Anda di halaman 1dari 11

A.

Deskripsi Tumbuhan Tancang (Bruguiera


gymnorrhiza)

Berdasarkan hasil penelitian terhadap tumbuhan Tancang (Bruguieragymnorrhiza) di


kawasan mangrove,dapat diketahui klasifikasi dari tumbuhan tersebut yang mengacu pada
Steenis
yaitu sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisio : Magnoliophyta
Classis : Magnoliopsida
Ordo : Myrtales
Familia : Rhizoporaceae
Genus : Bruguiera
Spesies : Bruguiera gymnorrhiza
Nama lokal : Tancang/Lindur Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, tumbuhan ini dikenal
dengan nama tumbuhan tancang atau biasa juga disebut lindur. Di Desa Aluh-Aluh sendiri,
tumbuhan ini dikenal oleh masyarakat dengan sebutan
bakau laki. Berdasarkan letak zonasi mangrove, tumbuhan ini berada di zona
tengah dimana pada zona tersebut di dominasi oleh kelompok Rhizopora dan juga jenis
Bruguiera. Tumbuhan Tancang (Bruguiera gymnorrhiza) dikenal dengan nama yang berbeda-
beda dari berbagai daerah tertentu. Beberapa nama lain dari Bruguiera gymnorrhiza, yakni
taheup/tenggel (daerah Aceh); kandeka/tinjang merah (daerah
Jakarta); putut/tumu (daerah Riau);
lindur/tanjang merah (daerah Bali); bangko
(daerah NTT); salak-salak/totongkek (daerah
NTB); tancang (daerah Jawa Barat);
tancang/tumu (daerah Jawa Tengah);
tancang/putut (daerah Jawa Timur); lindur
(daerah Madura); tokke-tokke/salasala/
tancang/tokke (daerah Sulawesi Selatan);
dan mulut besar (daerah Kalimantan Timur)
(Supriatna & Safari, 2009).
Deskripsi morfologi dari tumbuhan tancang (Bruguiera gymnorrhiza) dapat diuraikan sebagai
berikut:
1) Akar

1
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan terhadap morfologi tumbuhan tancang (Bruguiera
gymnorrhiza) dapat diketahui bahwa anakan tumbuhan ini memiliki sistem perakaran tunggang
dengan panjang akar yang berkisar antara 15-20 cm yang berwarna coklat. Namun setelah
dewasa akar tersebut berubah menjadi akar lutut.
2) Batang
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap morfologi tumbuhan Tancang (Bruguiera gymnorrhiza)
dapat diketahui bahwa tumbuhan ini memiliki batang yang berwarna abu-abu dengan tinggi 30
cm – 30 m, diameter batang yaitu 8-17 cm, batang berbentuk bulat (teres) dengan permukaan
yang kasar, memperlihatkan banyak lentisel, dan arah tumbuh batang tegak lurus (erectus).
Tumbuhan ini juga memiliki percabangan monopodial, diamana batang utama terlihat
jelas dan dapat dibedakan dengan cabang.

