HERPETOFAUNA
Media Publikasi dan Informasi Dunia Reptil dan Amfibi
22 WARTAHERPETOFAUNA/VOLUME
WARTA HERPETOFAUNA/VOLUME XI
XI NO.1,
NO.1,MARET
MARET2019
2019
34
6
25
9
42
40 19
3
WARTA HERPETOFAUNA/VOLUME XI NO.1, MARET 2019 3
Ophiophagus hannah
Fakultas Biologi UGM
WARTA HERPETOFAUNA
Volume XI, No. 1, MARET 2019
Sirkulasi:
Kelompok Studi Herpetologi (KSH)
Fakultas Biologi UGM
KPH “Phyton” Himakova
Edisi pertama Warta Herpetofauna (WH) di tahun 2019 telah terbit. Edisi kali
rubrik tetap mulai terisi penuh. Rubrik tetap tersebut adalah: Berita, Diversitas,
Komunitas, Zoonosia, Opini dan Profil. Pada beberapa rubrik tetap edisi kali ini, akan
banyak mengangkat cerita mengenai Labi-labi bintang (Chitra chitra). Pada awal tahun
2019, di Yogyakarta digemparkan dengan penemuan labi-labi bintang berukuran besar
di sungai daerah Sleman. Teman-teman dari komunitas, Museum Biologi UGM dan
Fakultas Biologi UGM melakukan beberapa penelitian mengenai keberadaannya.
Dapat dikatakan WH edisi ini adalah edisi Labi-labi bintang. Kami berharap teman-
teman yang tergabung dalam wadah “Sahabat PHI” dapat terus mengirimkan tu-
lisannya untuk WH, agar WH dapat terus menjadi lahan berbagi ilmu dan silaturahmi
antar semua anggota “Sahabat PHI”. Saya mewakili pengurus WH terus memohon
bantuan, masukan dan saran dari semuanya agar WH menjadi lebih baik.
Salam,
Redaksi
Donan
Tropidolaemus subannulatus
Kredit foto : Hastin Ambar Asti
5
WARTA HERPETOFAUNA/VOLUME XI NO.1, MARET 2019 5
BERITA
Biawak biru telah berhasil dikembangbiak- Biawak Kordo, Varanus kordensis (Meyer,
kan secara ex situ, namun keberhasilan pe- 1874) termasuk di dalam kriteria IUCN “Kurang
nangkaran ini tidak cukup nyata jika dibanding- Data” (Data Deficient/DD) sejak tahun 2016 kare-
kan dengan perdagangannya yang diperkirakan na persebarannya yang terbatas di Pulau Biak,
bernilai total hingga US$ 2 Juta. Ketiadaan Provinsi Papua Barat. Pulau Biak (warna hitam
laporan mengenai keberhasilan penangkaran pada peta) memiliki area seluas 2.455 km2 yang
Biawak biru di Indonesia bahkan semakin men- dihuni oleh sekitar 115.000 jiwa dan mengalami
imbulkan spekulasi tentang pengambilan jenis ini perluasan konversi lahan serta pembalakan
secara langsung dari habitatnya untuk di- hutan. Perdagangan jenis biawak ini di tingkat
perdagangkan ke luar negeri. internasional mengalami kenaikan yang signifikan
Rekomendasi resmi dari LIPI sebagai pada periode 1987-2015 dan menjadi salah satu
Otoritas Keilmuan di Indonesia tentang konvensi ancaman bagi keberlangsungan populasinya di
internasional perdagangan tumbuhan dan satwa alam. Jenis biawak yang mirip dengan Varanus
liar (CITES) untuk melindungi Biawak biru prasinus atau Biawak Hijau yang dilindungi
dengan undang-undang di tingkat nasional tam- dengan PP7/1999 ini merupakan salah satu di
paknya telah diabaikan dengan terbitnya Pera- antara jenis-jenis biawak pohon yang diminati di
turan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan pasar internasional satwa liar dengan perkiraan
No. 20 tahun 2018 yang tidak menyertakan jenis harga pasar US$ 600 untuk satu pasang hewan
biawak ini di dalam daftarnya. Kejadian serupa dewasa.
juga berlaku bagi jenis biawak pohon yang lain
asal Papua, yaitu Biawak kordo.
7
WARTA HERPETOFAUNA/VOLUME XI NO.1, MARET 2019 7
BERITA
Tanpa penjelasan atau dialog mengenai gapa yang dua biawak pohon yang tercantik asal
dikeluarkannya kedua jenis biawak pohon terse- Papua ini dilupakan begitu saja ketika muncul
but dari daftar jenis yang direkomendasikan LIPI urgensi untuk melindunginya dari pemanfaatan
untuk dilindungi, selayaknya masyarakat pemer- yang cenderung tidak memperhatikan kelestari-
hati herpetofauna Indonesia perlu mempertan- annya.
yakan alasannya. Hingga kini, belum jelas men-
Oleh : Saktyari*
*Animal Keeper Yogyakarta
A. Sosialisasi Penanganan Kasus Snake Bite pengenalan jenis ular berdasarkan tipe habitat,
& Pengenalan Jenis Ular corak warna tubuh ular dan karakteristik
H
diundang
ari Sabtu,
oleh Kepala
9 Februari 2019 Team
Rescue Animal Keeper Yogyakarta
Desa Ngalang di
morfologi yang mudah dipahami oleh warga.
Saktyari juga menyampaikan tentang teknik
menghadapi ular saat bertemu di alam maupun
Gunungkidul, Yogyakarta untuk menjadi di dalam rumah. Teknik menangkap ular
narasumber dalam acara sosialisasi penanganan disimulasikan menggunakan ular sanca batik
gigitan ular. Tingginya angka kasus gigitan ular di (Malayopython reticulatus) dan alat peraga
Gunungkidul, membuat warga di Desa Ngalang seperti snake hook dan grabstick.
membutuhkan pengetahuan lebih banyak Materi yang diberikan selanjutnya adalah
mengenai pertolongan pertama saat terjadi pertolongan pertama pada gigitan ular yang
gigitan ular serta pengenalan jenis ular yang dipaparkan oleh Saliyo dari AKJ. Pada awal
berpotensi dijumpai di sekitar kawasan materi, Saliyo menekankan agar warga
pemukiman. mengurangi perburuan predator ular yang marak
Team Rescue Animal Keeper Yogyakarta dilakukan di Desa Ngalang. Berdasarkan
(AKJ) yang terdiri dari Saliyo, Nur Rohmat, informasi yang didapatkan dari salah satu warga,
Septian, Hank, Saktyari dan Bangkit melakukan perburuan Garangan jawa (Herpestes javanicus)
perjalanan dari Kota Jogja sekitar pukul 11.00 yang menjadi salah satu predator ular cukup
WIB. Hampir sekitar 2 jam perjalanan, kami pun sering dilakukan oleh warga setempat. Semakin
tiba di Balai Desa Ngalang. Acara pertama berkurangnya predator ular akan mengakibatkan
dilakukan pembukaan oleh Kepala Desa, populasi ular yang tidak terkontrol. Hal ini
kemudian di lanjutkan pemberian materi oleh berpotensi mengakibatkan konflik ular dengan
Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) manusia sehingga berujung dengan kasus snake
Yogyakarta dan Ikatan Dokter Hewan bite.
Gunungkidul mengenai konservasi dan informasi Materi yang disampaikan selanjutnya adalah
medis seputar satwa liar. penanganan kasus gigitan ular. Menurut
Setelah itu dilanjutkan materi oleh Saktyari standard WHO (World Health Organization),
mengenai pengenalan jenis ular berbisa dan penanganan pertama saat terjadi gigitan ular
tidak berbisa yang umum dijumpai di sekitar adalah dilakukannya imobilisasi. Metode ini
pemukiman warga. Pemateri menekankan dilakukan dengan cara mengurangi gerakan
9
WARTA HERPETOFAUNA/VOLUME XI NO.1, MARET 2019 9
BERITA
Gambar 1. Pemberian materi mengenai jenis-jenis ular oleh Saktyari (atas) dan penanganan pertama pada
gigitan ular oleh Salio (bawah)
yang berlebih pada lokasi gigitan, agar bisa ular simulasi selesai, dilanjutkan sesi diskusi tanya
yang masuk melalui kelenjar getah bening tidak jawab oleh warga. Secara keseluruhan warga
cepat menjalar ke bagian vital tubuh. Saliyo mulai memahami dan mengerti cara melakukan
mempraktekan proses imobilisasi dengan penolongan pertama pada gigitan ular. Warga
membuat balut bidai menggunakan kayu. Salah menjadi lebih berhati hati jika sewaktu-waktu
satu warga yang sukarela praktek disimulasikan beraktivitas di kawasan yang berdampingan
tergigit ular di bagian kaki. Saliyo mengatakan dengan habitat ular. Di akhir acara, Team
bahwa posisi bidai harus terikat kencang dan Rescue Animal keeper Jogja menghimbau
ukuran panjang bidai mulai dari mata kaki hingga kepada warga Desa Ngalang untuk selalu
bagian atas lutut, bertujuan untuk mengurangi menjaga kelestarian dan keseimbangan
gerakan pada lokasi kaki yang tergigit. Setelah ekosistem.
