PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pertumbuhan penduduk yang semakin pesat dewasa ini memberikan
tantangan besar bagi upaya-upaya penyediaan pangan dunia. Ancaman krisis
pangan membayang-bayangi dunia pada tahun 2050. Badan pangan dunia, FAO,
memperkirakan akan terjadi kelangkaan pangan dunia pada tahun 2050
disebabkan meningkatnya jumlah penduduk dunia yang diprediksi akan
menembus angka 9 miliar jiwa. Sektor pertanian sebagai penyedia pangan
dituntut untuk lebih produktif guna mengimbangi tingginya kebutuhan pangan
dunia yang meningkat hingga 70 persen dari saat ini.
Berbagai upaya dilakukan guna menjawab tantangan tersebut, diantaranya
dengan menerapkan bioteknologi melalui rekayasa genetika. Secara teori,
rekayasa genetika merupakan upaya manusia yang dengan sengaja mengubah,
memodifikasi, dan menambahkan susunan suatu gen dengan material baru pada
suatu organisme untuk mendapatkan turunan sesuai dengan yang diinginkan
manusia (Suryanegara, 2011). Sebagian kalangan menganggap rekayasa genetika
merupakan solusi untuk mengatasi kelangkaan pangan dengan ditemukannya
teknologi tanaman transgenik atau dikenal juga dengan Genetically Modified
Organism (GMO). Tanaman transgenik hasil rekayasa genetika ini dipercaya
mempunyai sifat-sifat unggul diantaranya memiliki produktivitas yang lebih
tinggi, tahan terhadap hama, toleran terhadap herbisida, dan mengandung
kualitas nutrisi yang lebih baik (Karmana, 2009).
Tanaman transgenik mulai dikembangkan pada tahun 1973 oleh Hurbert
Boyer dan Stanley Cohen (BPPT, 2000 dalam Karmana, 2009). Sejak saat itu
jumlah tanaman transgenik yang dihasilkan meningkat pesat dan menyebar luas
ke beberapa negara di dunia. Dalam kurun waktu 18 tahun sejak tanaman ini
mulai ditanam secara komersil telah terjadi peningkatan luas areal tanam hingga
1
100 kali lipat, yakni dari hanya 1.7 juta hektar pada tahun 1996 menjadi 175.2
juta hektar pada tahun 2013. International Service for the Acquisition of Agri-
biotech Applications (ISAAA) memperkirakan setidaknya 18 juta petani di 27
negara menanam tanaman hasil rekayasa genetika. Dari 27 negara tersebut 19
merupakan negara berkembang dan 8 sisanya merupakan negara industri. Luas
areal tanaman transgenik di Amerika Latin, Asia dan Afrika mencapai 94 juta
hektar atau 54% dari total 175.2 juta hektar areal tanaman transgenik dunia,
sementara di negara industri tercatat 81 juta hektar atau 46%. Amerika Serikat
masih menjadi negara produsen pangan transgenik terbesar dunia dengan areal
tanam mencapai 70.1 juta hektar (40% dari total areal tanaman transgenik dunia),
diikuti Brazil dan Argentina masing-masing 40.3 juta hektar dan 24.4 juta hektar
(James, 2013). Adapun jenis tanaman yang banyak dikembangkan diantaranya
kedelai, jagung, kapas dan canola.
Seiring dengan semakin berkembangnya aplikasi tanaman hasil rekayasa
genetika, banyak kalangan yang menyambut positif dan mendukung penerapan
teknologi ini sebagai komoditi pangan yang menjanjikan, namun tak sedikit pula
yang menentangnya. Kebanyakan masyarakat merasa khawatir terutama
menyangkut masalah jaminan kesehatan dan efeknya terhadap keseimbangan
lingkungan, sehingga pemanfaatan teknologi ini masih menjadi polemik apakah
dapat dijadikan solusi mengatasi kelaparan atau justru menjadi polusi yang
membawa kerusakan dan bencana.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah awal mula munculnya hewan dan tanaman transgenik?
2. Apa yang dimaksud dengan hewan dan tanaman transgenik?
3. Apa tujuan pembuatan hewan dan tanaman transgenik?
4. Apa saja contoh dari hewan dan tanaman transgenik?
5. Bagaimana langkah-langkah pembuatan hewan dan tanaman transgenik?
2
6. Apa saja jenis teknik yang dilakukan dalam pembuatan hewan dan tanaman
transgenik?
7. Bagaimana proses terjadinya produksi organisme transgenik hewan dan
tumbuhan?
