Anda di halaman 1dari 51

BIOteknologi

Always Do The Best For The Future

Month: October 2017

Bioteknologi Tumbuhan (GMO)

OCTOBER 27, 2017 / KELOMPOK3BIOTEKNOLOGI / LEAVE


A COMMENT
Aditya Indra Permana            (1157020002)

Anna Millati Asma Amania    (1157020007)

Dian Muhamad Ramdan         (1157020014)

E. Sopa Alawiyah                      (1157020018)

Erna Pradika                              (1157020021)

Fatiya Shofwaturrohmani     (1157020025)

Intan Lupida Diana S.             (1157020040)

Saat ini, kajian ilmu  pengetahuan dan teknologi sudah


berkembang sangat pesat. Dimana, sebagian besar
penerapannya digunakan untuk meningkatkan taraf hidup
manusia. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
tersebut dapat ditelaah dalam ruang lingkup bioteknologi.
Menurut Sugianto (2017), salah satu teknik yang dapat
diterapkan adalah teknologi transgenik yang merupakan
bagian dari rekayasa genetika (RG). Salah satu produk RG
yang dikenal saat ini adalah tanaman transgenik. Tanaman
transgenik dihasilkan dengan cara mengintroduksi gen
tertentu ke dalam tubuh tanaman, sehingga diperoleh sifat
yang diinginkan. Jenis-jenis tanaman transgenik yang telah
dikenal diantaranya tanaman tahan hama, toleran herbisida,
tahan antibiotik, tanaman dengan kualitas nutrisi lebih baik,
serta tanaman dengan produktivitas yang lebih tinggi.

Teknologi transgenik pertama kali dikembangkan oleh


Herbert Boyer dan Stanley Cohen pada tahun 1973. Sejak
saat itu, semakin banyak jumlah transgenik (komoditas hasil
rekayasa genetika) yang dibuat dan disebarluaskan ke dunia.
Enam belas tahun sejak diperkenalkan (1988), terdapat 23
tanaman transgenik. Jumlah ini meningkat pesat pada 1989
menjadi 30 tanaman dan pada tahun 1990 meningkat lagi
menjadi 40 tanaman. Perakitan macam tanaman transgenik
ini diikuti pula oleh bidang industri dengan perluasan lahan
tanam transgenik. Dokumen FAO tahun 2001 menunjukkan
luasan tanaman transgenik di dunia sudah mencapai 44.2
juta hektar dan sebagian besarnya terdiri dari kedelai (58%)
dan jagung (23%) (I Wayan, 2009).

Makhluk hidup transgenik merupakan salah satu bentuk


kehidupan dari hasil suatu rekaya genetika. Meskipun pada
akhirnya, dampak yang diterima bukan hanya yang positif,
bahkan dampak negatif cenderung lebih banyak jika
dibandingkan. Salah satu transgenik yang dapat dilakukan
dengan menggunakan organisme tumbuhan yaitu buah
partenokarpi, golden rice, tomat antisense, kedelai dan
mawar biru.

1. Buah Partenokarpi

Pada prinsipnya rekayasa genetika tanaman memungkinkan


pengubahan suatu sifat yang dituju menjadi jenis berbeda
dan dalam jenis menjadi varietas yang dituju. Dalam
pembentukan buah partnokarpi dengan metode rekayasa
genetika, dapat ditempuh melalui dua pendekatan, yaitu
menghambat perkembangan embrio atau biji tanpa
mempengaruhi pertumbuhan buah dan ekspresi fitohormon
pada bagian ovary atau ovul untuk memacu perkembangan
buah partenokarpi.

Pendekatan pertama yaitu menghambat perkembangan


embrio atau biji tanpa mempengaruhi pertumbuhan buah
dengan cara penggunaan gen yang bersifat merusak sel
(cytotoxic). Gen ini akan menghasilkan senyawa toksik
terhadap sel-sel embrio atau biji, sehingga akan
menghambat bahkan merusak perkembangan embrio atau
biji. Pertumbuhan buah tetap berlangsung, tetapi tidak
menghasilkan biji. Misalnya pada penggunaan gen barnase
yang diisolasi dari bakteri Bacillus amyloliquefaciens atau
dapat pula dihasilkan dari kombinasi gen sitotoksik, seperti
gen iaaM dan iaaH dari bakteri yang mengekspresikan
senyawa toksik kadar tinggi terhadap sel-sel embrio.
kombinasi kedua gen tersebut akan merubah triptofan
menjadi IAA (indole acetic acid) melalui senyawa
indoleacetamide. Kadar IAA yang tinggi tersebut akan
bersifat toksik terhadap sel-sel biji atau embrio tanaman.
Menurut Pardal (2001), dengan menggunakan gen regulator
yang dapat mengekspresikan senyawa toksik seperti gen
barnase tersebut akan mempengaruhi perkembangan
embrio atau endosperm. Hal tersebut dikarenakan gen
Barnase akan menghasilkan enzim ribonuklease pada
bagian biji di bawah control promoter spesifik bagian kulit
biji. Sehingga pertumbuhan dan perkembangan biji akan
terhambat yang menyebabkan nutrisi pada tanaman akan
mengalir pada pertumbuhan dan perkembangan buah.

Cara pendekatan kedua dalam pembentukan buah


partenokarpi yaitu melalui pengekspresikan senyawa
fitohormon IAA atau analognya pada bagian bakal buah
(ovary). Pendekatan kedua ini dilakukan berdasarkan
pengetahuan bahwa penggunaan fitohormon sejenis auksin
atau giberelin dapat menggantikan peran biji dalam
merangsang pembentukan dan perkembangan buah. Tomes,
dkk pada tahun 1996   (dalam Zain, 2015), berhasil
menginduksi buah partenokarpi melalui penggunaan gen
pengkode giberelin, yaitu giberelin 20-oxidase yang mana
diekspresikan pada bagian polen (serbuk sari) sebelum
polinasi.  Buah partenokarpi dapat terbentuk dengan
menggunakan gen pengkode auksin, giberelin dan sitokinin.
Gen-gen tersebut dapat dihasilkan pula dari isolasi
Agrobacterium turnefaciens dan Pseudomonas syringae

Untuk mengubah buah partenokarpi, suatu gen chimera


dikonstruksi, khususnya penggunaan gen DefH9-iaaM yang
mengandung daerah pengkode gen iaaM dari Pseudomonas
syringae di bawah kendali promotor spesifik plasenta dan
ovule dari gen. Gen iaaM mengkode tryptophan
monoxygenase yang memproduksi indolacetamide,
kemudian secara kimiawi atau enzimatis diubah menjadi
auksin indole-3-acetic acid. Penggunaan gen DefH9-iaaM
telah menghasilkan buah partenokarpi pada terung (Pardal,
2015).

2. Golden Rice

Penerapan bioteknologi pada tanaman padi sebenarnya


telah lama dilakukan namun menjadi sangat terdengar
ketika muncul golden rice dalam jurnal science pada tahun
2000. Namun sebenarnya sekitar sepuluh tahun sebelumnya,
ilmuwan jepang telah mengawali mengisolasi gen yang
menyandi jalur biosintesa karotenoid dari bakteri
fitopatogenik Erwina Uredovora. Dari penelitian tersebut
ditemukan bahwa gen Crtl mengkode enzim phytoene
desaturase yang bertanggung jawab untuk mengubah
phytoene menjadi lycopene (I Wayan, 2009).
Luasan lahan pertanian yang semakin sempit
mengakibatkan produksi perlahan harus ditingkatkan.
Peningkatan ini tidak hanya berupa peningkatan bobot
panen namun juga nutrisi atau nilai tambah. Oleh sebab itu
dari suatu luasan yang sebelumnya hanya menghasilkan
karbohidrat diharapkan dapat ditambah dengan vitamin dan
mineral. Hal inilah yang mendorong para peneliti padi
mengembangkan Golden Rice. Pada awalnya penelitian
dilakukan untuk meningkatkan kandungan provitamin A
berupa beta karoten, dan saat ini fokus penelitian tetap
dilakukan (I Wayan, 2009).

Nama Golden Rice diberikan karena butiran yang dihasilkan


berwarna kuning menyerupai emas. Rekayasa genetika
merupakan metode yang digunakan untuk produksi Golden
Rice. Hal ini disebabkan karena tidak ada plasma nutfah
padi yang mampu untuk mensintesis karotenoid.
Pendekatan transgenik dapat dilakukan karena adanya
perkembangan teknologi transformasi dengan
Agrobacterium dan ketersediaan informasi molekuler
biosintesis karotenoid yang lengkap pada bakteri dan
tanaman. Dengan adanya informasi tersebut terdapat
berbagai pilihan cDNA. Produksi prototype Golden Rice
menggunakan galur padi japonica (Taipe 309), teknik
transformasi menggunakan Agrobacterium dan beberapa
gen penghasil beta karoten tanaman daffodil hingga bakteri
(Tran dan Pham, 2010).

Golden Rice adalah beras diperkaya dengan beta-karoten,


sebuah provitamin. Ini dikembangkan untuk membantu
mencegah kekurangan vitamin A dan konsekuensinya sering
parah dan kadang-kadang mematikan dalam padi-makan
populasi di negara berkembang: di negara-negara banyak
orang yang terlalu miskin untuk dapat membeli makanan
yang seimbang dengan hijau, buah-buahan dan produk-
produk hewani. Sayangnya hanya realistis untuk berasumsi
bahwa sebagian besar dari populasi ini akan tetap miskin
dan kekurangan gizi di masa mendatang (Tran dan Pham,
2010).

Golden Rice adalah kultivar (varietas) padi transgenik hasil


rekayasa genetika yang berasnya mengandung beta-
karotena (pro-vitamin A) pada bagian endospermanya.
Kandungan beta-karoten ini menyebabkan warna berasnya
tersebut tampak kuning-jingga sehingga kultivarnya
dinamakan ‘Golden Rice’ (“Beras Emas”). Pada tipe liar
(normal), endosperm padi tidak menghasilkan beta-karoten
dan akan berwarna putih hingga putih kusam. Di dalam
tubuh manusia, beta-karotena akan diubah menjadi vitamin
A (Ming et al, 2004).
Kultivar padi ini dibuat untuk mengatasi defisiensi atau
kekurangan vitamin A yang masih tinggi prevalensinya pada
anak-anak, terutama di wilayah Asia dan Afrika. Nasi
menjadi pangan pokok bagi sebagian besar warga disana,
dan kemiskinan sering kali tidak memungkinkan
penyediaan sayuran atau buah-bahan yang biasa menjadi
sumber provitamin-A dalam menu makanan sehari-hari
(Sugianto, 2017).

Menurut I Wayan (2009), beberapa tahun berselang,


ilmuwan Eropa melaporkan bahwa di dalam biji padi
terdapat bahan dasar (prekusor) untuk bioseintesis
karotenoid, termasuk beta-karoten, yaitu geranyl geranyl
diphosphate (GGDP). Namun secara alami biji padi tidak
menghasilkan phytoene karena terjadi penghambatan fungsi
dari enzim phytoene synthase (PHY) dalam mengubah GGDP
menjadi phytoene. Meskipun demikian, penghambatan
fungsi enzim tersebut bisa dihilangkan dengan cara
mengintroduksi gen PHY dari tanaman daffodil (bunga
narsis/bakung) dengan menggunakan promoter spesifik
untuk endosperma. Selain PHY dan Ctrl, masih ada satu
enzim lagi yang diperlukan untuk mengubah lycopene
menjadi beta-karoten yaitu lycopene cyclase (LYC) yang juga
berasal dari tanaman dattodil.