3) Daun
Tancang (Bruguiera gymnorrhiza) dapat diketahui bahwa tumbuhan ini memiliki daun yang
berukuran panjang 10 cm dengan lebar 4,5 cm. Tumbuhan ini mempunyai daun tunggal yang
berbentuk lanset dengan permukaan atas dan bawah daun yang licin (leavis) serta mengkilap,
tekstur tebal seperti kulit (coriaceus) dan berwarna hijau. Selain itu, tumbuhan ini juga memiliki
tata letak daun yang berhadapan, pertulangan daun yang sejajar dengan tepi daun rata (integer),
serta ujung daun dan pangkal daun yang meruncing (acuminatus).
4) Bunga
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan terhadap morfologi tumbuhan Tancang
(Bruguiera gymnorrhiza) dapat diketahui bahwa tumbuhan ini memiliki tipe bunga tunggal yang
berbentuk bongkol (capitalum), letaknya di ketiak daun, berwarna merah dan kuning, memiliki
kelopak (calyx) dan daun mahkota (corolla) yang masingmasing berjumlah 10 dengan keadaan
berlekatan (gamosepalus dan gamopetalus), benang sari berjumlah 10 serta putik yang
berjumlah 1.
5) Buah
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan terhadap tumbuhan Tancang
(Bruguiera gymnorrhiza) dapat diketahui bahwa tumbuhan ini memiliki buah sejati tunggal yang
berdaging (carnosus), berbentuk bulat dengan panjang 8,5 cm dan diameter 1,7 cm, berwarna
hijau saat masih muda dan berwarna coklat saat sudah matang. Buah inimemiliki tipe buah batu
(drupa). Dikatakan demikian karena buah tersebut mempunyai kulit buah yang terdiri atas kulit
luar (exocarpium), kulit tengah (mesocarpium) dan kulit dalam (endocarpium). Terdapat daun-
daun kelopak bunga yang masih menempel pada bagian buah meskipun buah tersebut sudah tua
dan jatuh ke tanah.= Menurut Noor, et al (2006), tumbuhan ini memiliki bentuk akar lutut yang
melebar ke samping pada bagian pangkal dan berwarna coklat. Akar lutut Bruguiera
gymnorrhiza dewasa meluas dalam radius sekitar 10 meter di sekitar batang dan dapat mencapai
ketinggian hingga 60 cm. Tumbuhan ini merupakan salah satu jenispohon yang memiliki
ketinggian kadangkadang mencapai 30 m, terdapat lentisel pada kulit kayu, permukaan batang
halus hingga kasar, berwarna abu-abu tua sampai dengan coklat. Tumbuhan ini memiliki daun
yang tebal seperti kulit, berwarna hijau pada lapisan atas dan hijau kekuningan pada bagian
bawah, ada yang memiliki bercakbercak hitam, serta ada juga yang tidak memiliki bercak. Daun
berbentuk elips hingga elips-lanset dengan duduk daun yang sederhana dan berlawanan. Daun
berukuran sebesar 4,5-7 cm x 8,5-22 cm dengan ujung yang meruncing. Tumbuhan Tancang
(Bruguiera gymnorrhiza) memiliki bunga yang bergelantungan dengan panjang tangkai antara 9-
25 mm, terletak pada ketiak daun dengan posisi menggantung, dan soliter atau tunggal. Daun

