I. LATAR BELAKANG
Naiknya harga bahan bakar minyak (BBM) mendorong harga bahan bangunan menjadi
mahal, termasuk naiknya harga kayu sebagai bahan dasar pembuatan rumah tinggal. Kayu yang
berupa balok dan kasau dipakai untuk konstruksi rumah banyak didatangkan dari daerah luar
pulau Jawa, seperti Kalimantan, Sumatera, dan Sulawesi. Lonjakan harga kayu yang signifikan
mendorong untuk mencari bahan alternatif yang dapat menggantikan kayu sehingga harganya
dapat terjangkau oleh masyarakat. Banyak cara dan upaya yang telah dilakukan di antaranya
memanfaatkan penggunaan kayu lokal, namun hasilnya belum maksimal.
Bambu sebagai baghan bangunan telah dikenal oleh nenek moyang suku-suku bangsa di
wilayah Tropis terutama di Asia, seperti di daratan Cina, Jepang, Korea dan Nusantara. Bambu
bahkan dapat disebut telah menjadi bagian penting tradisi kulutural ya ng berlangsung dalam
puluhan generasi di sebaran geografis Nusantara. Penggunaan bambu sebagai bahan bangunan di
Jawa dan Bali hampir 30%, sementara di Indonesia penggunaan bambu sebagai bahan konstruksi
hampir mencapai 80 %, dan 20% selebihnya digunakan untuk bahan-bahan non-konstruksi.
Dari berbagai penelitian menunjukkan bahwa bambu merupakan bahan bangunan
termrah dibanding bahan-bahan lain seprti batu bata, beton, kayu dan baja, serta menggunakan
energi paling kecil dalam proses penggunaanya. Meskipun demikian, bambu memiliki beberapa
kekurangan diantaranya adalah dalam hal keawetan. Keawetan bambu sangat berhubungan
dengan waktu tebang dan proses pengawetan. Dengan ketepatan waktu dan pengawetan yang
benar keawetan bambu dapat mencapai 10-50 tahun bahkan lebih.
Berbagai keunggulan bambu serta kemudahannya diperoleh hampir di seluruh wilayah
Nusantara menjadikan bambu sebagai bahan penting dalam berbagai penciptaan bangunan atau
ber-arsitektur. Dalam dunia seni rupa visual, antara lain seni instalasi yang pada dasarnya
memiliki pengertian seni menyusun, merangkai suatu benda (3D) untuk menyampaikan pesan-
pesan tertentu cukup dekat dengan karakteristik bambu yang cenderung berupa rangkaian susu-
nan benda-benda. Sehingga bahan bambu sering digunakan, lebih-lebih bambu secara alami
memiliki keindahan tersendiri, seperti warna, dimensi, wujud batang yang tidak sama satu sama
lain dan juga kelenturannya.
Oleh karena itu diperlukan penggalian dan pemahaman tentag bahan bambu guna
memperoleh pengetahuan yang dapat dikembangkan menjadi pengetahuan ber-arsitektur, yang
membuka peluang tumbuhnya gagasan-gagasan baru dalam perancangan arsitektur yang inovatif,
imajinatif dan kreatif berorientasi pada ruang dan seni visual.
Bambu memiliki karakteristikal diantara bahan organik lain yakni sebagai bahan utuh
yang siap pakai yang tidak mudah distandarisasikan denga bentuk penampang bulat dan licin
(lapisan seluloide) menyebabkan bambu memerlukan kecermatan dengan tingkat kesulitan yang
relatif tinggi dalam merangkai, menyambung dan menyusunnya menjadi karya seni instalasi
arsitektur. Hal lain yang dihadapi dalam penggunaan bambu sebagai bahan dasar utama adalah
masalah keawetannya yang juga memerlukan perhatian.
Tujuan pembuatan makalah ini adalah memperoleh pengetahuan dalam lingkup
arsitektural dalam pengguanaan bambu sebagai bahan dasar untuk mewujudkan karya seni
instalasi arsitektural pada media ynag meruang dengan tatanan, jalinan, rangkaian dan tatanan
benda-benda yang kebanyakan 3 dimensional.