Jalur biosintesa beta-koroten beserta gen-gen yang terlibat di


dalam pembentukannya, hanya likopena siklase (Lycopene
cyclase) yang tidak diintroduksi dari sumber asing

Golden rice diciptakan oleh transformasi padi dengan dua


karoten biosintesis gen-beta:

– PSY (sintase phytoene) dari daffodil (Narcissus


pseudonarcissus)

– Crtl dari tanah bakteri Erwina uredovora

– Penyisipan dari suatu Lcy (Lycopene) gen adenilat


dianggap diperlukan, tetapi penelitian lebih lanjut
menunjukkan hal itu sudah diproduksi dalam jenis padi
endosperma-liar)

Para psy dan crt 1 Gen yang berubah menjadi nuklir genom
beras dan ditempatkan di bawah kontrol yang endosperm-
spesifik promoter, sehingga mereka hanya dinyatakan dalam
endosperm. Eksogen Lyc gen memiliki urutan peptide transit
terpasang sehingga ditargetkan ke plastid, dimana difosfat
geranylgeranyl pembentukan terjadi. Para bakteri crt 1 gen
merupakan inklusi penting untuk menyelesaikan jalur ini,
karena dapat mengkatalisis beberapa langkah dalam sintesis
karotenoid, sedangkan langkah-langkah ini membutuhkan
lebih dari satu enzim dalam tanaman. Hasil akhir dari jalur
rekayasa likopen, tetapi jika tanaman akumulasi lycopene,
beras akan merah. Analisis terakhir menunjukkan endogen
enzim tanaman proses lycopene beta-karoten dalam
endosperm, memberikan nasi warna kuning khusus untuk
yang bernama. Beras emas asli disebut SGR1.

Golden rice terkenal dengan kandungan Provitamin A


berupa beta karoten. Beta karoten merupakan zat warna
oranye kekuningan, seperti pada tanaman wortel. Golden
rice mengandung betakarotena dan di dalam tubuh manusia
betakarotena tersebut akan diubah menjadi vitamin A.
Vitamin A yang ada di dalam beras ini sanggup mengatasi
defisiensi atau kekurangan Vitamin A pada manusia. Golden
rice juga mempunyaikandungan karbohidrat layaknya beras
pada umumnya, juga mengandung zat besi (Fe).

3. Tomat Antisense

Tomat (Lycopersicon esculentum) merupakan salah satu


produk hortikultura utama. Seperti produk hortikultura
pada umumnya, tomat memiliki  shelf-life  atau daya tahan
yang pendek. Hal tersebut menjadi kendala dalam
transportasi buah Tomat. Proses pemasakan buah dimulai
dari perubahan dinding buah yang menjadi lunak diiringi
dengan produksi komponen warna, perubahan kandungan
gula, flavor dan aroma. Pada kebanyakan buah seperti tomat
dan pepaya, proses pemasakan dimulai apabila buah
memproduksi  volatille compound  yang
disebut  ethylene.  Apabila buah tomat atau pepaya sedang
masak akan melepaskan gas  ethylene  ke udara. Kondisi
tersebut akan mempercepat proses pemasakan buah-buah
tomat atau pepaya lain yang disimpan dalam kantong atau
kotak yang sama.  Ethylene  adalah pemicu utama terjadinya
pemasakan buah. Para peneliti melakukan percobaan untuk
merakit tanaman PRG (produk rekayasa genetik) yang
pemasakan buahnya dapat ditunda. Strategi yang mereka
pakai adalah mengurangi atau menghalangi
produksi ethylene.

Penundaan Pelunakan Buah

Pelunakan buah banyak dipelajari karena sangat berperan


dalam kehilangan pasca panen selama penanganan dan
transpor buah-buahan. Kekerasan buah merupakan fungsi
dari dinding sel yang merupakan komponen struktural yang
mengelilingi setiap sel tanaman. Selama pematangan buah,
berbagai enzim yang terlibat dalam degradasi dinding sel
disintesis dalam buah, diantaranya selulase untuk memecah
selulosa, poligalakturonase (PG) dan pektin metilesterase
(PME) yang mendegradasi pectin (Efendi, 2005).

Salah satu gen yang mengontrol pelunakan yang paling


banyak dipelajari adalah gen yang mengkode enzim
poligalakturonase (PG), yang mengkatalis hidrolisis rantai
asam poligalakturonat pada dinding sel (Grierson et al.,
1986). Penurunan ekspresi gen PG ini diharapkan akan
memperlambat proses pelunakan buah. Sheehy et al. (1988)
telah berhasil menurunkan level gen pengkode PG dan
aktifitas enzim PG dengan teknik sense dan antisense, dan
merupakan contoh sukses pertama penggunaan teknologi
antisense. Perusahaan Calgene dari USA menggunakan
teknologi antisen ini untuk menghasilkan tomat transgenik
yang dinamai ’Flavr Savr’.

Tomat transgenik rendah PG ini menandai era baru dalam


bioteknologi sebagai produk rekayasa genetika pertama
yang dipasarkan. Tomat Flavr Savr dipasarkan oleh Calgene
di USA tahun 1994 dengan nama dagang ”MacGregor’s”
(Webber, 1994). Pada buah tomat transgenik ini terjadi
penurunan tingkat mRNA poligalakturonase 90- 94%,
sedangkan aktivitas enzim poligalakturonase menurun 69 –
93% (Sheehy et al., 1988; Smith et al., 1988). Tomat transgenik
yang membawa gen antisense PG ini tidak menunjukkan
perubahan kecepatan pelunakan (Smith et al., 1988),
walaupun demikian tomat ini lebih tahan pecah, dan lebih
sedikit terjadi kerusakan selama proses pascapanen
dibanding tomat bukan-transgenik (Schuch et al., 1991).
Karena merupakan produk transgenik komersial pertama,
maka tomat Flavr Savr ini juga merupakan produk yang
paling banyak dipelajari. Ternyata tomat ini gagal di pasar
karena berbagai hal dan ditarik dari peredaran kurang dari
setahun sejak dari pelepasannya. Hasil-hasil penelitian
menunjukkan bahwa walaupun PG memainkan peranan
yang penting dalam perubahan tekstur buah selama
pemasakan, tetapi bukanlah faktor primer dalam
mengontrol pelunakan buah (Botella, 2000).

Menurut Good, dkk (1994), ada tiga strategi yang telah


digunakan dalam proses perakitan tomat PRG sehingga
pemasakan buahnya dapat ditunda. Strategi tersebut terkait
dengan pengurangan produksi ethylene :

1. Pengurangan ACC  synthase,ACC  synthase  adalah enzim


di dalam buah tomat yang bertanggung jawab dalam
tahapan sintesis  ethylene  dalam buah. Pengurangan
tingkat ACC  synthase  secara dramatis megurangi
produksi  ethylene. Para peneliti menemukan bahwa
dengan mentransformasikan
gen  antisense  ACC  synthase  ke genom tanaman tomat,
produksi ethylene dalam tanaman menjadi terhambat dan
pemasakan buahnya dapat ditunda. Tomat PRG tersebut
dikembangkan oleh perusahaan DNA Plant Technologies
dan dipasarkan dengan nama Endless Summer.
2. Penambahan ACC  deaminase, Transformasi gen yang
berasal dari bakteri tanah  Pseudomonas chlororaphis.
Gen tersebut mengkode enzim ACC deaminase, yang dapat
memecahkan salah satu  precusorsintesis ethylene(ACC).
Pengurangan tingkat  precusordapat menyebabkan
pengurangan produksi  ethylene  dan menunda proses
kemasakan. Salah satu perusahaan bioteknologi swasta,
yaitu Monsanto mengembangkan tomat PRG dengan sifat
penundaan kemasakan, tetapi tidak dikomersialkan.
3. Penambahan SAM  hydrolase,Gen lain yang digunakan
dalam perakitan tanaman tomat PRG yang pemasakan
buahnya dapat ditunda adalah SAM  hydrolase.  Gen
tersebut berasal dari bacteriophage bakteri  E.coliT3. Gen
tersebut juga dapat memecahkan salah satu  precursor
synthesis ethylene  (SAM). Teknologi ini telah
dikembangkan oleh suatu perusahaan bioteknologi
Agritope, Inc dan diaplikasikan pada tomat varietas
Cherry.

Mekanisme Tomat antisense

Pada tahun 1980, para ilmuwan di Calgene melakukan


penelitian terhadap tomat Flavr Savr, dimana tomat tidak
menjadi lunak saat masak, karena itu dibiarkan
menggantung hingga masak alami. Tomat Flavr Savr
merupakan tomat hasil rekayasa genetika yang memiliki
shelf-life lama dapat diciptakan dengan menyisipkan gen
antibeku dari ikan air dingin ke dalam gen tomat. Gen
antibeku ini diperoleh dari ikan Flounder, yaitu jenis ikan di
Antartika yang dapat bertahan hidup dalam kondisi yang
sangat dingin. Ikan Flounder mempunyai gen antibeku yang
disebut dengan  gen antisenescens  yang dapat menghambat
enzim polygalacturonase (enzim yang mempercepat
kerusakan dinding sel tomat).

Gen ini dipindahkan dari kromosom di dalam sel ikan


Flounder.  DNA antibeku ini kemudian disisipkan pada DNA
bakteri Escherichia coli yang disebut plasmid. DNA hibrid
ini, yang merupakan kombinasi dari dua DNA berbeda
disebut sebagai DNA rekombinan. DNA rekombinan yang
mengandung gen antibeku ini kemudian ditanam kembali
pada bakteri Escherichia coli. Bakteri tersebut memproduksi
kopian dari DNA rekombinan dalam jumlah yang sangat
banyak.  Tahap selanjutnya diawali dengan isolasi DNA sel
tomat terlebih dahulu yang dilakukan dengan cara
menghaluskan batang tomat dalam nitrogen cair
untuk  melepaskan isi sel. Isi sel tersebut kemudian
ditempatkan dalam tabung reaksi, lalu disentrifugasi.
Selama sentrifugasi, isi sel terpisah ke dalam dua lapisan
dimana salah satunya adalah lapisan DNA. Lapisan ini
kemudian dipisahkan dari tabung, kemudian ditambahkan
enzim restriksi, yaitu ECO R1 yang berfungsi memotong  di
lokasi DNA yang spesifik.  Sel tanaman tomat diinfeksi
dengan bakteri tersebut. Setelah itu ditambahkan enzim
ligase ke dalam DNA tomat dan plasmid untuk
menyambungkan DNA, sehingga dapat lengket. Hasilnya, gen
antibeku pada plasmid yang terdapat pada bakteri
bergabung dengan DNA sel tanaman tomat.  Sel tanaman
tomat kemudian ditempatkan pada media tumbuh yang
berupa cawan petri yang mengandung  media nutrien
selektif.Bibit tomat mulai ditanam.  Tanaman tomat hasil
rekayasa genetika mengandung satu kopian gen antibeku
dari ikan Flounder pada setiap selnya

Tomat transgenik rendah PG ini menandai era baru dalam


bioteknologi sebagai produk rekayasa genetika pertama
yang di pasarkan. Tomat Flavr Savr dipasarkan oleh Calgene
di USA tahun 1994 dengan nama dagang ”MacGregor’s”
(Webber, 1994). Tomat transgenik yang membawa gen
antisense PG ini tidak menunjukkan perubahan kecepatan
pelunakan (Smith et al, 1988). Walaupun demikian tomat ini
lebih tahan pecah dan lebih sedikit terjadi kerusakan selama
proses pascapanen dibandign tomat bukan transgenik
(Schuch et al, 1991). Setelah dilakukan penelitian oleh
Calgene dan pembicaraan dengan FDA (Badan Pengawas
Obat dan Makanan AS), FDA menemukan tomat ini aman
dan menyetujui tomat Flavr Savr dipasarkan pada 17 Mei
1994

           Berikut ini merupakan keuntungan dari Tomat Flavr


Savr (tomat trasgenik):

Memperpanjang masa simpan tomat selama proses


distribusi tanpa mengubah rasa alami tomat, sehingga
memungkinkan tomat dapat dikemas dan dikirim dalam
jangka waktu lebih lama
Meminimalisir biaya pengemasan saat dipasarkan ke
daerah yang lebih jauh
Secara tidak langsung dapat meningkatkan
perekonomian petani kecil
Merupakan salah satu inovasi baru dalam bidang ilmu
pengetahuan dan teknologi
Menghasilkan tanaman tomat yang tahan terhadap cuaca
dingin, sehingga memiliki musim tumbuh yang lebih
lama

4. Kedelai

Kedelai (Glycine max L. Merill) merupakan salah satu bahan


pangan bagi rakyat Indonesia yang permintaannya terus
meningkat. Diantara jenis legum, kedelai merupakan sumber
protein paling baik karena mempunyai susunan asam amino
esensial paling lengkap. Disamping itu kedelai juga dapat
digunakan sebagai sumber lemak, vitamin, mineral dan
serat .Mengungkapkan bahwa kedelai umumnya ditanam di
lahan kering maupun sawah pada musim kemarau. Lahan
kering pada umumnya mempunyai kemampuan tanah
menahan air (water-holding capacity) dan kandungan
nitrogen yang rendah. Kandungan nitrogen yang rendah
terhadap tanah yang ditumbuhi oleh tanaman kedelai akan
dapat mempengaruhi tanaman tersebut sehingga
kandungan protein biji kedelai memiliki nilai yang rendah
dan produksi tanaman kedelai (Glycine max L. Merill) akan
menurun. Hal ini disebabakan terdapat berbagai kedelai
impor yang memiliki   variasi ukuran berbeda dari yang
terbesar hingga terkecil dengna kandungan tinggi protein.
Biji kacang kedelai di Indonesia besar biji bervariasi dari 6-
30 gram denganukuran kecil, sedang dan ukuran biji besar.
Kandungan protein kedelai sebanayak 30,90.