2
mahkota berjumlah 10–14, berwarna putih dan coklat tua. Saat daun mahkota sudah tua, ukuran
panjangnya menjadi 13–16 mm. Sama halnya dengan daun mahkota, bunga dari tumbuhan ini
jugamemiliki kelopak yang berjumlah 10-14,
berwarna merah muda hingga merah. Bruguiera gymnorrhiza memiliki buah yang berbentuk
melingkar spiral, bundar melintang dengan diametar buah 2-2,5 cm. Hipokotil berbentuk lurus,
tumpul dan berwarna hijau tua keunguan. Ukuran hipokotil dengan panjang 12-30 cm dan
diameter 1,5-2 cm. Tanaman muda umumnya mengembangkan akar udara pertama dalam
dua tahun pertama. Setiap akar yang tumbuh secara horizontal di bawah tanah mengembangkan
beberapa akar lutut secara berkala. Akar lutut muncul sebagai simpul akar dari sistem akar
bawah tanah dan memungkinkan pertukaran gas dalam sedimen yang kekurangan oksigen. Akar
lutut serta akar penyangga Bruguiera gymnorrhiza selalu memiliki banyak lentisel yang
berfungsi untuk
pertukaran gas (Paul, 2013). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan diketahui bahwa
tumbuhan Tancang (Bruguiera gymnorrhiza) tumbuh di daerah kawasan mangrove yang
berlumpur. Keadaan lingkungan atau kondisi suatu wilayah menentukan faktor pembatas dari
tumbuhan Tancang (Bruguiera gymnorrhiza) yang meliputi faktor biotik dan faktor abiotik. Di
daerah kawasan hutan mangrove yang tinggi biasanya dominan terdapat jenis Bruguiera
gymnorrhiza dan merupakan salah satu ciri dari perkembangan tahap akhir dari hutan pantai,
serta tahap awal dalam transformasi menjadi tipe vegetasi daratan. Selain itu, Bruguiera
gymnorrhiza juga dapat tumbuh pada tepi daratan dari daerah mangrove, di sepanjang kawasan
tambak serta sungai pasang surut dan payau. Tumbuhan ini akan ditemukan di daerah tepi pantai
apabila terjadi erosi pada lahan di hadapannya. Substrat biasanya terdiri dari lumpur, pasir, dan
kadang-kadang tanah gambut hitam. Namun demikian, tumbuhan ini terkadang juga dapat
ditemukan di pinggir sungai yang kurang berpengaruh air laut. Hal tersebut kemungkinan besar
disebabkan karena terbawanya buah Bruguiera gymnorhiza akibat arus air atau gelombang
pasang surut(Noor et al., 2006). Hasil wawancara yang dilakukandengan 5 orang responden di
Desa Aluh-Aluh, dimana mereka mengatakan bahwatumbuhan ini dapat dimanfaatkan oleh
masyarakat sebagai pohon peneduh, pohonnya bisa di jadikan sebagai bahan bangunan untuk
membuat rumah. Akar yang kuat dan rapat dapat mencegah terjadinya erosi, serta dapat
dijadikan sebagai sarang bagi kepiting. Responden juga mengatakan bahwa tumbuhan Tancang
(Bruguiera gymnorrhiza) biasanya tumbuh di daerah sawah dan bisa juga di sekitar rumah-
rumah warga.

Tumbuhan Tancang sendiri memiliki banyak manfaat dalam kehidupan. Beberapa manfaat dari
tumbuhan tersebut dimana pada bagian dalam hipokotilnya yang dicampur dengan gula dapat
dijadikan sebagai bahan makanan atau yang biasa disebut sebagai manisan kandeka. Kayu dari
tumbuhan ini juga bisa digunakan sebagai kayu bakar dan untuk membuat arang. Buah lindur
sendiri telah banyak dimanfaatkan di berbagai negara, salah satunya di pulau Solomon dimana
buah ini dijadikan sebagai sayur dan dijual di pasaran. Sedangkan di daerah Cambodia da bahkan

beberapa daerah lainnya, buah lidur

3
Pidada Merah

B.Pidada merah
Pidada merah atau perepat merah (Sonneratia caseolaris)
adalah sejenis pohon penghuni rawa-rawa tepi sungai dan hutan Pidada merah, Sonneratia caseolaris
bakau, yang termasuk ke dalam suku Lythraceae (dulu, Dari Labuan Bakti, Teupah Selatan,
Sonneratiaceae). Simeulue
Klasifikasi ilmiah
Pidada merah adalah salah satu macam pidada yang kerap Kerajaan: Plantae
ditemui. Secara lokal, pohon ini sering dikata pidada atau Divisi: Magnoliophyta
perepat saja. Nama-nama lainnya, di antaranya: alatat (Sim.);
berembang (Mly.); pedada, perepat merah, rambai (Banjarm.); Kelas: Magnoliopsida
bogem (Sd.); betah, bidada, bogem, kapidada (Jw.); bhughem, Ordo: Myrtales
poghem (Mad.); wahat merah, warakat merah (Amb.); posi-posi Famili: Lythraceae
merah (Ternate) dsb-nya.[1] Genus: Sonneratia
Spesies: S. caseolaris
Juga hikau-hikauan, ilukabban, palapat, palata, pagatpat,
payar, pedada (Fil.); bãn sè (Viet.); lam phu, lampoo (Thai.); Nama binomial
ampou-krohom (Kamb.); serta mangrove apple (Ingg.). [2] Sonneratia caseolaris
(L.) Engl.
Sinonim
Daftar isi Sonneratia acida L.
 1 Pemerian botanis[3] [2]
 2 Ekologi
 3 Pemanfaatan
 4 Penyebaran
 5 Catatan taksonomis
 6 Rujukan
 7 Pranala luar

4
Pemerian botanis[3] [2]

Pohon dengan akar napas yang mencuat tinggi

Pohon mempunyai ukuran kecil sampai sedang, tinggi sekitar 15 m dan jarang-jarang mencapai
20 m. Tajuk renggang dengan ranting-ranting menggantung di ujung. Serta dengan banyak akar
napas yang akbar muncul vertikal di sekeliling batangnya, kadang-kadang sampai beberapa
meter jauhnya dari batang.