II. RUMUSAN MASALAH
Hal-hal yang dibahas dalam makalah ini antara lain :
1. Bagaimana asal mula pemakaian bambu dalam kehidupan ?
2. Apa yang disebut dengan bambu? Apa saja jenis bambu?
3. Bagaimana morfologi bambu?
4. Apa saja manfaat bambu, baik dalam bidang konstruksi maupun sebagai material non
konstruksi?
5. Apa yang mendasari pemakaian bambu dalam bangunan? Apa kelebihan dan
kekurangannya apabila dibandingkan dengan material lain?
6. Bagaimana cara menggunakan dan mengawetkan bambu sebagai material bangunan?
III. TUJUAN
Makalah ini disusun dalam rangka mencapai beberapa hal berikut :
1. Mengenal perkembangan penggunaan bahan bangunan terutama bambu
2. Memperkenalkan teknologi pengolahan bambu sebagai bahan kostruksi dan non-
konstruksi
3. Mengajak masyarakat untuk menggunakan bambu sebagai bahan alternatif kayu
maupun beton
BAB II : ISI
I. SEJARAH BAMBU
Dua orang peneleliti botani, Lopez dan Shanley di tahun 2004, menyebutkan bahwa
bambu termasuk keluarga rumput-rumputan dan merupakan tumbuhan paling besar di dunia.
Ada lebih dari 1200 spesies bambu dan kebanyakan terdapat di Asia. Tumbuhan yang indah ini,
dengan kekuatan dan kelenturannya, memiliki manfaat yang tidak terbatas.
Di Cina dan Jepang, pisau bambu digunakan untuk memotong tali pusar bayi pada saat
dilahirkan, dan jenazah orang yang meninggal diletakkan diatas alas yang terbuat dari bambu.
Tumbuhan ini sudah mendarah daging dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Tanaman bambu
banyak ditemukan di daerah tropik di Benua Asia, Afrika, dan Amerika. Namun, beberapa
spesies ditemukan pula di Australia. Benua Asia merupakan daerah penyebaran bambu terbesar.
Dari sekitar 75 genus terdiri dari 1.500 spesies bambu di seluruh dunia, 10 genus atau
125 jenis diantaranya terdapat di Indonesia. Berdasarkan system percabangan rimpang, genus
tersebut dikelompokkan menjadi dua bagian. Pertama, genus yang berakar rimpang dan tumbuh
secara simpodial, termasuk didalamnya genus Bambusa, Dendrocalamus, Gigantochloa, dan
Schizostachyum.
Kedua, genus berakar rimpang dan tumbuh secara monopodial (horizontal) dan
bercabang secara lateral sehingga menghasilkan rumpun tersebar, diantaranya genus
Arundinaria. Sedangkan menurut peneliti asal Indonesia, Berlian dan Rahayu, Indonesia
memiliki lebih kurang 125 jenis bambu. Ada yang masih tumbuh liar dan masih belum jelas
kegunaannya. Beberapa jenis bambu tertentu mempunyai manfaat atau nilai ekonomis yang
tinggi seperti; Bambu andong, bambu atter, bambu tali, bambu talang, bambu tutul, bambu
cendani, bambu cengkoreh, dan lainnya.
Bambu termasuk dalam ordo Poales; family Poaceae; super family Bambusoideae;;
bangsa Bambuseae. Di dunia ini bambu merupakan salah satu tanaman dengan pertumbuhan
paling cepat .
Dalam bahasa Makassar, bambu disebut Bulo. Leluhur kita sudah sejak lama
memanfaatkan bambu ini sebagai bahan bangunan mereka. Dalam istilah klasik suku makassar,
bahkan bambu sudah lama dikenal. Terbukti dengan prinsip mereka diambil dari kata bambu
yakni Abbulo sibatang (arti harpiahnya: berbatang bambu; dan maknanya adalah persatuan)
Bambu merupakan sumber bahan bangunan yang dapat diperbaharui dan banyak tersedia di
Indonesia. Dari sekitar 1.250 jenis bambu di dunia, 140 jenis atau 11% nya adalah spesies asli
Indonesia. Orang Indonesia sudah lama memanfaatkan bambu untuk bangunan rumah,
perabotan, alat pertanian, kerajinan, alat musik, dan makanan. Namun, bambu belum menjadi
prioritas pengembangan dan masih dilihat sebagai bahan milik kaum miskin yang cepat rusak.