Gambar 2. Team Rescue AKJ mempraktekkan cara imobilisasi bisa ular menggunakan bidai dari kayu
pada kaki salah satu warga.
11
WARTA HERPETOFAUNA/VOLUME XI NO.1, MARET 2019 11
BERITA
saat kami sedang beristirahat, datang seorang terdapat 6 jenis herpetofauna yang dapat dilihat
warga yang mengetahui lokasi penjumpaan ular pada Tabel 1 dan Tabel 2.
weling (Bungarus candidus). Bersama warga Dengan adanya kegiatan ini diharapkan
lokal yang baru bergabung dengan tim observasi, warga Desa Ngalang dapat mengerti cara
kami pun berangkat menuju lokasi yang diduga penanganan pertama kasus gigitan ular. Selain
sering dijumpai ular weling. Rute yang kami lalui itu mereka diharapkan memahami jenis-jenis ular
yaitu aliran air selokan yang berada di tepi secara umum di sekitar pemukiman yang
sawah. Setelah berjalan sekitar 300 m, pemandu sebagian besar berdampingan dengan habitat
kami yang berada di posisi paling depan tiba-tiba satwa liar. Hal ini penting untuk disampaikan agar
berteriak karena melihat ular weling yang konflik manusia dan satwa liar dapat dihindari.
melintas di depan nya. Saktyari, Septian dan Dalam hal terkait, Team Rescue Animal Keeper
Saliyo bergegas menuju lokasi ular weling dan Jogja terus berupaya dalam melakukan edukasi
menangkapnya dengan bantuan snake hook. kepada masyarakat terkait kepedulian
Snake hook berguna untuk menekan bagian lingkungan, kasus gigitan ular, menanamkan
leher ular yang kemudian dilanjutkan Hand pesan konservasi dan penanganan
capturing, dengan memegang bagian tengkuk permasalahan satwa lainya, khususnya di
dan pangkal ekor ular. Selesai pengamatan, kami Daerah Istimewa Yogyakarta demi kelestarian
bergegas kembali ke rumah Pak Dukuh untuk lingkungan maupun kesejahteraan bagi manusia.
melaporkan hasil pengamatan herpetofauna di Sekian dari kami, Team Rescue Animal Keeper
Desa Ngalang. Jogja...Salam Lestari!
Berdasarkan hasil pengamatan Team
Rescue Animal Keeper Jogja di Desa Ngalang,
Jumlah
No Nama Jenis Nama Lokal Family/Suku
Individu
1 Rhabdophis subminiatus Ular Picung Natricidae 2
2 Ptyas korros Ular Kayu Colubridae 2
3 Dendrelaphis pictus Ular Tampar Colubridae 3
4 Bungarus candidus Ular Weling Elapidae 1
Total 8
Jumlah
No Nama Jenis Nama Lokal Family/Suku
Individu
1 Polypedates leucomystax Katak Pohon Rhacophoridae 1
2 Fejervarya sp. Katak Tegalan Dicroglossidae 3
Total 4
13
WARTA HERPETOFAUNA/VOLUME XI NO.1, MARET 2019 13
BERITA
Gambar 3. Kegiatan pendataan Herpetofauna oleh Tim AKJ di Desa Ngalang, Gedangsari, Gunungkidul
Teguh Muslim
Balitek KSDA
15
WARTA HERPETOFAUNA/VOLUME XI NO.1, MARET 2019 15
DIVERSITAS
boja cukup aman dan representatif untuk Balitek KSDA tentunya diharapkan akan membu-
melakukan survei herpetofauna (herping). Tidak ka dan menggunggah minat bagi generasi di
terlalu “angker” karena deru kendaraan masih Balitek KSDA sendiri dan tentu saja sangat
terdengar dari dalam hutan yang notabene-nya membantu dalam up-dating data herpetofauna di
dekat dengan jalan raya Samboja – Semoi – Kalimantan Timur khususnya dan di Indonesia
Penajam yang menghubungan antara kabupaten pada umumnya.
Kutai Kertanegara dengan kabupaten Penajam Beberapa jenis herpetofauna yang sudah
Paser Utara. Fasilitas untuk bermalam yang ditemukan di KHDTK Samboja, diantaranya
cukup memadai untuk kondisi di tengah hutan. dapat dilihat pada tabel 1.
Kehadiran para herpetolog muda di KHDTK
Gambar 3. Beberapa jenis ular dan amfibi yang ditemukan di KHDTK Balitek KSDA
Samboja
Hana Putra Wicesa, Ayudha Bahana Ilham P., Dian Sartika, Muhammad Malhan Amin, Budi
Setiadi Daryono
19
WARTA HERPETOFAUNA/VOLUME XI NO.1, MARET 2019 19
DIVERSITAS
Selain di Jawa, Labi-labi Sawah dapat ditemukan dengan karapas oval pipih yang berukuran kecil
di Sumatera, bahkan dengan kemampuan (dewasa mencapai 30 cm), berwarna cokelat
masyarakat untuk membudidayakannya dapat kekuningan atau hijau pucat dengan bulatan
ditemukan juga di kepulauan lainnya di Indonesia hitam dan garis hitam di sepanjang tulang
[6, 8]
. belakangnya. Kepalanya berukuran besar,
Labi-labi Gunung tersebar di wilayah bagian pipi dan sisi samping leher kemerahan,
Indonesia barat, kecuali Bali, khususnya di serta moncong bengkok ke bawat yang lebih
daerah hutan pegunungan dengan sungai pendek[1, 5, 7].
berarus pelan[1, 5]
. Anda dapat mengenalinya
Kedung Babi, Tanjung Barat, Jakarta Selatan Kedung Sahong, Tanjung Barat, Jakarta Selatan
Kedung Kuda, Tanjung Barat, Jakarta Selatan Kedung Kuda, Leteng Agung, Jakarta Selatan
21
WARTA HERPETOFAUNA/VOLUME XI NO.1, MARET 2019 21
DIVERSITAS
batu, dan banyak pohon Buni (Antidesma bunius) menjebaknya, tetapi tidak pernah menjumpai
maupun rumpun bambu. Kedung Babi dan secara langsung bahkan sisa kehadirannya.
Kedung Sahong berjarak 100 m dari sentra Kami juga melacak keberadaan C.c. javanensis
produksi tempe tahu milik Primkopti Jakarta di Sungai Brantas, Leces, Probolinggo
o o
Selatan, sekitar 700 m dari Kedung Wuni, (07 44.415’S 112 56.971’E) yang terletak di Jawa
memiliki diameter 8-20 m, berkontur landai Timur[3, 4, 7]
, sesuai catatan terakhir dari koleksi
sedangkan di tepian beralur sedalam 8-12 m MZB namun juga nihil karena kondisi sungai
dengan beberapa ceruk yang membentuk yang sempit, terbuka tanpa vegetasi yang
pusaran, lokasinya cukup terbuka, vegetasi lebih berpotensi sebagai pelindung, dankeberadaan
banyak semak dan perdu, substrat lempeng batu dam yang digunakan sebagai irigasi sawah.
dan arus yang tenang. Kedung Kuda berjarak 2 Memang sulit melacak lelembut raksasa ini,
km dari Kedung Wuni, berdiameter 10 m dan kami kemudian mendata organisme perairan
baru saja mengalami longsor saat itu, berarus yang berpotensi menjadi pakan alaminya baik
cukup kuat dengan kedalaman sekitar 3 m. Kami dengan pengamatan langsung di sungai, pasar
mencoba meletakkan jebakan menggunakan ikan sekitar, dan wawancara dengan warga yang
Bandeng (Chanos chanos) segar tetapi nihil. tersaji dalam Tabel 1. dan Gambar 3. berikut ini.