Maka penggunaan bokashi yang dapat dimanfaatkan untuk


meningkatkan kandungan material organik pada tanah yang
keras sehingga dapat meningkatkan aerasi, mengurangi bulk
density, dan meningkatkan kadar nitrogen tanah. Sehingga
nutrisis zat pengatur tumbuhan terhadap tanaman kedelai
tercukupi  (Sundarsih and Kurniati , 2009).

Penggunaan salah satu inovasi dengan teknologi untuk


memenuhi kebutuhan unsur nitrogen tanaman kacang
kedelai adalah dengan menggunakan biofertilizer, seperti
bakteri Synechococus sp. Synechococcus sp. merupakan salah
satu bakteri fotosintetik kelompok Cyanobacteria yang dapat
berasosiasi dengan tanaman kedelai maka dari itu
digunakan bakteri Synechococcus sp ini yang diketahui
memiliki pengaruh baik terhadap biji kedelai dan produksi
tanaman kedelai, selain itu bakteri fotosintetik
Synechococcus sp. mampu berindikasi dengan tanaman
kedelai dan sifatnya saling menguntungkan terhadap
tanaman kedelai tersebut. Selain dapat berfotosintesis,
Synechococcus sp. juga mampu menambah gas nitrogen dari
udara. Asosiasi bakteri dengan kedelai, mampu
meningkatkan fotosintesis dan pasokan N pada tanaman
kedelai, sehingga meningkatkan pertumbuhan maupun hasil
biji. Synechococcus sp. sebagai biofertilizer dapat
meningkatkan kandungan protein biji kedelai sebesar 6,35
persen (Syamsunihar et al., 2007).

Maka perlu dilakukan pengujian terhadap bakteri 


Synechococcus sp yang mampu meningkatan kadar protein
pada biji dan produksi tanaman kedelai. Sehingga pengujian
dilakukan menggunakan tanaman kedelai varietas Baluran
bakteri fotosintetik Synechococcus sp. Strain Situbondo. Alat
utama yang digunakan yaitu spektrofotometer. Penelitan
dirancang dengan menggunakan rancangan split split plot
dengan dua faktor, yaitu faktor bakteri dan faktor bokashi.
Faktor bakteri terdiri atas dua aras yaitu tanpa bakteri
Synechococcus sp., dan dengan bakteri Synechococcus sp.
Faktor dosis bokashi terdiri atas empat aras, yaitu 0, 100, 300,
dan 500 kg/ha. Masing-masing perlakuan diulang sebanyak
tiga kali. Parameter yang diamati meliputi kandungan
protein biji, kandungan N-total jaringan, berat kering 100
biji, jumlah biji pertanaman, tinggi tanaman, kandungan
klorofil daun, serta daya hantar stomata. Analisis kandungan
protein biji dan N-total jaringan menggunakan metode
modifikasi Kjeldahl. Nilai rerata antar perlakuan pada setiap
parameter dibedakan dengan SEM (Standard Error of the
Mean).

Dapat diketahui kandungan N-Total jaringan daun tanaman


kedelai yang berasosiasi dengan bakteri fotosintetik
Synechococcus sp. lebih besar 19,6%. Inokulasi bakteri
Synechococcus sp. pada tanaman kedelai cenderung dapat
meningkatkan kadar N jaringan daun tanaman. Sedangkan
pengaruh perlakuan dosis bokashi menunjukkan bahwa
semakin tinggi dosis yang diberikan, maka kadar N-total
jaringan semakin meningkat. Hal tersebut dikarenakan,
bokashi yang diaplikasikan dapat memenuhi kebutuhan N
tanaman kedelai, karena bokashi memiliki C/N ratio 11,93
yang sudah diklasifikasikan sebagai pupuk organic. Pupuk
bokashi yang diaplikasikan pada media juga dapat
menyediakan kadar N pada tanah, karena kandungan N
tanah tergolong sangat rendah (0,08) (Soedradjad, 2012).

Bokashi yang diberikan pada tanaman memiliki kandungan


N sebesar 1,17%, dimana nilai tersebut sudah menurut
dikategorikan kandungan N yang sangat tinggi. N pada
tanaman, salah satunya digunakan untuk pemanjangan sel
dalam pertumbuhan. Semakin cepat pertumbuhan tanaman,
maka tanaman juga membutuhkan nutrisi N yang besar.
Nitrogen bagi tumbuhan berfungsi sebagai penyusun
protoplasma, molekul klorofil, asam nukleat, dan asam
amino yang merupakan penyusun protein. Nitrogen
merupakan komponen penyusun banyak senyawa organik
penting di dalam tanaman (protein, enzim, vitamin B
complex, hormon, dan klorofil), sehingga nitrogen menjadi
salah satu unsur hara esensial yang membatasi
pertumbuhan tanaman. Bakteri Synechococcus sp. dapat
meningkatkan kandungan klorofil daun tanaman kedelai
pada dosis bokashi 0 kg/ha (Ashari, 2006).

Pengaruh dosis bokashi cenderung meningkatkan klorofil


daun pada dosis 100 kg/ha, namun kandungan klorofil
cenderung menurun pada dosis bokashi lebih dari 100 kg/ha.
Bokashi yang memiliki unsur N sangat tinggi dapat
meningkatkan zat hijau daun saat diberikan dengan dosis
yang cukup, karena N berperan penting dalam hal
pembentukan zat hijau daun yang berguna dalam proses
fotosintesis. Pengaruh bakteri Synechococcus sp. dapat
meningkatkan berat biji per-tanaman sebesar 34,61% pada
dosis bokashi 0 kg/ha. Hal tersebut menunjukkan bahwa
tanaman yang berasosiasi dengan Synechococcus sp.
memiliki pertumbuhan yang lebih baik karena ditopang oleh
N jaringan yang lebih tinggi dengan keberadaan
Synechococcus sp. dalam meningkatkan laju fotosintesis.
Perlakuan dosis bokashi cenderung meningkatkan berat biji
pertanaman. Hal tersebut menunjukkan bahwa tanaman
kedelai membutuhkan N yang cukup dalam proses
pengisisan biji. Unsur N merupakan komponen esensial
dalam asam amino yang menjadi dasar pembentukan
protein, juga dalam basa nitrogen yang terdapat dalam asam
nukleat dan senyawa yang berkerabat, seperti ATP yang
akhirnya menambah berat kering biji. Hasil juga
menunjukkan bahwa bakteri Synechococcus sp. dapat
meningkatkan kandungan protein biji tanaman kedelai
sebesar 1,9% pada dosis 0 kg/ha dan 2,4% pada dosis 100
kg/ha dibandingkan dengan tanaman kontrol. Namun seiring
penambahan dosis bokashi 300 dan 500 kg/ha, kandungan
protein cenderung menurun. Hal tersebut membuktikan
bahwa bakteri Synechococcus sp. dosis 0kg/ha dan dosis 100
kg/ha berpengaruh terhadap penambahan kandungan
protein disaat pasokan N tanaman sedikit. Tanaman kedelai
yang berasosiasi dengan bakteri Synechococcus sp. mampu
meningkatkan pertumbuhan tanaman, sehingga kandungan
N di tanaman meningkat dan kehilangan N pada jaringan
daun tua lebih sedikit. Rendahnya kehilangan N pada
jaringan daun tua ini memperpanjang fungsi daun dalam
proses fotosintesis sehingga kandungan protein biji lebih
tinggi.

Pengaruh dosis bokashi cenderung meningkatkan


kandungan protein biji tanaman kedelai. Hal itu
dikarenakan bokashi yang diberikan memiliki kandungan N
yang sangat tinggi, yaitu sebesar 1,17 %. N merupakan
pembentuk asam amino dan protein, karena satuan dasar
pembentuk protein adalah asam amino. Setiap molekul
amino mengandung karbon, hidrogen, oksigen, dan
nitrogen. Penggabungan asam amino untuk membentuk
protein adalah dengan ikatan peptida, melibatkan gugus
amino pada asam amino yang satu dengan gugus karboksil
pada asam amino lainnya.

Kemajuan teknologi di bidang pertanian sangat membantu


petani dalam bertanam, sehingga produksi dari tanaman
dapat dihasilkan dengan baik dan menguntungkan bagi
petani karena dapat mencapai sesuai tujuan. Sebelumnya
produksi kacang kedelai memiliki biji yang lebih kecil dan
kandungan protein yang rendah dan berakibat produksi
kacang kdelai kurang maju. Namun setelah berkembangnya
ilmu-ilmu teknologi pertanian produksi tanaman kedelai
dengan kandungan protein tingi pada biji dan bentuknya
yang lebih besar dapat meningkatkan produksi yang lebih
baik sehingga mungkin banyak para petani yang akan
menggunakan metode ini namun harus lebih diperhatikan
ketika proses penanaman bakteri kepada tanaman tersebut
dan harus sesuai takarannya agar tidak terjadi suatu hal
yang akan menyebabkan terjadinya kerusakan atau
kegagalan.

5. Bunga Mawar Biru

Pada tahun 1840 perkumpulan hortikultur di Inggris dan


Belgia menawarkan hadiah uang sebesar 500.000 francs bagi
siapapun yang bisa menciptakan blue rose.

Pigmen Dasar pada Tanaman

Terdapat tiga pigemen dasar pada tanaman yang memiliki


precursor yang sama yaitu anthocyanin dihydrokaempferol
(DHK), yaitu :

1. Cyanidin, menghasilkan enzim untuk memodifikasi DHK


dan mengarahkannya menghasilkan pigmen berwarna
merah tua, merah jambu dan lila.
2. Delphinidin, memodifikasi DHK dan mengarahkannya
untuk menghasilkan pigmen berwarna biru.
3. Pelargonidin

Pada tahap ini semua pigmen yang diarahkan masih belum


berwarna dibutuhkan satu enzim lagi yaitu dihydroflavinol
reductase (DFR). Apabila DFR tidak bekerja maka semua
bunga akan berwarna putih.

Mekanisme Mawar Biru (Blue Rose)

Telah diketahui bahwa gen yang berfungsi untuk


menghasilkan delphinidin tidak terdapat pada mawar, maka
gen delphinidin harus didapatkan dahulu dari tanaman yang
memiliki gen delphinidin.

Tahun 1991, Florigene berhasil mengisolasi gen delphinidin


dari bunga Petunia. Dengan menggunakan teknologi
transformasi gen, gen delphinidin dimasukkan ke genom
mawar. Pertengahan tahun 90-an, mendapatkan mawar
pertama dengan delphinidin tetapi hasilnya bukan blue rose
melainkan mawar merah burgundy. Hal tersebut
dikarenakan kombinasi antara cyanidin (yang terdapat
dalam mawar) dengan delphinidin.

Blue rose yang dapat dihasilkan, dibutuhkan mawar putih


dengan mutasi pada DFR, sehingga tidak ada warna lain
yang mengganggu akibat ekspresi gen cyanidin. Akan tetapi,
terdapat kesulitan dalam mendapatkan mawar putih hasil
mutasi DFR dan untuk membuat warna seperti itu dengan
persilangan akan membutuhkan waktu bertahun-tahun.
Pieter Waterhouse dari CSIRO di Australia,yang pertama kali
mempelajari RNAi sebagai alat presisi untuk memanipulasi
fungsi gen ditanaman. Akhirnya didapatkan mawar putih
yang tidak menghasilkan DFR.
Mekanismenya dengan cara, pada mawar tersebut DFR
dihambat fungsinya dengan teknologi RNAi, karena DFR
masih diperlukan oleh mawar untuk memproduksi warna
biru dari delphinidin. Maka fungsi DFR mawar digantikan
oleh DFR asing dari petunia yang tidak bisa mengenali
prekursor warna yang dihasilkan oleh gen cyanidin dan
pelargonidin pada mawar, kemudian dihasilkan mawar biru
(blue rose).