Pemanfaatan bambu harus didukung oleh upaya reboisasi dan pengelolaan yang ramah
lingkungan. Bambu menghasilkan biomassa tujuh kali lipat dibanding hutan pepohonan. Selain
itu rumpun bambu berperan dalam mencegah erosi karena dapat memperkuat ikatan partikel dan
menahan pengikisan tanah.
Tinggi, diameter dan warna batang: Tinggi mencapai 30 m (dinding batang sangat tebal
dan batang berbulu tebal); 15-18 cm (jarak buku 20-
40 cm); hijau muda.
Tinggi, diameter dan warna batang: Tinggi mencapai 10-20 m (batang berbulu sangat
tipis dan tebal dinding batang 7-15 mm); 4-10 cm
(jarak buku 20-45 cm); kuning muda bergaris hijau
tua.
Tempat tumbuh: Mulai dataran rendah hingga ketinggian 1200 m, di
tanah marjinal atau di sepanjang sungai, tanah
genangan, pH optimal 5-6,5, tumbuh paling baik
pada dataran rendah.
Tinggi, diameter dan warna batang: Tinggi mencapai 20-30 m (batang berbulu tebal dan
tebal dinding batang 11-36 mm); 8-20 cm (jarak
buku 10-20 cm di bagian bawah dan 30-50 cm di
bagian atas); coklat tua.
Tinggi, Diameter dan Warna batang: Tinggi mencapai 8-16 m (batang berbulu tebal dan
tebal dinding batang hingga 1 cm); 2,5-12,5 cm
(jarak buku 30-45 cm); hijau – kekuningan – buram.
Tinggi, Diameter dan Warna batang: Tinggi mencapai 8-30 m (batang berbulu tebal dan
tebal dinding batang 1,5 cm); 4-13 cm (jarak buku
20-75); hijau keabu-abuan cenderung kuning
mengkilap.
Pemanenan dan Hasil: Dilakukan setelah 1-3 tahun pada musim kering
(antara April sampai Oktober) pada batang yang
sudah berumur lebih dari 2 tahun. Produktivitas
dalam satu rumpun adalah 6 batang. Produktivitas
tahunannya dapat menghasilkan sekitar 1000
batang/ha.
Tinggi, Diameter dan Warna batang: Tinggi mencapai 2 m (batang berbulu tipis/halus
dan tebal, dinding batang hingga 8 mm); 6-8
cm (jarak buku 40-50 cm); Dari hijau-coklat tua-
keunguan atau hitam.
Tinggi, Diameter dan warna batang: Tinggi mencapai 7-30 m (batang berbulu tebal dan
tebal dinding batang hingga 2 cm); 5-13 cm (jarak
buku hingga 40- 45 cm); hijau kehijau-kuningan
atau hijau muda.
Tanaman bambu yang sering kita kenal umumnya berbentuk rumpun. Padahal dapat pula
bambu tumbuh sebagai batang soliter atau perdu. Tanaman bambu yang tumbuh subur di
Indonesia merupakan tanaman bambu yang simpodial, yaitu batang-batangnya cenderung
mengumpul didalam rumpun karena percabangan rhizomnya di dalam tanah cenderung
mengumpul (Agus dkk. 2006). Batang bambu yang lebih tua berada di tengah rumpun, sehingga
kurang menguntungkan dalam proses penebangannya. Arah pertumbuhan biasanya tegak,
kadang-kadang memanjat dan batangnya mengayu. Jika sudah tinggi, batang bambu ujungnya
agak menjuntai dan daun-daunya seakan melambai. Tanaman ini dapat mencapai umur panjang
dan biasanya mati tanpa berbunga.
• Akar rimpang
Akar rimpangnya yang terdapat dibawah tanah membentuk sistem percabangan, dimana
dari ciri percabangan tersebut nantinya akan dapat membedakan asal dari kelopok bambu
tersebut. Bagian pangkal akar ripangnya lebih sempit dari pada bagian ujungnya dan setiap ruas
mempunyai kuncup dan akar. Kuncup pada akar rimpang ini akan berkembang menjadi rebung
yang kemudian memanjat dan akhirnya menghasilkan buluh.
• Batang
Batang-batang bambu muncul dari akar-akar rimpang yang menjalar dibawah lantai.
