Anda di halaman 1dari 10

GERUNGGANG ( Cratoxylon arborescens Blume.

) DAN TERENTANG
( Campnosperma coriaceum Jack. Dan C.Auriculata Hook.f) :
JENIS ALTERNATIF POTENSIAL SEBAGAI BAHAN BAKU KAYU PULP

Oleh :
Rina Bogidarmanti, Nina Mindawati 1) dan Suhartati 2)
1)
Pusat Litbang Peningkatan Produktifitas Hutan
Jl. Gunung Batu No.5 Kotak Pos 165, Bogor 16610. Po Box 331
Telp. (0251) 8631238. Fax. (0251) 7520005
rinabogidarmanti@yahoo.com
ninapulp@yahoo.co.id
2)
Balai Penelitian Hutan Penghasil Serat Kuok
Jl. Raya Bangkinang-Kuok KM 9 Bangkinang 28401 Kotak pos 4 BKN-Riau

ABSTRAK

Jenis-jenis tanaman yang umumnya digunakan dalam kegiatan pembangunan HTI serat dan pulp
umumnya menggunakan jenis yang sudah dikenal sep erti Acacia mangium, Acacia crassicarpa,
Gmelina arborea, Eucalyptus pellita atau Pinus merkusii. Jenis-jenis tersebut sebagian telah
beralih fungsi untuk digunakan sebagai bahan baku kayu pertukangan. Selain itu dijumpai
permasalahan daur yang masih panjang, adanya serangan hama dan penyakit serta penurunan
kualitas lahan. Untuk mengantisipasi ketersediaan bahan baku industri pulp perlu dicari jenis-jenis
alternatif lainnya. Jenis Gerunggang dan Terentang merupakan jenis-jenis alternatif yang
berpotensi untuk bahan baku kayu pulp. Berdasarkan hasil eksplorasi yang telah dilakukan sejak
tahun 2008 hingga 2011 di daerah Riau dan sekitarnya, penyebaran jenis gerunggang dijumpai di
daerah Kabupaten Siak, Bengkalis, Kuansing dan Rokan Hilir.dan di Sumatera bagian barat di
Kabupaten Dharmasraya Sedangkan untuk jenis terentang dijumpai di Kabupaten Siak, Dumai,
Rokan Hulu, Indragiri Hulu, Kuansing dan Kampar. Sedangkan di daerah Sumatera bagian barat
dijumpai di Kabupaten Limapuluh Kota dan Solok selatan Hasil analisis dimnesi serat dan nilai
turunan dimensi seratnya, kedua jenis kayu tersebutsebagai bahan baku pulp termasuk dalam
kelas kualitas II.

Kata kunci : gerunggang, terentang, jenis alternatif pulp.