Mekanisme RNAi

Terdapat dua tahan dalam mekanisme  RNAi :

1. Initiation

dsRNA (double-stranded RNA) : dipotong menjadi 19-21


pasang basa (masing-masing dengan 2 basa overhang) oleh
enzim Disers, yang merupakan anggota keluarga enzim
RNAselll. (dsRNA-Spesific ribonuclease). Potongannya
disebut small interfering RNA (siRNA) atau guide RNA.

      2. Effector

siRNA menempel pada komplek nuklease untuk membentuk


susnan komplek RNA-induced silecing complex (RISC). siRNA
didalam RISC membentuk rantai ganda RNA (dsRNA)
memlalui proses enzimatik untuk menjadi ranatai tunggal

RISC aktif mampu mengenal mRNA komplemen yang


dihasilkan gen target. mRNA komplemen yang memnempel
pada siRNA terdegradasi oleh nuklease-nuklease yang
terdapat si RISC.

Dampak Positif dan Negatif Bahan Pangan GMO

Dampah Positif

Berbagai keunggulan lain dari tanaman yang diperoleh


dengan teknik rekayasa genetika menurut (Amin, dkk.,
2010), adalah sebagai berikut :

1. Menghasilkan jenis tanaman baru yang tahan terhadap


kondisi pertumbuhan yang keras seperti lahan kering,
lahan yang berkadar garam tinggi dan suhu lingkungan
yang ekstrim. Bila berhasil dilakukan modifikasi genetika
pada tanaman, maka dihasilkan asam lemak linoleat yang
tinggi yang menyebabkan mampu hidup dengan baik
pada suhu dingin dan beku.
2. Toleran terhadap herbisida yang ramah lingkungan yang
dapat mengganggu gulma, tetapi tidak mengganggu
tanaman itu sendiri. Contoh kedelai yang tahan herbisida
dapat mempertahankan kondisi bebas gulamnya hanya
dengan separuh dari jumlah herbisida yang digunakan
secara normal
3. Meningkatkan sifat-sifat fungsional yang dikehendaki,
seperti mereduksi sifat atau daya alergi (toksisitas),
menghambat pematangan buah, kadar pati yang lebih
tinggi serta daya simpan yang lebih panjang. Misalnya,
kentang yang telah mengalami teknologi rDNA, kadar
patinya menjadi lebih tinggi sehingga akan menyerap
sedikit minyak bila goreng (deep fried). Dengan demikian
akan menghasilkan kentang goreng dengan kadar lemak
yang lebih rendah.
4. Sifat-sifat yang lebih dikehendaki, misalnya kadar protein
atau lemak dan meningkatnya kadar fitokimia dan
kandungan gizi. Kekurangan gizi saat ini telah melanda
banyak negara di dunia terutama negara miskin dan
negara berkembang. Kekurangan gizi yang nyata adalah
kekurangan vitamin A, yodium, besi dan zink. Untuk
menanggulanginya, dapat dilakukan dengan menyisipkan
den khusus yang mampu meningkatkan senyata-senyawa
tersebut dalam tanaman. Contohnya telah dikembangkan
beras yang memiliki kandungan betakaroten dan besi
sehingga mampu menolong orang yang mengalami
defisiensi senyawa tersebut dan mencegah kekurangan
gizi pada masyarakat (Herman M. 2008).

Menurut (Burachik, M. 2010.), Penggunaan rekayasa genetika


khususnya pada tanaman tidak terlepas dari pro kontra
mengenai penggunaan teknologi tersebut. Berikut ini hanya
disebutkan berbagai pandangan yang setuju terhadap
tanaman transgenik karena mengacu pada judul yang
disajikan.

1. Tanaman transgenik memiliki kualitas yang lebih tinggi


dibanding degan tanaman konvensional, memiliki
kandungan nutrisi yang lebih tinggi, tahan hama, tahan
cuaca sehingga penanaman komoditas tersebut dapat
memenuhi kebutuhan pangan secara capat dan
menghemat devisa akibat penghematan pemakaian
pestisida atau bahan kimia serta memiliki produktivitas
yang lebih tinggi.
2. Teknik rekayasa genetika sama dengan pemuliaan
tanaman yaitu memperbaiki sifat-sifat tanaman dengan
menambah sifat-sifat ketahanan terhadap cengkeraman
hama maupun lingkungan yang kurang menguntungkan
sehingga tanaman transgenik memiliki kualitas lebih baik
dari tanaman konvensional serta bukan hal yang baru
karena sudah lama dilakukan tetapi tidak disadari oleh
masyarakat
3. Mengurangi dampak kerusakan dan pencemaran
lingkungan, misalnya tanaman transgenik tidak perlu
pupuk kimia dan pestisida sehingga tanaman transgenik
dapat membantu upaya perbaikan lingkungan.
Adapun menurut (Pramashinta, A., L. Riska, Hadiyanto.
2014), manfaat atau keuntungan dari bahan pangan GMO
yaitu :

Meningkatnya derajat kesehatan manusia dengan


diproduksinya berbagai hormone manusia seperti insulin
dan hormone pertumbuhan
Tersedianya bahan makanan yang lebih melimpah
Tersedianya sumber energi terbaharui
Proses industri yang lebih murah dan
Berkurangnya polusi
Meningkatkan efisiensi dan produktivitas
Nilai ekonomi produk
Memperbaiki nutrisi
Nilai palatabilitas dan meningkatkan masa simpan
produk
Pembuatan biofuel dari tanaman, seperti dari kedelai,
kanola, jagung, dan gandum. Biofuel akan menghemat
penggunaan bahan bakar fosil yang tidak dapat
diperbaharui, dan dikhawatirkan akan segera habis.

Dampak Negatif

Sedangkan resiko yang perlu diperhatikan dari


pengembangan GMO antara lain: kemungkinan terjadinya
gangguan pada keseimbangan ekologi, terbentuknya
resistensi terhadap antibiotik, dikuatirkan dapat
terbentuknya senyawa toksik, allergen atau terjadinya
perubahan nilai gizi16 (Azadi, H dan H. Peter. 2010).

Proses pembuatan GMO’s (bioteknologi) dapat


dimungkinkan terjadinya perubahan senyawa pada
organisme yang bersangkutan, sehingga dapat menjadi
toksin. Gen baru yang dihasilkan, atau peningkatan kadar
hasil produksi dari gen yang sudah ada, dapat menyebabkan
metabolisme dari organisme yang dimodifikasi
menyebabkan tingginya formasi toksin yang sudah ada atau
bahkan menimbulkan fomasi toksin baru. Produk gen
tersebut juga dapat berperan sebagai substrak untuk
biosintesa toksin dengan organisma yang dimodifikasi. Hal
ini penting untuk diingat bahwa bahaya-bahaya potensial
tersebut ada jika susunan gen dari organisme berubah
(Pramashinta, A., L. Riska, Hadiyanto. 2014).

Daftar Pustaka

Amin, L., A. A. Azlan, M. H. Gausmian, J. Ahmad., A. L.


Samian, M. S. Haron, dan N. M. Sidek. 2010. Ethical
perception of modern biotechnology with special focus on
genetically modified food among Muslims in Malaysia. AsPac
J. Mol. Biol. Biotechnol., Vol. 18 (3) : 359-367.
Ashari S. 2006. Hortikultura Aspek Budidaya. Jakarta: UI
Press.

Azadi, H dan H. Peter. 2010. Genetically modified and


organic crops in developing countries: A review of options
for food security. Biotechnology Advances. Vol 28: 160–168.

Botella, J.M. 2000. Biotechnological approach to control


postharvest problems. In: Johnson,         G.I., L. V. To, N. D. Duc
and M.C. Webb (eds.). Quality assurance in agricultural        
produce. ACIAR Proceeding 100. p. 175-183.

Burachik, M. 2010. Experience from use of GMOs in


Argentinian agriculture, economy and environment. N
Biotechnol. Vol. 27 (5): 588-592.

Cahyani SS. 2003. Pengaruh Pemberian Bokashi Terhadap


Sifat Fisik dan Mekanik Tanah serta Pertumbuhan Tanaman
Pak Choi (Brassica chinensis L). Skripsi. Institut Teknologi
Bandung

Effendi, Darda. 2005. Rekayasa Genetika untuk Mengatasi


Masalah-masalah Pascapanen. Bul. Agron.  Vol 33 (2):49-56.

Good, X., J.A. Kellogg, W. Wagoner, D. Langhoff, W.


Matsumura, R.K. Bestwick.  1994.  Reduced ethylene
synthesis by transgenic tomatoes expressing S-
adenosylmethionine hydrolase.  Plant Mol. Biol.  26:781-790.

Grierson, D., M.J. Maunders, A. Slater, J. Ray, C.R. Bird, W.


Schuch, M.J. Holdworth,    G. A. Tucker, J.E Knapp. 1986. Gene
expression during tomato ripening.               Philosophical
Transactions of the Royal Society of London, B314, 399–410.

Herman M. 2008. Teknologi rekayasa genetik dan status


penelitiannya di Indonesia. Dalam: Bambang P, Thohari M.
Tanaman produk rekayasa genetika dan kebijakan
pengembangannya. Bogor (Indonesia): Balai Besar Penelitian
dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik
Pertanian. Vol. 1 : 1-106.

I Wayan Karmana. 2009. Adopsi Tanaman Transgenik dan


Beberapa Aspek Pertimbangannya. GaneÇ Swara. 3(2) : 12-21.

Ming High S, Cohen MB, Yao Shy Q, Altosaar I. 2004.


Achieving successful deployment of Bt rice.Trends in Plant
Science. 9 : 286-292.

Nugroho, Satya. 2005. RNAi Terobosan Bidang Bioteknologi.


BioTrends. 1 (1) : 27-31.

Pardal, Saptowo J. 2001. Pembentukan Buah Partenokarpi


Melalui Rekayasa Genetika. Buletin Agro Bio. Balai Penelitian
Bioteknologi Tanaman Pangan Bogor. 4 (2): 45-49.
Pardal, Saptowo J. 2015. Analisis Molekuler Gen Partenokarpi
DefH9-RI-iaaM pada Progeni Tomat Transgenik. Jurnal
Agrobiogen. 11 (1): 33-40.

Pramashinta, A., L. Riska, Hadiyanto. 2014. Bioteknologi


Pangan: Sejarah, Manfaat dan Potensi Resiko. Review. Jurnal
Aplikasi Teknologi Pangan. Vol. 3 (1) : 1-6.

Schuch, W. J. Kanczler, J. Robertson, D. Hobson, G. Tucker, D.


Grieson, S. Bright, C. Bird.             1991.  Fruit quality
characteristics of transgenic tomato fruit with altered           
polyglacturonase activity. HortSci. 26: 1517-1520.

Setia, D.A, Raden S, Anang S. (2013). Peran Asosiasi


Synechococcus Sp. Terhadap Protein Dan Produksi Biji
Tanaman Kedelai Pada Berbagai Dosis Bokashi . Jurnal
Berkala Ilmiah Pertanian. 1 (1).

Sheehy, R.E., M. Kramer, W.R. Hiatt. 1988. Reduction of


polygalacturonase activity in     tomato fruit by antisense
RNA. Proc. Natl. Acad. Sci. USA. 85:8805-8809.

Smith C.J., C.F. Watson, J. Ray, C.R. Bird, P.C. Morris, W.


Schuch, D. Grierson. 1988.     Antisense RNA inhibition of
polygalacturonase gene expression in transgenic                  
tomatoes. Nature 334:724-726.

Soedradjad R, A Syamsunihar, Usmadi. 2008. Pasokan


Nitrogen oleh Bakteri Fotosintetik Synechococcus sp. Yang
Berasosiasi dengan Tanaman Kedelai (Glycine max L. Merill).
Laporan Kemajuan Penelitian. Lembaga Penelitian
Universitas Jember.

Soedradjad R, A. Syamsunihar. 2012. Peranan Synechococcus


sp. sebagai Biofertilizer untuk Meningkatkan Kadar Protein
Biji Tanaman Kedelai (Glycine max L). Seminar Nasional
“Eksplorasi & Inovasi Sumber Protein untuk Penguatan Sains
& Teknologi di Universitas Jember.

Sugianto. 2017. Kajian Bioetika Tanaman Transgenik. Jurnal


Bioteknologi. 1(2) :1-11. ISSN 2527-9939.