Batang-batang yang sudah tua keras dan umumnya berongga, berbetuk silinder memanjang dan
terbagi dalam ruas-ruas. Tinggi tanaman bambu sekitar 0,3 m sampai 30 m. Diameter batangnya
0,25-25 cm dan ketebalan dindingnya sampai 25 mm. Pada bagian tanaman terdapat organ-organ
daun yang menyelimuti batang yang disebut dengan pelepah batang. Biasanya pada batang yang
sudah tua pelepah batangnya mudah gugur. Pada ujung pelepah batang terdapat perpanjangan
tambahan yang berbetuk segi tiga dan disebut subang yang biasanya gugur lebih dulu.
• Rebung
Tunas atau batang-batang bambu muda yang baru muncul dari permukaan dasar rumpun
dan rhizome disebut rebung. Rebung tumbuh dari kuncup akar rimpang didalam tanah atau dari
pangkal buluh yang tua. Rebung dapat dibedakan untuk membedakan jenis dari bambu karena
menunjukkan ciri khas warna pada ujungnya dan bulu-bulu yang terdapat pada pepepahnya.
Bulu pelepah rebung umumnya hitam, tetapi ada pula yang coklat atau putih misalnya bambu
cangkreh (Dinochloa scandens), sementara itu pada bambu betung (Dendrocalamus asper)
rebungnya tertutup oleh bulu coklat.
• Pelepah buluh
Pelepah buluh merupakan hasil modifikasi daun yang menempel pada setiap ruas, yang
terdiri atas daun pelepah buluh, kuping pelepah buluh dan ligulanya terdapat antara sambungan
antara pelepah daun daun pelepah buluh. Pelepah buluh sangat penting fungsinya yaitu buluh
ketika masih muda. Ketika buluh tumbuh dewasa dan tinggi, pada beberapa jenis bambu
pelepahnya luruh, tetapi pada jenis lain ada pula yang pelepahnya tetap menempel pada buluh
tersebut, seperti pada jenis bambu talang (Schizostachyum brachycladum).
Sifat fisik bambu dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa kuat lekat tulangan
bambu (betung) yang dilapisi cat dapat mencapai 1,0 MPa, sedangkan yang dilapisi aspal banyak
terjadi slip (penggelinciran). Dalam satu batang bambu sifat mekaniknya berbeda-beda maka
disarankan bahan tulangan diambilkan hanya bagian luar (kira-kira 30% tebal dari bambu bagian
pangkal dan 50% tebal dari bambu bagian tengah atau ujung).
Dari berbagai jenis bambu yang telah diteliti kuat lekatnya ternyata bambu betung
mempunyai kuat lekat yang paling tinggi, yaitu sekitar 1,1 MPa (dipilin). Kuat lekat bambu apus,
ori dan wulung hampir sama yaitu sekitar 0,6 MPa. Kalau dilihat keterkaitannya antara kuat lekat
ini dan sifat kembang susut bambu, ternyata kembang susut bambu betung paling rendah
dibandingkan dengan tiga jenis bambu tersebut.
Penggunaan bambu sebagai material konstruksi selama ini masih ersifat sekunder seperti
perancah, reng, atap, dinding. Kenyataan ini lebih disebabkan minimnya pengetahuan
masyarakat kita mengenai sifatsifat mekanik dan fisik struktur bambu.
Menurut Ghavani (1998), bagian luar batang bambu relatif lebih kedap air bila
dibandingkan dengan bagian dalam, serta memiliki kekuatan tarik hampir tiga kalinya bagian
dalam. Berdasarkan kenyataan tersebut dibuatlah struktur pilihan yang dibentuk dengan cara
memilin beberapa serat bagian luar menjadi satu seperti struktur kabel.
Bambu dipotong menjadi tiga bagian yaitu pangkal, tengah dan ujung. Masing-masing
bagian dibelah memanjang selebar 4 - 5 mm, dari belahan diambil sepertiga dari sisi luarnya atau
kurang lebih 3 - 4 mm. Sebuah tulangan bambu pilinan diperlukan dua atau tiga serat dengan
cara dipilin. Kuat tarik kulit bambu hampir sama dengan kuat tarik baja tulangan bahkan lebih
tinggi. Hasil pengujian 3 spesies bambu, Gigantochloa apus Kurz, Gigantochloa Verticillata
Munro, dan Dendrocalamus asper Backer kuat tarik kisaran 1180-2750 Kg/cm². Berikut adalah
tabel perbandingan daya lentur atu elastisitas bambu dan bahan konstruksi lainnya :
Selain itu berikut adalah beberapa jenis bambu yang paling sering digunakan untuk bangunan
bambu adalah:
• Bambu Petung/Betung (Dendrocalamus Asper).
