PENGGANTI KAYU
I. Pendahuluan
Sudah waktunya Indonesia mempunyai standar bambu yang berlaku secara nasional dengan
merujuk pada standar bambu internasional yang sudah ada seperti, ISO 22156 (2004) dan
ISO 22157-1: 2004 (E) yang disesuaikan dengan jenis bambu yang ada di Indonesia. Dengan
tersedianya standar bambu untuk bangunan diharapkan produk yang menggunakan bambu
dapat lebih berkualitas, lebih lama umur pakainya, seragam dalam penggunaannya, dapat
meningkatkan nilai tambah bambu sehingga dapat menggantikan peran kayu di masa
mendatang. Persediaan kayu untuk industri menurun drastis dari 35 juta m³ per-tahun
manjadi 7 m³ per-tahun sehingga banyak pabrik pengolah kayu bangkrut karena
kekurangan
bahan baku.
Bambu sudah dikenal oleh masyarakat sejak nenek moyang kita ada dan telah digunakan
sebagai bahan untuk keperluan sehari-hari mulai dari makanan, peralatanrumah tangga,
musik, upacara keagamaan sampai pada bangunan rumah yang mereka tempati, sehingga di
pedesaan sebagian besar masyarakatnya mempunyai rumpun bambu di pekarangannya.
Tanaman bambu Indonesia ditemukan di dataran rendah sampai pegunungan dengan
ketinggian sekitar 300 m dari permukaan air laut dan umumnya tumbuh di tempat-tempat
terbuka dan daerahnya bebas dari genangan air.
Bambu memiliki sifat-sifat yang baik untuk dimanfaatkan, antara lain batangnya kuat, ulet,
lurus, rata, keras, mudah dibelah, mudah dibentuk dan mudah dikerjakan serta ringan.
Selain itu bambu juga relatif murah dibandingkan dengan bahan bangunan lain karena
potensinya banyak dan mudah ditemukan di seluruh daerah di Indonesia.
Dari kurang lebih 1.000 species bambu dalam 80 generasi, sekitar 200 species dari 20
genera ditemukan di Asia Tenggara (Dransfield dan Widjaja, 1995), sedangkan di
Indonesia ditemukan sekitar 60 jenis.
KeunggulanBambu
1. Bambu mudah ditanam dan tidak memerlukan pemeliharaan secara khusus. Untuk
melakukan budidaya bambu, tidak diperlukan investasi yang besar, setelah tanaman
sudah mantap, hasilnya dapat diperoleh secara menerus tanpa menanam lagi. Budidaya
bambu dapat dilakukan sembarang orang, dengan peralatan sederhana dan tidak
memerlukan bekal pengetahuan yang tinggi.
2. Pada masa pertumbuhan, bambu tertentu dapat tumbuh vertikal 5 cm per jam, atau
120 cm per hari. Bambu dapat dimanfaatkan dalam banyak hal. Berbeda dengan pohon
kayu hutan yang baru siap ditebang dengan kualitas baik setelah berumur 40-50 tahun,
maka bambu dengan kualitas baik dapat diperoleh pada umur 3-5 tahun.
3. Tanaman bambu mempunyai ketahanan yang luar biasa. Rumpun bambu yang telah
dibakar, masih dapat tumbuh lagi, bahkan pada saat Hiroshima dijatuhi bom atom
sampai rata dengan tanah, bambu adalah satu-satunya jenis tanaman yang masih dapat
bertahan hidup.
4. Bambu mempunyai kekuatan cukup tinggi, kuat tariknya dapat dipersaingkan dengan
baja. sekalipun demikian kekuatan bambu yang tinggi ini belum dimanfaatkan dengan
baik karena biasanya batang-batang struktur bambu dirangkaikan dengan pasak atau
tali yang kekuatannya rendah
5. Bambu berbentuk pipa sehingga momen kelembabannya tinggi, oleh karena itu bambu
cukup baik untuk memikul momen lentur. Ditambah dengan sifat bambu yang elastis,
struktur bambu mempunyai ketahan yang tinggi baik terhadap angin maupun gempa.
Beberapa kelebihan bambu jika dipergunakan untuk komponen bangunan:
Merupakan bahan yang dapat diperbarui (3-5 tahun sudah dapat ditebang),
Murah harganya serta mudah pengerjaannya karena tidak memerlukan tenaga
terdidik, cukup dengan peralatan sederhana pada kegiatan pembangunan.
Mempunyai kekuatan tarik yang tinggi (beberapa jenis bambu melampaui kuat tarik
baja mutu sedang), ringan, berbentuk pipa beruas sehingga cukup lentur untuk
dimanfaatkan sebagai komponen bangunan rangka,
Rumah dari bambu cukup nyaman ditempati,
Masa konstruksi cukup singkat sehingga biaya konstruksi menjadi murah.
KelemahanBambu
Sekalipun bambu memiliki banyak keunggu!an, kiranya perlu juga diingat bahwa upaya
menjadikan bambu sebagai pengganti kayu menghadapi beberapa kendala, yaitu :
1. Bambu mempunyai durabilitas yang sangat rendah, bambu sangat potensial untuk
diserang kumbang bubuk, sehingga bangunan atau perabot yang terbuat dari bambu
tidak awet. Oleh karena itu rangka bangunan dari bambu, yang tidak diawetkan, hanya
dipandang sebagai komponen bangunan sementara yang hanya tahan tidak lebih dari 5
tahun. Hal ini merupakan kendala yang sangat serius karena minat orang pada bambu
jadi berkurang. Betapa ganasnya kumbang bubuk ini dapat diberikan contoh kejadian di
pabrik angklung Saung Udjo yang berlokasi di Bandung. Perusahaan ini tiap tahun
mendatangkan bambu sampai sekitar 12 truk, tetapi hampir 40 persen dari bambu
tersebut telah rusak diserang kumbang bubuk sebelum sempat dijadikan angklung.