Meskipun kami berpindah-pindah dan mencoba
Tabel 1. Fauna Sungai Ciliwung, Tanjung Barat, Lenteng Agung, Jakarta Selatan pada tahun 2017
Kedung Babi
Kedung Kuda
Lempalung Hampala macrolepidota Wawancara
Kedung Sahong
Kedung Wuni
Kedung Babi
Kedung Kuda
Melem Osteochilus vittatus Wawancara
Kedung Sahong
Kedung Wuni
Kedung Babi
Mujair Oreochromis mossambicus Wawancara
Kedung Kuda
Kedung Babi
Kedung Kuda Pengamatan
Sapu-sapu Hypostamus sp. Introduksi
Kedung Sahong Wawancara
Kedung Wuni
Kedung Babi
Bandeng Chanos chanos Wawancara Introduksi
Kedung Sahong
Kedung Babi
Udang sungai Macrobrachium sp. Pengamatan -
Kedung Kuda
Udang galah Macrobrachium rosenbergii Wawancara Muncul setelah banjir 2007
Kedung Wuni
Kedung Wuni
Rajungan Portunus sp. Pengamatan
Kedung Sahong
Sapu-sapu (Hypostamus sp.) hasil tangkapan warga Bang Ali (kiri), Udin (kaos coklat), dan Tim Peneliti
Gambar 3. Organisme yang berpotensi sebagai pakan Chitra chitra javanensis di Sungai Ciliwung
C.c. javanensis jika merujuk literatur dari dan lebih sering berendam, lebih sering muncul
spesies kerabatnya di Thailand, merupakan ke permukaan saat masa kawin-bertelur
[1, 4, 5, 7]
omnivora perairan tawar , sehingga dengan (kebiasaan Trionychidae). Selain itu kompetisi
bervariasinya organisme perairan lainnya yang dengan Biawak (Varanus salvator) maupun
tersedia diduga semua spesies tersebut spesies omnivora perairan tawar lainnya dalam
berpotensi menjadi pakannya, terlebih ukurannya mengakses makanannya. Ikan di Sungai
yang lebih kecil. Karena tidak dapat menjumpai Ciliwung lebih melimpah dan sering muncul ke
lelembut ini secara langsung di habitat alaminya, permukaan saat malam hari, sehingga predator
maka kami tidak dapat memastikan jenis pakan ikan termasuk C.c. javanensis diduga kuat aktif
spesifik mana yang disukai ataupun dihindarinya. berburu saat malam (Pers.com: Ali dan Udin
Jika melihat kondisi sungai dan bantaran 2017). Ancaman perburuan dan perdagangan
Ciliwung, memang patut diduga jika spesies ini untuk makanan, obat, dan koleksi[8], serta
disebut lelembut karena perilakunya yang soliter desakan pada habitatnya berupa pencemaran
23
WARTA HERPETOFAUNA/VOLUME XI NO.1, MARET 2019 23
DIVERSITAS
dan alih fungsi bantaran menjadi bangunan spesies invasif,yaitu Pelodiscus sinensis dan
menyebabkan hilangnya rumpun salak (Salacca Pelochelys cantorii yang berasal dari daratan
zalacca) yang melimpah di sekitar Ciliwung tahun Indo-Cina melalui perdagangan hewan eksotis[5, 7,
8]
1990an (Pers.com: Ali 2017), sehingga diduga . Bahkan masyarakat telah mampu melakukan
dengan hilangnya vegetasi yang berpotensi penangkaranbeberapa spesies sebagai upaya
sebagai pelindung sarangnya menyebabkan C.c. memenuhi permintaan pasar[6], alih-alih sebagai
javanensis membatasi pergerakannya sebagai pengganti perburuan terhadap spesies lain yang
bentuk adaptasi. ‘langka’. Meskipun demikian, kesadaran kita
Pemerintah melalui Kementerian KLHK untuk mengurangi konsumsi plastik dan barang
telah melakukakan upaya perlindungan dan turunan yang sekali pakai dan limbah minyak
konservasi C.c. javanensis melalui Undang- sebagai pemicu kerusakan habitatnya akan
Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 sangat bermanfaat. Mungkin dalam waktu-waktu
tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati ke depan akan lebih sering muncul ‘makhluk
dan Ekosistemnya. Sebenarnya ancaman dan aneh’ bahkan dalam kondisi mati akibat dari
upaya perlindungan yang sama juga dialami oleh hilangnya area yang berfungsi sebagai
anggota Trionychidae yang lain seperti kehadiran habitatnya.
Daftar Rujukan
[1] Das, I. 2010. A field guide to the reptiles of Southeast Asia. New Holland: London
[2] detikNews. 2011. Wah! Kura-kura raksasa nongol di Lenteng Agung. https://m.detik.com/news/
berita/d-1767314/wah-kura-kura-raksasa-nongol-di-lenteng-agung, diakses tanggal 13
Februari 2019.
[3] Iskandar, D. T. 2004. On the giant Javanese softshelled turtles (Trionychidae). Hamadryad Vol.
28, No. 1&2: 128-130.
[4] McCord, W. P. and Pritchard, P. C. H. 2002. A review of the softshell turtles of the genus Chitra,
with the description of new taxa from Myanmar and Indonesia (Java). Hamadryad Vol. 27, No.
1: 11-56.
[5] Mumpuni. 2011. Kerabat labi-labi (suku Trionychidae) di Indonesia. Fauna Indonesia Vol. 10, No.
2: 11-17.
[6] Purwantono, M. D. Kusrini, dan B. Masy’ud. 2016. Manajemen penangkaran empat jenis kura-
kura peliharaan dan konsumsi di Indonesia. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam Vol.
13, No. 2: 119-135.
[7] Rhodin, A. G. J., J. B. Iverson, R. Bour, U. Fritz, A. Georges, H. B. Saffer, and P. P. van Dijk.
2017. Turtles of the world: Annotated checklist and atlas of taxonomy, synonymy, distribution,
and conservation status (8th Ed.) dalam Rhodin, A.G.J., J. B. Iverson, P. P. van Dijk, R. A.
Saumure, K. A. Buhlmann, P. C. H. Pritchard, and R. A. Mittermeier (Eds).Conservation
Biology of Freshwater Turtles and Tortoises: A Compilation Project of the IUCN/SSC Tortoise
and Freshwater Turtle Specialist Group. Chelonian Research Monographs 7. doi: 10.3854/
crm.7.checklist.atlas.v8.2017.
[8] van Dijk, P. P., B. L. Stuart, and A. G. J. Rhodin. 2000. Asian Turtle Trade: Proceedings of a
Workshop on Conservation and Trade of Freshwater Turtles and Tortoises in Asia. Chelonian
Research Foundation: Massachusetts.
[9] Auliya, M., P. P. van Dijk, E. O. Moll, and P. A. Meylan. 2016. Amyda cartilaginea (Boddaert
1770) –Asiatic Softshell Turtle, Southeast Asian Softshell Turtle dalam A.G.J. Rhodin, P.C.H.
Pritchard, P.P. van Dijk, R.A. Saumure, K.A. Buhlmann, J.B. Iverson, and R. A. Mittermeier
(Eds.). Conservation Biology of Freshwater Turtles and Tortoises: A compilation project of the
IUN/SSC tortoiseand freshwater turtle specialist group. Chelonian Research Monographs No.
5 doi:10.3854/crm.5.092.cartilaginea.v1.2016
Gambar 1. Sungai Sempor, Sleman DIY, lokasi ditemukannya Labi-labi bintang (Chitra chitra). Pak Irwan
(kaos hitam di tengah sungai) sedang mengamati substrat. Titik dimana Pak Irwan mem-
bungkuk adalah titik dijumpainya labi-labi bintang tersebut.
25
WARTA HERPETOFAUNA/VOLUME XI NO.1, MARET 2019 25
DIVERSITAS
Gambar 2. Morfometri Labi-labi bintang (Chitra chitra) di kolam sementara BKSDA Yogyakarta sebelum
dipindahkan ke GL Zoo.
27
WARTA HERPETOFAUNA/VOLUME XI NO.1, MARET 2019 27
DIVERSITAS
cantori (Labi-labi raksasa, Antipa), Pelochelys warna putih berupa bercak-bercak dan meman-
bibroni (Labi-labi Irian), Lissemys punctata (Labi- jang tidak simetris, dan tidak membentuk pola
labi katup), Dogania subplana (Labi-labi hutan), tertentu, bagian ujung moncong tanpa dua garis
Amyda cartilaginea (Bulus) dan Pelodiscus ditepiannya dan tanpa pola garis silang diantara
sinensis (Labi-labi Cina). Jenis labi-labi Cina dua mata (Iskandar, 2000; McCord & Pitchard,
merupakan hewan introduksi (Iskandar, 2000). 2002).
Perbedaan Chitra chitra (labi-labi bintang) Menurut McCord & Pitchard (2002) jenis
dengan Chitra indica (labi-labi India) berdasarkan Chitra chitra memiliki dua anak-jenis yaitu: Chitra
ukuran tubuh maksimal dewasa dan pola corak chitra chitra dan Chitra chitra javanensis. Chitra
tubuh. Labi-labi bintang dapat mencapai ukuran chitra javanensis (labi-labi bintang Jawa) mem-
panjang maksimal tubuh 140 cm dan berbentuk iliki ciri-ciri: warna tubuh keseluruhan gelap, teru-
lonjong, sedangkan labi-labi India hanya 60 cm tama bagi individu muda; tidak memiliki garis-
dan berbentuk bulat. Kemudian pola corak tubuh garis karapas vertebral bagian tengah dan lateral
Labi-labi bintang: perisai berwarna hitam atau (lacking of midline and lateral vertebral carapa-
coklat dengan garis-garis putih yang mengarah cial stripes); tubuh cenderung seperti bentuk lon-
keluar, dan pada daerah marginal juga terdapat ceng pada bagian anterior karapas; pola garis
bercak-bercak putih, bagian ujung moncong ter- silang “X” diantara mata; tidak ada ocelli parsial
dapat dua garis putih ditepiannya, dan ada tanda diantara atau dibelakang mata; terdapat bercak
mirip garis silang diantara dua mata. Labi-labi besar dan ocelli dibagian dagu; garis costal lebih
India: perisai berwarna hitam atau coklat dengan memanjang.