Sundarsih dan Y Kurniati. 2009. Pengaruh Waktu dan Suhu


Perendaman Kedelai Pada Tingkat Kesempurnaan Ekstraksi
Protein Kedelai Dalam Pembuatan Tahu. Jurusan Teknik
Kimia Fakultas Teknik. Universitas Diponegoro. Semarang

Susilawati R. 2000. Penggunaan Media Kompos Fermentasi


(Bokashi) dan Pemberian Effective Microorganism – 4 (EM-4)
Pada Tanah Podzolik Merah Kuning Terhadap Pertumbuhan
Semai Acacia mangium Wild. Skripsi. Institut Pertanian
Bogor.
Syamsunihar A, R Soedradjad, Usmadi. 2007. Karakterisasi
Asosiasi Bakteri Fotosintetik Synechococcus sp. dengan
tanaman Kedelai (Glycine max L. Merill). Laporan Kemajuan
Penelitian. Lembaga Penelitian Universitas Jember.

Tran Thi Cuc and Pham Trung Nghia. 2010. Expression of β-


Carotene in Advance Progenies Derived From Different
Backcrosses of the High-Yielding Rice Varieties to the
Transgenic Golden Rice Line. Omonrice. 17: 1-7.

Webber, G.D. 1994. Biotechnology information series,


genetically engineered fruits and   vegetables. Iowa State
University. Ames. Iowa. Available at    
http://www.extension.iastate.edu/pubication/NCR551.pdf
(http://www.extension.iastate.edu/pubication/NCR551.pdf).

Zain, Abdullah Rahman. 2015. Pembentukan Buah Terung


(Solanum melongena L.) Partenokarpi Melalui Aplikasi
Berbagai Konsentrasi Giberelin. Jurnal Sains dan Teknologi
Tadulako. 4 (2): 60-67.
Advertisements

REPORT THIS AD

REPORT THIS AD

Bioteknologi Hewan
OCTOBER 12, 2017OCTOBER 26, 2017 /
KELOMPOK3BIOTEKNOLOGI / LEAVE A COMMENT
Aditya Indra Permana         (1157020003)

Anna Millati Asma A.           (1157020007)

Dian Muhamad Ramdan     (1157020014)

E. Sopa Alawiyah                  (1157020018)

Erna Pradika                          (1157020021)

Fatiya Shofwaturrahmani  (1157020025)

Intan Lupida Diana S.         (1157020040)

1. Pengertian Bioteknologi Hewan

Bioteknologi hewan adalah bioteknologi yang mengunakan


agen hayatinya berupa hewan dalam proses produksi untuk
menghasilkan barang dan jasa Bioteknologi reproduksi terus
berkembang untuk meningkatkan konsistensi dan
keamanan produk dari ternak yang berharga secara genetik
dan menyelamatkan spesies langka. Bioteknologi reproduksi
juga memudahkan antisipasi kemungkinan industri yang
mengarah pada produk dengan sifat-sifat genetik bernilai
ekonomis seperti pertumbuhan jaringan otot, produk rendah
lemak, dan ketahanan terhadap penyakit (Kugler et al, 2008).
Metode-metode bioteknologi pada hewan antara lain :

Transfer Embrio
Bayi Tabung
Kultur Sel Hewan
Hormon BST (Bovine Somatotrophin)
Hewan transgenic
Kriopreservasi Embrio
Inseminasi Buatan dan Seksing Sperma
Transfer Embrio

a. Transfer Embrio (TE)

Transfer embrio merupakan teknologi yang memungkinkan


induk betina unggul memproduksi anak dalam jumlah
banyak tanpa harus bunting dan melahirkan. TE dapat
mengoptimalkan bukan hanya potensi dari jantan saja tetapi
potensi betina berkualitas unggul juga dapat dimanfaatkan
secara optimal. Pada proses reproduksi alamiah,
kemampuan betina untuk bunting hanya sekali dalam 1
tahun (9 bulan bunting ditambah persiapan untuk bunting
berikutnya) dan hanya mampu menghasilkan 1 atau 2 anak
bila terjadi kembar. Menggunakan teknologi TE, betina
unggul tidak perlu bunting tetapi hanya berfungsi
menghasilkan embrio yang untuk selanjutnya bisa ditransfer
(dititipkan) pada induk titipan (resipien) dengan kualitas
genetik rata-rata etapi mempunyai kemampuan untuk
bunting.

1. Proses dan Tata Cara

Transfer Embrio Prinsip dasar dari  transfer


embrio meliputi beberapa perlakuan dengan menggunakani
teknik-teknik lainnya, yaitu  superovulasi, oestrus
synchronization (Sinkronisasi Birahi),  artificial
insemination  (Inseminasi  Buatan),  embrio / eggs recovery
(Pengumpulan  atau  pemanenan embrio) dan  embrio / eggs
transfer  (Pemindahan embrio)  (Assem dan El, 2005).
Sebelum dilakukan transfer,  dilakukan produksi embrio.
Menurut Wall et al (2009) produksi embrio terdiri dari 2 cara
yaitu produksi embrio in vivo dan produksi embrio in vitro.

Produksi embrio in vivo

Dilakukan dengan cara mengambil atau memanen embrio


yang terdapat di dalam  uterus  (rahim) sapi betina donor
(penghasil embrio), kemudian dipindahkan pada sapi betina
yang lain  (betina resipien)  atau untuk disimpan dalam
keadaan beku  (freeze embryo). Untuk memperbanyak
embrio yang dipanen, maka pada sapi-sapi betina donor
biasanya dilakukan teknik  superovulasi,  yaitu suatu
perlakuan menggunakan hormon untuk memperoleh lebih
banyak sel telur (ovum) pada setiap periode tertentu.
Sehingga dengan demikian, seekor betina donor yang telah
di-superovulasi dan kemudian
dilakukan  inseminasi  (memasukkan sel benih jantan pada
uterus menggunakan alat tertentu), akan menghasilkan
banyak embrio untuk dipanen. Embrio-embrio tersebut
kemudian dipanen (flushing) 2 hari setelah superovulasi dan
inseminasi.  Hasil panen kemudian dilakukan evaluasi
kualitas embrio  (grading),  setelah itu  hasilnya dapat
disimpan beku atau ditransfer pada betina lain.  oestrus
synchronization  (sinkronisasi estrus)  adalah usaha yang
bertujuan untuk mensinkronkan kondisi reproduksi ternak
sapi donor dan resipien.  Sinkronisasi estrus umumnya
menggunakan hormon prostaglandin F2a (PGF2a ) atau
kombinasi hormon progesteron dengan PGF2a. Sedangkan
menurut Asrul superovulasi menggunakan hormon
gonadotropin, seperti FSH (Follicle Stimulating Hormonr)
atau PMSG  (Pregnant Mare’s Serum Gonadotropin).
Penyuntikan hormon itu akan meningkakan
jumlahcorpus  luteum.

Produksi embrio in vitro

Dilakukan dengan cara melakukan fertilisasi antara sel


benih jantan (spermatozoa) dengan sel benih betina (ovum)
dalam laboratorium, sehingga disebut pembuahan di luar
tubuh. Salah satu alat yang digunakan untuk proses ini
adalah cawan petri atau tabung khusus. Sel telur didapatkan
dengan cara mengambil sel-sel telur yang terdapat pada
indung telur (ovarium) sapi-sapi betina yang telah dipotong
di rumah potong hewan.  Setelah diperoleh banyak sel telur,
kemudian dilakukan pencucian dengan larutan khusus,
selanjutnya dilakukan pemilihan sel telur yang masih baik
dan ditempatkan dalam cawan petri. Pembuahan akan
berlangsung jika pada cawan yang berisi sel-sel telur tadi
ditempatkan sel benih jantan (spermatozoa yang masih
hidup)

2. Kelebihan Transfer Embrio

Pada proses reproduksi alami,dalam satu tahun betina


hanya bisa bunting sekali dan hanya mampu menghasilkan
1 anak (atau 2 anak bila terjadi kembar). Menggunakan
teknologi transfer embrio, betina unggul tidak perlu bunting
dan menunggu satu tahun untuk menghasilkan anak. Betina
unggul hanya berfungsi menghasilkan embrio yang
selanjutnya ditransfer (dititipkan) pada induk resipien yang
memiliki kualitas genetik rata-rata tetapi mempunyai
kemampuan untuk bunting.

Embrio yang digunakan untuk transfer embrio dapat berupa


embrio segar atau embrio beku (freezing embrio). Embrio
beku efisien untuk dipakai karena dapat disimpan lama
sebagai stok dan dapat dibawa ke daerah-daerah yang
membutuhkan. Sedangkan embrio segar hanya dapat
ditransfer pada saat produksi di lokasi yang berdekatan
dengan donor.

Perbaikan mutu genetik TE lebih efisien daripada dengan IB.


Perbaikan mutu genetik pada IB hanya berasal dari pejantan
unggul sedangkan dengan teknologi TE, sifat unggul dapat
berasal dari pejantan dan induk yang unggul.

b. Bayi Tabung

Kematian bukan lagi merupakan berakhirnya proses untuk


melahirkan keturunan. Melalui teknik bayi tabung, sel telur
yang berada di dalam ovarium betina berkualitas unggul
sesaat setelah mati dapat diproses in vitro di luar tubuh
sampai tahap embrional. Selanjutnya embrio tersebut
ditransfer pada resipien sampai dihasilkan anak. Secara
alamiah sapi betina berkualitas unggul dapat menghasilkan
sekitar tujuh ekor anak selama hidupnya. Jumlah tersebut
dapat berkurang atau menjadi nol bila ada gangguan fungsi
reproduksi atau kematian karena penyakit. Untuk
menyelamatkan keturunan dari betina berkualitas unggul
tersebut, embrio dapat diproduksi dengan cara aspirasi sel
telur pada hewan tersebut selama masih hidup atau sesaat
setelah mati. Dari ovarium yang diperoleh di rumah potong
hewan bisa diperoleh sekitar 20 sampai 30 sel telur untuk
setiap ternak betina yang dipotong. Sel telur hasil aspirasi
tersebut selanjutnya dimatangkan secara in vitro. Sel telur
yang sudah matang diproses lebih lanjut untuk dilakukan
proses fertilisasi secara in vitro dengan melakukan inkubasi
selama lima jam mempergunakan semen beku dari pejantan
berkualitas unggul. Sel telur yang dibuahi dikultur kembali
untuk perkembangan lebih lanjut. Pada akhirnya embrio
yang diperoleh akan dipanen dan dipindahkan rahim induk
betina dan dibiarkan tumbuh sampai lahir (Kapoor dan
Dikshit, 2005).

c. Kultur Sel Hewan

Kultur sel hewan adalah sisitem menumbuhkan sel manusia


maupun hewan untuk tujuan memproduksi metabolit
tertentu. Pada saat sekarang aplikasi dari system ini banyak
digunakan untuk menghasilkan untuk menghasilkan
produk-produk farmasi dan kit diagnostik dengan
kebanyakan jenis produk berupa molekul protein kompleks.
Hal yang paling mendorong kearah aplikasi ini adalah
karena biaya operasionalnya yang tinggi, terutama medium.
Selain itu system metabolisme sel hewan tidak “seramai”
pada system metabolisme sel tanaman. Sekalipun demikian
ada aplikasi yang berhubungan tidak langsung dengan
masalah pangan, misalnya: penetapan jenis kelamin dari
embrio yang akan ditanam, penentuan masa ovulasi dari
sapid an fertilisasi in vitro untuk hewan. Aadapun contoh-
contoh produk yang biasa dihasilkan oleh sel hewan
misalnya: interferon, tissue plasminogen activator,
erythroprotein, hepatitis B surface antigen (Miguel et al,
2010).

Manfaat kultur sel :

1. Keuntungan hemat tempat, waktu, biaya & keturunan


yang dihasilkan identik
2. Mengatasi keterbatasan jumlah sel dalam pembuatan
vaksin
3. Sel hibridoma
4. Mempelajari kondisi fisiologi sel

d. Hormon BST (Bovine Somatotrophin)

Dengan rekayasa genetika dihasilkan hormon pertumbuhan


dewan yaitu BST. Caranya adalah:

1. Plasmid bakteri E.Coli dipotong dengan enzim


endonuklease
2. Gen somatotropin sapi diisolasi dari sel sapi
3. Gen somatotropin disisipkan ke plasmid bakteri
4. Bakteri yang menghasilkan bovin somatotropin
ditumbuhan dalam tangki fermentasi
5. Bovine somatotropin diambil dari bakteri dan
dimurnikan.