Bambu ini tumbuh subur di hampri semua pulau besar di Indonesia. Memiliki dinding yang
tebal dan kokoh serta diameter yang dapat mencapai lebih dari 20 cm. Dapat tumbuh hingga
lebih 25 meter. Bambu petung banyak digunakan untuk tiang atau penyangga bangunan. Juga
sering di belah untuk keperluan reng/usuk bangunan. Bambu petung yang peling umum ada dua
jenis yakni petung hijau dan petung hitam.
• Bambu Hitam Atau Bambu Wulung (Gigantochloa Atroviolacea).
Banyak tumbuh di jawa dan sumatra. Jenis bambu ini dapat mencapai dimeter hingga 14
cm dan tinggi lebih dari 20 meter. Banyak digunakan sebagai bahan bangunan dan perabot
bambu karena relatif lebih tahan terhadap hama.
• Bambu Apus Atau Tali (Gigantochloa Apus)
Jenis ini banyak digunakan sebagai komponen atap dan dinding pada bangunan. Diameter
antara 4 hingga 10 cm. Juga sangat cocok untuk mebel dan kerajinan tangan.
Gambar 1b
Gambar 1 adalah bangunan dengan bamboo sebagai bahan utamanya
Gambar 1a
Kekuatan Bambu
Kekuatan bambu menunjukkan kemampuan bambu untuk menahan muatan dari luar.
Sedangkan yang dimaksud dengan muatan dari luar yaitu gaya-gaya dari luar yang mempunyai
kecendrungan merubah sifat-sifat dan bentuk dari bambu tersebut. Kekuatan bambu sebagai
bahan bangunan yang perumahan yang murah.
• Berat jenis bambu
Berat jenis bambu merupakan perbandingan berat jenis bambu terhadap berat suatu
volume air yang sama dengan volume bambu itu. Berat bambu yang dipergunakan yaitu berat
kering tanur.
Pengetahuan berat jenis bambu diantaranya dapat dipergunakan untuk menjadi dasar
pemilihan jenis, kekuatan rangka dasar bangunan, penentuan untuk jenis rangka bangunan
ataupun sebagai bahan pertimbangan terhadap jenis bahan bangunan yang lain.
Untuk memperjelas, berikut disampaikan tabel berat jenis enam
jenis bambu dan berat jenis dari lima jenis kayu bangunan yang diperdagangkan secara luas
(tabel 1 dan 2)
Dari tabel 1 dapat diperoleh bahwa bambu apus mempunyai berat jenis yang paling kecil
kemudian berturut-turut diikuti bambu legi, bambu ulung, bambu petung, bambu ori dan bambu
ampel.
Dengan berat jenis yang kecil seperti jenis bambu apus berarti sebagai bahan bangunan
persatuan pemakaian akan menimbulkan beban yang ringan.
Apabila dibandingkan dengan angka rata-rata berat jenis
bambu (tabel 1) dengan angka rata-rata berat jenis beberapa jenis kayu (tabel 2), angka berat
jenis bambu lebih kecil daripada angka berat jenis kayu. Hal ini berarti konstruksi yang
mempergunakan bahan kayu dipersyaratkan mempunyai rangka dasar yang lebih kuat apabila
dipergunakan bahan konstruksi dari bambu.
Hal ini berarti bahwa ditinjau dari segi keamanannya, baja adalah paling aman, bambu
kedua, kayu ketiga, dan beton terakhir.
• Deviasi tegangan merupakan penyimpangan data tegangan hasil pengujian suatu
bahan bangunan dari beberapa spesiman bahan percobaan yang terbesar di sekitar
nilai rata-ratanya. Pada “baja produksi” yang terkontrol dengan baik, persebaran ini
sangat kecil dan tegangan yang di ijinkan sekitar 60% dari kekuatan rata-ratanya.
Sebaliknya pada produk alam seperti kayu dan bambu penyebarannya sangat luas dan
akibatnya untuk menghindari bahaya dalam penggunaannya, contoh spesimen yang
tidak baik pada suatu bahan bangunan yang diijinkan hanya 15% dari kekuatan rata-
rata om sedangkan untuk beton ada diantara keduanya.