Gambar 4. Labi-labi bintang (Chitra chitra) yang ditemukan di Sungai Sempor, Sleman DIY dan telah
berada di kolam sementara GL Zoo.
Habitat dari Chitra indica adalah di sungai dang dijumpai di lekukan (busur, kuk, oxbow)
-sungai berukuran besar dan sedang, dengan anak sungai yang berpasir, berpalung.
turbiditas (kekeruhan) rendah dan dasar berupa Pengambilan data kemungkinan habitat
substrat berpasir, kadang dijumpai di lekukan Chitra chitra dilakukan di Sungai Sempor, wi-
(busur, kuk, oxbow) anak sungai yang berpasir, layah Dusun Mantaran, Kelurahan Triharjo, Ka-
berpalung (Das & Singh, 2009; Das & Gupta, bupaten Sleman tempat ditemukannya labi-labi
2011). Jenis ini memakan ikan, katak dan molus- bintang oleh warga. Penelitian dilakukan pada
ka (Prashad, 1914 dalam Das & Singh, 2009), hari Minggu, 10 Januari 2019, pukul 09.00 sd
dan kemungkinan besar cara makannya bertipe 11.30 WIB.
menyergap mangsa dengan menyembunyikan Data yang diambil adalah: lebar sungai,
sebagian besar tubuhnya dibawah pasir dan lum- kedalaman sungai, komposisi substrat di dasar
pur dasar sungai, hanya menyisakan ujung mon- sungai, kedalaman ceruk ditepian sungai, keke-
cong diatas permukaan substrat (Pritchard, 1984 ruhan air sungai, dan koordinat lokasi
dalam Das & Singh, 2009). Beberapa individu dijumpainya labi-labi bintang menggunakan GPS
dari Bangladesh memakan kepiting dan udang, (Global Positioning System).
karena dijumpai sisa-sisa karapas dan kaki kepit- Proses pengambilan data dengan urutan
ing serta udang, selain sisa karapas moluska dan sebagai berikut: pertama ditentukan tiga titik
tulang ikan (Das & Singh, 2009). sampling guna pengambilan data lebar sungai,
Habitat Chitra chitra adalah sungai-sungai kedalaman sungai, dan kedalaman ceruk.
besar dengan substrat berpasir dan berlumpur Penentuan tiga titik sampling dimulai dari titik
(Kitimasak, et al, 2005). Berdasarkan penelitian sampling satu yaitu tempat ditemukannya labi-
dari van Dijk and Thirakhupt (1995), Chitra chitra labi, kemudian memanjang ke sisi selatan sepan-
diasosiasikan dengan air yang jernih dan bersih, jang 15 m guna menentukan titik sampling kedua
tetapi beberapa data lain menyebutkan bahwa dan ketiga. Pengambilan data lebar sungai,
Chitra chitra juga dijumpai pada air keruh (turbid) kedalaman sungai, dan kedalaman ceruk dengan
di Sungai Mae Klong. Chitra chitra mampu hidup pengukuran langsung menggunakan meteran
pada sungai keruh tetapi kurang optimal pada setiap titik sampling. Pengukuran kedala-
(Kitimasak, et al, 2005). man sungai dan ceruk dibantu dengan snorkel
Habitat dari Chitra vandjiki adalah di full face untuk memudahkan melihat dasar
sungai-sungai berukuran besar dan sedang di sungai dan ujung ceruk.
dataran rendah, dengan tepian berupa substrat Selanjutnya yang kedua, dilakukan
berpasir, dan belum banyak diketahui mengenai penghitungan komposisi substrat sungai secara
habitat dan ekologi dari jenis ini. Pakan alami kualitatif, yaitu tiap titik sampling ditentukan pan-
jenis ini adalah ikan, moluska, kepiting, udang jang sungai 5 m, setiap 5 meter panjang sungai,
dan tumbuhan air (Smith 1931; Nutaphand 1979 dilakukan persentase secara kualitatif mengenai
dalam Platt, et al, 2014). komposisi pasir, batu dan lumpur pada substrat
Berdasarkan referensi tersebut diatas, sungai. Kemudian mengambil sampel hewan air
dapat disimpulkan bahwa habitat potensial bagi yaitu: ikan, udang dan moluska di area sepan-
Chitra chitra adalah: sungai-sungai berukuran jang 5 meter. Lebar badan air diukur dari badan
besar dan sedang, dengan turbiditas (kekeruhan) air terlebar dan tersempit pada area 5 meter.
rendah dan dasar berupa substrat berpasir. Ka- Kedalaman sungai diukur pada titik terdalam pa-
29
WARTA HERPETOFAUNA/VOLUME XI NO.1, MARET 2019 29
DIVERSITAS
da area 5 meter, dan kedalaman cerukan ditepi- tangkap pemancing dan warga. Dalam proses
an sungai diukur semua. Profil melintang sungai pengambilan data tersebut, kami dibantu oleh
dilakukan dengan memotret sisi hulu dan sisi pihak BKSDA Yogyakarta, Mas Ilham Bahana
hilir. Profil sungai penting untuk mengetahui (alumni Pascasarjana Fakultas Biologi UGM),
lebar sungai, adanya palung, cerukan ditepian Mas FX Sugiyo Pranoto (Frans) staf Museum
dan jenis substrat. Biologi UGM, mahasiswa Kelompok Studi Her-
Proses ketiga adalah wawancara dengan petologi (KSH), Fakultas Biologi UGM yaitu
pemancing dan warga disekitar tepian sungai. Luthfi Fauzi, Hendy Eka Putera dan mahasiswa
Wawancara dilakukan untuk mengetahui jenis- skripsi fosil kura-kura yaitu Fidelis Aritona.
jenis kura-kura dan labi-labi yang pernah ter-
Gambar 5. Tim peneliti dari Museum Biologi UGM, Laboratorium Sistematika Hewan serta Kelompok Studi
Herpetologi Fakultas Biologi UGM, BKSDA Yogyakarta, Wild Water Indonesia sedang meneliti
lokasi ditemukannya Labi-labi bintang (Chitra chitra).
Gambar 6. Pengukuran lebar dan kedalaman sungai, pengukuran suhu air, pengambilan sampel sub-
strat dan pengambilan sampel fauna sungai sebagai data penunjang analisis habitat labi-
labi bintang.
Gambar 7. Pengukuran lebar dan kedalaman sungai dilakukan oleh mahasiswa Kelompok Studi
Herpetologi (KSH) Fakultas Biologi UGM.
31
WARTA HERPETOFAUNA/VOLUME XI NO.1, MARET 2019 31
DIVERSITAS
Pengambilan data lingkungan dan pengamatan profil sungai di Sungai Sempor diperoleh hasil
sebagai berikut:
Tabel 1. Data Fisik dan lingkungan di Sungai Sempor Dusun Mantaran, Kelurahan Triharjo, Kabupaten Sleman
Tabel 2. Data potensial habitat di Sungai Sempor Dusun Mantaran, Kelurahan Triharjo, Kabupaten Sleman
Titik Cerukan
Koordinat Komposisi substrat Tingkat kekeruhan
Sampling (cm)
-7.68424900 Batu & kerikil 90%
I 55, 60 & 70 Jernih
110.36350735 Pasir 10%
Batu & kerikil 40%
II – 164 Keruh
Pasir 60%
-7.68409804 Batu & kerikil 20%
III 40, 40 Keruh
110.36307694 Pasir & lumpur 80%
Dari tabel 1 & 2 diatas, dapat dikatakan bahwa TS III merupakan habitat potensial sebagai
kura-kura tempurung lunak (anggota suku Trionychidae). TS III memiliki kedalaman sungai yang
cukup, ada 2 titik cerukan serta komposisi substrat yang sesuai dengan literatur.