Hormon ini dapat memicu pertumbuhan dan meningkatkan


produksi susu. BST ini mengontrol laktasi (pengeluaran susu)
pada sapi dengan meningkatkan jumlah sel-sel kelenjar susu.
Jika hormon yang dibuat dengan rekayasa genetika ini
disuntuikkan pada hewan, maka produksi susu akan
meningkat 20%. Pemakaian BST telah disetujui oleh FDA
(Food and Drug Administration), lembaga pengawasan obat
dan makanan di Amerika. Amerika berpendapat nsusu yang
dihasilkan karena hormon BST aman di konsumsi tapi di
Eropa hal ini dilarang karena penyakit mastitis pada hewan
yang diberikan hormon ini meningkat 70%. Selain
memproduksi susu, hormon ini dapat memperbesar ukuran
ternak menjadi 2 kali lipat ukuran normal. Caranya dengan
menyuntik sel telur yang akan dibuahi dengan hormon BST.
Daging dari hewan yang diberi hormon ini kurang
mengandung lemak. Sehingga dikhawatirkan hormon ini
dapat mengganggu kesehatan manusia

e. Hewan Transgenik

Hewan transgenik merupakan satu alat riset biologi yang


potensial dan sangat menarik karena menjadi model yang
unik untuk mengungkap fenomena biologi yang spesifik
(Zhang et al, 2004).  Sedangkan hewan transgenik menurut
Federation of European Laboratory Animal Associations
adalah hewan dimana dengan sengaja telah dimodifikasi
genome-nya, gen disusun dari suatu organisme yang dapat
mewarisi karakteristik tertentu. Dua alasan umum mengapa
hewan transgenic tetap diproduksi :

1. Beberapa hewan transgenic diproduksi untuk


mempunyai sifat ekonomis spesifik. Contoh, ternak
transgenic diciptakan untuk memproduksi susu yang
mengandung protein khusus manusia, dimana mungkin
dapat membantu dalam perawatan penyakit emphysema
pada manusia (penyakit pembengkakan paru-paru
karena pembuluh darah).
2. Hewan transgenic lainnya diproduksi sebagai model
penyakit (secara genetic hewan dimanipulasi untuk
menunjukkan gejala penyakit sehingga perawatan efektif
dapat dipelajari). Contoh, ilmuwan Harvard membuat
terobosan besar secar ilmiah ketika mereka diterima
sebuah paten U.S. untuk keahlian tikus secara genetic,
dimana tikus membawa gen yang mengembangkan
variasi kanker manusia. Kemampuan untuk
mengintroduksi gen-gen fungsional ke dalam hewan
menjadi alat berharga untuk memecah proses dan sistem
biologi yang kompleks. Transgenik mengatasi kekurangan
praktek pembiakan satwa secara klasik yang
membutuhkan waktu lama untuk modifikasi genetik.
3. Aplikasi hewan transgenik melingkupi berbagai disiplin
ilmu dan area riset diantaranya:
4. Basis genetik penyakit hewan dan manusia, disain dan
pengetesan terapinya;
5. Resistensi penyakit pada hewan dan manusia; Terapi gen
Hewan transgenik merupakan model untuk
pertumbuhan, immunologis, neurologis, reproduksi dan
kelainan darah)
6. Obat-obatan dan pengetesan produk
7. Pengembangan produk baru melalui “molecular farming”
Introduksi gen ke dalam hewan atau mikroorganisme
dapat merubah sifat dari hewan atau organisme tersebut
agar dapat menghasilkan produk tertentu yang
diperlukan oleh manusia seperti factor IX dan
hemoglobin manusia.

Produksi peternakan

1. Ternak Pemanfaatan teknologi transgenik


memungkinkan diperolehnya ternak dengan
karakteristik unggul (Pinkert, 1994; Prather et al, 2003).
Petani selalu menggunakan peternakannya yang selektif
untuk menghasilkan hewan yang sesuai dengan
keinginan. Misalnya meningkatkan produksi susu,
meningkatkan kecepatan pertumbuhan. Peternakan
tradisional memakan waktu dan sulit memenuhi
permintaan. Ketika teknologi menggunakan biologi
molekuler untuk mengembangkan karakteristik hewan
dengan waktu yang singkat dan tepat. Disamping itu,
transenik hewan menyediakan cara yang mudah untuk
meningkatkan hasil.
2. Kualitas produksi Sapi transgenic bisa memproduksi susu
yang banyak dan rendah laktosa dan kolesterol, babi dan
unggas menghasilkan daging yang lebih banyak, dan
domba yang memiliki wool yang tebal. Di masa lampau,
petani menggunakan hormone pertumbuhan untuk
memacu perkembangan hewan tetapi teknik ini
bermasalah, khususnya sejak residu hormone masih
terkandung dalm produk.
3. Resistensi penyakit Ilmuwan mencoba menghasilkan
hewan yang resisten terhadap penyakit, seperti babi yang
resisten terhadap influenza, tetapi jumlah gen yang
berperan masih terbatas jumlahnya.

Aplikasi Kesehatan

1. Pasien yang meninggal tiap tahun karena butuh


pengganti jantung, hati, atau ginjal. Contoh, sekitar 5000
organ dibutuhkan tiap tahun di UK. Babi transgenic
menyediakan transpalantasi organ yang dibutuhkan
untuk meredakan. Xenotransplantation adalah wadah
yang diproduksi oleh protein babi yang dapat
menyebabkan alergi pada penerima donor, tetapi bisa
dihindarkan dengan mengganti protein babi dengan
protein manusia.
2. Suplement nutrisi dan Obat-obatan Produk seperti
insulin, hormone pertumbuhan, factor anti
penggumpalan darah mungkin terkandung dalam susu
sapi, kambing, dan domba transgenic. Penelitian
merupakan cara untuk menghasilkan susu melalui
transgenesis untuk penyembuhan penyakit seperti
phenylketonuria (PKU), penyakit pembengkakan paru-
paru yang menurun, dan penyakit kista. Contoh : Pada
tahun 1997, sapi transgenic pertama kali, memproduksi
yang kaya akan protein 2,4 gr per liter. Susu sapi
transgenic ini lebih bernutrisi daripada susu sapi biasa.
Susu ini dapat diberikan pada bayi atau dan orang
dewasa dengan gizi yang dibutuhkan dan mudah dicerna.
Karena mengandung gen alpha-lactalbumin.
3. Terapi Gen Manusia Terapi gen manusia meliputi
penambahan copyan gen normal pada genome orang
yang memiliki gen yang tidak normal. Perlakuan tersebut
berpotensi pada 5000 penyakit genetic yang besar dan
hewan transgenic. Contoh, salah satu institute di finladia
memproduksi gen anak sapi mampu memacu
pertumbuhan sel darah merah di manusia.

Aplikasi industri

Pada tahun 2001, 2 ilmuwan di Canada menyambung gen


laba-laba ke dalam sel penghasil susu kambing. Kambing
mulai menghasilkan strand seperti serabut sutra saat
pemerahan susu. Dengan mengekstrak polimer strand dari
susu dan menenunnya menjadi benang, kemudian ilmuwan
membuatnya menjadi mengkilat, keras, dan fleksibel dan
diaplikasikan pada pembuatan kain, kasa steril, dan string
raket tenis. Hewan transgenic yang sensitive terhadap racun
telah diproduksi untuk uji keamanan kimia. Mikroorganisme
telah dirancang untuk meproduksi varietas protein yang
dapat memproduksi enzim untuk mempercepat reaksi kimia
pada industri.

f. Kriopreservasi Embrio

Kriopreservasi merupakan komponen bioteknologi yang


memiliki peranan yang sangat besar dan menentukan
kemajuan teknologi transfer embrio. Hal ini dikaitkan
dengan kemampuannya dalam mempertahankan viabilitas
embrio beku dalam waktu yang tidak terbatas sehingga
sewaktu-waktu dapat ditransfer ketika betina resipien telah
tersedia, serta dapat didistribusi ke berbagai tempat secara
luas. Dengan kata lain, Kriopreservasi merupakan suatu
proses penghentian sementara kegiatan metabolism sel
tanpa mematikan sel dimana proses hidup dapat berlanjut
setelah kriopreservasi dihentikan. Metode kriopreservasi
dapat dilakukan dengan dua cara yakni kriopreservasi
secara bertahap dan kriopreservasi secara cepat (vitrifikasi).
Secara umum, mekanisme kriopreservasi merupakan
perubahan bentuk fisik timbal balik dari fase cair ke padat
dan kembali lagi ke fase cair. Mekanisme fisika
kriopreservasi meliputi penurunan temperatur pada
tekanan normal disertai dengan dehidrasi sampai tingkat
o
tertentu dan mencapai temperatur jauh di bawah 0 C
o
(-196 C). Proses ini harus reversibel ke kondisi fisiologis
awal. Tujuan kriopreservasi adalah mempertahankan
sesempurna mungkin sifat-sifat material biologis terutama
viabilitasnya.

g. Inseminasi Buatan dan Seksing Sperma

Program peningkatan produksi dan kualitas pada ternak


berjalan lambat bila 13 proses reproduksi berjalan secara
alamiah. Melalui rekayasa bioteknologi reproduksi, proses
reproduksi dapat dimaksimalkan antara lain dengan
teknologi IB (inseminasi buatan). Tujuan utama dari teknik
IB ialah memaksimalkan potensi pejantan berkualitas
unggul. Sperma dari satu pejantan berkualitas unggul dapat
digunakan untuk beberapa ratus bahkan ribuan betina,
meskipun sperma tersebut harus dikirim ke suatu tempat
yang jauh. Jenis kelamin anak pada ternak yang diprogram
IB dapat ditentukan dengan memanfaatkan teknologi
seksing sperma X dan sperma Y. Dewasa ini ada dua teknik
yang umum dipakai untuk seksing sperma yaitu separasi
albumin yang menghasilkan 75 sampai 80 persen sperma Y
dan filtrasi sephadex yang menghasilkan 70 hingga 75
persen sperma X. Perubahan proporsi sperma X atau Y akan
menyebabkan peluang untuk memperoleh anak dengan
jenis kelamin yang diharapkan lebih besar. Seleksi gender
pada hewan digunakan untuk beberapa tujuan diantaranya:

1. Memproduksi lebih banyak anak betina dari induk


superior untuk meningkatkan produksi susu, daging dan
kulit.
2. menghasilkan lebih banyak anak jantan untuk produksi
daging dari betina-betina yang telah diculling.
3. Mencegah intersex pada kelahiran kembar (khususnya
ternak sapi).
4. Dampak Negatif Bioteknologi Hewan