Selain ada gempa bumi, angin topan dan bahaya-bahaya lainnya yang serupa, tegangan dalam
bangunan akan naik bergerak dari keadaan normal. Pada diagram diatas bahwa baja akan
roboh/runtuh lebih cepat baru kemudian beton dan yang terakhir kayu dan bambu
(Jenseen, 1985).
• Kekuatan dan kekakuan per unit bahan.
Dalam konstruksi, kekuatan dan kekuatan bahan adalah sangat penting hal ini dapat diukur
dengan menghitung angka ratio/perbandingan antara tegangan yang yang diuji dengan masa per
volume.
Menurut Jenssen (1985) angka-angka berikut menunjukkan bahwa bambu merupakan bahan
yang baik dalam kaitannya dengan kekuatan
Begitu pula kekerasannya, angka rasio/perbandingan antara modulus young dan massa
per volume yang digunakan dari keempat bahan bangunan ini tampak bahwa bambu yag terbaik.
1. Furniture
Perabotan bambu bukanlah barang baru di negeri ini. Sejak dulu bambu sudah dijadikan
kursi atau lincak di pulau jawa, mulai dari bentuk paling sederhanya hingga yang lebih
inovatif dan di desain dengan unik. Selain di pulau jawa, pemanfaatan bahan bambu
sebagai furniture juga dapat ditemui di Sulawesi Selatan dan Utara, juga di Sumatera.
Saat ini ada banyak jenis perabotan yang dibuat dari bahan bambu, mulai dari bambu yang
bentuknya masih untuk bulat, hingga bambu yang sudah dijadikan papan atau dibentuk dengan
teknologi pres supaya bisa melengkung dan berpola sesuai dengan kebutuhan. Diantara produk
perabotan bambu dapat berupa: set kursi dan meja tamu, sofa besar, kursi dan meja teras, rak tv,
rak buku, lemari pakaian, bed frame, kursi santai/ kursi malas dan masih banyak lagi. Semua
jenis produk furniture yang dapat dibuat dengan kayu, juga dapat dibuat dengan bahan bambu.
2. Bambu Laminasi
Bambu dapat dibentuk menyerupai papan kayu dengan proses laminasi. Menggunakan
bahan pengawet dan lem yang bersahabat dengan lingkungan, bambu dapat diubah menjadi
papan yang indah dan kuat. Produk bambu laminasi cocok digunakan untuk berbagai keperluan
seperti lantai, dinding, dek, bahkan dapat dibentuk menjadi berbagai furniture atau mebel yang
indah.
Berikut contoh bambu yang sudah dilaminasi :
VI. PENGELOLAAN DAN PENGAWETAN BAMBU
Meskipun bambu sangat baik sebagai bahan bangunan perumahan, tetapi mempunyai
sifat alami yang kurang menguntungkan, khususnya sangat mudah diserang oleh kumbang bubuk
(gambar 4).
Ketahanan terhadap serangan kembang bubuk erat kaitannya
dengan masa tebang, disamping faktor yang lain. Dengan perlakuan pengawetan yang sangat
sederhana, ketahanan bambu terhadap serangan bubuk dapat ditingkatkan.
Dari penelitian yang telah dilakukan oleh para ahli tingkat serangan bubuk ternyata erat sekali
dengan tingkat kandungan amilum atau pati yang terkandung di dalam batang bambu. Hal ini
disebabkan pati merupakan makanan utama bagi bubuk.
Kandungan amilum atau pati dalam bambu, apabila dipandang sebagai zat ekstraktif
seperti tanaman yang lain sangat tergantung pada jenis bambu, umur bambu, tanah tempat
tumbuh, curah hujan dan musim saat terbang.
Pemanenan bambu tanpa mempertimbangkan musim terbang, akan mengakibatkan umur
pakai bambu hanya beberapa tahun. Apabila masa tebang diperhatikan yang selanjutnya
dilakukan adalah pengawetan, umur pakai bambu dapat mencapai 10 tahun. Sedangkan jika masa
terbang diperhatikan yang selanjutnya dilakukan pengawetan, umur pakai bambu dapat mencapai
lebih dari 50 tahun.