I. PENDAHULUAN

Jenis-jenis tanaman yang saat ini telah dikembangkan oleh sebagian besar HTI Pulp atau
Serat di Indonesia yaitu jenis tanaman cepat tumbuh dengan daur pendek seperti Acacia
mangium, Acacia crassicarpa, Eucalyptus pellita . Beberapa permasalahan yang timbul
sehubungan dengan kegiatan penanaman jenis-jenis tersebut secara monokultur antara lain :
rentan terhadap serangan hama dan penyakit, terjadinya penurunan produktifitas dan kualitas
tapak pada daur berikutnya jika bibit yang digunakan mempunyai tingkat keunggulan yang sama
secara genetik. Selain itu pula, jenis-jenis tersebut sebagian telah berlaih fungsi menjadi bahan
baku kayu pertukangan yang lebih ekonomis (Mindawati et al, 2007 a). Untuk mengantisipasi
keberlenjutan pasokan bahan baku bagi industri pulp, maka perlu dicari jenis-jenis alternatif (jenis-
jenis kayu kurang dikenal) yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai bahan baku pulp. Dalam
hal pemilihan jenis yang akan dikembangkan sebaiknya menggunakan jenis-jenis lokal atau
andalan setempat yang dapat memenuhi beberapa persyaratan antara lain : memiliki riap yang
tinggi, memiliki sebaran alami yang luas sehingga memiliki variasi genetik yang luas, cocok dan
tumbuh baik di lokasi pengembangan, mudah dibiakan baik secara generatif maupun vegetatif,
teknik silvikulturnya telah dikuasai serta tahan terhadap serangan hama dan penyakit (Mindawati
et al, 2007 b)
Berdasarkan kajian hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Pusat Litbang Hasil
Hutan sejak tahun 1976 diperoleh sekitar 143 jenis tanaman hutan yang dapat diguinakan sebagai
bahan baku pulp dengan kualitas pulp I sampai IV, dan sebanyak 35 jenis tanaman hutan yang
berpotensi untuk dikembangkan sebagai bahan baku pulp di masa depan karena mempunyai
kualitas pulp kategori kelas I dan II (Mindawati, 2007 b). Di antara jenis-jenis tersebut gerunggang
(Cratoxylon arborescens Bl.) dan terentang rawa (Campnosperma coriaceum Jack.) memiliki
potenasi untuk dikembangkan khususnya di daerah lahan basah/gambut.
Geronggang dijumpai tersebar di daerah Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan,
Riau, Jambi, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur (Martawijaya et al,
2005).
Geronggang banyak digunakan untuk konstruksi ringan, jembatan, kapal, furnitur, flooring,
panel, papan partikel dan juga sebagai bahan baku pulp (Soerianegara dan Lemmens, 2001).
Jenis terentang di Indonesia dijumpai tersebar di daerah Sumatera, Bangka dan Kalimantan. Jenis
ini dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan antara lain : papan tulis, kotak peralatan, lemari,
furnitur. Selain itu dapat dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan plywood, pulp dan papan
partikel (Soerianegara dan Lemmens, 2001).
Untuk pengembangan jenis-jenis tersebut secara luas kegiatan eksplorasi mengenai sebaran
alami untuk digunakan sebagai sumber benih/bibit merupakan kegiatan yang penting untuk
dilakukan.
Dalam tulisan ini akan disajikan kajian hasil kegiatan ekplorasi dan analisis sifat kimia kayu
jenis gerunggang dan terentang yang telah dilakukan oleh Tim peneliti Balai Penelitian Hutan
Penghasil serat Kuok dan Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Bogor yang berada di bawah
koordinasi RPI Pengelolaan Hutan Tanaman Penghasil Kayu Pulp di Pusat Litbang Peningkatan
Produktifitas Hutan, Bogor.

II. TEKNIK SILVIKULTUR JENIS GERUNGGANG DAN TERENTANG


A.Teknik silvikultur jenis gerunggang

Gerunggang memiliki nama ilmiah Cratoxylon arborescens (Vahl.) Blume yang sinonim
dengan C. cuneatum Miq. Dan C.arborescens (Vahl.) Blume var miquelli King. Jenis ini termasuk
dalam famili Guttiferae. Dalam dunia perdagangan dikenal dengan nama dagang Geronggang. Di
Indonesia jenis ini dikenal dengan nama daerah Lele (Sumatera Utara) dan Gerunggang
(Kalimantan) (Soerianegara dan Lemmens, 2002).
Geronggang dijumpai tersebar di daerah Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan,
Riau, Jambi, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur (Martawijaya et al,
2005).
Geronggang merupakan salah satu jenis tumbuhan asli hutan rawa gambut, namun juga
dapat tumbuh pada tanah berpasir atau tanah lempung berpasir. Jenis ini dapat tumbuh pada
daerah dengan tipe iklim A dan B pada ketinggian di atas 900 m dpl. Di Sabah jenis ini dapat
tumbuh pada ketinggian lebih dari 1800 m dpl (Soerianegara dan Lemmens, 2002).
Deskripsi jenis gerunggang adalah sebagai berikut : berbentuk pohon dengan tinggi sekitar 35-50
m, diameter dapat mencapai 60-100 cm, batang bebas cabang hingga 27 m, batang bagian bawah
lurus atau berbentuk kurang bagus, tidak berbanir, permukaan pepagan licin atau bersisik seperti
kertas hingga bercelah, di bagian pangkal batang mengeluarkan getah transparan berwarna
kuning, jingga atau merah (Soerianegara dan Lemmens, 2002).
Perbenihan. Informasi mengenai sumber benih, teknik penanganan benih, cara
penyimpanan jenis ini belum tersedia.
Pembibitan. Jenis ini umumnya diperbanyak dengan cara generatif yaitu dengan
melakukan penyemaian benih di persemaian. Setelah bibit berukuran tinggi sekitar10 – 15 cm
dilakukan penyapihan ke dalam polybag Selain itu pula juga dapat memanfaatkan anakan alam
yang tersedia dalam jumlah berlimpah pada rumpang-rumpang terbuka sebagai akibat adanya
penebangan/pembukaan lahan (Soerianegara dan Lemmens, 2002)
Penanaman di lahan gambut biasanya dilakukan dengan pola jalur dengan jarak dalam
jalur 2 m dan jarak antar jalur 6 m (Soerianegara dan Lemmens, 2001).
Kegiatan pemeliharaan bibit di lapang yaitu felling. Sampai saat ini belum ada informasi mengenai
serangan hama dan penyakit pada jenis ini.