Ada dua konsep yang berbeda tentang keselamatan hewan


yang ada saat ini. Konsep yang terbatas berfokus pada
kesehatan biologis dari organisme yang diklon dan pada
kualitas kejiwaan dari hewan yang ditunjukkan akibat
intervensi manusia dalam hidupnya. Konsep yang luas juga
mempertimbangkan mengenai kesempatan hewan untuk
menunjukkan spesifikasi jenis spesies yang alami. Kedua
perspektif ini menjadi dasar dari perdebatan tentang
keselamatan hewan, resiko yang dapat ditimbulkan dan juga
segi etikanya.
1. Konsep terbatas Konsep terbatas terbagi menjadi dua
yaitu tentang sisi etika dan kejiwaan dari hewan dan
tentang kesehatan fisiologis dan biologis dari hewan. Sisi
etika dan kejiwaan hingga saat ini masih menjadi
perdebatan karena tidak terdapat metode untuk
mengukur kejiwaan dari hewan. Sehingga umumnya
banya dibahas mengenai efek kesehatan fisik dan biologis
hewan. Hal ini seringkali menyebabkan berbagai
masalah yang berkaitan dengan keselamatan hewan.
Masalah yang umunya terjadi adalah kehamilan yang
terlambat atau terlalu dini, kematian saat kelahiran, jarak
kematian setelah kelahiran yang singkat, masa hidup
yang singkat, obesitas dan berbagai macam cacat tubuh.
2. Konsep luas Konsep luas juga mencakup permasalahan
pada kesehatan hewan tetapi juga mempertimbangkan
kealamian dari hewan dan sisi etika terhadap hewan.
Bioteknologi pada hewan dapat menimbulkan efek
negatif terutama pada kehidupan alamiah hewan. Proses
kloning dan rekayasa ataupun in vitro menyebabkan
hewan tidak dapat hidup secara alami pada habitatnya.
Fokus masalah umunya terdapat pada proses perkawinan
hewan yang tidak lagi terjadi secara alami. Hal ini
melanggar kode etik terhadap hewan. Selain itu, proses
perkawinan yang direkayasa oleh manusia dapat
menghilangkan spesies-spesies alami. Efek tersebut dapat
menyebabkan kepunahan terhadap spesies-spesies
hewan tertentu. Bioteknologi pada hewan juga dapat
menggangu keseimbangan ekosistem lingkungan dan
juga sistem rantai makanan. Selain itu, hewan hasil
rekayasa atau kloning kehilangan integritasnya sebagai
hewan. Integritas yang dimaksud yaitu hak untuk hidup
secara alami yang tidak diperoleh hewan hasil klon atau
rekayasa. Hal ini dikarenakan hewan hasil bioteknologi
tidak memiliki kesempatan untuk hidup seperti hewan
lainnya, contohnya: hidup di laboratorium, makanan
diatur ilmuan, proses perkawinan yang direkayasa, dsb.
3. Resiko pada kesehatan manusia Produk pangan hewani
hasil bioteknologi menjadi perdebatan dalam kalangan
masyarakat. Konsumsi produk hewani hasil bioteknologi
dapat menyebabkan alergi pada manusia. Selain itu juga
diperkirakan dapat mengubah susunan genetik manusia
apabila gen yang direkayasa tersebut menyisip pada gen
manusia. Penyisipan gen ini dapat menyebabkan
berbagai macam efek mutasi pada fisik manusia, salah
satu contohnya adalah pertumbuhan sel yang abnormal
yang dikenal dengan kanker. Dampak lain dari mutasi
adalah cacat lahir pada keturunan berikutnya yang
disebabkan karena gen yang menyisip juga diturunkan ke
bayi dan diekspresikan.
4. Resiko pada lingkungan dan sosio ekonomi Resiko
bioteknologi hewan terhadap lingkungan yaitu
menggangu keseimbangan alam. Resiko utama adalah
kepunahan dari jenis hewan alami, hal ini dikarenakan
manusia terus mengembangbiakkan hewan hasil
rekayasa sehingga hewan alaminya mulai tersisihkan
kemudian punah. Keseimbangan alam lain yang
terganggu adalah rantai makanan dan seleksi alam, di
mana yang dapat bertahan hidup hanya hewan hasil
rekayasa. Hewan hasil rekayasa bioteknologi yang
dilepaskan ke alam bebas juga diperkirakan dapat
menyebabkan mutasi alam, terutama apabila gen yang
disisipkan dapat berpindah kepada organisme lainnya.
Mutasi alam berdampak dengan: menurunkan gen pada
keturunan berikutnya, menyebabkan ukuran hewan
abnormal, dan menyebabkan jumlah hewan kuat yang
berlebihan sehingga timbul dominasi di alam. Rekayasa
yang terus berkembang juga dapat menyebabkan
keseragaman genetik pada ekosistem yang menyebabkan
alam kehilangan keberagamannya. Resiko bioteknologi
hewan pada sosio ekonomi berupa adanya keseragaman
genetik. Umumnya variasi akan hewan pangan dalam hal
jenis dan ukuran akan menyebabkan variasi harga yang
mendukung pertumbuhan ekonomi. Apabila ada
keseragaman genetik, maka harga hewan pangan akan
menjadi sama sehingga terjadi penurunan ekonomi.
Perusahaan pangan yang menggunakan produk
bioteknologi akan makin berkembang sedangkan yang
tidak akan merugi. Dampak lain juga terdapat pada
bidang sosial dan politik. Akan terjadi kesenjangan sosial
antara negara yang maju dan menggunakan pangan
transgenik dan negara berkembang. Hal ini juga akan
memicu ketergantungan pangan oleh negara berkembang
terhadap negara maju. Secara politik, ketergantungan ini
dapat merugikan negara-negara berkembang. Masalah
sosial-politik ini dapat memicu kembali masalah negara
barat dan negara timur.

DAFTAR PUSTAKA

Assem, S S. And El-Zaeem, S.y. 2005. Application Of


Biotechnology In Fish Breeding. II : Production Of Highly
Immune Genetically Modified Redbelly Tilapia, Tilapia zillu.
African Journal of Biotechnologi. 4(5) : 449-459.

Kapoor, K, dan Dikshit, M. 2005. Transgenic And Gene-


Knockout Rodents As Reasearch Tools For Cardiovaskular
Disorders. Scond. J. LaB. Anin. Sci. 2(32) : 49-67.

Kugier, W., Grunenfelder, H.P., Broxham, E. 2008. Donkey


Breeds In Europe : Inventor, Description, Need For Action,
Conservation Report 2007/2008. Monitoring Institude,
Switzerland.

Miguel A., Sosa, G., Gasperi, R.D., Elder, G.A. 2010. Animal
Transgenesis : an overview. Brain Strutch. Funct. 214 : 91-109.
Wall, R., Laible, G., Maga , E., Seidel, Jr., G. and Whitelaw, B.
2009. Animal Productivity And Genetic Diversity : Cloned And
Transgenic Animals. CAST Issue Paper 43 part 8 Animal
Agriculture’s Future through Biotechnology.

Zhang, Y., Tan, X., Xiao, M., Li, H., Mao, Y., Yang X. And Tan, H.
2004. Establishment Of Liver Specific Glucokinase Gene
Knockout Mice : A New Animal Model For Screening Anti-
Diabetic Drugs. Acta Pharmocol Sin. 25(12) : 1659-1665.

Pengantar Bioteknologi

OCTOBER 2, 2017OCTOBER 2, 2017 /


KELOMPOK3BIOTEKNOLOGI / LEAVE A COMMENT
BIOTEKNOLOGI

Ditujukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah


Bioteknologi

Anggita Rahmi Hafsari, M.Si

Disusun oleh :

Kelompok 3

Anna Millati Asma A               (1157020007)

Aditya Indra Permana            (1157020003)

Dian Muhamad Ramdan        (1157020014)

E. Sopa Alawiyah                      (1157020018)

Erna Pradika                             (1157020021)

Fathiya Sofwaturrahmani       (1157020025)

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UIN SUNAN GUNUNG DJATI

BANDUNG
2017

1. PENGANTAR DAN DASAR-DASAR BIOTEKNOLOGI

Revolusi dalam ilmu biologi di awal abad yang lalu telah


melahirkan suatu bidang ilmu baru, yaitu bioteknologi.
Bioteknologi membawa kita dari dunia industri proses dan
kimiawi menuju ke dunia rekayasa produk bahan alami.
Sebagai salah satu bidang teknologi, bioteknologi
menjanjikan serta memiliki potensi yang besar dalam
mengubah hidup kita. Dengan bioteknologi kita dapat hidup
lebih lama, mengurangi risiko terhadap penyakit, mengubah
susunan genetika kita, merekayasa turunan kita sendiri,
maupun melestarikan lingkungan hidup kita (Tajuddin,
2001).

Sebagian besar peristiwa besar dalam tonggak sejarah


kehidupan umat manusia didorong oleh adanya
perkembangan ilmu dan teknologi. Dalam kurun waktu 20
tahun terakhir ini, bioteknologi telah mengalami
perkembangan sangat pesat. Pesatnya perkembangan ini
sejalan dengan tingkat kebutuhan umat manusia dimuka
bumi. Di beberapa negara maju, seperti AS, Cina, dan Jepang,
bioteknologi mendapatkan perhatian serius dan
dikembangkan secara intensif dengan harapan dapat
memberi solusi untuk mengatasi berbagai permasalahan
yang dihadapi umat manusia pada saat ini maupun yang
akan datang dengan tujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan dan kualitas hidup umat manusia (Ahmad,
2014).

Istilah bioteknologi pertama sekali diperkenalkan pada


tahun 1919 oleh seorang sarjana pertanian Hongaria, Karl
Ereky. Pada waktu itu, istilah ini digunakan untuk
menghasilkan suatu produk dari bahan baku dengan
bantuan organisme hidup. Ereky memperkirakan bahwa
krisis pangan dan energi akan dapat diselesaikan melalui
bioteknologi (Tajuddin, 2001).

Menurut EFB (European Federation of Biotechnology),


bioteknologi hadir sebagai perpaduan dari ilmu
pengetahuan alam dan ilmu rekayasa yang bertujuan untuk
meningkatkan aplikasi organisme hidup, sel, bagian dari
organisme hidup, dan/atau analog molekuler untuk
menghasilkan barang dan jasa. Definisi EFB ini berlaku
untuk kedua bioteknologi ‘tradisional atau tua’ dan
bioteknologi ‘baru atau modern’. Bioteknologi tradisional
mengacu pada teknik konvensional yang telah digunakan
selama berabad-abad untuk menghasilkan bir, anggur, keju
dan makanan lainnya sejak zaman Yunani dan Mesir kuno,
sedangkan bioteknologi ‘baru atau modern’ mencakup
semua metode modifikasi genetik oleh DNA rekombinan dan
teknik fusi sel dengan perkembangan proses bioteknologi
modern dari bioteknologi ‘tradisional’ (Ahmad, 2014).

BIOTEKNOLOGI KONVENSIONAL

Aplikasi bioteknologi secara tradisonil, yaitu bioteknologi


yang belum mengenal adanya istilah genetika dan kloning.
Bioteknologi ini seperti yang telah dicontohkan di atas,
adalah berupa pemanfaatan mikroba dalam fermentasi,
seleksi atau persilangan tradisional dibidang pertanian dan
peternakan untuk mencari bibit unggul. Selain pemanfaatan
mikroba dengan menghasilkan produk, bioteknologi
tradisinal juga termasuk dalam tehnik seleksi di bidang
pertanian dan peternakan : yaitu pemilihan sifat yang sesuai
dengan keinginan manusia melalui hibridisasi dengan 
tujuan memperbaiki keturunan. Prinsip bioteknologi
konvensional pada dasarnya untuk pemenuhan kebutuhan
dalam jumlah yang banyak dengan menggunakan metode
tebaru untuk mengembangkan produk (Fahruddin, 2010:14).
Nurcahyo (2011) mengungkapkan ciri-ciri dari bioteknologi
konvensional, diantaranya; kurang steril, jumlah sedikit
(terbatas), kualitas belum terjamin. Contoh: industri tempe,
tape, anggur, yoghurt, dsb.

BIOTEKNOLOGI MODERN

Prinsip bioteknologi modern lebih banyak menggunakan


sumber genetik yakni DNA organism yang telah
dimanipulasi dan disebut rekayasa genitika. Bioteknologi
modern juga disebut bioteknologi generasi kedua,
berkembang setelah perang Dunia Kedua dengan
memanfaatkan organisme hasil rekayasa genetika, agar
proses pengubahan dapat berlangsung secara lebih efiesien
dan efekti. Secara sederhana rekayasa genetika dapat
diterangkan sebagai tehnik untuk menghasilkan molekul
DNA yang berisi gen baru sesuai yang diinginkan dengan
mengubah atau menambah molekul DNA pada gen
(Fahruddin, 2010:15).