Mengingat produk bambu kini sudah mulai menjadi komoditi ekspor, maka upaya
untuk mencegah serangan bubuk perlu memperoleh perhatian secara khusus agar
barang-barang yang terbuat dari bambu tidak mengecewakan pemakainya.
2. Kekuatan sambungan bambu yang pada umumnya sangat rendah karena perangkaian
batang-batang struktur bambu sering kali dilakukan secara konvensional memakai
paku, pasak, atau tali ijuk. Pada perangkaian batang-batang struktur dari bambu yang
dilakukan dengan paku atau pasak, maka serat yang sejajar dengan kekuatan geser
yang rendah menjadikan bambu mudah pecah karena paku atau pasak. Penyambungan
memakai tali sangat tergantung pada keterampilan pelaksana. Kekuatan sambungan
hanya didasarkan pada kekuatan gesek antara tali dan bambu atau antara bambu yang
satu dengan bambu lainnya Dengan demikian penyambungan bambu secara
konvensional kekuatannya rendah, sehingga kekuatan bambu tidak dapat
dimanfaatkan secara optimal. Pada saat tali kendor sebagai akibat kembang susut
karena perubahan temperatur, kekuatan gesek itu akan turun, dan bangunan dapat
runtuh. Oleh karena itu sambungan bambu yang memakai tali perlu dicek secara
berkala, dan tali harus selalu disetel agar tidak kendor.
3. Kelangkaan buku petunjuk perancangan atau standar berkaitan dengan bangunan yang
terbuat dari bambu.
4. Sifat bambu yang mudah terbakar. Sekalipun ada cara-cara untuk menjadikan bambu
tahan terhadap api, namun biaya yang dikeluarkan relatif cukup mahal.
5. Bersifat sosial berkaitan dengan opini masyarakat yang sering menghubungkan bambu
dengan kemiskinan, sehingga orang segan tinggal di rumah bambu karena takut
dianggap miskin. Orang baru mau tinggal di rumah bambu jika tidak ada pilihan lain.
Untuk mengatasi kendala ini maka perlu dilibatkan arsitek, agar rumah yang dibuat dari
bambu terlihat menarik. Upaya ini tampak pada bangunan-bangunan wisata yang
berupa bungalo dan rumah makan yang berhasil menarik wisatawan mancanegara.
Kelemahannya adalah dalam penggunaannya kadang-kadang menemui beberapa
keterbatasan. Sebagai bahan bangunan, faktor yang sangat mempengaruhi bambu adalah,
sifat fisik bambu (bulat) yang agak menyulitkan dalam pengerjaannya secara mekanis,
variasi dimensi dan panjang ruas yang tidak seragam serta mudah diserang oleh organisme
perusak seperti bubuk, rayap dan jamur.
IX. KESIMPULAN
a. Keberadaan kayu konstruksi yang semakin langka memberikan peluang sangat besar
pada bambu untuk menjadi bahan penggantinya.
b. Diperlukan database tentang sifat fisis dan mekanis bambu Indonesia dan kajian
terhadap konstruksi struktur bambu di Indonesia oleh karena itu, sudah waktunya
bambu distandarkan sesuai dengan peruntukannya, dalam rangka menggalakkan
potensi lokal secara maksimal dan memberikan peluang pada petani sertapengrajin
untuk mendapatkan keuntungan dari potensi bambu yang cukup berlimpah.
c. Standar yang sudah ada khususnya ISO 22157 (2004) telah mengakomodasi cara
menentukan sifat fisis dan mekanis bambu yang berlaku untuk daerah tropis begitu pula
ISO 22156 tentang desain struktural pada bambu masih bersifat umum.
d. Jika merujuk pada standar yang sudah ada harus diadaptasikan dengan beberapa
persyaratan yang disesuaikan dengan kondisi di Indonesia yg mencakup kekuatan
(strength), masa pakai (serviceability) dan ketahanan (durability).
e. Konsep standar hasil pertemuan di Puskim perlu ditindaklanjuti dan disempurnakan
sehingga dapat diajukan ke forum lebih tinggi untuk tercapainya pembuatan standar
bambu.
X. DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim. 1978. Bamboo in construction (an Introduction), Trada Technology Network
Bamboo and Rattan (India), Department for International Development, UK
2. Anonim. Manual de Construccion con Bambu–Universidad Nacional de Columbia. Centro
de Investigation de Bambu (Columbia)
3. Boughton, G.N.1989b. Standardization of Connections for Use Bamboo. Paper presented
at the CIB-W18B meeting at Seatle, USA
4. ISO 22156 (2004) Bamboo–Structure Design and ISO 22157-1: 2004 (E) Bamboo-
Determination of physical and mechanical properties-Part 1: Requirements and Part 2:
Laboratory manual. INBAR-2004
5. Morisco. 1996. Bambu sebagai Bahan Rekayasa, Pidato Pengukuhan Jabatan Lektor
Kepala Madya dalam Bidang Ilmu Teknik Sipil, Fakultas Teknik UGM
6. Sulthoni A. 1983, Petunjuk Ilmiah Pengawetan Bambu Tradisional dengan perendaman
Dalam Air, International Development Research Center Ottawa, Canada Yance I.M dan I
Ketut.N.P. 1997. Pedoman Identifikasi Jenis Kayu di Lapangan, Yayasan Prosea Bogor,
Pusat Diklat Pegawai & SDM Kehutanan, Bogor