B. Teknik silvikultur jenis terentang

Jenis terentang dikenal ada dua macam yaitu terentang darat ( Campnosperma auriculata
(Hook.f)) dan terentang rawa (C. coriaceum (Jack)). Jenis ini termasuk dalam famili
Anacardiaceae dan memiliki nama di dunia perdagangan sebagai kayu terentang. Di Indonesia
jenis ini tersebar di daerah Sumatera, Kalimantan, Jawa, Sulawesi dan dikenal dengan nama
daerah pauh lebi, antumbus, madang rimueng, ambacang rawang, meranti lebar daun (Sumatera),
terentang malung (Bangka), dalipo (Sulawesi), hamtangen (Sampit, Kalimantan) (Soerianegara
dan Lemmens, 2002).
Terentang sering ditemukan di hutan dataran rendah yang berawa dan dapat mebentuk
tegakan murni atau merupakan jenis yang dominan bersama jensi lain. Selain itu pula dapat
dijumpai tumbuh di hutan primer atau sekunder yang memiliki jenis tanah yang berdrainase baik
pada ketinggian tempat hingga 1600 m dpl khususnya di dekat sungai kecil dan di lembah, namun
jumlahnya hanya sedikit (Soerianegara dan Lemmens, 2002).
Deskripsi jenis terentang rawa adalah sebagai berikut : pohon berukuran sedang hingga
besar dengan tinggi dapat mencapai 40 m, diameter batang bagian bawah sekitar 90 cm, namun
sering dijumpai berukuran lebih kecil, jika tumbuh di rawa sering dijumpai akar tiang, akar napas
atau pneumatofor.
Deskripsi terentang darat adalah sebagai berikut : pohon berukuran sedang hingga agak
besar, dapat mencapai tinggi sekitar 38 m, diameter batang bagian bawah sekitar 80-135 cm,
Perbenihan. Sumber benih untuk jenis terentang rawa di daerah Sumatera dan
sekitarnya dapat dijumpai di daerah Sungai Dareh, Kecamatan Pulau Punjung, Kabupaten
Dharmasraya, Sumatera Barat. Lokasi tersebut terletak pada 101030’50’’ BT dan 00058’34LU
dengan ketinggian tempat 359 kaki dpl. Jenis tanah di Kabupaten Dharmasraya sebagian besar
adalah Podzolik merah kuning (PMK) (Danu et al, 2010).
Sedangkan untuk terentang darat sumber benihnya dijumpai di daerah Kampar, Riau yang
menyebar secara sporadis di hutan sekunder sekitar sungai Limago anak sungai Batang Kampar
dan di daerah Tanjung Alai dan Muara Takus (Danu et al, 2010).
Fenologi. Informasi mengenai fenologi baru diperoleh pada jenis terentang rawa yang
berasal dari daerah Dharmasraya. Musim pembungaan terjadi pada bulan Agustus – September,
buah muda pada bulan Oktober, buah tua pada bulan November – Desember. Buah yang masak
dicirikan dengan warna buah yaitu merah sampai ungu kehitaman (Gambar ). Untuk jenis
terentang darat ciri buah muda berwarna hijau dengan bintik-bintik putih dan setelah masak
fisiologis kulit buah berwarna hitam (Gambar ) (Danu et al, 2010). Informasi mengenai
penanganan benih yang meliputi ekstraksi, perlakuan pendahuluan, pengujian dan penyimpanan
belum tersedia. Pada tahun 2011 Balai Teknologi Perbenihan Bogor mulai menangani kegiatan
penelitian jenis tersebut.
Pembibitan. Perbanyakan terentang umumnya dilakukan secara generatif atau
memanfaatkan anakan alam yang terdapat di sekitar pohon induknya. Buah yang sudah masak
fisiologis dengan ciri kulit buah berwarna hijau kemerahan sampai merah tua. Buah tersebut
diekstraksi, diseleksi kemudian ditabur pada bak kecambah. Benih Terentang berkecambah 2-4
minggu setelah tabur dan penyapihan dilakukan apabila telah muncul minimal sepasang daun
(Siregar et al, 2010).. Informasi perbanyakan jenis terentang dengan cara vegetatif belum
tersedia. Penanaman. Informasi mengenai penanaman jenis terentang di lapang belum tersedia.
Hama dan Penyakit. Cendawan yang ditemukan pada benih terentang yaitu Aspergillus
sp, Penicillium sp dan Rhizopus sp (Danu et al, 2010).

III. PROSPEK JENIS GERUNGGANG DAN TERENTANG SEBAGAI


BAHAN BAKU KAYU PULP

Kegiatan eksplorasi dan survei untuk mencari jenis-jenis alternatif yang memiliki potensi
sebagai bahan baku pulp telah dilakukan oleh Balai Penelitian Hutan Penghasil Serat Kuok yang
berkoordinasi dengan Pusat Litbang Peningkatan Produktivitas Hutan Bogor. Kegiatan ini telah
dimulai sejak tahun 2008 hingga tahun 2011. Lokasi kegiatan dititikberatkan pada daerah Riau
dan sekitarnya, Sumatera bagian barat, Sumatera bagian selatan dan Sumatera bagian utara.
Kegiatan eksplorasi dan survei dititikberatkan pada tujuh jenis kayu alternatif yaitu : mahang putih
(Macaranga hypoleuca (Reichb,f,et.Zoll.), Skubung (M.gigantea (Rchb.f.& Zoll.) Mull.Arg., jabon
(Anthocephalus cadamba Miq.), binuang bini ( Octomeles sumatrana Miq.), gerunggang
(Cratoxylon arborescens (Vahl) Blume), terentang ( Campnosperma auriculata Hook.f dan C.
coriaceum Jack.) dan sesendok (Endospermum malaccense Benth.)
Hasil eksplorasi dan survei untuk jenis gerunggang dan terentang dijumpai di daerah Siak,
Bengkalis, Kuansing dan Rokan Hilir (Provinsi Riau). Untuk jenis terentang daerah sebarannya
dijumpai di Siak, Dumai, Rokan Hulu, Indragiri Hulu, Kuansing (Provinsi Riau) dan Dharmasraya
(Provinsi Sumatera bagian Barat). Untuk mengetahui sifat dan kualitas kayu-kayu hasil eksplorasi
tersebut juga dilakukan analisis sifat kayunya.

A. Sifat dan Kualitas Kayu Gerunggang dan Terentang


Beberapa sifat kimia kayu yang perlu diketahui apakah suatu jenis dapat memenuhi kriteria
sebagai bahan baku industri pulp dan kertas antara lain meliputi : berat jenis, kadar lignin,
selullosa, kadar abu, zat ekstraktif dan warna kayu. Pengujian sifat kimia sampel kayu hasil
eksplorasi hanya dilakukan pada jenis terentang, sedangkan untuk jenis gerunggang baru akan
dilaksanakan pada tahun 2012. Hasil pengujian tersebut tertera pada Tabel 1.

Tabel 1. Sifat kimia kayu dan kualitas pulp jenis Gerunggang dan Terentang

Jens Berat Kuali- Kadar Kuali- Kadar Kuali- Kadar Kuali- Zat Kuali- War-na
Ka- Jenis tas abu tas lignin tas sellulo- tas ekstrak- tas ka-yu
yu g/ pulp (%) pulp (%) pulp sa (%) pulp tif (%) pulp
cm3
Gerung- 0,36- Merah
gang *) 0,71 I - II - - 22,20 I 53,10 I 4,10 III muda

Gerung- 0,40- Merah


gang **) 0,47 I - - muda
Teren-
Tang 0,30 I 0,61 II 29,83 II 47,87 I 3,56 II Coklat
darat
Teren- Coklat
Tang 0,41 I 0,40 II 27,96 II 50,04 I 3,25 II kekuning-
rawa an
Keterangan : *) = sumber Martawijaya et al (1981)
**) = sumber Nurahman dan Silitonga (1972) dalam Junaedi dan Yeni (2010).

Mengacu pada kriteria kelas kualitas kayu untuk pulp berdasarkan dari sifat kayunya
(Anonim (1980) dalam Syafii dan Siregar (2006)),untuk jenis gerunggang hasil analisis sifat kimia
terhadap berat jenis termasuk dalam kelas kualitas pulp I karena kurang dari 0,50. Demikian pula
untuk kadar lignin dan sellulosa termasuk dalam kelas kualitas pulp I karena kadar masing-masing
yaitu sebesar < 25% dan > 45%. Hal serupa juga dijumpai pada kadar zat ekstraktifnya yang
masuk dalam kelas kualitas pulp Ikarena kadarnya berada pada selang > 4%. Namun untuk kadar
abu jenis gerunggang belum tersedia informasinya. Pada dasarnya kayu gerunggang akan
menghasilkan rendemen pulp yang tinggi karena berat jenisnya rendah, kadar lignin, sellulosa dan
zat ekstraktif tinggi . Kandungan zat ekstraktif merupakan salah satu komponen kayu yang
menentukan konsumsi bahan kimia pada saat proses pembuatan pulp (Junaedi dan Aprianis,
2010).

Baik jenis terentang darat maupun terentang rawa memiliki berat jenis < 0,50 sehingga
termasuk dalam kelas kualitas I. Demikian pula dengan kadar sellulosanya termasuk kelas
kualitas I karena kadarnya > 45%. Untuk kadar abu termasuk dalam kelas kualitas II karena
nilainya berada pada selang 0,2% - 6%, demikian pula untuk kadar lignin dan zat ekstraktif
termasuk dalam kelas kualitas II karena memiliki nilai masing-masing > 45% dan berada pada
selang 2% - 4%.

Dimensi serat merupakan salah satu sifat kayu yang penting untuk digunakan sebagai
dasar dalam pemilihan suatu jenis kayu sebagai bahan baku pulp dan kertas. Dimensi serat yang
dimaksud meliputi panjang serat, diameter serat, tebal dinding sel dan lebar lumen. Parameter lain
yang juga berpengaruh terhadap persyaratan serat sebagai bahan baku pulp yaitu nilai turunan
dimensi serat yang meliputi bilangan Runkel, perbandingan Muhlstep, perbandingan fleksibilitas,
daya tenun dan koefisien kekakuan (Tabel 2).

Tabel 2. Dimensi serat, nilai turunan dimensi serat dan kelas kualitas jenis kayu gerunggang dan
terentang

Deskripsi Gerunggang Terentang


Hasil uji Pustaka Kualitas Rawa Darat Kualitas
sampel (**) Hasil uji Hasil uji
(*) sampel (*) sampel (*)
Panjang serat (L) 1180,00 II 1394,84 1450,03 II
(mm)
Dimensi Diameter serat (d) 22,30 37,78 37,36
serat (U)
Tebal dinding serat 1,70 2,50 2,18
(w) (U)
Diameter lumen (l) 26,00 32,78 33,01
(U)
Panjang pembuluh 957,04 835,48
(mm)
Diameter pembuluh 167,08 162,59
(U)
Daya tenun 53,00 III 37,94 39,30 III
Nilai Nisbah Muhlsteph 41,20 II 24,96 21,76 I
turunan Nisbah fleksibilitas 0,77 I 0,87 0,80 I
Bilangan Runkel 0,30 I 0,15 0,11 I
Koefisien kekakuan 0,12 I 0,07 0,07 I
Keterengan : * = Suhartati et al (2010)
** = Nurahman dan Silitonga (1972)
Nisbah Runkel = 2w/l; daya tenun = L/d, nisbah fleksibilitas = l/d; koefisien kekakuan = w/d; nisbah
Muhlsteph =( d2 – l2/ d2) x 100

Berdasarkan hasil analisis terhadap dimensi serat yang meliputi panjang serat, diameter
lumen, tebal dinding, panjang pembuluh dan diameter pembuluh, dapat digunakan untuk menduga
kualitas kertas yang dihasilkan, namun perlu dilengkapi dengan perhitungan nilai turunan dimensi
seratnya agar efisisen dan kualitas yang diperoleh sesuai dengan yang diharapkan (Junedi dan
Aprianis, 2010). Bila ditinjau dari panjang serat, menurut klasifikasi Anonim (1989) dalam Junaedi
dan Aprianis (2010), kayu gerunggang dan terentang darat dan rawa termasuk dalam kelas
sedang karena memiliki nlai berkisar antara 900 – 1600 Um. Panjang serat mempengaruhi
kualitas pulp dan kertas yang dihasilkan seperti pada sifat ketahanan sobek, kekuatan tarik dan
daya lipat. Semakin panjang serat maka pulp yang dihasilkan memiliki kekuatan yang semakin
tinggi (Pasaribu dan Tampubolon, 2007). Jika dilihat dari turunan dimensi seratnya sebagai bahan
baku, kayu gerunggang dan terentang (darat dan rawa) termasuk dalam kelas II. Hal ini
menggambarkan bahwa kedua jenis kayu tersebut berdinding serat tipis hingga sedang dengan
ukuran lumen agak lebar. Pada proses pembuatan lembaran pulp serat akan mudah
menggepeng. Ikatan antar serat dan tenunnannya baik. Dapat diduga bila dilakukan pembuatan
lembaran pulp untuk kertas maka kemungkinan akan mempunyai keteguhan sobek, retak dan tarik
yang sedang (Junaedi dan Aprianis, 2010).

B. Kualitas Tanah pada Sebaran Alami Tegakan Gerunggang dan Terentang

Kualitas tanah dalam suatu ekosistem mencerminkan kemampuan tanah untuk dapat
berfungsi agar dapat diperoleh produktifitas tanaman yang berkesinambungan (USDA, 2001).
Sedangkan menurut Setiadi et al (1992), kualitas tanah sangat kompleks sehingga untuk
mengukurnya dapat dilakukan melalui evaluasi sifat-sifat kimia, fisika dan biologi.
Hasil penelitian Suhartati et al (2010) yang meneliti kondisi dan kualitas tanah pada sebaran alami
jenis gerunggang dan terentang dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Kondisi kesuburan tanah di bawah tegakan alami jenis gerunggang


dan terentang

Lokasi /jenis lahan


Parameter Solok Selatan Dharmasraya Limapuluh Kota
(mineral) (gambut) (mineral)
Sifat Kimia
pH (H2O) 4,70 (M) 4,20 (SM) 4,60 (M)
pH (KCl) 4,00 (SM) 3,40 (SM) 3,90 (SM)
C organic (%) 2,28 (SD) 32,80 (ST) 1,48 (R)
N total (%) 0,25 (SD) 0,84 (ST) 0,11 (R)
C/N rasio 9,10 (R) 38,90 (ST) 13,50 (SD)
P tersedia (mg/kg) 7,40 (SR) 2,60 (SR) 0,90 (SR)
Kation dapat ditukar 7,05 9,83 4,43
- Ca 3,87 (R) 2,46 ( R) 2,34 (R)
- Mg 2,14 (T) 6,38 (T) 1,28 (SD)
- K 0,76 (T) 0,61 (T) 0,43 (SD)
- Na 0,28 (SD) 0,38 (SD) 0,38 (SD)
KTK (Meq/100g) 18,64 (SD) 34,29 (T) 14,73 (R)
Kejenuhan basa (%) 37,80 (SD) 28,70 (R) 30,10 (R)
Unsur mikro (ppm)
- Cu 0,80 0,20
- Zn 34,80 18,40
- Fe 31,40 47,90
- B 16,90 3,40
Kadar air (%) 19,36 79,60
Kadar Abu (%) - 49,40
Kadar serat (gr/10 cc) - 3,80
- AL +++
(meq/100g) 2,17
- H+
(meq/100g) 1,32

Sifat fisik
Tekstur
- Pasir (%) 11,30 Lempung 5,20 Liat
- Debu (%) 45,00 Berdebu 52,20 Berdebu
- Liat (%) 43,70 42,60
Warna tanah 5 YR 4/4 Coklat 5 YR 2,5/1 Kuning
Kemerahan kemerahan
Sifat Biologi
Total mikroorganisme 2,80 5,80 1,80
(SPK/gr.106)
Total fungi
(SPK/gr.104) 18,70 31,90 24,60
Respirasi (Kg
Tanah/hari) 34,46 26,61 30,17
C-mic (ppm)
179,20 136,72 133,60

Keterangan : M = masam, SM = sangat masam, SD =sedang, R =rendah, SR =sangat rendah, T =


tinggi, ST = sangat tinggi

Berdasarkan hasil analisis tanah di habitat alami jenis gerunggang dan terentang rawa yaitu
tumbuh pada kondisi tanah yang sifat fisiknya gambut dengan pH (sangat masam), kandungan
bahan organic (sangat tinggi), KTK ((tinggi), unsure hara makro (rendah – tinggi), kejenuhan basa
(rendah), total fungi (sedang) dan respirasi (rendah). Sedangkan untuk jenis terentang darat
kondisi habiat alaminya adalah sebagai berikut : tanah dengan sifat fisik (lempung berdebu atau
liat berdebu), pH (sangat masam – masam), kandungan bahan organic (rendah – sedang),
kandungan hara makro (rendah – tinggi), KTK (rendah – sedang), kejenuhan basa (rendah –
sedang), total fungi (rendah – sedang), respirasi (sedang).

C. Prospek Pengembangan Jenis Gerunggang dan Terentang di HTI Serat

Areal konsesi HPH HTI Pulp atau serat umumnya berupa lahan gambut yang memiliki
karakteristik antara lain pH yang sangat rendah atau masam, miskin kandungan haranya serta
kejenuhan basanya rendah. Dengan kondisi yang demikian hanya sedikit sekali species tanaman
yang dapat dikembangkan secara luas pada lahan gambut tersebut. Di antara jenis unggulan
yang saat ini sudah banyak dikembangkan oleh HPH HTI Pulp atau serat yaitu jenis Acacia
crassicarpa. Kendala yang saat ini dihadapi oleh jenis tersebut adalah semakin menurunnya
produktifitas dengan bertambahnya daur tanaman. Untuk mengantisipasi kekurangan bahan baku
bagi industry tersebut, maka diperlukan pencarian jenis-jenis alternative yang potensial untuk
digunakan sebagai bahan baku pulp.
Berdasarkan paparan di atas, gerunggang dan terentang (darat maupun rawa) merupakan
jenis-jenis alternative yang potensial sebagai bahan baku pulp yang dapat dikembangkan di lahan
gambut bila ditinjau dari aspek silvikulturnya, sifat kimia kayu, dimensi serta turunannya dan juga
berdasarkan potensi dan sebaran tegakan alam kedua jenis tersebut. Untuk mendukung
pengembangan kedua jenis tersebut secara luas diperlukan peningkatan penelitian terutama pada
seluruh aspek silvikulturnya.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

Jenis gerunggang dan terentang (darat dan rawa) mempunyai prospek yang baik untuk
dikembangkan di masa dating sebagai jenis alternative untuk bahan baku industry pulp, ditinjau
dari sifat kayu, dimensi serat dan turunannya serta kualitas pulp yang dihasilkan. Namun demikian
belum semua aspek teknik silvikultur dikuasai. Sehubungan dengan hal tersebut, maka
disarankan agar dilakukan penelitian yang lebih mendalam terutama untuk aspek silvikulturnya
yang meliputi perbenihan, budidaya, pemeliharaan, pengaturan hasil dan pemanenan serta
pemuliaannya. Untuk mempercepat hasil dan juga peningkatan produktifitas jenis-jenis alternative
sebagai bahan baku pulp maka perlu dibangun demplot=demplot jenis tersebut secara luas dan
dilakukan penelitian secara integrative pada seluruh aspek pengelolaan hutan tanaman penghasil
pulp.

DAFTAR PUSTAKA

Danu, A.A. Pramono, Nurhasybi., D.F. Djam’an, N. Wahyuni, S. Muharam, H. Royani, N.


Nurohman, E. Supardi dan Abay. 2010. Teknik peningkatan produksi benih tanaman
hutanpenghasil pulp jenis mahang (M.hypoleuca), skubung (M.gigantea), terentang
(Cmapnosperma coriaceum). Laporan Hasil Penelitian. Balai Penelitian Teknologi
Perbenihan Bogor. Tidak diterbitkan.

Junaedi, A dan Y. Aprianis. 2010. Sifat kayu geronggang sebagai jenis pulpable alternative pada
lahan gambut. Bulletin Hasil Hutan Vol.16 (1) . Pusat Litbang Teknologi Hasil Hutan.
Bogor.

Martawijaya, A. I.Kartasujana, K. Kadir dan S. Prawira. 1981. Atlas Kayu Indonesia .Jilid I. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Hutan. Bogor.

Martawijaya, A. I.Kartasujana, K. Kadir dan S. Prawira. 2005. Atlas Kayu Indonesia .Jilid , II dan
III. Badan Litbang Kehutanan. Bogor.

Mindawati, N. 2007 a. Beberapa jenis pohon alternative untuk dikembangkan sebagai bahan
baku industry pulp. Mitra Hutan Tanaman 2(1) : 1-7. Pusat Penelitian Dn dan
Pengembangan Hutan Tanaman. Bogor.

Mindawati, N., R. Bogidarmanti,S. Rahmayanti, Y. Rochmayanto dan Sudarmalik. 2007 b.


Silvikultur Hutan Tanaman Kayu Pulp. Prosiding Workshop Sintesa Hasil Penelitian
Hutan Tanaman. Bogor. 14 Desember 2007. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Hutan Tanaman. Bogor.

Nurrachman, A dan T. Silitonga. 1972. Dimensi serat beberapa jenis kayu Sumatera Selatan.
Laporan No. 2. Lembaga Penelitian Hasil huatn. Bogor.

Pasaribu, R.A. dan A.P. Tampubolon. 2007. Status teknologi pemanfaatan serat kayu untuk bahan
baku pulp. Workshop Sosialisasi Program dan Kegiatan BPHPS Guna Mendukung
Kebutuhan Riset Hutan Tanaman Kayu Pulp dan jejaring Kerja. Pusat Penelitian da
Pengembangan Hasil Hutan. Bogor. (Tidak dipublikasikan).

Siregar, N; M, Omon; R, Kurniaty dan R, Damayanti. 2010. Teknik perbanyakan tanaman secara
generatif dan vegetatif jenis Mahang (Macaranga hypoleuca Rchb.f.et.Zoll.), Skubung
M.gigantea Mull.Arg.), Terentang (Campnosperma coriaceum (Jack.) Hall.f.ex.Steen).
Laporan Hasil Penelitian. Balai Penelitian Teknologi Perbenihan, Bogor. Tidak
dipublikasikan.

Soerianegara, I dan R.H.M.J Lemmens (eds). 2001. Plant Resources of South East Asia Timber
Trees. Major commercial timbers 5(1): 102-108. Prosea. Bogor.

Suhartati; A. Junaedi; Sunarto dan E. Nurrohman. 2010. Eksplorasi jenis lokal yang berpotensi
sebagai jenis alternatif kayu pulp untuk wilayah Sumatera Barat. Laporan Hasil
Penelitian. Balai Penelitian Hutan Penghasil Serat. Kuok. Tidak diterbitkan

Syafii, W dan Z. Siregar. 2006. Sifat kimia dan dimensi serat kayu mangium dari tioga provenans.
Journal of Tropical Wood and Technology 4(1): 28-32. Pusat Penelitian Biomaterial.
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Bogor.

[USDA] United States Departement of Agriculture. 2001. Guidelines for soil quality asessment in
conservation planning. The United States Departement of Agriculture. Washington D C.

Anda mungkin juga menyukai