Tabel 3. Data jenis-jenis ikan, udang & kepiting di Sungai Sempor Dusun Mantaran, Kelurahan Triharjo, Kabu-
paten Sleman, sekitar lokasi ditemukannya Chitra chitra
Ikan
Cypriniformes Cyprinidae Barbodes binotatus Wader cakul
Cypriniformes Cyprinidae Rasbora argyrotaenia Wader pari
Cypriniformes Cyprinidae Mystacoleucus marginatus Kepek
Cypriniformes Cyprinidae Neolissochilus hexagonolepis Mangur
Cypriniformes Nemacheilidae Nemacheilus fasciatus Uceng
Cyprinodontiformes Poeciliidae Xiphophorus hellerii Ikan ekor pedang
Cyprinodontiformes Poeciliidae Poecilia reticulata Guppy, cethul
Perciformes Channidae Channa gachua Kotes
Perciformes Cichlidae Oreochromis niloticus Nila
Udang
Decapoda Palaemonidae Macrobrachium lanchesteri Udang sungai
Decapoda Palaemonidae Macrobrachium pilimanus Udang sungai
Kepiting
Decapoda Gecarcinucidae Parathelphusa convexa kepiting sungai
Berdasarkan tabel 3 diatas, dapat dikatakan bah- merupakan hewan yang suka berdiam diri lama
wa ikan kepek, uceng dan kotes, semua jenis di dalam pasir, tidak banyak bergerak, hewan ini
udang serta kepiting sungai merupakan mangsa kalah bersaing dalam hal kompetisi pakan dari
potensial bagi kura-kura tempurung lunak saudaranya bulus Jawa. Bulus Jawa cenderung
(anggota suku Trionychidae). aktif mengejar mangsa. Ukuran labi-labi bintang
Beberapa argumen mengenai yang besar membutuhkan pakan besar, sedikit
keberadaan labi-labi bintang di lokasi tersebut kompetitor dan lebar sungai yang lebih besar.
adalah: labi-labi bintang untuk mencapai ukuran Titik Sampling III yang merupakan habitat poten-
tubuh 145 cm (panjang total badan) membutuh- sial, kurang memenuhi syarat lebar sungai,
kan waktu sekitar 40 sd 50 tahun. Berdasarkan kedalaman ceruk dan tingkat kekeruhan, bagi
wawancara dengan warga dan pemancing, mere- labi-labi berukuran 145 cm tersebut. Hal tersebut
ka umumnya menemukan bulus Jawa (tidak ada menjadikan alasan mengapa titik penemuan ter-
ornamentasi di karapas). Warga menemukan bu- sebut kurang cocok dengan habitat labi-labi bin-
lus Jawa berbagai ukuran, dari kecil seukuran tang.
tutup gelas hingga ban motor. Labi-labi bintang
DAFTAR REFERENSI
Das, Indraneil, and Shailendra Singh. 2009. Chitra indica (Gray 1830) – Narrow-Headed Softshell Turtle.
Conservation Biology of Freshwater Turtles and Tortoises: A Compilation Project of the IUCN/
SSC Tortoise and Freshwater Turtle Specialist Group. A.G.J. Rhodin, P.H.C. Pritchard, P.P.
van Dijk, R.A. Saumure, K.A. Buhlmann, J.B. Iverson, and R.A. Mittermeier, Eds. Chelonian
Research Monographs (ISSN 1088-7105) No.5, doi: 10.3854/crm.5.027.indica.v.l.2009.
Das, Indraneil. 2010. A Field Guide to the Reptiles of South-east Asia. New Holland Publishers (UK) Ltd.
Pp. 32, 176.
Das, Kulendra C., and Abhik Gupta. 2011. Site records of softshell turtles (Chelonia: Trionychidae) from
Barak Valley, Assam, northeastern India. Journal of Threatened Taxa 3(4): 1722–1726
Iskandar, Djoko Tjahjono. 2000. Kura-kura dan Buaya Indonesia dan Papua Nugini, Dengan Catatan
Mengenai Jenis-jenis di Asia Tenggara. PALMedia Citra Bandung. Hal. 82-83.
Iskandar, D. T. 2004. On the giant Javanese softshelled turtles (Trionychidae). Hamadryad Vol. 28, No.
1&2: 128-130.
Kitimasak, Wachira, Kumthorn Thirakhupt, Sitdhi Boonyaratpalin, and Don L. Moll. 2005. Distribution and
Population Status of the Narrow-Headed Softshell Turtle Chitra spp. in Thailand. The Natural
History Journal of Chulalongkorn University 5(1): 31-42, May 2005.
McCord, William P., and Peter C.H. Pritchard. 2002. A Review of the Softshell Turtles of the Genus
Chitra, with the Description of New Taxa from Myanmar and Indonesia (Java). Hamadryad, Vol.
27, No.1, pp. 11-56.
Perdamaian, A.B.I., D. Sartika, H.P. Wicesa, M.M. Amin, dan B.S. Daryono. 2017. Distribusi dan Ke-
melimpahan Labi-Labi Bintang (Chitra chitra javanensis) di Sungai Ciliwung, Brantas, dan Ben-
gawan Solo. Seminar Nasional dan Kongres Perhimpunan Herpetologi Indonesia ke-V, 10 sd
11 November 2017, di Bale Sawala – Universitas Padjadjaran, Bandung.
Platt, Steven G., Kalyar Platt, Win Ko Ko, and Thomas R. Rainwater. 2014. Chitra vandijki McCord and
Pritchard 2003 – Burmese Narrow-Headed Softshell Turtle. Conservation Biology of Freshwa-
ter Turtles and Tortoises: A Compilation Project of the IUCN/SSC Tortoise and Freshwater Tur-
tle Specialist Group. A.G.J. Rhodin, P.H.C. Pritchard, P.P. van Dijk, R.A. Saumure, K.A.
Buhlmann, J.B. Iverson, and R.A. Mittermeier, Eds. Chelonian Research Monographs (ISSN
1088-7105) No.5, doi: 10.3854/crm.5.074.vandijki.v.l.2014.
Pough, F.H., R.M. Andrew, J.E. Cadle, M.L. Crump, A.H. Savitzky, and K.D. Wells. 1998. Herpetology.
Prentice-Hall, Inc. Upper Saddle River, New Jersey. Pp : 138, 169.
Vitt, Laurie J., and Janalee P. Caldwell. 2014. Herpetology: An Introductory Biology of Amphibians and
Reptiles, 4th ed. Academic Press is an imprint of Elsevier. Elsevier Inc. All rights reserved. Pp.
529-531.
Zug, George, Vitt, Laurie J., and Janalee P. Caldwell. 2001. Herpetology: An Introductory Biology of Am-
phibians and Reptiles, 2nd ed. Academic Press. Printed in USA. Pp. 447-449.
33
WARTA HERPETOFAUNA/VOLUME XI NO.1, MARET 2019 33
DIVERSITAS
lembab. Ular tersebut ditangkap oleh Mas Tyo Menurut de Rooij (1917), ular jenis Cala-
(Dwi Agus Stiana) pengelola Ekowisata Taman maria bicolor hanya dijumpai di Kalimantan
Sungai Mudal, untuk difoto, dicatat koordinat (Kinabalu, Paku di Sarawak atas, dan Singka-
ditemukannya dan sayangnya sebelum dibawa wang). Sedangkan menurut Das (2010)
ke Laboratorium Sistematika Hewan, Fakultas persebran ular Calamaria bicolor di Kalimantan
Biologi UGM untuk diidentifikasi lebih lanjut dan dan Jawa habitat di area perbukitan rendah (mid-
disimpan sebagai spesimen voucher, ular terse- hills) hingga kaki gunung atau lereng bawah
but lepas dari kantong kain, dan untungnya lepas daerah pegunungan (submontane). Berdasarkan
di area Ekowisata Sungai Mudal. hal tersebut, dimungkinkan menjumpai ular alang
Gambar 2. Serasah di belakang sumber air daerah Mudal, lokasi dijumpainya Calamaria bicolor.
35
WARTA HERPETOFAUNA/VOLUME XI NO.1, MARET 2019 35
DIVERSITAS
-alang dwi-warna di area Ekowisata Sungai Mu- jajar di Pegunungan Tengger ketinggian 1300 m.
dal, karena area tersebut berada pada ketinggian ular ini juga dijumpai di Sumatera, Kalimantan,
800 mdpl dan merupakan lereng pegunungan, Manado dan Maluku.
habitat yang cocok bagi ular alang dwi-warna. Sedangkan menurut Das (2010), habitat
Kemudian pada hari Selasa tgl 15 Januari dari ular Calamaria linnaei di area perbukitan ren-
2019, sekitar pukul 07.58 WIB, saat cerah be- dah (mid-hills) hingga kaki gunung atau lereng
rawan, masih di area Ekowisata Sungai Mudal, bawah daerah pegunungan (submontane) den-
tepatnya di lereng-lereng bantaran sungai gan ketinggian sekitar 1500 mdpl. Persebaran
dijumpai satu individu ular jenis Calamaria lin- ular ini di Indonesia, diketahui di Jawa dan Pulau
naei. Ular ini dijumpai dengan posisi diam berje- Bangka. Deskripsi lain mengenai ular alang Lin-
mur di bebatuan kapur bantaran sungai. Ular naeus ini, yaitu :merupakan ular ovipar, dengan
tersebut ditangkap oleh Mas Tyo dan direkam jumlah telur antara 2 – 4 butir, berukuran 20 hing-
semua datanya, selanjutnya dibawa ke Laborato- ga 26 x 7 hingga 9 mm. Memiliki masa inkubasi
rium Sistematika Hewan, Fakultas Biologi UGM 64 sampai dengan 84 hari. Ketika menetas, uku-
untuk diidentifikasi lebih lanjut dan disimpan se- ran anakan yang baru menetas 92 hingga 120
bagai spesimen voucher. mm.
Menurut de Rooij (1917), ular Calamaria Dijumpainya dua jenis ular dari marga Ca-
linnaei dijumpai di beberapa wilayah di Jawa, se- lamaria di Mudal, menambahkan data rekaman
perti Gadok, Bogor, Salak, Sindanglaia, Gunung baru persebaran ular-ular di Jawa. Hal tersebut
Bunder, Gunung Pengalengan dengan ketinggian juga menjelaskan bahwa area Mudal merupakan
4000 kaki, Gunung Cisurupan, Preanger, Suka- area yang baik dan potensial bagi habitat bebera-
bumi, Pegunungan Wilis di ketinggian 5000 kaki, pa jenis ular, terutama ular-ular yang jarang di-
Kediri, Salatiga, Ambarawa, Wonosobo, Nongko- jumpai.