8. Apa saja keuntungan dan kerungian dari hewan dan tanaman transgenik?
9. Apa hubungan hewan dan tanaman transgenik dalam bidang kefarmasian?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui sejarah munculnya hewan dan tanaman transgenik
2. Untuk mengetahui definisi dari hewan dan tanaman transgenik
3. Untuk mengetahui tujuan pembuatan hewan dan tanaman transgenik
4. Untuk mengetahui contoh dari hewan dan tanaman transgenik
5. Untuk memahami langkah-langkah pembuatan hewan dan tanaman transgenik
6. Untuk mengetahui dan memahami jenis teknik yang dilakukan dalam
pembuatan hewan dan tanaman transgenik
7. Untuk mengetahui dan memahami proses terjadinya produksi organisme
transgenik hewan dan tumbuhan
8. Untuk mengetahui keuntungan dan kerungian dari hewan dan tanaman
transgenik
9. Untuk memahami hubungan hewan dan tanaman transgenik dalam bidang
kefarmasian.
3
BAB II
TEORI UMUM
4
lebih dari 80 juta hektare tanah pertanian di dunia telah ditanami dengan
tanaman transgenik dan 56% kedelai di dunia merupakan kedelai transgenic
(Alxander, 2007).
2. Sejarah Hewan Transgenik
5
penghasil racun yang mematikan bagi hama tertentu. Gen Bt ini disisipkan
ke rangkaian gen tanaman jagung. Sehingga tanaman resipien (jagung) juga
mewarisi sifat toksis bagi hama. Ulat atau hama penggerek jagung Bt akan
mati (Intisari, 2003).
2. Hewan Transgenik
Hewan transgenik merupakan satu alat riset biologi yang potensial dan
sangat menarik karena menjadi model yang unik untuk mengungkap
fenomena biologi yang spesifik (Pinkert, 1994). Sedangkan hewan
transgenik menurut Federation of European Laboratory Animal Associations
adalah hewan dimana dengan sengaja telah dimodifikasi genome-nya, gen
disusun dari suatu organisme yang dapat mewarisi karakteristik tertentu.
(Cut Muthiadin. 2014).
C. Tujuan Transgenik
Tujuan dari transgenik ini adalah untuk mendapatkan sifat yang diinginkan
dan peningkatan produksi. Meskipun banyak potensi dan manfaat yang
dapat diambil dari hewan transgenik, akan tetapi proses yang dilibatkan dalam
pengembangan hewan transgenik di laboratorium berpotensi atau memiliki
dampak yang burukterhadap masa depan hewan yang dilibatkan.
Sifat yang
Jenis
Telah di Modifikasi Foto
Tanaman
Modifikasi
6
Padi Mengandung Gen dari
provitamin A tumbuhan narsis,
(beta-karotena) jagung, dan bakteri
dalam jumlah Erwinia disisipkan
tinggi. pada kromosom
padi.
7
Tomat Proses Gen khusus yang
pelunakan disebut
tomat antisenescens
diperlambat ditransfer ke dalam
sehingga tomat tomat untuk
dapat disimpan menghambatenzim
lebih lama dan poligalakturonase
tidak cepat (enzim yang
busuk. mempercepat
kerusakan dinding
sel tomat). Selain
menggunakan gen
dari bakteri E. coli,
tomat ransgenic
juga dibuat dengan
memodifikasi gen
yang telah
dimiliknya secara
alami.
2. Hewan Transgenik
a. Domba Transgenik.
DNA domba ini disisipi dengan gen manusia yang disebut factor
VIII ( merupakan protein pembeku darah) dengan harapan gen tersebut
diekspresikan. Domba transgenic yang mengekspresikan gen yang
disisipkan tersebut akan menghasilkan susu yang mengandung factor
VIII yang dapat dimurnikan untuk menolong penderita hemophil.
8
E. Langkah-Langkah
Tahapan pembuatan tanaman transgenik: (Febryanti, Amalya. 2013)
9
F. Teknik Yang Dilakukan Pada Transgenesis
Beberapa teknik transfer gen yang umum digunakan pada kegiatan transgenesis
( (Hutabarat, Andesta. 2020) :
1. Mikroinjeksi
Teknik mikroinjeksi merupakan pengembangan dari teknik produksi tikus
transgenik yang merupakan teknik umum yang digunakan dalam introduksi
gen pada ikan. Gen disuntikan ke sel mengunakan gelas pipet yang sangat
kecil (diameter ujung jarum sekitar 0,05–0,15 mm). Mikroinjeksi biasa
dilakukan di bawah mikroskop dengan menggunakan mikromani-pulator
pengatur gerak jarum suntik dan volume larutan DNA yang akan disuntikkan.
Permasalahn yang dihadapi dalam penerapan teknik ini adalah inti telur ikan
yang telah dibuahi relatif sulit diidentifikasi dimikroskop karena ukurannya
kecil dan volume sitoplasma besar (Hacket 1993).
Permasalahan lainnya adalah korion telur sangat keras dan sulit ditembus
oleh mikropipet. Untuk mengatasi masalah tersebut, peneliti melakukan
penelitian dengan menyuntikan gen ke inti telur yang belum matang. Telur
yang belum matang diinkubasi secara in vitro. Inti telur akan matang secara
spontan. Setelah itu, penyuntikan pada saat tersebut dengan korion yang
lembut akan lebih mudah. Namun, pematangan telur secara in vitro
memerlukan prosedur yang rumit dan membutuhkan waktu relatif lama pada
spesies tertentu.
2. Elektroforesis
Prinsip metode elektroforesis adalah membuat reparable-holes pada
membran sel dengan bantuan aliran listrik yang bergetar (electric pulse). Sel
disuspensikan dalam larutan DNA, dan larutan ini dapat masuk ke sel melalui
lubang yang telah terbentuk. Awalnya teknik ini dimanfaatkan untuk kultur
sel. Namun kemudian dikembangkan untuk diaplikasikan untuk telur dan
sperma ikan. Teknik eletroforesis telah digunakan dalam beberapa spesies
10
ikan seperti ikan mas dan salmon Ikan tersebut melakukan elektroforesis
dengan memanfaatkan telur yang telah dibuahi. Tingkat kelangsungan hidup
dan transformasi yang diperoleh dengan elektroforesis tidak setinggi dengan
level yang diperoleh dengan teknik mikroinjeksi.
Baru-baru ini, penelitian mengembangkan teknik elektroforesis ini untuk
memperoleh hasil yang lebih baik dengan menggunakan sperma yang telah
direhidrasi (Kang et al. 1999). Pertama-tama sperma ikan mas dihidrasi dalam
larutan hiperosmotik dan dilanjutkan dengan rehidrasi dengan larutan
hyposmotik yang mengandung DNA untuk mengembalikan tekanan osmotis
cairan seminal ke kondisi awal. Elektroforesis dilakukan pada saat proses
rehidrasi.
Hasil menunjukkan bahwa elektroforesis selama rehidrasi dapat
meningkatkan penyerapan DNA yang juga berarti meningkatkan frekuensi
transfer gen. Meskipun teknik ini belum sempurna, hasil yang diperoleh
menunjukkan bahwa cara ini cukup efektif.
11
7. Integrasi gen ke dalam genom penerima
8. Ekspresi gen dalam genom penerima; pewarisan gen melalui generasi
selanjutnya.
12
Kerugian :
a Dapat menimbulkan alergi dan keracunan
Tanaman transgenik tahan hama diduga dapat menimbulkan
keracunan bagi konsumennya. Hal ini didasarkan pada fakta bahwa
tanaman tahan serangga yang diintroduksi dengan gen Bt yang bersifat
racun terhadap serangga, juga akan berakibat racun pada manusia.
Sanggahan yang muncul adalah gen Cry I Bt hanya kompatibel pada
golongan Lepidoptera, sedangkan gen Cry III Bt kompatibel pada
Coleoptera.
Penelitian yang dilaksanakan Fares dan El Sayed (1998), melakukan
percobaan memberi makan tikus dengan kentang transgenik Bt var.
Kurstaki Cry 1. Hasil yang diperoleh ternyata memperlihatkan gejala
villus ephitelial cell hypertrophy, multinucleation, disrupted microvili,
degenerasi mitokondrial, peningkatan jumlah lisosom, autofagic vacuoles,
serta pengaktifan crypt paneth cell (Karmana, Wayan. 2009)
b Merusak lingkungan
Bagi lingkungan, tanaman transgenik diyakini dapat berdampak
buruk. Salah satu dampaknya adalah polusi gen. Tanaman transgenik
yang dapat dikatakan super karena memiliki kelebihan dibandingkan
tanaman asli dapat menyaingi dan tanaman asli sehingga dapat
mengancam keberlanjutan kehidupan tanaman asli. Tanaman transgenik
yang langsung dilepas ke alam, tanpa evaluasi dampak terlebih dahulu
juga ditakutkan dapat melakukan pertukaran gen dengan tanaman asli
melalui penyebaran serbuk sari sehingga menyebabkan tanaman berubah
menjadi tanaman transgenik seluruhnya atau dapat dikatakan terjadi
penularan sifat termutasinya pada tanaman non transgenik. (Karmana,
Wayan. 2009)
c Resistensi antibiotic
13
Tanaman transgenik yang diintroduksi dengan antibiotik Kanamicyn
R (Kan R) jika dikonsumsi oleh manusia diduga dapat menyebabkan
resistensi bakteri dalam tubuh manusia akibat pemaparan dengan
antibiotik secara kontinu. Bantahan yang sementara muncul adalah hanya
kecil sekali probabilitas pertukaran (transfer) horizontal gen Kan-R dari
tanaman ke usus manusia karena gen tersebut telah bergabung
(inkorporasi) dengan tanaman dan tanaman tidak memiliki gen untuk
menggabungkannya dengan gen manusia (Karmana, Wayan. 2009)
d Penyebaran gen-gen tertentu kepada tanaman non- sasaran melalui
persilangan dan pemencaran
Perpindahan gen dapat juga terjadi pada uji lapangan, meski di lokasi
yang sangat terisolasi untuk mencegah terjadi penyerbukan silang.
Persilangan antara tanaman transgenik dengan tanaman liar sangat
mungkin terjadi, seperti dilaporkan Rissler dan Mellon, yaitu antara
Brassica napa transgenik dengan kerabat liarnya Brassica campestris,
Hirscheldia incana, dan Raphanus raphanistrum (Mae-Wan Ho, 1997).
Karena di alam banyak faktor yang berpengaruh, seperti angin, kupu-
kupu, kumbang, tawon, dan burung. Tidak ada jaminan serbuk sari tidak
berpindah ke kerabat tanaman itu atau gulma sehingga menjadi lebih kuat
karena resisten terhadap hama. Jika kerabat dekat tanaman Bt berupa
gulma, bisa-bisa menjadi resisten dan sukar dikendalikan. Terjadinya
penyerbukan silang yang akan memindahkan gen-gen asing ke tanaman
lain (gulma), bisa memunculkan gulma super yang resisten hama penyakit
dan herbisida. Gen-gen pengendali hama yang menyebar ke tanaman liar
itu akan melenyapkan secara besar-besaran spesies serangga dan hewan
(Karmana, Wayan. 2009).
14
I. Hubungan transgenic dalam bidang kefarmasian
15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan data di atas, didapatkan kesimpulan bahwa makalah ini
membahas tentang tanaman dan hewan transgenik. Transgenik tanaman
adalah tanaman yang telah direkayasa bentuk maupun kualitasnya melalui
penyisipan gen atau DNA binatang, bakteri, mikroba, atau virus untuk tujuan
tertentu. Hewan transgenik merupakan satu alat riset biologi yang potensial
dan sangat menarik karena menjadi model yang unik untuk mengungkap
fenomena biologi yang spesifik (Pinkert, 1994). Tujuan dari transgenik ini
adalah untuk mendapatkan sifat yang diinginkan dan peningkatan produksi.
Contoh tanaman transgenik adalah gen dari tumbuhan narsis, jagung, dan
bakteri Erwinia disisipkan pada kromosom padi. Teknik-teknitransgenik
(Hutabarat, Andesta. 2020) yaitu Mikroinjeksi dan Elektroforesis. Proses
produksi organisme transgenik yaitu Identifikasi minat gen, Isolasi gen yang
diinginkan, Memperkuat gen untuk menghasilkan banyak salinan,
Mengasosiasikan gen dengan promotor yang sesuai dan urutan dan penyisipan
poli A plasmid, Menggandakan plasmid dalam bakteri dan memulihkan
konstruksi kloning untuk injeksi, Pemindahan konstruksi ke dalam jaringan
penerima, biasanya telur yang dibuahi, Integrasi gen ke dalam genom
penerima, dan Ekspresi gen dalam genom penerima; pewarisan gen melalui
generasi selanjutnya.
16
DAFTAR PUSTAKA
Hacket, P.B. 1993. The molecular biology of transgenic fish, p: 207- 240. In: P.W.
Hochachka & T.P. Mommsen, Molecular Biology Frontiers” (Eds.). Elsevier, New
York
Kang, J.H., G. Yoshizaki, O. Homma, C.A. Strunsmann & F. Takashima. 1999. Effect of
an osmotic differentiation on the efficiency of gene transfer by electroporation of fish
spermatozoa. Aquaculture, 173: 297-307.
Muthiadin, Cut. 2014. Pengantar Rekayasa Genetika. Universitas Islam Negri Alauddin.
Makassar
Sugianto. 2017. Kajian Bioetika Tanaman Transgenik. Universitas Wiralodra. Jawa Barat
17