Anda di halaman 1dari 10

TUGAS MANDIRI

MATA KULIAH AGRONOMI LANJUT

DAMPAK PENGEMBANGAN TANAMAN JAGUNG TRANSGENIK

DI SUSUN OLEH : OLIVIA KOMANSILAN


NIM : 20202107003

PROGRAM STUDI AGRONOMI


PASCASARJANA UNSRAT
TAHUN 2020

I. PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
(Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang penting, selain
gandum dan padi. Di beberapa daerah di Indonesia antara lain di Jawa Timur (nasi
ampok dan nasi jagung)Bali (Pencok), Nusa Tenggara (jagung bose), Jambi (Nasi
kemunak), Sulawesi Utara (Binte biluhuta, bubur Manado), Sulawesi Selatan (beras
jagung campur beras, bassang, barobbo), Sulawesi Tengah (beras jagung campur beras),
Gorontalo (binte biluhuta dan beras jagung campur beras), Sulawesi Tenggara (beras
jagung campur beras) dan di Jawa Tengah, jagung masih dikonsumsi masyarakat baik
sebagai makanan pokok atau bahan campuran beras. Selain sebagai sumber karbohidrat,
jagung juga dimanfaatkan sebagai pakan ternak (hijauan maupun tongkolnya).
Selain untuk pangan dan pakan, biji jagung dapat diekstrak sebagai minyak dan
dibuat tepung (maizena), serta bahan baku industri (tepung biji ataupun tepung
tongkol). Tongkol jagung mengandung pentosa, dapat digunakan sebagai bahan baku
pembuatan furfural. Jagung yang telah direkayasa genetika saat ini juga ditanam
sebagai penghasil bahan farmasi (GPEI Jawa Timur, 2009.
Diperkirakan kebutuhan jagung dalam negeri sampai tahun 2030 akan terus
meningkat sehubungan dengan bertambahnya jumlah penduduk dan berkembangnya
industri pangan dan pakan. Oleh karena itu, produksi jagung dalam negeri perlu
ditingkatkan sehingga volume impor dapat dikurangi dan bahkan ditiadakan.
Apabila kebutuhan jagung nasional masih bergantung pada impor dikhawatirkan
akan mematikan industri pangan dan pakan berbasis jagung karena berkurangnya
pasokan bahan baku. Hal ini mengancam ketahanan pangan dan keberlanjutan usaha
peternakan. Upaya peningkatan produksi jagung dapat dilakukan melalui berbagai cara,
antara lain melalui perbaikan genetik tanaman. Perbaikan genetik jagung bertujuan
untuk mengatasi kendala pertumbuhan tanaman, terutama cekaman lingkungan biotik
dan abiotik.
Perbaikan genetik jagung dapat dilakukan secara konvensional maupun melalui
rekayasa genetik (genetic engeenering). Dengan berkembangnya bioteknologi,
perbaikan genetik jagung melalui rekayasa genetik akan menjadi andalan dalam
pemecahan masalah perjagungan di masa mendatang. Seperti diketahui, pemuliaan
secara konvensional mempunyai keterbatasan dalam mendapatkan sifat unggul dari
tanaman. Dalam rekayasa genetik jagung, sifat unggul tidak hanya didapatkan dari
tanaman jagung itu sendiri, tetapi juga dari spesies lain sehingga dapat dihasilkan
tanaman transgenik. Jagung Bt merupakan tanaman transgenik yang mempunyai
ketahanan terhadap hama, di mana sifat ketahanan tersebut diperoleh dari bakteri
Bacillus thuringiensis (Herman 1997).
I.2. Masalah
Pengembangan Jagung Transgenik di Indonesia, tentu tidak terlepas dari pro
dan kontra, baik dari segi kemanana dan mutu bagi masyarakat.