Didalam masyarakat pedesaan, pemakaian bambu untuk rangka atap biasanya bambu
apus paling banyak digunakan. Sebagai alternatif pemilihan jenis selanjutnya yaitu bambu
petung. Bambu petung dipergunakan hanya sebatas untuk reng, tiang dan gelagar.
Tinjauan secara ilmiah tentang dasar pemilihan jenis dan penetapan masa terbang yang
dikaitkan dengan keawetan bambu secara rinci telah dikaji dan diteliti oleh Prof. Dr. Achmad
sulthoni pada tahun 1983 dengan hasil penelitian seperti disajikan dalam tabel 4 sebagai berikut :
Dari tabel 4 diperoleh keterangan bahwa rata-
rata kandungan pati terendah adalah bambu apus. Selanjutnya diikuti oleh bambu ulung, bambu
petung dan bambu ampel. Data tersebut memberikan gambaran bahwa bambu apus merupakan
jenis bambu yang kurang disukai oleh bubuk disbanding jenis lain, meskipun dalam penggunaan
tertentu seperti kebanyakan untuk tiang/kolom bambu petung merupakan pilihan pertama karena
sesuai persatuan batangnya yang terbentuk secara alami, bambu petung mampu memikul beban
yang lebih besar.
Selanjutnya dari hasil penelitian jumlah tangkapan kumbang bubuk selama setahun dapat
disimpulkan bahwa pada bulan April dan Mei atau menurut penelitian mongso IX (tanggal 30
April sampai 11 Mei), menimbulkan kwantitas serangan yang kecil. Untuk itu pemotongan
bambu dengan berpedoman pada masa terbang yang tepat, ternyata hanya meningkatkan
keawetan bambu. Sedangkan dengan perlakuan lanjutan berupa pengawetan, keawetan dapat
mencapai lebih lama lagi.
Selain itu telah diteliti pula pengaruh makin lama perendaman (pengawetan tradisional)
angka serangan kumbang bubuk makin berkurang. (gambar 5)
Bagaimana cara membuat bambu jadi material yang baik, bagaimana pengolahannya?
Berikut tips dari Effan Adhiwira, arsitek, yang telah banyak berkecimpung mengerjakan proyek
bangunan bermaterial bambu.
• Bambu yang dipilih harus sebaiknya yang sudah matang (4-5 tahun). Dari segi fisik dapat
dilihat dari warna daun, kelopak, dan jika dipukul terdengar bunyi yang cukup nyaring
(tanda sudah tua dan kering).
• Tanda bambu yang matang bisa juga diukur dengan menggunakan alat pengukur
kepadatan batang (density test ). Alatnya berupa jarum yang ditembakan ke dalam batang
bambu. Cukup akurat, tetapi alatnya masih sangat mahal.
• Setelah ditebang, sebaiknya bambu didiamkan beberapa hari diatas sebuah alas dengan
posisi tegak, alas batu, misalnya. Tujuannya untuk menurunkan semua cairan alami yang
terdapat dalam bambu. Alas berfungsi juga untuk mencegah kelembaban tanah tidak
masuk kembali ke serat batang bambu.
• Sebaiknya bambu yang sudah dipilih dibersihkan dari kotoran yang melekat pada
permukaan batang bambu
• Bambu matang mempunyai kerapatan daging batang yang baik, sehingga tidak
menyebabkan kisut jika sudah kering.
Kelemahan bambu
• Bambu biasanya kurang tahan lama karena mengandung banyak kanji yang disukai
oleh rayap dan menjadi tempat tumbuh yang baik bagi cendawan akibat suhu dan
kelembaban tinggi di daerah tropis. Bambu memiliki 50 - 55% lebih banyak selulosa
daripada kayu. Tanpa perhatian pada pengawetan maka konstruksi bambu tahan lama
2- 3 tahun saja. sedangkan dengan pengawetan dan pemeliharaan yang memadai
dapat tahan lama > 15 tahun. Bambu harus tua, berwarna kuning jernih atau hijau tua,
dalam hal terakhi.
• Memerlukan pengolahan terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai bahan
bangunan,terutama untuk bahan konstruksi(perlu proses laminasi).
• Proses pengerjaan yang rumit untuk menggabungkan bilah-bilah bambu menjadi satu
kesatuan(berbeda dengan proses pengolahan kayu).
• Jarak ruas dan diameter yang tidak sama dari ujung sampai pangkalnya.
• Kesimpulan
Kebutuhan akan ketersediaan kayu sebagai bahan bangunan memang tidak bisa dielakan lagi.
Pemenuhan kebutuhan mulai dari yang paling sederhana seperti perancah, sampai pemenuhan
kebutuhan kayu sebagai konstruksi utama. Namun dengan kondisi ketersediaan kayu yang
semakin menipis yang diakibatkan oleh perbandingan pemenuhan kebutuhan dengan penyediaan
bahan alam ini tidak sebanding, mengakibatkan diperlukannya solusi lain. Bambu merupakan
salah satu solusi untuk masalah ini, selain murah dan ketersediaannya pun banyak, bahan alam
ini memiliki keunggulan-keunggulan tersendiri (hasil peninjauan dan pengujian) dibanding
bahan bangunan lainnya.
Bambu memiliki keunggulan tersendiri, antara lain : Bambu memiliki nilai seni yang tinggi,
sehingga berpotensi sebagai sumber daya pariwisata yang sangat penting; Sebagai pelopor
pembuatan rumah tahan gempa; Bentuknya yang lentur saat dibelah, dapat digunakan menjadi
bahan laminasi bisa berbentuk kolom, maupun papan sebagai pengganti kayu; Bahan Alami yang
dapat diperbaharui; Sangat cepat pertumbuhannya (hanya perlu 3 s/d 5 tahun sudah siap tebang);
Pada berat jenis yang sama, Kuat tarik bambu lebih tinggi dibandingkan kuat tarik baja mutu
sedang; Ringan; Bahan konstruksi yang murah.
Namun bambu juga memiliki beberapa kekurangan seperti :Bambu biasanya kurang tahan
lama karena mengandung banyak kanji yang disukai oleh; Memerlukan pengolahan terlebih
dahulu sebelum digunakan sebagai bahan bangunan,terutama untuk bahan konstruksi(perlu
proses laminasi); Proses pengerjaan yang rumit untuk menggabungkan bilah-bilah bambu
menjadi satu kesatuan(berbeda dengan proses pengolahan kayu); Jarak ruas dan diameter yang
tidak sama dari pangkal sampai ujungnya.
Yang paling penting, bahwa bambu sering dimanfaatkan tidak hanya untuk furniture saja,
tapi juga sebagai bahan untuk membuat alat musik, kerajinan seni, alat olahraga dan juga
kebutuhan konstruksi seperti kolom, balok, plat, jembatan dan lain-lain.
• Saran
Dalam penyusunan makalah ini kami menyadari masih terdapat kekurangan-kekurangan baik
dalam kata-kata maupun penyajian data karena minimnya pengetahuan kami. Oleh karena itu
kami sangat mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi kami khususnya dan para pembaca pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Ghavami, K., 1998, Application of Bamboo as Low cost Contruction Material, In Rao, I.V.R.,
Gnanaharn,R. Sastri,C.B, Bambooa Cuurrent research, The Kerala Forest Research
Institute India and iDRC Canada.
Hakim, A., 1993, Bambu Sebagai Bahan Bangunan Tempat Tinggi, disusun atas kerja sama
Hotel Pasifik dengan Institut Pertanian Yogyakarta.
Jensen,J.A.A.., 1985 The Mechanical Properthies of Bamboo International Bamboo
Workshop,Hangzhou China.
------------, 1987 Bamboo ang Building Stuctures DesertatieDrukkerij, Vibio Helmon Einhoven
University of Technology, Netherlands.
Sulthoni,A,1983 Petunjuk Ilmiah Pengawetan Bambu Tradisional dengan Perendaman dengan
Air, I.D.R.C.Ottawa, Canada.
Widjaja,W.S. 1995 Perilaku Mekanika Batang Struktur Komposisi Lamina Bambu dan Penol
Formaldehida, Tesis Program Pasca Sarjana UGM Yogyakarta.
Winarno,F.G 1992 Rebung,Teknologi Produksi dan Pengelolaan Pustaka SInar Harapan,
Jakarta.
www.sahabatbambu.com
www.wikipedia.com
www.dephut.go.id/INFORMASI/litbang/teliti/bambu
LAMPIRAN
GAMBAR BANGUNAN BAMBU
LAMPIRAN II
HARGA DAN SPESIFIKASI