Anda di halaman 1dari 4

Nama : Olivia Komansilan

NIM : 20202107003

NO WA : 082290325538

DOMESTIKASI DAN KOMERSIALISASI HHBK BAMBU DALAM


SISTEM AGROFORESTRY

Domestikasi dalam arti yang sederhana merupakan proses 'penjinakan' dari


kehidupan liar ke dalam lingkungan kehidupan manusia sehari-hari. Tumbuhan
dikatakan telah t e r d o m e s t i k a s i a p a b i l a s e j u m l a h penampilannya
mengalami perubahan dan ia menjadi tergantung pada campur tangan manusia
dalam pertumbuhan dan perbanyakan keturunannya (Wikipedia Indonesia, 2016).
Roshetko dan Verbist (2004) menyebutkan bahwa domestikasi pohon adalah
evolusi yang dipercepat dan disebabkan oleh manusia melalui pembudiyaan jenis-
jenis tersebut secara lebih luas oleh petani atau pengendali pasar. serta
penyebarluasan informasi teknik yang relevan.

Domestikasi merupakan yang penting untuk dilakukan. Dahulu semua


spesies baik tumbuhan ataupun hewan, merupakan spesies yang liar di alam dan
belum di budidayakan. Karena kebutuhan dan ketertarikan manusia pada spesies
tertentu, maka mulailah satu persatu spesies tersebut di domestikasi. Kegiatan
doestikasi dapat mengurangi ketergantungan manusia terhadap alam dan justru
akan mempermudah dalam mengakses spesies tersebut. Disisi lain domestikasi
juga dapat menjamin kelestarian suatu jenis yang dimanfaatkan secara intensip
oleh masyarakat.

Komersialisasi HHBK berperan penting dalam mengurangi kemiskinan


pemanen dan pengolah lokal, tetapi juga bisa memperkaya tengkulak dengan
mengorbankan yang utama pemanen dan pengolah lokal. Setiap HHBK yang
dikomersialkan memiliki produksi-untuk konsumsi rute atau rantai nilai yang
menghubungkan ekonomi pemanenan, pemrosesan dan pengiriman produk ke
konsumen akhir.

Dr. Suyamto menekankan bahwa upaya domestikasi dan komersialisasi


dimaksudkan untuk menjembatani kesenjangan antara kekayaan hayati sebagai
potensi dan harkat atau kegunaan kekayaan itu sebagai harapan. Kita perlu
mengembangkan metode domestikasi yang lebih maju dan terprogram.

Bambu sebagai hasil hutan bukan kayu (HHBK) sangat potensial untuk
mensubstitusi kayu bagi industri berbasis bahan baku kayu. Pengurangan kayu
sebagai sumber bahan baku untuk industri berbasis bahan baku kayu dapat
meningkatkan kualitas kayu dan lingkungan hutan. Selain berpotensi sebagai
bahan substitusi kayu, penggunaan bambu tergolong ramah lingkungan karena
ditanam sekali, dipanen berkali-kali tanpa harus menghilangkan seluruh tegakan
rumpunnya. Sumber bahan baku bambu untuk industri berbasis bahan baku
bambu tidak dapat mengandalkan dari bambu rakyat dan bambu dari hutan alam.
Oleh karena itu harus dilakukan budidaya untuk menghasilkan batang-batang
bambu berkualitas (seumur) dengan produksi yang lestari.

Bambu tergolong dalam famili Gramineae. Lahan yang akan ditanami


bambu dapat di lahan kering yang tidak pernah tergenang air atau lahan basah
yaitu tanah-tanah yang sering atau sesekali tergenang air.

Jenis-jenis yang harus di lahan kering adalah dari kelompok


Dendrocalamus dan Gigantochloa seprti bambu petung (D. asper), bambu apus
(G. apus), bambu legi (G. atter), dan bambu surat (G. pseudoarundinacae).
Sedangkan jenis-jenis bambu yang 4 dapat ditanam di lahan basah adalah
kelompok Bambusa seperti bambu ampel gading (B. vulgaris v. striata), bambu
ampel hijau (B. vulgaris v. vitata) dan bambu ori (B. blumeana). Kelompok
Bambusa selain dapat di tanam di lahan basah juga dapat ditanam di lahan kering.