Gambar 3. Ular alang-alang/gelagah Linnaeus Calamaria linnaei, dijumpai di area Ekowisata Sungai Mudal,
Kulon Progo, DIY.
Referensi
Das, Indraneil. 2010. A Field Guide to the Reptiles of South-East Asia. New Holland Publishers (UK) Ltd. Pp 98,
100, 265, 268.
de Rooij, Nelly Dr. 1917. The Reptiles of the Indo-Australian Archipelago. II. Ophidia. Leiden. E.J. Brill Ltd. Pp.
149 – 153; 165 – 166; 174 – 175.
Hodges, Rick. 1993. Snakes of Java with special reference to East Java Province. British Herpetological Society
Bulletin, No.43. pp. 15-32
Sidik, I., Sumitro, S.B., Kurniawan, N. 2018. The Linnaeus’s Reed Snake, Calamaria linnaei Boie (Squamata:
Colubridae: Calamariinae) from Ijen Plateau, East Java, Indonesia. Research Journal of Life Science. Vol-
ume 5, No.1. pp. 42-50.
Saliyo
Animal Keeper Yogyakarta
37
WARTA HERPETOFAUNA/VOLUME XI NO.1, MARET 2019 37
KOMUNITAS
tersebut didata dan didokumentasikan kemudian Jam 02.08 WIB tim sampai di posko, mem-
tim kembali menyusuri sungai. Tim menemukan inum kopi hangat sambil berdiskusi hasil penga-
Ahaetula prasina dengan panjang 1,6 meter se- matan yang sudah dilakukan. Tim menyimpulkan
dang melingkar di pucuk ranting. Tidak jauh dari bahwa kondisi alam di Hutan Bunder masih baik
lokasi itu tim menemukan kembali Ahaetulla dan sangat mendukung untuk kegiatan herpe-
prasina di ranting-ranting pohon. Totalnya ada 11 tofauna serta pelepasan Malayophyton reticula-
ekor Ahaetula prasina yang di temukan di pinggir tus. Kabupaten Gunung Kidul masih menyimpan
Sungai Oyo. Karena sudah lelah dan waktu su- banyak lokasi yang menarik untuk di elajahi serta
dah lewat jam satu dini hari tim memutuskan masih banyak konflik satwa liar yang butuh per-
kembali ke posko untuk istirahat dan berdiskusi hatian dan solusi. Tanpa terasa matahari telah
tentang hasil pengamatan. Dalam perjalanan terbit disambut kicauan indah berbagai jenis bu-
Saliyo menemukan ular kawat ( Rhamphotyph- rung. Setelah semua peralatan rapi tim bergegas
lops braminus ) dengan panjang 13,5 cm saat kembali ke rumah masing-masing. Satukan tekad
sedang mengecek daun jati kering. Ular ini mem- dan semangat, visi dan misi untuk konservasi se-
iliki ukuran yang sangat kecil sehingga butuh bagai solusi konflik satwa liar yang terjadi.
cukup lama untuk pendataan dan dokumentasi.
Saliyo
Animal Keeper Jogja
39
WARTA HERPETOFAUNA/VOLUME XI NO.1, MARET 2019 39
KOMUNITAS
lam tempat Labi-labi tersebut dirawat. Bapak pemerintah dan masyarakat dalam upaya peles-
Miftah menjelaskan Chitra chitra javanica tarian kekayaan alam di Yogyakarta. Maraknya
perkembangannya cukup bagus, luka-lukanya perburuan dan perdagangan satwa liar perlu
hampir sembuh dan setiap hari rata-rata mendapat perhatian agar kekayaan alam ini terus
menyantap empat ekor ikan lele berukuran se- terjaga. Ekosistem yang seimbang akan berdam-
dang. pak positif bagi kehidupan sosial dan kesejahter-
Chitra chitra javanica ditempatkan di ko- aan masyarakat. Dengan menjunjung tinggi rasa
lam berukuran 3 X 4m, sirkulasi berjalan baik dan gotong royong dan kerjasama baik masyarakat
selalu tersedia ikan lele dan nila sebagai pakan. dan lembaga-lembaga pemerintah, upaya peles-
Air kolam bersumber dari aliran Sungai Gajah tarian alam akan lebih mudah dan ringan. Keles-
Wong. Kolam juga dibuat semirip mungkin tarian alam sudah sepatutnya menjadi
dengan habitat aslinya dengan dialasi pasir dan kesadaran, kebutuhan dan tanggung jawab ber-
beberapa batu. Animal Keeper Jogja akan terus sama untuk kesejahteraan masyarakat. Salam
berupaya melakukan koordinasi dengan lembaga konservasi , gotong royong, suka menolong!
Gambar 2. Labi-labi Bintang diserahkan kepada GL Zoo dan ditempatkan di sebuah kolam
41
WARTA HERPETOFAUNA/VOLUME XI NO.1, MARET 2019 41
KOMUNITAS
Dedy Supriyadi
Komunitas Amfibi Reptil Indonesia
Komunitas Snake Owner Kota Intan
Sambil menyelam minum air, sambil baksos survei biodiversitas herpetofauna di kawasan
sambil herping Riam Angan Tembawang. AFRI melakukan
B C D
E
Gambar 2. A. Lokasi herping di kawasan Riam Angan Tembawang; B. Meristogenys jerboa; C. Rana nico-
bariensis; D. Staurois guttatus ; dan E. Foto bersama dengan semua peserta usai kegiatan baksos .
43
WARTA HERPETOFAUNA/VOLUME XI NO.1, MARET 2019 43
KOMUNITAS
Tabel 1.
45
WARTA HERPETOFAUNA/VOLUME XI NO.1, MARET 2019 45
ZOONOSIA
Slamet Raharjo*
*Departeman Ilmu Penyakit Dalam FKH UGM
*Wakil Direktur Bidang Pendidikan RSH Prof. Soeparwi FKH UGM
Jl. Fauna No 2 Karangmalang Yogyakarta 55281
E-mail; priesta_raharjo@ugm.ac.id ; WA +62 878-3823-7607
I
lamun dan rumput laut sebagai pakan favoritnya
ndonesia adalah negara dengan mega-
(O’Shea and Halliday, 2002). Kondisi ini
biodiversitas terbesar ke dua di dunia
menjadikan 6 dari 7 spesies penyu dunia dapat
merupakan habitat alami bagi berbagai spesies
ditemukan di wilayah perairan Indonesia. Penyu
reptil seperti ular, penyu, biawak, buaya dan ban-
Kemp’s Ridley (Lepidochelys kempii) menjadi
yak spesies reptil lainnya (Koch, 2011). Penyu
satu-satunya spesies penyu yang tidak
yang termasuk dalam ordo Testudina atau Che-
ditemukan di wilayah perairan lautan Indonesia
lonia hidup tersebar di seluruh dunia termasuk
(Ramadhan, 2017).
Indonesia. Saat ini terdapat tujuh (7) spesies
penyu di seluruh dunia (Gambar 1) yaitu penyu Mengapa Ada Penyu Terdampar???
hijau (Chelonia mydas), penyu sisik
Semua hewan yang hidup di lautan ketika
(Eretmochelys imbricata), penyu Kemp’s Ridley
sakit atau mati maka tubuhnya kemudian
(Lepidochelys kempii), penyu lekang
tenggelam ke dasar laut, dimangsa predator atau
(Lepidochelys olivacea), penyu belimbing
bangkainya terbawa arus laut dan akhirnya ter-
(Demochelys coriacea), penyu pipih (Natator de-
dampar ke pantai. Itulah sebabnya mengapa he-
pressus) dan penyu tempayan (Caretta caretta)
wan laut seperti ikan-ikan bertubuh besar (hiu,
(Koch, 2011; Das, 2015).
mola-mola, tuna, marlin, dll.), mamalia laut
Wilayah lautan Indonesia yang menjadi (paus, lumba-lumba, dugong, anjing laut, singa
persimpangan samudra Hindia dan samudra laut, walrus, dll.), reptil (buaya, penyu) ketika ter-
Pasifik letaknya berada dekat garis khatulistiwa, dampar ke pantai biasanya dalam kondisi sekar-
menjadikan perairan wilayah Indonesia memiliki at ataupun dalam kondisi sudah mati bahkan su-
iklim yang cenderung hangat sepanjang tahun. dah menjadi bangkai yang membusuk.