Daun-daun tunggal, berhadapan, bundar telur terbalik atau memanjang, 5–13 cm × 2–5 cm,
dengan pangkal bentuk baji dan ujung membulat atau tumpul. Tangkai daun pendek dan
seringkali kemerahan.

Bunga sendirian atau berkumpul menjadi kelompok sampai 3 kuntum di ujung ranting. Kelopak
bertaju 6 (jarang 7–8), runcing, panjang 3–4,5 cm dengan tabung kelopak serupa cawan dangkal
di bawahnya, hijau di anggota luar dan putih kehijauan atau kekuningan di dalamnya. Daun
mahkota merah, sempit, 17-35 mm × 1,5-3,5 mm. Benangsari berlebihan, panjang 2,5–3,5 cm,
putih dengan pangkal kemerahan, lekas rontok. Tangkai putik akbar dan panjang, tetap tinggal
mencapai lama.

Buah buni berbiji banyak mempunyai bentuk bola pipih, hijau, 5–7,5 cm diameternya dan tinggi
3–4 cm, duduk di atas taju kelopak yang hampir datar. Daging buah kekuningan, masam asin,
berbau busuk.

5
Ekologi

Bunga, dengan mahkota dan benangsari yang telah rontok

Pidada merah kerap didapati di hutan-hutan bakau di anggota yang bersalinitas rendah dan
berlumpur dalam; di sepanjang tepian sungai dan juga di rawa-rawa yang masih dipengaruhi
pasang-surut cairan laut. Buah pidada terapung dan dipencarkan oleh aliran cairan. [2]

Seperti umumnya pidada, bunga pidada merah mekar di malam hari. Bunga ini mengandung
banyak nektar, yang disukai oleh kelelawar dan ngengat, yang datang menyerbukinya. Pidada
merah berbunga dan berbuah sepanjang tahun. [2]

Pemanfaatan
Buahnya dapat dimakan, demikian pula daunnya yang muda, yang kerap dilalap. Buah ini pun
sering dimakan mentah, atau dimasak untuk campuran ikan.[4] Di Kalimantan Selatan, buah
rambai menjadi untuk bahan ramuan bedak dingin.

Kayunya berkualitas rendah, dan hanya kadang-kadang digunakan untuk kayu api. Akar
napasnya relatif lunak dan banyak mengandung rongga renik di dalamnya, sehingga kerap
digunakan untuk pengganti gabus untuk membikin tutup botol, kok, dan juga anggota dalam sol
sepatu.[4][2]

6
Penyebaran

Buah masak, dengan biji-biji di dalamnya

Pidada merah dikenali menyebar lapang, mulai dari Sri Lanka di barat, Asia Tenggara (Kamboja,
Vietnam, Thailand, Malaysia, Singapura, Indonesia, Brunei, Filipina, Timor Timur, Papua
Nugini, sampai ke Australia, Kepulauan Solomon dan New Hebrides. Diintroduksi ke Cina
selatan.[2]

Catatan taksonomis
Diketahui hasil persilangan Sonneratia caseolaris dengan Sonneratia alba di Papua Nugini, yang
dinamai Sonneratia X gulngai . [2]

