservasi Jenis-Jenis Pohon Yang Terancam Punah (Ulin, Eboni dan Michelia).
Prosiding Lokakarya nasional, pusat penelitian dan pengembangan konservasi dan
rehabilitasi badan litbang kehutanan bekerjasama dengan ITTO. 1-274p

Brower, J.E dan Zar, J.H. 1979. Buku. Field and Laboratory Methods For
General Ecology. Brown Company Publishers. Iowa. 28p

Carolyn, R. D., Baskoro, P.T dan Prasetyo, L.B. 2013. Analisis degradasi untuk penyusunan
arahan strategi pengendaliannya di Taman Nasional Gunung Halimun Salak Provinsi
Jawa Barat. Jurnal Globe. 15(1):39-47
13

Cheek, M. dan Jebb, M. 2001. Nepenthaceae. Jurnal Flora Malesiana.Series I. 15(2000):1-


157

Dariana. 2010. Keanekaragaman Nepenthes dan Pohon Inang di Taman Wisata Alam
Sicikeh-cikeh Kabupaten Dairi Sumatera Utara. Tesis. Universitas Sumatera Utara.
Medan. 94p

Departemen Kehutanan.1999. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7


Tahun 1999 Tentang Jenis-Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar yang Dilindungi. Buku.
Jakarta. 25p

Engler, A. 1908. Das Pflanzenreich Regni Vegetabilis Conspectus. Leipzig Verlag von
Wilhelm Engelman. 245p

Firstantinovi, E.S dan Karjono. 2006. Kami justru mendorong. Artikel Majalah
Trubus. Edisi 444. November 2006/XXXVII. 21p

________. 2008. Penelitian ekologi nepenthes di Laboratorium Alam Hutan Gambut


Sabangau Kereng Bangkirai Kalimantan Tengah. Jurnal Teknologi Lingkungan. 9
(1):67-73

________. 2012. Keanekaragaman jenis tumbuhan pemakan serangga dan laju


fotosintesisnya di Pulau Natuna. Jurnal Berita Biologi. 11(1):33-40

Mardhiana., Parto, Y., Hayati,R dan Priadi, D.P. 2012. Karakteristik dan
Kemelimpahan Nepenthes di Habitat Miskin Unsur Hara. Jurnal Lahan Suboptimal.
1(1):50-56

Meriko, L. 2012. Biologi bunga tumbuhan Nepenthes (N. ampullaria, N. Gracilis, dan N.
Reinwardtiana.). Jurnal Pelangi. 4(2):2460-3740

Purwanto, W. A. 2007. Budi Daya Ex-Situ Nepenthes, Kantong Semar nan


Eksotis. Buku. Kanisius. Yogyakarta. 42p

Wang, C.W. 2007. Nepenthes enzymes. Proceedings of Sarawak Nepenthes Summit 18 –21
August 2007. Serawak Forestry. Malaysia. 40-46.

Wiryono. 2009. Ekologi Hutan. Buku. Universitas Bengkulu Press. Bengkulu.


137p
14

Witarto, A. B. 2006. Protein Pencerna di Kantong Semar. Lembaga Ilmu Pengetahuan


Indonesia. http://www.lipi.go.id. Diakses 25 Maret 2015.

Yelli, F. 2013. Induksi pembentukan kantong dan pertumbuhan dua spesies tanaman
kantong semar ( Nepenthes spp.) pada berbagai konsentrasi media ms secara in vitro.
Jurnal Agrotropika. 18(2):56-62

Anda mungkin juga menyukai