Perairan yang hangat menyediakan kelimpahan
Penyu yang terdampar ke pantai dalam
pakan sepanjang tahun bagi hewan-hewan yang
kondisi sekarat atau baru saja mati biasanya
hidup di lautan Indonesia, termasuk penyu.
tubuhnya dalam kondisi utuh dan masih segar,
Penyu-penyu karnivora dapat dengan mudah
sedangkan penyu yang terdampar setelah mati
menemukan pakan favoritnya seperti cumi-cumi,
umumnya tubuh dalam kondisi sudah menjadi
ubur-ubur, udang, lobster, rajungan dan berbagai
bangkai yang tidak utuh lagi dan juga sudah
jenis ikan, sedangkan penyu herbivora seperti
membusuk. Pada beberapa kasus, sebagian ti terdampar tidak selalu mudah karena kita tidak
anggota tubuh seperti kaki depan, kaki belakang, mengetahui dengan pasti bagaimana kondisi
kepala dan ekor sudah hilang. Pada kasus yang kesehatan penyu tersebut sebelum mati. Ketika
lain bahkan kadang sudah sangat sulit untuk terjadi kematian pada penyu atau kura-kura yang
dikenali spesiesnya karena bentuk tubuh yang bukan hidup di lautan lepas, misalnya di Zoo/
sudah rusak, bahkan hancur akibat mengalami Marine Aquarium, untuk mengetahui penyebab
autolisis atau pembusukan hebat. Dalam kondisi kematian penyu atau kura tersebut akan lebih
seperti ini, dibutuhkan ketelitian, kesabaran dan mudah karena ada data recording manajemen
kejelian untuk dapat menemukan ciri-ciri spesifik perawatan dan pakan serta medis yang dapat
sebagai kunci identifikasi spesies bangkai/ digunakan sebagai dasar diagnosa sehingga
kadafer tersebut. penyebab kematian dapat diketahui dengan lebih
akurat.
Apa Penyebab Penyu Mati Terdampar???
Berbeda dengan penyu di Zoo/Marine
Setiap individu penyu yang ditemukan
Aquarium, penyu yang mati terdampar di pantai,
mati terdampar di pantai selalu membawa misteri
tidak ada yang memiliki data recordingnya se-
yang harus dipecahkan oleh herpetolog.
hingga semua misteri penyebab kematian penyu
Menemukan penyebab kematian penyu yang ma-
47
WARTA HERPETOFAUNA/VOLUME XI NO.1, MARET 2019 47
ZOONOSIA
tersebut harus digali dan diteliti untuk kemudian 3. Pemeriksaan fisik bangkai/kadafer
dianalisis faktor-faktor yang menjadi penyebab
Pemeriksaan fisik bangkai/kadafer
kematian penyu tersebut. Beberapa penyebab
penyu untuk menemukan abnormalitas seper-
yang sering menyebabkan kematian pada kasus
ti kondisi bangkai yang masih segar, kelukaan
penyu mati terdampar misalnya kematian alami
pada karapas, plastron dan bagian lain tubuh,
karena umur tua (geriatrik), penyakit infeksius,
adanya pembengkakan tubuh, pembusukan,
penyakit non-infeksius, keracunan, penyakit
predasi serta anggota tubuh yang hilang kare-
metabolik/degeneratif, menelan benda asing, pe-
na autolisis dapat memberi informasi yang
rubahan cuaca ekstrim, trauma fisik/kelukaan dan
akurat tentang perkiraan kematian, adanya
pemangsaan oleh predator atau predasi.
predasi maupun kondisi-kondisi lain yang ter-
Untuk mengetahui penyebab-penyebab jadi setelah kematian si penyu sampai saat
kematian penyu mati terdampar seperti tersebut penyu terdampar (Nugent-Deal, 2005). Pada
diatas perlu dilakukan 5 tindakan penting yang kondisi fisik bangkai penyu yang masih segar
harus dilakukan pada bangkai penyu untuk sebaiknya dilakukan upaya pengambilan
menemukan penyebab kematian antara lain: sampel tinja/feses dan darah untuk pemerik-
saan laboratoris (Jackson and Cockroft,
1. Identifikasi spesies
2002).
Identifikasi spesies sebagai kunci utama
4. Bedah bangkai/Nekropsi
untuk mengetahui penyebab kematian penyu
mati terdampar. Dengan mengetahui spesi- Bedah bangkai atau nekropsi merupa-
esnya, herpetolog dapat melacak biologi dan kan tindakan yang dilakukan untuk menge-
fisiologi spesies tersebut sebagai dasar tahui lebih rinci kondisi bangkai penyu dan
penentuan normal tidaknya kondisi bangkai organ-organ dalam tubuh. Nekropsi harus dil-
spesies tersebut. akukan oleh dokter hewan, patolog atau her-
petolog-patolog yang memahami anatomi
2. Pendataan ukuran dan bentuk tubuh
penyu dan penyakit-penyakit pada penyu
penyu yang mati terdampar
(Kelly, 2016). Bedah bangkai dimulai dengan
Pendataan ukuran dan bentuk tubuh
mencatat semua abnormalitas pada
pada penyu dapat digunakan sebagai pan-
permukaan tubuh, dilanjutkan membuka
duan perkiraan umur dan penentuan jenis ke-
plastron dan kulit leher sampai bawah
lamin. Setiap spesies penyu memiliki ukuran
rahang. Semua abnormalitas pada organ dari
tubuh tertentu, sehingga dari data ukuran
rongga mulut, hidung, kerongkongan
tubuh penyu yang terdampar dapat dapat
(esofagus), tenggorokan (trakea), jantung,
dibandingkan dengan literatur spesies terse-
paru-paru, lambung, hati, lien, pangkreas,
but sehingga diketahui apakah penyu terse-
usus halus, usus besar, ginjal, gonad (organ
but berjenis kelamin jantan atau betina dan
reproduksi), kantung kemih (vesika urinaria)
dengan membandingkan ukuran tubuh
dan kloaka (Kik and Mitchell, 2005). Setiap
dengan data literatur dapat diketahui apakah
abnormalitas yang ditemukan pada organ
penyu yang mati terdampar masih berukuran
dapat dianalisis secara medis untuk
anak-anak (infant), remaja (juvenile), dewasa
digunakan sebagai dasar diagnosa penyebab
muda (adult) atau dewasa tua (mature).
kematian. Adanya parasit dalam organ dalam
seperti usus dan paru-paru dan adanya laboratorium seperti pemeriksaan tinja dan
kerusakan organ dalam seperti paru-paru, darah menggambarkan kondisi kesehatan
hati dan ginjal dapat menjadi indikator penyu sebelum mati (Raharjo, 2008).
adanya penyakit infeksi maupun keracunan Pemeriksaan tinja/feses dapat digunakan
(Schumacher, 2003). Adanya benda asing sebagai dasar ada tidaknya infestasi parasit
seperti plastik dalam lambung ataupun usus dalam saluran pencernaan dan pernafasan
dapat mengakibatkan sumbatan lambung/ sekaligus mengetahui derajat keparahan
usus yang dapat menyebabkan kematian infestasi parasit tersebut. Pemeriksaan darah
penyu. Saat melakukan bedah bangkai akurat untuk mengetahui ada tidaknya infeksi
sekaligus dapat mengambil sampel organ oleh bakteri, virus, parasit dan agen lain serta
dalam untuk dilakukan pemeriksaan secara ada tidaknya kerusakan atau penurunan
laboratoris terutama pemeriksaan fungsi organ dalam seperti hati dan ginjal
histopatologi organ. sebelum penyu mengalami kematian
sehingga dapat diketahui penyebab kematian
5. Pemeriksaan Laboratorium
secara lebih akurat dan valid (Schumacher,
Pemeriksaan laboratorium dilakukan
2003).
terhadap sampel-sampel organ yang dicurigai
Dengan menganalisis data yang dik-
mengalami gangguan fungsi/abnormalitas
umpulkan dari 5 tindakan diatas, hepeteolog atau
organ dengan tujuan untuk mengetahui
dokter hewan yang melakukan pemeriksaan pa-
penyebab kematian secara lebih akurat dan
da bangkai penyu yang terdampar dapat menen-
valid (Mader, 1996) terutama apabila
tukan dan mengetahui penyebab kematian penyu
pemeriksaan nomor 1-4 belum menemukan
yang terdampar.
arah penyebab kematian. Hasil pemeriksaan
DAFTAR PUSTAKA
Das, I. 2015. A Field Guide to the Reptiles of South-East Asia. Bloomsbury Publishing. UK: 10.
Jackson, P.G.G. and Cockroft, P.D. 2002. Clinical Examination of Farm Animal, Blackwell Science.
Kelly, W.R. 2016. Veterinary Clinical Diagnosis. Harcourt Publisher Limited, London.
Kik, MJL. and Mitchell, M.A. 2005. Reptile cardiology: a review of anatomy and physiology, diagnostic
approaches, and clinical disease. Seminars in Avian and Exotic Pet Medicine 14(1): 52-60.doi:
10.1053/j.saep.2005.12.009
Koch, A. 2011. The Amphibians and Reptiles of Sulawesi: Underestimated Diversity in a Dynamic Environ-
ment. In: F.E. Zachos and J.C. Habel (eds.), Biodiversity Hotspots. Springer, Berlin: 383-404.
Mader, D.R. 1996. Reptile Medicine and Surgery, WB Saunders Co. Philadelphia.