I.3. Tujuan
Tujuan penyusunan makalah ini yaitu
1. Mengetahui tentang jenis jagung transgenik yang di kembangkan di Indonesia.
2. Mengetahui Manfaat Pengembangan Jagung Transgenik.
3. Mengetahui Dampak Negatif Pengembangan Jagung Transgenik
II. TINJAUAN PUSTAKA
Jagung transgenik merupakan jagung hasil rekayasa gen dengan cara disisipi
satu atau sejumlah gen. Gen yang dimasukkan itu – disebut transgene – bisa diisolasi
dari tanaman tidak sekerabat atau spesies yang lain sama sekali. Transgene umumnya
diambil dari organisme yang memiliki sifat unggul tertentu.  pada proses membuat
jagung Bt tahan hama, pakar bioteknologi memanfaatkan gen bakteri tanah Bacillus
thuringiensis (Bt) penghasil racun yang mematikan bagi hama tertentu. Gen Bt ini
disisipkan ke rangkaian gen tanaman jagung. Sehingga tanaman resipien (jagung) juga
mewarisi sifat toksis bagi hama. Ulat atau hama penggerek jagung Bt akan mati (Usyati
dkk, 2009).
Transgenik adalah suatu produk bioteknologi melalui teknik rekayasa genetika.
Pemindahan materi genetika (gen) dari suatu organisme untuk dikombinasikan ke
dalam materi genetika organisme lainnya bertujuan agar gen yang dipindahkan akan
diekspresikan oleh organisme yang menerima gen tersebut. Dengan menghasilkan suatu
individu yang secara genetika telah berubah gennya karena membawa gen asing.
Organisme inilah yang disebut organisme transgenik atau sering disebut pula
genetically modified organisms (GMO).
Rekayasa transgenik memiliki beberapa kelebihan jika dibandingkan dengan
pemijahan selektif, di antaranya dapat menghasilkan perbaikan genetik per generasi
yang lebih tinggi, dan waktu pencapaian target yang lebih cepat. Keunggulan lainnya
adalah karakter yang diinginkan dapat ditransfer dalam satu generasi dan keunggulan
karakter tersebut akan diturunkan pada generasi selanjutnya (Yaskowiak et al., 2006).
Penelitian awal transgenik pada organisme air yaitu pada ikan rainbow trout dan ikan
mas pada dua dekada terkahir paling sedikit 35 jenis ikan diteliti untuk menjadi subyek
transgenik.

Jagung dibudidayakan secara komersial di lebih dari 100 negara dengan produksi
sekitar 705 juta metrik ton. Pada tahun 2004 produsen jagung terbesar di dunia berturut-
turut adalah Amerika Serikat, Cina, Brasil, Meksiko, Perancis, dan India (Agbios GM
Data Base 2007).
Penggunaan teknologi rekayasa genetik pada tanaman jagung berkembang pesat
setelah pertama kali Gordonn-Kamm et al. (1990) berhasil mendapatkan tanaman
jagung transgenik yang fertil. Hal ini merupakan terobosan dalam pengembangan dan
pemanfaatan plasma nutfah dalam penelitian di bidang biologi tanaman jagung.
Teknologi rekayasa genetik merupakan teknologi transfer gen dari satu spesies ke
spesies lain, di mana gen interes berupa suatu fragmen DNA (donor gen)
ditransformasikan ke dalam sel atau tanaman inang (akspetor gen) untuk menghasilkan
tanaman transgenik yang mempunyai sifat baru. Terdapat dua metode dalam
pemanfaatan teknologi transfer gen, yaitu secara langsung dan tidak langsung. Metode
transfer gen secara langsung di antaranya adalah:
a. Elektroforasi (electroporation)
Metode ini menggunakan protoplas sebagai inang. Dengan bantuan polyetilen glikol
(PEG), DNA interes terpresipitasi dengan mudah dan kontak dengan protoplas.
Setelah dilakukan elektroforasi dengan voltase yang tinggi permeabilitas protoplas
menjadi lebih tinggi, sehingga DNA melakukan penetrasi ke dalam protoplas.
Metode elektroforasi telah diaplikasikan pada protoplas jagung (Fromm et al. 1985)
dan berhasil mendapatkan tanaman jagung transgenik (Rhodes et al. 1988) tetapi
tidak fertil.
b. Penembakan partikel (Particle bombardment), yaitu teknologi yang menggunakan
metode penembakan partikel atau gen gun. DNA yang melapisi partikel
ditembakkan secara langsung ke dalam sel atau jaringan tanaman (Klein et al.1988).
Partikel yang mengandung DNA tersebut menembus dinding sel dan membran,
kemudian DNA berdifusi dan menyebar di dalam sel secara independen. Metode
transformasi dengan penembakan partikel pertama kali diaplikasikan pada jagung
oleh Gordon-Kamm et al. (1990) dan berhasil mendapatkan jagung transgenik yang
fertil.
c. Karbid silikon (silicon carbide), yaitu teknologi transfer gen di mana suspensi sel
tanaman inang dicampur dengan serat karbid silikon yang mengandung DNA
plasmid dari gen interes, kemudian dimasukkan ke dalam tabung mikro dan
dilakukan pemutaran dengan vortex. Serat silikon karbida berfungsi sebagai jarum
injeksi mikro (micro injection) untuk memudahkan perpindahan DNA ke dalam sel
tanaman. Metode ini telah digunakan dan menghasilkan tanaman jagung transgenik
yang fertil (Kaeppler et al. 1990)
Transfer gen secara tidak langsung, yaitu transfer gen yang dilakukan melalui
bantuan bakteri Agrobacterium (tidak langsung ditransfer ke sel atau tanaman). Gen
yang berupa fragmen DNA disisipkan pada plasmid Ti (tumor inducing) dari bakteri
Agrobacterium. Melalui bekteri tersebut Ti yang mengandung fragmen DNA diinfeksi
ke dalam inti sel dan berintegrasi dalam genom tanaman. Metode ini menghasilkan
jagung transgenik yang fertil dan efisien (Ishida et al. 1996, Hamilton et al. 1996, Zhao
et al. 1998).
Gen Bt adalah gen yang diisolasi dari bakteri tanah Bacillus thuringiensis (Bt).
B. thuringiensis telah digunakan oleh petani di negara maju sebagai pestisida hayati
yang aman sejak puluhan tahun yang lalu. Istilah populer cry adalah singkatan dari
crystal merupakan representasi gen dari strain Bt yang memproduksi kristal protein
yang bekerja seperti insektisida (insecticidal crystal protein) dan dapat mematikan
serangga hama. Sampai saat ini, sejumlah gen Bt telah diisolasi dan dimasukkan ke
dalam delapan kelompok atau kelas gen cry berdasarkan virulensinya yang spesifik
terhadap kelompok serangga sasaran (Crickmore et al. 1998). Sebagai contoh, gen cryI,
cryIX, dan cryX dapat mematikan serangga dari golongan Lepidoptera, sedangkan cryV
dapat mematikan serangga dari golongan Lepidoptera dan Coleoptera.
Pada umumnya gen yang ditransformasikan ke dalam tanaman transgenik tahan
serangga hama dari kelompok Coleoptera atau Lepidoptera adalah gen cryBt (Herman
et al. 2004). Kristal δ-endotoksin Bt adalah protein yang dapat berfungsi sebagai
insektisida. Protein (protoksin) tersebut akan diaktifkan oleh protease dalam usus
tengah (midgut) larva serangga. Toksin yang sudah aktif berinteraksi dan menempel
pada receptor di sel-sel epithelial usus tengah serangga yang menyebabkan
terganggunya integritas membran dan membuat lubang, sehingga terjadi kebocoran
(Gill et al. 1992).
III. PEMBAHASAN
Salah satu hambatan yang paling besar dalam upaya peningkatan produksi
jagung adalah serangan organisme pengganggu tanaman (OPT), seperti hama dan
penyakit tanaman. Serangan OPT pada tanaman jagung selain menurukan produksi juga
mengurangi pendapatan petani dan adanya residu pestisida dalam jumlah besar yang
menyebabkan polusi lingkungan.
Tersedianya bioaktif dari kristal protein yang dikode oleh gen Bt,
memungkinkan modifikasi genetik tanaman jagung yang disisipi dengan gen Bt untuk
menghasilkan jagung transgenik Bt (Bt corn). Bt protein yang dihasilkan oleh gen Bt
dapat meracuni hama yang menyerang tanaman jagung. Setelah dimakan oleh corn
borer, Bt protein dipecah oleh suatu enzim pemecah dalam pencernaan yang bersifat
alkalin dari larva serangga dan menghasilkan protein pendek yang mengikat dinding
pencernaan. Pengikatan dapat menyebabkan kerusakan membran sel sehingga larva
berhenti beraktivitas (Syngenta Seeds Communication 2003).
Gen Bt disolasi dari bakteri tanah Bacillus thuringiensis yang telah digunakan petani di
negara maju sebagai pestisida hayati sejak puluhan tahun yang lalu (Herman 2002). B.
thuringiensis menghasilkan protein kristal Bt, atau Crystal protein (Cry) yang
merupakan protein endotoksin yang bersifat racun bagi serangga (insektisidal) (Held et
al. 1982, Macintosh et al. 1990). Namun protein endotoksin yang dihasilkan oleh B.
thuringiensis tidak melakukan pengikatan pada permukaan pencernaan sel mamalia,
karena itu hewan ternak dan manusia tidak tahan terhadap protein tersebut (Agbios GM
Data Base 2007).
Terdapat delapan kelompok gen Bt berdasarkan sifat virulensinya (Herman
2002), tetapi yang sudah banyak ditransformasikan ke dalam tanaman jagung adalah
yang menghasilkan jenis Bt endotoksin dari gen Cry1Ab. Protein Cry dari gen ini hanya
menghasilkan satu jenis yang mengikat pada lokasi spesifik dari serangga target
(Agbios GM Data Base 2007).
Pada umumnya jagung transgenik komersial diproduksi oleh perusahaan swasta,
terutama dari Amerika. Berbagai jenis jagung transgenik dengan perlakuan, metode
transformasi, tujuan penggunaan, perusahaan pembuatnya, dan persetujuan terhadap
peraturan yang berlaku disajikan pada Tabel 1-3.

Sampai saat ini belum banyak dilaporkan perkembangan jagung transgenik di


Indonesia. Namun Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan
Sumberdaya Genetik Pertanian (BB Biogen) telah melakukan penelitian terhadap
jagung Bt yang tahan terhadap hama
Sejak 2006 BB Biogen melakukan penelitian transformasi gen transporter nitrit
(CsNitr-L) yang bertujuan meningkatkan efisiensi penggunaan N. Pemakaian pupuk N
pada jagung selama ini mengalami banyak kehilangan akibat adanya nitrifikasi,
denitrifikasi, penguapan, dan pencucian.
Pada dasarnya pupuk N yang diserap tanaman hanya sekitar 50%, sehingga
terjadi inefisiensi. Jika gen CsNitr1-L diintroduksikan pada tanaman jagung, diharapkan
akan meningkatkan efisiensi pemupukan N dan adanya tambahan hara N pada jagung
akan meningkatkan hasil.
Mekanisme efisiensi N adalah berdasarkan alur biokimia dari asimilasi N-nitrat,
di mana sumber nitrat yang sedikit diserap oleh tanaman jagung nontransgenik akan
dapat dengan mudah digunakan oleh tanaman transgenik yang mengandung gen
CsNitr1-L. Sumber nitrat yang berlebihan bagi tanaman jagung dapat menyebabkan
keracunan karena dalam asimilasinya menghasilkan senyawa nitrit yang beracun. Hal
ini mengakibatkan kapasitas penyerapan nitrat oleh tanaman jagung menjadi rendah
untuk melakukan keseimbangan alamiah guna menghindari keracunan nitrit dalam sel
plastid.
Gen CsNitr1-L mampu memindahkan dengan cepat nitrit dari plastid menuju sel
kloroplas untuk diubah menjadi sumber N amonium yang tersedia bagi pembentukan
asam amino. Dengan semakin banyaknya nitrit yang ditranspor ke kloroplas, maka
pembentukan asam amino sebagai bahan utama pembentukan protein akan semakin
banyak dan tanaman tumbuh lebih produktif.

Tabel 4. Status kegiatan jagung transgenik di BB Biogen.


Jenis kegiatan Sifat Gen interes Stat
us
Transformasi Tahan Protein inhibitor
melalui terhadap II
penembakan penggerek (PinII) -
partikel batang
Fasilitas uji terbatas Tahan Asian Bt Am
Corn an
Lapangan uji borer haya
terbatas Uji ti
multilokasi
Sumber: Herman (2002).
Perakitan tanaman transgenik dengan gen CsNitr1-L telah dilakukan pada padi dan
menghasilkan tanaman transgenik yang lebih sehat secara morfologis dibandingkan
dengan tanaman padi nontransgenik (Sustiprijatno 2006).
Mengacu pada pemenuhan kebutuhan jagung dalam negeri yang masih impor, peluang
pengembangan jagung transgenik masih terbuka luas. Dalam kaitan ini, beberapa
kendala yang mencakup sumber daya manusia, biaya, dan peralatan serta koordinasi
dan kerja sama antarlembaga terkait perlu mendapatkan perhatian untuk dicarikan jalan
keluarnya.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa gen cryBt tipe liar (wild type) yang
ditransformasi ke tanaman ternyata mengekspresikan ketahanan yang rendah terhadap
serangga (Perlak et al. 1991). Hal tersebut dihipotesakan bahwa penggunaan codon dari
gen cry Bt (yang diisolasi dari bakteri) dikelabui oleh keharusan untuk mengekspresi
dalam sel bakteri, sehingga diekspresikan tidak optimum dalam sel tanaman. Kendala
ini dipecahkan dengan mensintesis urutan (sequence) gen secara kimiawi untuk
menghilangkan banyaknya motif urutan adenine thymine (AT)-rich. Banyaknya urutan
(AT) menyebabkan tidak stabilnya mRNA dari tanaman transgenik. Hasil percobaan
tanaman transgenik dengan gen Bt sintetis menunjukkan peningkatan ekspresi
keefektifan ketahanan terhadap serangga antara 10-100 kali (Perlak et al. 1991).
Jagung Bt generasi lanjut dikembangkan dengan menggabungkan dua gen Bt
(stacked genes) atau dengan memodifikasi gen Bt. Pada tahun 2004-2006, lima jagung
Bt generasi lanjut telah siap dilepas. Salah satu di antaranya adalah dengan nama
dagang Yield Gard (R) Plus. Jagung Bt yang dikembangkan oleh Monsanto ini
mengandung gen cryIA(b) dan cry3B(b1) dan diharapkan dapat mengendalikan
serangga hama penggerek batang jagung (corn borer) dan penggerek akar jagung (corn
root borer). Jagung Bt lain adalah jagung event DAS-59122-7 yang mengandung gen
cry34A(b1) dan cry35A(b1), Jagung Bt ini ditujukan untuk mengendalikan penggerek
akar jagung (corn root borer) dan toleran herbisida glufosinate. Jagung Bt ini
dikembangkan oleh Dow AgroSciences dan bersama-sama dengan Pioneer Hi-Bred
International/Dupont melepasnya pada tahun 2005 dengan ND Herculex RW. Jagung
tersebut digunakan sebagai alternatif pengendalian penggerek akar jagung, selain
jagung Bt MON863 yang sudah beredar.

Dua jagung Bt generasi lanjut yang lain dikembangkan oleh Syngenta (James
2003) dan dilepas pada tahun 2005-2006 (James 2006, 2007). Jagung Bt yang pertama
mengandung gen cry1A(b) full length ditujukan untuk mengendalikan ECB yang
dikenal dengan event Bt10. Jagung Bt kedua mengandung gen baru, yaitu cry3A(a) full
length yang telah dimodifikasi. Jagung Bt dengan event MIR604 ini ditujukan untuk
mengendalikan penggerek akar jagung.Salah satu jagung transgenik yang beredar di
Indonesia adalah Jagung PRG MON 89034. Jagung PRG MON 89034 adalah produk
generasi kedua dari perusahaan Monsanto yang diklaim dikembangkan untuk
memberikan aneka manfaat yang makin besar bagi pengendalian hama serangga
Lepidoptera pada jagung. Jagung PRG MON 89034 menghasilkan protein Cry1A.105
dan Cry2Ab2 hasil turunan Bacillus thuringiensis (Bt), yang secara bersama-sama
mengendalikan serangga-serangga lepidoptera dengan spektrum yang lebih luas serta
menawarkan sistem pengelolaan resistensi serangga yang efektif.

Jagung PRG MON 89034 mengandung dua gen interes yaitu: Gen cry1A.105
yang memproduksi protein Cry1A.105. Gen kedua adalah gen cry2Ab2 yang
memproduksi protein Cry2Ab2. Kedua gen ini bertanggung jawab dalam ketahanan
terhadap serangga hama penggerek jagung. Gen ini berasal dari Bacillus thuringiensis.
Dua gen interes (cry1A.105 dan cry2Ab2) yang diintroduksikan ke jagung PRG MON
89034 stabil pada tujuh generasi.

Dampak Positif Dan Dampak Negatif Tanaman Jagung Trangenik

Jagung Bt adalah jagung hasil rekayasa genetika yang telah disisipi gen dari
bakteri Bacillus thuringiensis. Gen yang diambil dari bakteri tersebut adalah gen
penyandi protein Bt (delta endotoksin) yang dapat membunuh larva hama lepidoptera.
Hama tersebut dapat mengurangi hasil panen jagung hingga 30%. Protein toksin Bt
mampu berikatan pada dinding usus dan menyebabkan hama berhenti makan.
Selanjutnya toksin menyebabkan dinding usus pecah dan bakteri usus berpindah ke
rongga tubuh dan berkembangbiak dalam darah. Akibatnya, hama lepidoptera akan mati
karena keracunan darah (septicaemia) (Ishida, 1996).
Pertanaman  jagung  Bt  mempunyai  dampak  positif  terhadap  lingkungan
karena  dapat  menekan  penggunaan  pestisida.  Pengurangan  pestisida  berarti
menurunkan  biaya  produksi.  Di  negara  bagian  Iowa,  Amerika  Serikat,  yang
mempunyai  80%  areal  jagung  Bt  terjadi  pengurangan  penggunaan  pestisida
hingga  600  ton  (Teng  2001).

Dampak   positif   lain   dari   pertanaman   jagung   Bt   adalah   ketahanan


tanaman   terhadap   jamur   toksin   dari Fusarium penyebab   busuk   tongkol,
dibandingkan   dengan   jagung   non-Bt   yang   mengalami   keruskan   berat.
Berdasarkan   hasil   analisis   mikotoksin,   jagung   Bt   mempunyai   kandungan
fumonisin  1,5  ppm,  sedangkan  jagung  non-Bt  mempunyai  kadar  yang  lebih
tinggi,  mencapai  14,5  ppm  (Fuller  1999).

Berdasarkan hasil analisis mikotoksin, jagung Bt mempunyai kandungan


fumonisin 1,5 ppm, sedangkan jagung non-Bt mempunyai kadar yang lebih tinggi,
mencapai 14,5 ppm. Fumonisin B 1 (FB1) merupakan jenis fumonisin yang paling
banyak ditemui di alam dan paling toksik atau beracun, karenanya diklasifikasikan
sebagai senyawa karsinogen (penyebab kanker). Penelitian    menunjukkan    bahwa   
penanaman    jagung    Bt    tidak    berpengaruh  terhadap  serangga  berguna  seperti 
laba-laba, coccinellid,  chtysopid,nabid, dan  aman  terhadap  burung  puyuh  Northern 
Bobwhite(McLean  and MacKenzie  2001).

Bila tanaman transgenik ditanam secara besar-besaran, akan terjadi pergeseran


penguasaan benih dari mula-mula common property di mana petani menjadi pemilik
benih yang bisa disimpan dan ditanam berulang kali menjadi milik hanya beberapa
perusahaan multinasional. Kedua benih yang sudah dianggap sebagai pakan yang aman
pada tingkat berikutnya bisa direkomendasikan untuk ditanam. Ini yang berkonsekuensi
pada ketergantungan petani. Pada jagung RR NK603, petani bahkan hanya bisa
menggunakan produk pestisida tertentu.

a.       Dampak positif :

1.      Dapat mencegah terjadinya kerusakan yang ditimbulkan oleh hama penggerek
batang jagung tanpa menggunakan pestisida buatan pabrik.

2.      Menurunkan biaya produksi dan ramah lingkungan.

3.      Ketahanan tanaman terhadap jamur toksin dari Fusarium penyebab busuk tongkol.

b.      Dampak negatif

Menurut Muladno (2002), insectisida yang terkandung pada jagung dapat


mengendap ditubuh manusia, dan dapat menimbulkan berbagai penyakit. Secara garis
besar,  yang  dikhawatirkan dari  tanaman transgenik adalah:

1.    Terjadinya silang luar

2.    Adanya efek kompensasi


3.    Munculnya  hama target  yang tahan terhadap insektisida

4.    Munculnya efek samping  terhadap hama non target

Selain itu juga, dampak Negatif dari tanaman jagung Bt ini berdasarkan hasil
analisis mikotoksin, mempunyai kandungan fumonisin 1,5 ppm, sedangkan jagung non-
Bt mempunyai kadar yang lebih tinggi, mencapai 14,5 ppm. Fumonisin B 1 (FB1)
merupakan jenis fumonisin yang paling banyak ditemui di alam dan paling toksik atau
beracun, karenanya diklasifikasikan sebagai senyawa karsinogen (penyebab kanker).

PENUTUP
Upaya peningkatan produksi jagung dapat dilakukan melalui berbagai cara, antara
lain melalui perbaikan genetik tanaman. Perbaikan genetik jagung dapat dilakukan
secara konvensional maupun melalui rekayasa genetik (genetic engeenering). Dengan
berkembangnya bioteknologi, perbaikan genetik jagung melalui rekayasa genetik akan
menjadi andalan dalam pemecahan masalah perjagungan di masa mendatang. Dalam
rekayasa genetik jagung, sifat unggul tidak hanya didapatkan dari tanaman jagung itu
sendiri, tetapi juga dari spesies lain sehingga dapat dihasilkan tanaman transgenik.
Jagung Bt merupakan tanaman transgenik yang mempunyai ketahanan terhadap hama,
di mana sifat ketahanan tersebut diperoleh dari bakteri Bacillus

DAFTAR PUSTAKA
Herman, M. 2007. Sebelas Tahun Perkembangan Jagung Bt dan Statusnya Secara
Global. Jurnal AgroBiogen 3(2):73-79

_______.2017.”Jagung Transgenik”.
https://bioteknologimendunia.wordpress.com/2017/10/26/jagung-transgenik/.
(diakses tanggal 25 Oktober 2020)
Tambunan,Daniel , Darma Bakti, Fatimah Zahara. 2013. Keanekaragaman Arthropoda
Pada Tanaman Jagung Transgenik. Jurnal Online Agroekoteknologi Vol.1, No.3
Sustiprijatno. Jagung Transgenik dan Perkembangan Penelitian di Indonesia. Jagung:
Teknik Produksi dan Pengembangan. 134-142
Widyastuti, Gita. 2020. Transgenik Dalam Akuakultur.

Ajeng Famela, Efridani Lubis. 2018. Efektifitas Pengaturan Penggunaan Rekayasa


Genetika Pada Produk Pangan Jagung Event Mon 87427. Jurnal Hukum
De'rechtsstaat. P-ISSN:2442-5303. E-ISSN:2549-9874. Volume 4 No.

Krihnamurti, Bayu.2010. “Manfaat Jagung dan Peran Produk Bioteknologi Serealia


dalam Menghadapi Krisis Pangan, Pakan dan Energi di Indonesia” . Prosiding
Pekan Serealia Nasional

Anda mungkin juga menyukai