PENDAHULUAN
Wilayah hutan Papua mencakup sekitar 80% dari luas daratan Papua dan
termasuk hutan hujan tropik, dimana tegakannya tumbuh dengan komposisi dan
struktur hutan yang bervariasi (Remetwa 1993 dalam Tanjung et al., 2010).
Kehadiran vegetasi sangat berpengaruh terhadap keseimbangan ekosistem,
diantaranya terkatit dengan pengaturan karbon dioksida dan oksigen dalam udara,
perbaikan sifat fisik, kimia dan biologis tanah dan pengaturan tata air tanah, serta
berperan untuk mengurangi laju erosi. Saat ini, keanekaragaman vegetasi semakin
menurun karena kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh tekanan dan
aktivitas manusia. Kondisi tersebut menyebabkan peran vegetasi sebagai
penyediaan bahan makanan, obat-obatan dan berbagai komoditi lainnya semakin
berkurang.
1
Papua Skala 1:700.000 (2012), Distrik Sarmi Timur memiliki 3 kampung, yakni
Bagaiserwar dua, Holmafen dan Sewan. Hutan Lindung (HL) Irier merupakan
salah satu kawasan hutan yang ditetapkan oleh pemerintah untuk dilindungi
karena kurangnya pengetahuan masyarakat yang beranggapan bahwa masih
luasnya hutan yang mereka miliki, sehingga menyebabkan terbukanya kesempatan
bagi pengusaha kayu untuk merambah hutan secara leluasa dan tidak
bertanggungjawab. Hal tersebut menyebabkan terjadinya kerusakan hutan serta
penurunan jumlah jenis hewan dan tumbuhan(Tanjung et al., 2012). Oleh sebab
itu, dilakukan penelitian ini untuk mengetahui struktur dan komposisi vegetasi
pohon serta nilai ekologi dari Hutan Lindung di Kampung Sewan Distrik Sarmi
Timur Kabupaten Sarmi.
2
1.5 Manfaat Penelitian
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hutan
Hutan merupakan kumpulan pepohonan yang tumbuh rapat beserta tumbuh-
tumbuhan memanjat dengan bunga yang beraneka warna yang berperan sangat
penting bagi kehidupan di bumi ini. Dari sudut pandang orang ekonomis, hutan
merupakan tempat menanam modal jangka panjang yang sangat menguntungkan
dalam bentuk Hak Pengusahaan Hutan (HPH). Menurut ahli silvika, hutan
merupakan suatu assosiasi dari tumbuh-tumbuhan yang sebagian besar terdiri atas
pohon-pohon atau vegetasi berkayu yang menempati areal luas. Sedangkan ahli
ekologi mengartikan hutan sebagai suatu masyarakat tumbuh-tumbuhan yang
dikuasai oleh pohon-pohon dan mempunyai keadaan lingkungan berbeda dengan
keadaan di luar hutan (Arief, 2001). Menurut (UU RI No.41 Tahun 1992 dalam
Indriyanto, 2006) hutan didefinisikan sebagai kesatuan ekosistem berupa
hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi oleh pepohonan
dalam persekutuan lahan lingkungannya.
4
Habitat digambarkan sebagai tempat dari organisme dalam suatu ekosistem
yang luas, sedangkan hal yang spesifik seperti alamat, tugas atau profesi dalam
suatu komunitas dikenal sebagai relung ekologi. Selanjutnya, sebagai habitat
atau relung, hutan menyediakan bahan pakan, tempat berteduh dan berlindung,
istirahat, tempat berkembangbiak, tumbuh subur menghasilkan oksigen, air
bersih dan obat herbal.
b. Fungsi Hidrologi
Hutan dengan sumber daya alamnya mampu mencegah terjadinya
kekeringan, panas serta cuaca buruk (angin topan) yang merugikan manusia.
Sebagai pencegah kekeringan, hutan mampu menyimpan berjuta-juta kubik air
yang siap dialirkan ke sungai-sungai berupa mata air dan uap air ke udara
sebagai proses timbulnya hujan (Arief, 2001). Sedangkan berdasarkan fungsi
hutan menurut (Asdak 1995 dalam Wanggai, 2009) hutan dapat menyimpan air
selama musim kemarau. Akar-akar pohon menjaga dan mempertahankan
kesuburan tanah, sebagai wilayah untuk melestarikan keanekaragaman hayati.
c. Fungsi Klimatologi
Hutan berfungsi sebagai paru-paru dunia karena membantu menstabilkan
iklim dunia dengan cara menyerap karbon dioksida dari atmosfer dan
mengeluarkannya kembali dalam bentuk oksigen. Pembuangan karbon
dioksida dipercaya memberi pengaruh terhadap perubahan iklim melalui
pemanasan global. Namun dengan terpeliharanya hutan maka fungsi hutan
sebagai penstabil iklim tetap terjaga. Hutan juga mengatur kondisi cuaca lokal
dengan membuat hujan dan mengatur suhu (Arief, 2001).
d. Fungsi Ekonomi
Hasil utama hutan adalah kayu. Kayu merupakan bahan baku yang
digunakan untuk memenuhi kebutuhan. Kayu dapat digunakan sebagai baku
industri, bahan bakar dan arang, juga berbagai jenis tumbuhan obat-obatan
dapat dijual langsung atau diolah menjadi berbagai barang yang bernilai tinggi
dan menyumbang devisa negara dari hasil penjualan produk hasil hutan ke luar
negeri (Wanggai, 2009).
5
2.1.2 Ketinggian Tempat
Menurut Arief (2001), hutan dibedakan berdasarkan tinggi dan rendahnya
tempat, dimana hutan tersebut tumbuh, yakni sebagai berikut :
a) Hutan dataran rendah, yakni hutan yang tumbuh di daerah yang berketinggian
0 m – 1.000 m diatas permukaan laut.
b) Hutan dataran tinggi, yakni hutan yang tumbuh di daerah yang berketinggian
1.000 m – 1.750 m diatas permukaan laut.
c) Hutan pegunungan tinggi (mountaine), yakni hutan yang tumbuh di daerah
yang berketinggian 3.000 m – 4.000 m diatas permukaan laut.
d) Hutan sub-alpine, yakni hutan yang tumbuh di daerah yang berketinggian
4.000 m – 4.500 m diatas permukaan laut.
e) Hutan salju, yakni hutan yang tumbuh di daerah yang berketinggian diatas
5.000 m diatas permukaan laut.
6
2.2 Vegetasi
Vegetasi merupakan kumpulan beberapa jenis tumbuhan yang hidup bersama-
sama dalam suatu tempat dan saling mengadakan interaksi antara tumbuhan yang
satu dengan tumbuhan yang lainnya, baik interaksi yang saling menguntungkan
maupun interaksi yang saling merugikan dari tipe jenis tumbuh-tumbuhan yang
ada di tempat tersebut berdasarkan hubungan ketergantungannya. Analisis
vegetasi dalam ekologi tumbuhan adalah cara untuk mempelajari struktur vegetasi
dan komposisi jenis tumbuhan. Analisis vegetasi bertujuan untuk mengetahui
komposisi jenis (susunan) tumbuhan dan bentuk (struktur) vegetasi yang ada di
wilayah yang dianalisis (Arief, 2001).
7
1. Kerapatan (Densitas)
Kerapatan ditentukan berdasarkan jumlah individu setiap jenis pada suatu
luasan tertentu, kerapatan relatif dihitung dengan jumlah kerapatan seluruh
jenis dikali 100%.
2. Frekuensi
Kekerapatan suatu jenis menunjukkan penyebaran suatu jenis dalam suatu
areal. Jenis yang penyebarannya merata, nilai kekerapatannya besar
sebaliknya yang nilai kekerapatannya kecil penyebarannya tidak luas.
Sedangkan frekuensi relatif (%) dihitung dari perbandingan antara frekuensi
suatu jenis dengan frekuensi seluruh jenis dikali 100%.
3. Dominansi
Dominansi menggambarkan penguasaan suatu jenis terhadap jenis lainnya
dalam komunitas. Makin besar nilai dominansi suatu jenis maka makin besar
pula pengaruh penguasaan jenis tersebut terhadap jenis lainnya. Sebaliknya
makin kecil nilai dominansi suatu jenis, maka makin berkurang penguasaan
jenis tersebut terhadap jenis lainnya. Dominansi relatif (%) dihitung dengan
membagi dominansi suatu jenis dengan dominansi seluruh jenis dikali 100%.
4. Indeks Nilai Penting
Indeks nilai penting merupakan hasil penjumlahan kerapatan relatif (KR),
frekuensi relatif (FR) dan dominansi relatif (DR). Nilai penting
menggambarkan besarnya pengaruh yang diberikan jenis tumbuhan terhadap
komunitasnya. Jenis yang memiliki nilai penting tertinggi akan membentuk
komunitas yang ada.
8
2.3 Keanekaragaman Hayati
Keanekaragaman hayati didefinisikan sebagai jutaan tumbuhan, hewan dan
mikroorganisme, termasuk gen yang mereka miliki, serta ekosistem rumit yang
mereka bantu menjadi lingkungan hidup (WWF 1989 dalam Indrawan, 2012).
Keanekaragaman hayati digolongkan menjadi tiga tingkat yaitu keanekaragaman
spesies, keanekaragaman genetik dan keanekaragaman komunitas (Indrawan et
al., 2012).