Nugent-Deal, J. 2005. Reptiles: Performing a Physical Examination. Veterinary Technician. 26(1).
O’Shea, M., and Halliday, T. 2002. Reptiles and Amphibians. South China Printing Company. China: 123.
Raharjo, S. 2008. Medis Veteriner dan Herpetofauna Indonesia. Makalah Seminar Nasional dan Kongress
I Perhimpunan Herpetologi Indonesia 2008; Mengungkap Dunia Herpetologi Indonesia 2008,
Fakultas Biologi UGM 24-25 Mei 2008.
Ramadhan, B. 2017. Wow, Ternyata 6 dari 7 Penyu Dunia Bisa Ditemukan di Indonesia.
www.goodnewsfromindonesia.id
Schumacher, J. 2003. Reptile respiratory medicine. Vet. Clin. Exot. Anim. 6: 213–231.
49
WARTA HERPETOFAUNA/VOLUME XI NO.1, MARET 2019 49
OPINI
#SAVEHERPETOFAUNA
Prio Penangsang*
Mayoritas penolakan publik bersandar Diantara pulau-pulau itu, ada yang masuk
pada argumen ekologis dan konservasi. Bahwa, dalam kawasan Wallacea. Kawasan biogeografis
tidak selayaknya hasrat pemerintah daerah hasil kajian naturalis Inggris Alfred Russel
(Pemda) dan investor swasta untuk mengeduk Wallace yang meliputi pulau-pulau dan
keuntungan material atas eksistensi naga purba kepulauan di wilayah Indonesia bagian tengah.
(Varanus komodoensis) di habitat aslinya itu, Kawasan yang memiliki keragaman flora dan
berbalik kontraproduktif dengan ikhtiar-ikhtiar fauna yang khas.
konservasi in situ.
Pusat Data Dan Informasi KIARA (2019)
Tidak ada yang keliru dengan argumen mencatat, hingga April 2019, 18 provinsi di
khalayak luas itu. Hanya saja, ada satu hal yang Indonesia telah mensyahkan Perda Zonasinya.
tampaknya luput dicermati, yang justru menjadi Sisanya, sebanyak 16 Provinsi masih dalam
landasan kuat kenapa eksplorasi alam di negeri proses pembahasan. Daerah yang terdampak
ini terlihat investor oriented dan mengesamping- Perda Zonasi meliputi pulau-pulau kecil yang
kan dimensi konservasi satwa liar dan habi- juga masuk kawasan Wallacea itu, diantaranya
tatnya. Landasan itu adalah Peraturan Daerah Sulawesi Utara (Perda No.1/2017), Sulawesi
Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Barat (Perda No.6/2017), NTB (Perda
(Perda Zonasi). Perda Zonasi ibarat ‘karpet No.12/2017), NTT (Perda No.4/2017), Sulawesi
merah’ bagi investor untuk mendapatkan Tengah (Perda No.10/2017), Maluku (Perda
kemudahan investasi. Mencakup jenis proyek No.1/2018), Maluku Utara (Perda No.4/2018).
reklamasi, pariwisata, dan pertambangan.
Provinsi Maluku Utara yang masuk dalam
Seperti diketahui, Perda Zonasi dikaitkan 5 besar provinsi di Indonesia yang memiliki
dengan eksistensi 17 ribu lebih pulau yang paling banyak pulau kecil dengan 805 pulau,
adalah salah satu kawasan dalam garis kelautan secara lestari; pertanian organik; dan/
Wallacea yang niscaya akan terdampak oleh atau pertenakan’.
Perda Zonasi. Provinsi Sulawesi Utara, tercatat
Melalui regulasi yang secara benderang
terdapat 330 Pulau kecil bernama.Tercatat 54
mendukung lingkungan dan habitat lestari itu,
Pulau kecil, termasuk Pulau-Pulau Kecil di
idealnya menjamin kekayaan biodiversitas di
Maluku Utara, telah dikuasai oleh 164 Izin
pulau-pulau kecil tetap dipertahankan.
pertambangan mineral dan batubara.
Senyampang pulau-pulau besar susah
Perda Zonasi di Lampung, misalnya, diharapkan sebab telanjur pepak oleh populasi
melegalkan proyek reklamasi di Kabupaten manusia dan massifnya konversi kawasan hutan
lampung Selatan. Perda Zonasi Kalimantan menjadi klaster industri perkebunan ataupun
Utara melegalkan proyek penambangan pasir properti.
laut di Perairan Bulungan. Perda Zonasi Provinsi
Dampak eksplorasi pertambangan di pu-
NTB yang melegalkan tambang pasir laut di
lau kecil cukup mengenaskan. Pulau Gabe di
perairan Selat Alas, Lombok Timur untuk
Maluku Utara, misalnya, mencuplik data
kepentingan reklamasi Teluk Benoa, Bali. Di
Jaringan Advokasi Tambang (Jatam,2019),
NTT, Perda Zonasi setempat melegalkan
setelah diperas 33 tahun oleh PT. Antam kini
perampasaan ruang melalui proyek pariwisata di
Pulau Gebe juga dikapling lagi oleh 14 konsesi
perairan Labuan Bajo dan Taman Nasional
dan blok pertambangan. Akibat aktivitas
Pulau Komodo.
pertambangan di Gebe, pesisir lalut menjadi
Pulau-pulau kecil dengan potensi rusak. Temuan di lapangan, air laut yang
kekayaan herpetofauna itu, idealnya tidak perlu mayoritas berwarna biru dan hijau di pesisir
ditambang. Mengacu Undang-Undang Nomor 27 Gebe, namun di semenanjung dekat Jetty
Tahun 2007, warga pesisir pulau kecil, nelayan, tambang berwarna kuning. Sedimentasi dan
serta pembudidaya ikan, diposisikan sebagai pembuangan limbah diduga kuat dibuang
pemangku kepentingan utama, terutama langsung ke laut, tanpa ada proses instalasi
masyarakat adat. pengolahan air limbah. Hal ini juga diperparah
dengan aktivitas perusahaan yang
Pasal 35 huruf K misalnya, “Melakukan
menggunakan pembangkit listrik tenaga
penambangan mineral pada wilayah yang
batubara, tanpa ada kejelasan lokasi
apabila secara teknis dan atau ekologis dan atau
penempatan limbah B3 fly ash dan bottom ash.
sosial dan atau budaya menimbulkan kerusakan
lingkungan dan atau pencemaran lingkungan Hal nyaris serupa terjadi di Pulau Wetar,
dan atau merugikan Masyarakat sekitarnya’. Halmahera Utara yang 83% luas pulaunya
dikuasai oleh tambang. Halmahera merupakan
Tengok juga Peraturan Menteri (Permen)
salah satu pulau terbesar di gugusan kepuluan
Kelautan dan Perikanan Nomor PER.20/
Maluku bagian utara. Memiliki luas 26.900 km
MEN/2008, “..bahwa pertambangan tidak ada
persegi, memiliki tipe vegetasi dan keragaman
kepentingan keberadaannya, sedangkan yang
fauna yang beragam. Sampai 1997, wilayah
terpenting adalah; konservasi; pendidikan dan
hutan Halmahera baru 20 persen saja yang
pelatihan; penelitian dan pengembangan;
tereksplorasi. Kini, angkanya terus meningkat,
budidaya laut; pariwisata’; usaha perikanan dan
51
WARTA HERPETOFAUNA/VOLUME XI NO.1, MARET 2019 51
OPINI
termasuk yang diakibatkan oleh eksplorasi Iskandar dan Ed Colijn pada awal tahun 2001
pertambangan. dan 2002. Juga M. Iqbal Setiadi dan Amir
Hamidy pada 2006.
Pulau Halmahera memiliki keragaman
herpetofauna dari kelas Amfibi dan Reptil yang Sebaiknya izin pertambangan di pulau-
sejak zaman Belanda sudah diteliti. Boettger pulau kecil harus dikaji ulang dan bila perlu
(1895) misalnya, atau De Rooij (1915 &1917) dicabut. Pemerintah dan perusahaan-
yang berhasil mempublikasikan daftar 29 jenis perusahaan tambang yang terlibat, harus
Lacertilia (kelompok kadal), 19 Ophidia melakukan pemulihan sosial-ekologis secara
(kelompok ular), 2 jenis Testudinaata (kura-kura) komprehensif atas kerusakan pulau-pulau kecil
dan 1 jenis Crocodilia (buaya). itu. Jika tidak, jangan kaget jika kelak riset-riset
herpetofauna, juga keragaman hayati satwa dan
Riset setelahnya, van Kampen (1923)
flora lainnya di sana, akan menemui lubang-
juga mempublikasikan 9 jenis amfibi. Herpetolog
lubang tambang menganga, gersang dan
Indonesia juga aktif melakukan riset dan
kerontang. #SaveHerpetofuana . (*)
menemukan spesimen berharga di sana.
Diantaranya Pakar Herpetofauna Prof. Djoko T.
53
WARTA HERPETOFAUNA/VOLUME XI NO.1, MARET 2019 53