Bambu dapat diperbanyak dengan biji, stek cabang, stek batang dan stek
rhizom (bonggol) dan kultur jaringan. Perbanyakan dengan biji jarang dikerjakan
karena bambu sangat jarang menghasilkan biji. Memilih jenis bahan bibit dalam
perbanyakan bambu industri sangat dipengaruhi oleh jenis bambu yang dikaitkan
dengan morfologi batang.

Akhir-akhir ini telah berhasil dilakukan perbanyakan dengan teknik kultur


jaringan dengan tingkat keberhasilan sudah dipasarkan di tingkat pengguna. Hal
ini merupakan kabar baik karena dapat menekan biaya produksi yang cukup besar
pada tahun pertama. Namun demikian, pemantauan penggunaan bibit bambu hasil
kultur jaringan masih terus dilakukan agar diperoleh hasil yang maksimal.

Oleh Wijaya (2000) bahwa terdapat perbedaan yang signifikan tentang


penyebaran dan karakteristik bambu yang tumbuh di Indonesia bagian barat dan
timur. Karakteristik tersebut di antaranya bahwa di bagian barat didominasi oleh
jenis genera Bambosa yang dicirikan oleh diameter batang yang sedang sampai
besar (lebih dari 5 cm), batang memiliki dinding yang tebal dan ruas batang yang
lurus (erect culm). Pada wilayah barat ini didominasi oleh genera Giganthochloa
dan Dendrocalamus. Sementara di Indonesia Timur banyak didomniasi oleh
Genera 158 Hasil Hutan Bukan Kayu Schizostachyum, Dinochloa, Nastus dan
Racemobambus, dengan ciri khas yaitu memiliki dinding yang tipis, diameter
batang atau ruas bambu kecil serta sebagian besar adalah bambu yang merambat
atau melata di atas tanah (scrambling or climbing bamboo) seperti bambu hias.

Produk-Produk dari Bambu sangat beragam, dari sayuran, kerajinan


tangan, dan yang lain-lainnya. Kita sudah terbiasa dengan sayuran rebung bambu,
yaitu anakan bambu yang masih muda (tunas), selanjutnya dikelupas kulitnya, dan
dimasak menjadi sayuran. Produk-produk kerajinan lain dari komoditas bambu,
seperti untuk chopstick (supit), penggulung susi (makanan khas Jepang), tusuk
sate (bamboo skewer), dan anyaman keranjang (basket). Ranting-ranting dari
dahan bambu, juga banyak dimanfaatkan oleh para petani, tidak hanya di
Indonesia tapi juga di negara maju seperti Jepang, untuk menjadi penyangga
beberapa tanaman semusim yang memerlukan tiang penyangga, seperti jenis
tanaman kacang-kacangan.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, bambu dapat diolah


menjadi veneer yang selanjutnya dibuat plywood dan laminated veneer bamboo
dan pulp. Papan buatan tersebut seperti bambu berlapis plywood (bamboo timber
plywood), plywood bambu (bamboo sheet plywod), plywood bamboo lebar dan
tipis (Bamboo mat plywood), papan shaving (shaving board) dan papan partikel
(particleboard).

Kenapa bambu disukai sebagai bahan kontruksi sebagai alternatif


pengganti kayu ini disebabkan antara lain adalah potensinya berlimpah dan mudah
didapat/umur pendek, memerlukan teknologi sederhana dalam pengolahannya
(belah, sayat, potong, paku), diversifi kasi produk (kulit, batang, anyam), mudah
dikerjakan (ringan, lurus), keuletan dan keawetannya yang tinggi, technological
attributes (keras pada lap luarnya, tua makin keras).

Sumber Pustaka

Siswadi. 2016 . Domestikasi Faloak (Sterculia quadrifida R.Br). Warta Cendana


edisi IX no 2. Hal 25-29.

Sutiyono. ____. Budidaya Bambu. Peneliti Utama Bidang Silvikultur. Peneliti


Pusat Penelitian dan Pengembangan Peningkatan produktivitas Hutan.
Bogor.

Wahyudi. 2013. Buku Pegangan Hasil Hutan Bukan Kayu. Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai