Published: 2009-7-7
Author: , , ,
Bambu adalah bagian dari sumber daya hutan yang sangat penting, di dunia ada sekitar 70 lebih
Genus, 1200 lebih spesies bambu, tersebar luas di daerah Asia, Afrika, Amerika. Cina adalah
negara pengasil bambu terbesar di dunia, dalam sumber spesies bambu, luas hutan bambu,
simpanan bambu dan produksi bambu, Cina menduduki urutan pertama. Industri bambu Cina
sudah menjadi Industri dengan masa depan paling berpotensi di dalam masa depan industri
kehutanan.
Pertama kegunaan bambu luas, adalah spesies tumbuhan yamg baik suatu Negara yang kuat dan
kaya. Bambu memiliki tekstur yang lurus, halus dan kokoh, merupakan bahan penting untuk
membuat alat musik, kerajinan seni, alat olahraga. Dalam bidang indusrti, kegunaannya lebih
luas, sudah menjadi hampir ratusan jenis barang, seperti panel bambu, pulp, arang bambu,
karbon aktif, dsb. Sekuat tenaga mengembangkan sumber daya bambu, menyebarkan bambu
menggantikan kayu, kegunaan bambu perlahan-lahan akan menjadi penyelesaian dari berbagai
masalah penggunaan hutan. Bambu akan menjadi produk pengganti kayu yang paling berpotensi.
Rebung bambu sebagai salah satu jenis makanan hijau alami, tidak hanya enak rasanya, tapi juga
kaya akan nutrisi, merupakan mutiara gunung yang amat segar. Memiliki nilai konsumsi dan
nilai pengobatan yang tinggi. Menurut penelitian. Rebung mengandung protein 2.65-3.28%,
lemak 0.49%, total gula 2.5% , crude fiber 0.68%, masih ada lagi phosphorus, magnesium,
calcium, iron dan elemen-elemen lainnya serta vitamin B1, B2, C, dan 17 macam asam amino.
Benar-benar makanan hijau yang kaya akan protein, rendah lemak, dapat membantu pencernaan
dan pengeluaran kotoran, sering mengkonsumsi rebung bisa mengurangi dan menyerap zat
berbahaya yang tertinggal dalam tubuh, memiliki fungsi anti-kanker dan pendietan.
Selain itu, kegunaan guna rebung bambu dari segi medis sangatlah tinggi. Rebung dianggap
sebagai makanan yang dapat mendietkan serta mencegah kanker. Karena selulosa di dalam
rebung dapat membantu gerakan peristaltik, meningkatkan pengeluaran dari kelenjar pencernaan,
baik bagi pencernaan dan ekskersi. Dapat mengurangi dan menyerap zat berbahaya yang
tertimbun dalam tubuh, ini bisa mengurangi terjadinya keracunan dan kanker usus. Beberapa
tahun ini masi ditemukan, di dalam rebung ada banyak zat gula yang bisa mencegah kanker.
Gabungan selulosa dan asam lemak dapat mencegah pembentukan plasma koresterol.
Kandungan Tyrosine dalam rebung dapat mengobati Hyperthyroidism. Menghambat
perkembangan sel kanker.
Kedua, bambu memiliki keefektivan ekologi yang jelas. Akar bambu yang menjalar di dalam
tanah, memiliki akar yang kuat, memiliki fungsi penahan tahan yang sangat kuat. Dapat secara
efektif menanggulangi kehilangan air tanah. Batang dan daun bambu padat, permukaan daun
sangat luas. Dapat secara efektif membersihkan udara, memperbaiki lingkungan, kemampuan
bambu yang berfungsi menyerap karbon dioksida, menghasilkan oksigen dibandingkan pohon
lain dengan luas permukaan daun yang sama maka kemampuan bambu lebih tinggl 1.5 kali lipat.
Kemampuan bambu dalam mengurangi kebisingan dibanding daun-daun pohon biasa juga lebih
tinggi.
Ketiga. Bambu memiliki nilai seni yang tinggi. Adalah sumber daya pariwisata yang sangat
penting.
Jenis bambu ada banyak, dihitung dari spesies, jenis, bentuk, penanaman, berjumlah 500an lebih
jenis. Yang terkenal ada Nan Bamboo, Fengwei Bamboo, XiangFei Bamboo, Chimonobambusa,
Long Zhu Po, Wong, mercury bamboo, face bamboo, flowers bamboo, Phyllostachys nigra,
Chiloscyllium, Tortoise bamboo,gold bamboo, japonica bamboo, Silver Chain bamboo, jade
bamboo edge, Pseudosasa, arrow bamboo, soak bamboo, Rohan bamboo, bamboo seedling,
goose feather bamboo, Bambusa, Wong Fei, China Indocalamus, Maizhokunggar, dsb.
(17 spesies), moluccas (14 spesies) (Wijaya, 2011). Elizabeth Wijaya adalah peneliti dari LIPI
yang sudah puluhan tahun berkecimpung dengan koleksi dan identifikasi bambu di seluruh pulau
Indonesia.
Indonesia merupakan negara ketiga terbesar di dunia yang memiliki hutan bambu terluas setelah
Cina dan India. Namun sayangnya keragaman jenis ini terancam punah seiring dengan
berkurangnya lahan habitat tumbuhnya bambu akibat konversi lahan menjadi perumahan ataupun
pertanian. Selain itu, bambu sebagai sumber daya terbarukan di Indonesia dengan jumlah yang
melimpah memiliki kendala dalam pemanfaatannya menjadi barang jadi karena kurangnya
sumber daya manusia dan teknologi yang handal terkait dengan pengawetan bambu serta
kurangnya dukungan pemerintah. Sebuah kasus ironi yang kerap kita jumpai ditengah
melimpahnya bambu adalah bahan baku bambu di ekspor ke luar negeri kemudian diolah
menjadi produk jadi di luar negeri lalu diimpor kembali ke negara kita. Sebagai contoh beberapa
kegunaan serat bambu antara lain: untuk pakaian, kertas, bungkus flashdisc, kaos kaki anti
bakteri, popok bayi, parket.
Menurut salah seorang pengusaha bambu Pak Jatnika dari Yayasan Bambu Indonesia (YBI), saat
ini pemanfaatan bambu sedang gencar dalam memproduksi rumah bambu. Jumlah produksi
sekitar 3127 rumah bambu yang digunakan di dalam negeri dan di ekspor ke luar negeri antara
lain Amerika dan Jerman. Produksi rumah bambu ini merupakan muara sang pengrajin artinya
menyerap banyak tenaga kerja daerah pedesaan. Salah satu contoh yaitu untuk membuat bilik
rumah bambu dilakukan oleh penduduk di dua desa. Hal yang perlu diperhatikan adalah bahan
pengawet untuk rumah bambu ekspor tidak boleh menggunakan arsenik karena sudah dilarang,
oleh karena itu YBI menggunakan borax sebagai pengawet. Pak Jatnika mengutip fatwa dari
Raja Haor Koneng yang konon berasal dari kerajaan di Cianjur Selatan pada jaman dahulu kala;
Kalau ingin sejahtera, maka orang sunda harus menanam 1000 rumpun bambu. Inilah yang
menyemangati beliau untuk terus bergelut dalam perbambuan Indonesia.
Pak Pipin, salah seorang informan dari Litbang kehutanan menyaakan bahwa divisinya sudah
pernha memiliki ide untuk membuat kampung terpadu berupa Roadmap Bambu, tinggal
menunggu arah politik dan kepemimpinan selanjutnya.
Dulu ada anggapan bahwa rumah di kota yang terbuat dari bambu adalah rumahnya orang
miskin, tapi saat ini dari informasi YBI bahwa konsumen rumah bambu di Jakarta rata-rata
adalah kalangan menengah keatas. Meskipun tidak harus mahal, nampaknya belum semua siap
dengan hunian dan pemanfaatn bambu, hal ini antara lain karena faktor informasi dan akses
mengenai bambu dan manfaatnya yang belum sampai keberbagai lapisan masyarakat. Jadi..
sudah siapkah kita mendukung penggunaan material terbarukan??