Keanekaragaman hayati berasal dari kata “Biological diversity” atau yang
disingkat “Biodiversity”. Keanekaragaman hayati menyangkut berbagai ragam
makhluk hidup, variasi gen dalam suatu individu maupun dalam populasi,
keanekaragaman ekosistem, interaksi antara sesama makhluk hidup dengan
interaksi antar makhluk hidup dengan lingkungannya. Keanekaragaman hayati
menyangkut dua komponen yaitu jumlah jenis atau kekayaan jenis (species
richness) dan jumlah jenis dalam populasi tertentu atau kelimpahan relatif
(species evenness/relative abudance) (Primack et al., 1998).
9
BAB III
METODE PENELITIAN
Penelitian ini akan dilakukan pada bulan September hingga Desember 2019 di
Kampung Sewan Distrik Sarmi Timur Kabupaten Sarmi.
3.2.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh jenis pohon pada Hutan Lindung
di Kampung Sewan Distrik Sarmi Timur Kabupaten Sarmi.
3.2.2 Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah jenis pohon yang ditemukan dalam plot
pengamatan.
10
3.3 Alat dan Bahan
3.3.1 Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis, meteran lux, meteran
pakaian, tali rafia, tongkat patok, gunting, alat herbarium, kompas dan GPS.
3.3.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alkohol 70% dan spesimen
tumbuhan.
1) Metode Observasi
Metode observasi merupakan metode pengamatan langsung di lokasi penelitian
yang digunakan untuk menentukan lokasi pengambilan sampel.
2) Metode Transek
Metode transek digunakan untuk menentukan areal pengambilan sampel di
lokasi penelitian.
3) Metode Dokumentasi
Metode dokumentasi merupakan metode yang digunakan pada saat
pengambilan sampel untuk pembuatan herbarium dan pemotretan di areal
pengamatan.
4) Metode Studi Pustaka
Metode studi pustaka digunakan dalam mengidentifikasi jenis pohon dengan
menggunakan buku acuan.
11
3.5 Prosedur Kerja
a) Observasi untuk menetapkan lokasi penelitian.
b) Persiapkan perlengkapan penelitian.
c) Garis transek dibuat membelah kawasan hutan dengan panjang ukuran 500 m x
200 m.
d) Jarak antar garis transek 100 m dan jarak antar plot 10 m sehingga di lapangan
dibuat sebanyak 6 transek (Gambar 2).
e) Dalam transek tersebut dibuat plot pengamatan secara random dengan ukuran
tingkat sapling 5 m x 5 m dengan diameter batang <10 cm dan tingkat pohon
20 m x 20 m dengan diameter batang >20 cm.
f) Sampel pohon diambil (ranting yang terdapat daun, bunga, buah dan biji) untuk
diidentifikasi dan dibuat herbarium.
g) Pengolahan data secara kuantitatif dan kualitatif.
500 m
200 m 10 cm
100 m
12
3.6 Analisis Data
Jumlah individu
Kerapatan =
Luas seluruh petak ukur
𝑛𝑖 𝑛𝑖
H ′ = −∑ 𝑙𝑜𝑔
𝑁 N
13
Dimana :
Keterangan:
14
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, J., S.J. Darmanik, N. Hisym dan A.J. Whitten. 1984. Ekologi Ekosistem
Sumatera. UGM Press. Yogyakarta.
Arief, A. 2001. Hutan dan Kehutanan. Kanisius. Yogyakarta.
Bratawinata, A.A. 2001. Ekologi Hutan Hujan Tropis dan Metode Analisis Hutan.
Badan Kerjasama Perguruan Tinggi Negeri Indonesia Timur Dirjen Pendidikan
Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.
Fachrul, M.F. 2007. Metode Sampling Bioekologi. Bumi Aksara. Jakarta.
Indrawan, M., R. Primack dan J. Supriatna. 2012. Biologi Konservasi. Yayasan Pustaka
Obor Indonesia. Jakarta.
Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. Bumi Aksara. Jakarta.
Primack, R.B. 1998. Biologi Konservasi. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.
RPIJM Bidang Cipta Karya. 2018-2022. Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Sarmi.
Tanjung, H.R.R., S. Sufaati dan L. Runggeari. 2010. Analisa Vegetasi Jenis Pohon Pada
Kawasan Hutan di Kampung Tablanusu Distrik Depapre Kabupaten Jayapura.
Jurnal Biologi Papua. Vol 2 (1). Hal : 23-31.
Tanjung, H.R.R., Suharno dan J. Kalor. 2012. Analisis Vegetasi dan Potensi Hutan
Bukan Kayu di Kawasan Hutan Kampung Pagai, Distrik Airu, Kabupaten
Jayapura, Papua. Jurnal Biologi Papua. Vol 4 (2). Hal : 54-62.
Wanggai, F. 2009. Manajemen Hutan. Grasindo. Jakarta.
15