C. Api-api Putih Ciri-ciri Avicennia

Marina (Api-api Putih) Habitat dan Persebaran Avicennia Marina Manfaat Avicennia marina
(Api-api Putih) 1. Alternatif Bahan Pangan 2. Pakan Ternak 3. Bahan Pengawet Makanan 4.
Obat Tradisional dan Jamu 5. Kayu Bakar 6. Menyerap Racun di Hutan Mangrove 7. Tanaman
Reklamasi dan Reboisasi Pesisir Pantai Dampak Kerusakan Hutan Mangrove Upaya Pelestarian
Avicennia Marina FAQ Di Mana Habitat Api-api Putih (Avicennia marina)? Apa Saja Manfaat
Api-api Putih? Wilayah pesisir menjadi pilihan menarik bagi banyak orang karena cocok untuk
menjalankan berbagai pilihan aktivitas mulai dari keperluan pendidikan, rekreasi, dan masih
banyak hal lainnya. Kumpulan pohon bakau dan hutan mangrove pada pesisir pantai menjadi
objek yang sering didatangi oleh para pengunjung. Bukan hanya hati dan pandangan pengunjung

7
yang tertarik pada mangrove, komunitas pohon tersebut juga menjadi habitat tempat tinggal yang
tepat bagi flora di sekitar pantai dan hewan-hewan yang tinggal di hutan mangrove. Avicennia
marina adalah jenis mangrove yang dapat tinggal pada lingkungan dengan minim cahaya dan
suhu. Kemampuan itu didorong dengan bentuk adaptasi tumbuhan mangrove secara fisiologi,
morfologi serta anatomi. Dan umumnya masyarakat Indonesia lebih mengenal tanaman ini
dengan sebutan api-api putih. Tanaman mangrove avicennia mampu hidup di daerah dengan
salinitas garam tinggi. Tanaman mangrove jenis Avicennia mampu hidup di daerah payau yang
mempunyai tingkat salinitas garam tinggi. Klasifikasi Api-api Putih Kingdom Plantae Divisi
Magnoliophyta Kelas Magnoliopsida Sub Kelas Asteridae Ordo Lamiales Famili Verbenaceae
Genus Avicennia Spesies Avicennia marina Tabel klasifikasi Avicennia Marina (Forsk.) Vierh.
(Mangrove api-api putih). Baca juga: Kisah Perjuangan Pak Ujang dan Rekan Menjaga
Kelestarian Hutan Jakarta Ciri-ciri Avicennia Marina (Api-api Putih) Terdapat ciri-ciri pada
tanaman ini, yang menjadi bagian dalam adaptasinya terhadap keadaan lingkungan bergaram
serta berlumpur. Ciri-ciri tanaman mangrove api-api putih diantaranya yaitu: Bentuk akar serupa
seperti paku panjang dengan bentuk rapat yang naik ke atas permukaan lumpur dengan pangkal
batang yang berada di kelilingnya. Memiliki daun berwarna putih dan memiliki kelenjar garam
di bagian bawah permukaan daun. Bagian atas daun berwarna hijau mengkilat. Bentuk buah bulir
layaknya buah mangga, dengan bagian ujung pada buah panjang serta tumpul dengan ukuran
sekitar 1 cm. Memiliki reproduksi yang bersifat ktyptovivipary, yang berarti saat tanaman induk
menggantung, biji tanaman tumbuh keluar dari kulit bijinya. Namun, tidak menembus buah
sebelum biji jatuh menuju lumpur atau tanah. Memiliki bentuk berkecambah pada biji mangrove
api-api saat buah masih berada di ranting. Sehingga biji langsung dapat tumbuh saat jatuh di
tanah atau lumpur Ketika pohon avicennia marina telah rusak dan bahkan tumbang, tunas baru
akan tumbuh kembali. Ciri-ciri Avicennia marina (api-api putih) yaitu memiliki akar napas yang
runcing seperti paku atau pensil. Akar napas berbentuk seperti paku atau pensil pada mangrove
Avicennia dapat membantu mengurangi abrasi di daerah pesisir. Habitat dan Persebaran
Avicennia Marina Sebagai salah satu spesies dari hutan mangrove, pohon ini memiliki habitat di
sekitar laut atau pun pesisir pantai. Selain itu, api-api putih dapat ditemukan juga pada rawa
dengan air tawar, pesisir pantai yang berlumpur atau daerah mangrove serta pada daerah dengan
kandungan garam tinggi. Berdasarkan penelitian diperkirakan terdapat delapan jenis spesies yang
tersebar pada sekitar kawasan perairan daerah tropis. Terdapat lima jenis mangrove di Indonesia,
yaitu Avicennia alba, Avicennia eucalyptifolia, Avicennia ianata, Avicennia marina, dan
Avicennia officinalis. Namun spesies yang sering dijumpai di Indonesia adalah jenis Avicennia
marina. Mangrove ini dibedakan dari Bruguiera yang merupakan tanaman pesisir melalui bentuk
bunga, buah, dan daunnya. A. Marina biasanya dijumpai hidup bersamaan dengan jenis api-api
hitam. Sejumlah tempat di Indonesia mengenal nama api-api dengan sebutan kayu kendeka, kayu
ting di Manado, Kibalanak (Sunda), Bogem (Jawa Timur). Peape (Madura), dan masih banyak
nama lainnya. Baca juga: Apa itu Pohon Bakau? Kenali Ciri-ciri, Jenis dan Manfaatnya Manfaat
Avicennia marina (Api-api Putih) Mangrove memiliki beragam manfaat, mulai dari segi ekologi
yang dapat mengurangi kemungkinan abrasi pada pesisir, mengurangi arah angin dari laut hingga
menjadi penghalang utama saat terjadi tsunami. Dari sektor ekonomi, pada tanaman ini batang
merupakan bagian yang sering digunakan, seperti untuk bahan bangunan dan pembuatan arang.
Beragam manfaat ekonomi tersebut dapat digunakan secara bijak oleh manusia. 1. Alternatif
Bahan Pangan Buah api-api putih terdapat kandungan protein dengan jumlah 10,8 % dan
kandungan karbohidrat 21,4 %. Kandungan protein yang ada dapat dimanfaatkan untuk energi
pada tubuh. Selain itu, terdapat kandungan lain vitamin B dan C yang diperlukan tubuh. Bahkan,

8
buahnya bisa diolah menjadi bahan pangan juga, biasanya masyarakat Indonesia mengolahnya
menjadi keripik, kue, dodol, tepung dan olahan lainnya. Melalui olahan tersebut, mampu bernilai
ekonomis sehingga penghasilan warga pesisir dapat meningkat. 2. Pakan Ternak Bagian yang
digunakan untuk pakan ternak pada tanaman mangrove Avicennia marina yaitu daunnya. Daun
dimanfaatkan untuk makanan bagi unta di sekitar wilayah Australia, India serta Laut Merah. Di
Indonesia sendiri, daun tanaman api-api putih memiliki manfaat untuk makanan kambing.
Dengan kandungan mineral, serat, dan karbohidrat yang tinggi sehingga tepat untuk pakan
ternak. 3. Bahan Pengawet Makanan Bioformalin yang didapat melalui proses penyulingan daun.
Lalu, hasilnya dapat dimanfaatkan untuk pengawet makanan secara alami. 4. Obat Tradisional
dan Jamu Kandungan bioaktif dalam bentuk alkaloid, terpenoid, flavonoid serta mengandung
sifat antibakteri di bakteri Staphylococcus Aureus. Daun api-api putih dimanfaatkan oleh
masyarakat pantai untuk mengatasi luka akibat kulit yang terbakar, rematik, cacar, bahkan bisul
dan obat antifertilitas tradisional. 5. Kayu Bakar Sebagian masyarakat masih menggunakan kayu
bakar untuk mengolah makanan setiap harinya. Kayu dari tanaman ini juga dimanfaatkan untuk
bahan bakar. Selain itu dapat dimanfaatkan sebagai rusuk dan tiang layar perahu dan bahan
kertas dengan kualitas tinggi. 6. Menyerap Racun di Hutan Mangrove Menurut penelitian yang
dilakukan oleh banyak pihak, hasilnya menunjukan bahwa pohon Avicennia marina dapat
berpengaruh dalam mengatasi materi toksik lainnya. 7. Tanaman Reklamasi dan Reboisasi
Pesisir Pantai Tanaman yang tumbuh di sekitar kawasan yang dekat dengan pantai, mampu
tumbuh pada lingkungan berpasir, berlumpur dan berbatu. Memiliki adaptasi yang tinggi di
salinitas air laut, mulai dari yang rendah hingga 30 %. Melihat begitu banyaknya potensi dan
manfaat yang dimiliki oleh mangrove api-api putih, membuat masyarakat memanfaatkannya
secara besar-besaran dan berakibat buruk bagi ekosistem yang berkaitan erat dengan tanaman ini.
Dampak Kerusakan Hutan Mangrove Peningkatan pembangunan dan perluasan pemukiman ke
daerah pesisir dan semenanjung pantai membuat keberadaan hutan mangrove mulai berkurang.
Berikut ini beberapa dampak negatif dari kerusakan hutan mangrove yang terjadi yaitu:
Terjadinya intrusi pada air laut, sehingga memungkinkan air laut masuk menuju daratan serta
berdampak pada air tawar sumur atau air sungai yang mutunya akan menurut serta menjadi asin.
Apabila hal tersebut terus terjadi dapat memberikan dampak buruk, karena jika air tawar menjadi
tercemar oleh air laut akan mengakibatkan keracunan jika di konsumsi. Seperti yang pernah
terjadi di beberapa wilayah kota Bengkulu. Tingkat keanekaragaman hayati yang menurun pada
daerah pesisir Abrasi pantai yang semakin meningkat dan menggerus daratan. Penurunan pada
sumber makanan, tempat bertelur dan berkembang biak biota laut dan hewan-hewan yang hidup
di hutan mangrove. Pada akhirnya, kondisi ini dapat mengakibatkan turunnya hasil tangkapan
ikan oleh nelayan. Untuk mengatasi hal tersebut maka diperlukan kesadaran dan usaha yang
berkesinambungan agar ekosistem di pesisir pantai ini tetap baik. Baca juga: 9 Dampak
Kerusakan Hutan bagi Kehidupan Manusia dan Alam Upaya Pelestarian Avicennia Marina
Rehabilitasi dan restorasi menjadi salah satu pilihan yang tepat untuk melestarikan Avicennia
marina (api-api putih). Manfaat melakukan restorasi yaitu kembalinya fungsi hutan sebagaimana
kondisi sebelumnya sehingga mampu melindungi dan menjaga ekosistem alam yang
berkelanjutan, misalnya sebagai tempat hidup hewan dan tanaman, menghasilkan oksigen dan
sebagainya. Pada dasarnya habitat hutan mangrove dapat melakukan perbaikan kondisi nya
untuk kembali dengan alami dalam rentang waktu 15-20 tahun, dengan catatan bila beberapa hal
mendasar terpenuhi yaitu kondisi normal hidrologi baik dan tidak terganggu, biji yang tersedia,
bibit dan jarak yang tidak terhalangi.

9
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Setelah meneliti tentang pengelolaan Kawasan Pantai Timur Surabaya sendiri terletak di tepi
Selat Madura.
Kawasan ini terbentuk sebagai hasil endapan dari sistem sungai yang ada di
sekitarnya dan pengaruh laut. Secara geografis maupun ekologis, kawasan Pantai
Timur Surabaya memiliki fungsi yang sangat penting bagi kota Surabaya. salah
satunya adalah mencegah ancaman intrusi air laut. Keberadaan mangrove di
Pantai Timur Surabaya juga memiliki fungsi menetralisir limbah terutama logam
berat yang masuk ke laut (Hakim, 2009).
Beberapa sungai bermuara di perairan Pantai Timur Surabaya. Seperti
sungai Dadapan, sungai Wonorejo, kanal Kali Wonokromo, sungai Medokan,
sungai Menur-Keputih, sungai Pacarkeling-Mulyosari, sungai Kenjeran dan
sungai Tambak Wedi. Lahan di sepanjang pantai Timur Surabaya pada saat ini
cenderung mengalami pengubahan untuk beberapa tujuan, antara lain
pertambakan dan juga tempat pembuangan sampah (Affandi, 1994).

10
11

Anda mungkin juga menyukai