Nurcahyo (2011) mengungkapkan ciri-ciri dari bioteknologi


modern, diantaranya; steril, produksi dalam jumlah banyak
(massal), kualitas standar dan terjamin. Selain itu,
bioteknologi modern tidak terlepas dengan aplikasi metode-
metode mutakhir bioteknologi (current methods of
biotecnology) seperti:

Kultur jaringan merupakan suatu metode untuk


memperbanyak jaringan/sel yang berasal atau yang
didapat dari jaringan orisinal tumbuhan atau hewan
setelah terlebih dahulu mengalami pemisahan
(disagregasi) secara mekanis, atau kimiawi (enzimatis)
secara in vitro (dalam tabung kaca).
Teknologi DNA rekombinan (recombinant DNA
technology) adalah suatu metode untuk merekayasa
genetik dengan cara menyisipkan (insert) gena yang
dikehendaki ke dalam suatu organisme. Transgenik
adalah suatu metode untuk. Rekayasa protein (protein
engineering).
Hibridoma adalah suatu metode untuk menggabungkan
dua macam sel eukariot dengan tujuan mendapatkan sel
hibrid yang memiliki kemampuan kedua sel induknya.
Kloning adalah suatu metode untuk menghasilkan
keturunan yang dikehendaki sama persis dengan
induknya.
Polymerase chains reaction (PCR) merupakan metode
yang sangat sensitif untuk mendeteksi dan menganalisis
sekuen asam nukleat. RT-PCR untuk memperbanyak
(amplifikasi) rantai RNA menjadi DNA; tissue/cells →
extracted → RNA/mRNA → rT-PCR → copy DNA (cDNA).
Hibridisasi DNA adalah metode untuk menyeleksi sekuen
DNA dengan menggunakan probes DNA untuk hibridisasi
(pencangkokan) rantai DNA. Pita ganda

1. PENERAPAN BIOTEKNOLOGI DALAM KEHIDUPAN


BIDANG PANGAN

Bioteknologi pangan adalah ilmu yang mempelajari tentang


pemanfaatan berbagai jenis mikroorganisme yang
menguntungkan dengan tujuan untuk menghasilkan produk
bahan pangan manusia. Seperti yang telah kita ketahui
bahwa manusia tidak dapat dipisahkan dari bahan pangan,
karena demi kelangsungan hidupnya. Seiring perkembangan
zaman telah dilakukan penelitian mengenai Keberadaan
mikroba pada makanan. Ada yang tidak berbahaya bagi
manusia, beberapa mikroba mengakibatkan kerusakan
makanan, menimbulkan penyakit, dan menghasilkan racun.
Salah satu jenis pangan hasil dari Bioteknologi yaitu Yogurt,
Keju dan Mentega.

1. Yogurt

Yoghurt merupakan minuman hasil fermentasi dari susu.


Flavour khas yoghurt terbentuk oleh komponen asam laktat,
sisa-sisa aldehida, diasetil, asam asetat dan komponen volatil
lainnya. Reaksi yang menjadi dasar fermentasi susu ini
adalah perubahan laktosa (gula susu) menjadi asam laktat
yang menyebabkan penurunan pH. Dan pada saat
pasteurisasi dilakukan pengadukan terus agar tidak terajadi
denaturasi protein. Begitu pula pada saat pendinginan tidak
boleh banyak berbicara, dikarenakan yoghurt tak akan jadi
dan susu akan berbusa. Mikroorganisme yang berperan
adalah Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus
thermophillus, keduanya merupakan bakteri asam laktat
karena bakteri L. bulgaricus dan S. thermophilus
menghasilkan produk akhir fermentasi berupa asam laktat.
Bakteri L. bulgaricus dan S. thermophilus mengurai laktosa
(gula susu) menjadi asam laktat dan berbagai komponen
aroma dan citarasa. L. bulgaricus lebih berperan pada
pembentukan aroma, sedangkan S. thermophilus lebih
berperan pada pembentukan citarasa (Afriani. 2010).

Kerja bakteri asam laktat memfermentasikan susu ternyata


meningkatkan kandungan gizi yoghurt/soyhurt, khususnya
vitamin B-kompleks, di antaranya vitamin B1 (tiamin),
vitamin B2 (riboflavin), vitamin B3 (niasin), vitamin B6
(piridoksin), asam folat, asam pantotenat, dan biotin. Sederet
vitamin tersebut membantu meningkatkan kesehatan sistem
reproduksi, kekebalan tubuh, dan ketajaman fungsi berpikir
(Zainuddin, 2014).

Setiap 100 g yoghurt mengandung 52 kkal, protein 3,3 g,


lemak 2,5 g, karbohidrat 4,0 g, kalsium 120 mg, fosfor 90 mg,
zat besi 0,1 mg, retinol 22 mcg, dan thiamine 0,04 mg.
Kandungan kalsium dan fosfor sangat tinggi, sehingga baik
untuk mencegah osteoporosis, serta kanker usus. Di dalam
lambung dan usus halus terdapat banyak jenis mikroflora,
salah satu yang dominan adalah bakteri asam laktat
(Khusaini, 2014).

2. Keju

Keju adalah sebuah makanan yang dihasilkan dengan


memisahkan zat-zat padat dalam susu melalui proses
pengentalan atau koagulasi. Proses pengentalan ini
dilakukan dengan bantuan bakteri atau enzim tertentu yang
disebut rennet. Produk-produk keju bervariasi ditentukan
dari tipe susu, metode pengentalan, temperatur, metode
pemotongan, pengeringan, pemanasan, juga proses
pematangan keju dan pengawetan.

Bakteri dalam pembuatan keju berperan utama sebagai


pengubah laktosa (zat gula) pada susu menjadi asam laktat,
dimana proses ini dapat menurunkan pH keju sehingga tidak
membusuk oleh bakteri pembusuk. Langkah ini adalah
proses pertama untuk membuat keju menjadi lezat. Pada
dasarnya terdapat 2 jenis bakteri asam laktat yaitu
Lactococcus dan Lactobacillus. Lactobacillus yang paling
sering dimanfaatkan untuk pembuatan keju sedangkan
Lactococcus kini banyak dimanfaatkan untuk pengobatan
penyakit. Jika Anda mengenal keju Swiss (Emmental Cheese)
atau keju Italia (Mozarella), maka bakteri Lactobacillus
beserta Propionibacterium freudenreichii dan Streptococcus
thermophilus adalah 3 jenis bakteri yang digunakan dalam
membuat keju tersebut. Streptococcus thermophilus yang
juga berperan dalam tahap awal pematangan keju (Razig
K.A.A., Babiker N.A.A. 2009).

3. Mentega
Mentega adalah produk yang terbuat dari lemak susu
dimana didalamnya terdapat tambahan garam untuk
mendapatkan rasa yang lebih baik dan untuk menjaga mutu.
Warna kuning pada mentega disebabkan zat warna β
karoten yang terdapat dalam krim (cream). Pada pembuatan
mentega ini menggunakan mikroorganisme Streptococcus
lactis dan Lectonosto ceremoris. Bakteri-bakteri tersebut
membentuk proses pengasaman. Selanjutnya susu diberi cita
rasa tertentu dan lemak mentega dipisahkan.

Menurut Noor (2011), mentega mengandung vitamin yang


bermanfaat bagi tubuh seperti vitamin A dan Vitamin K.
Selain itu terdapat pula nutrisi lain seperti Protein,
karbohidrat, Kalsium, fosfor dan zat besi. Mentega kaya akan
asam laurat yang berfungsi untuk mencegah infeksi jamur
pada tubuh. Selain itu, makanan ini juga berguna untuk
mencegah terhadap infeksi seperti candida dan kurap. Oleh
karena itu, mengkonsumsi mentega dalam jumlah yang tepat
akan menguntungkan bagi kesehatan.

BIDANG PERTANIAN

Menurut Novianti Sunarlim dan Sutrisno (2003),


Bioteknologi merupakan bidang ilmu baru di bidang
pertanian yang dapat menyelesaikan masalah-masalah yang
tidak dapat diselesaikan dengan cara konvensional.
Penggunaan bioteknologi bukan untuk menggantikan
metode konvensional tetapi bersama-sama menghasilkan
keuntungan secara ekonomi.

1. Perkembangan Lembaga Penelitian

Penelitian bioteknologi pertanian mulai digalakkan dengan


pembentukan Panitia Nasional Bioteknologi di bawah
Menteri Negara Riset dan Teknologi pada tahun 1985. Ada 6
tugas yang diberikan pada Panitia Nasional Bioteknologi,
yaitu (1) persiapan dan formulasi kebijakan dan program
pengembangan nasional bioteknologi, (2) koordinasi
kegiatan penelitian dan pengembangan, (3) promosi aplikasi
bioteknologi, (4) mendukung ja-ringan bioteknologi secara
lokal dan internasional, (5) petunjuk pada pengembangan
sumber daya manusia, regulasi dalam impor, pe-nelitian dan
pelepasan produk rekayasa genetika ke lingkungan, dan (6)
melibatkan swasta yang bergerak dalam bidang bioteknologi
(Moeljopawiro, 1999).

Kegiatan penelitian bioteknologi pertanian mulai terasa


meningkat dengan dilaksanakannya program Riset Unggulan
Terpadu (RUT) yang dikelola oleh Dewan Riset Nasional dan
Hibah Bersaing yang dilaksanakan di perguruan tinggi, yang
memungkinkan kegiatan penelitian lebih dari satu tahun
dengan dana yang berkesinambungan. Mengingat besarnya
dana yang diperlukan untuk penelitian bioteknologi maka
pada mulanya penelitian bioteknologi terpusat di Pusat
Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi LIPI, Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen
Pertanian, dan Pusat Antar Universitas IPB. Pada tahun 1997
dana yang dikeluarkan oleh ketiga organisasi tersebut
sekitar 70% dari total pengeluaran penelitian bioteknologi di
Indonesia (Moeljopawiro, 1998).

Dengan adanya kerja sama penelitian dan pengembangan


sumber daya manusia, bioteknologi pertanian juga telah
dilaksanakan di berbagai lembaga penelitian dan perguruan
tinggi lainnya. Hasil survey yang dilaksanakan antara
Balitbio dan ISNAR pada tahun 1997 didapatkan daftar
lembaga-lembaga baik pemerintah maupun swasta yang
mengadakan penelitian di bidang bioteknologi pertanian.

2. Perkembangan Kegiatan Penelitian

Kegiatan penelitian dan pengembangan bioteknologi


tanaman saat ini dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu
mikrobiologi terapan, kultur jaringan, dan biologi molekuler.

Penelitian di bidang mikrobiologi terapan terutama


memanfaatkan isolat mikroba terbaik yang tersedia di
alam yang berguna untuk meningkatkan pertumbuhan
dan produksi tanaman. Untuk tanaman pangan
penggunaan mikoriza, rhizobium, dan aspergilus mampu
meningkatkan efisiensi pupuk dan meningkatkan hasil
padi gogo, kedelai, dan kacang tanah. Biokonversi limbah
pertanian seperti jerami dapat dipercepat dengan
menggunakan cytophaga dan trichoderma sebagai
aktivator. Beberapa strain alam dari Bacillus thuringiensis
telah diidentifikasi dan efektif untuk pengendalian ulat
grayak, penggerek jagung Asia, penggerak batang padi,
penggerak buah kapas, dan penggerek tebu.
Pengembangan pupuk hayati yang mengandung
penambat N nonsimbiotik yang efektif, pelarut fosfat dan
mikroba penstabil agregat tanah, insektisida hayati yang
terdiri dari cendawan Beauveria bassiana, pembuatan
pulp dengan menggunakan cendawan pelapuk putih, dan
pembuatan bahan penyedap secara mikrobiologi
merupakan kegiatan utama yang dilakukan di lembaga
penelitian bioteknologi di bidang mikrobiologi
(Moeljopawiro, 2000b).
Penelitian kultur jaringan tanaman, bertujuan untuk
memanfaat-kan teknik kultur sel dan jaring-an untuk
perbaikan bahan genetik. Kegiatan penelitian tersebut
terutama untuk mengembangkan teknik induksi dan
regenerasi dari anter, embrio, dan protoplas, serta
identifikasi varietas yang memiliki efisiensi tinggi dalam
proses regenerasi yang merupakan bagian dari
transformasi. Pemanfaatan kultur jaringan untuk
mikropropagasi telah menunjukkan keberhasilannya.
Pada tanaman perkebunan telah berhasil pada tanaman
kelapa sawit, kopi, dan teh, selain itu juga dikembangkan
kultur suspensi sebagai alternatif dari produksi massal
bahan tanaman kelapa sawit, kopi, karet, dan coklat
(Moeljopawiro, 2000b).
Teknik molekuler seperti restriction fragmen length
polymorphism (RFLP), random amplified polymorphic
DNA (RAPD), dan simple sequence repeats (SSR) telah
digunakan untuk karakterisasi plasma nutfah, seleksi
dengan bantuan markah, pemetaan gen yang dapat
dilanjutkan dengan isolasi dan cloning gen, serta
diagnosis penyakit. Dengan markah molekuler telah
dilakukan analisis hubungan kekerabatan varietas padi,
analisis genetik penyakit blas dan hawar daun bakteri,
serta seleksi tanamanpadi tahan bakteri hawar daun.
Teknik tersebut juga digu-nakan untuk seleksi kopi
Arabika yang tahan terhadap nematode (Moeljopawiro,
2000b). Dengan menggunakan teknik molekuler dapat
dirakit gen untuk ketahanan terhadap hama dan penyakit
tanaman. Selanjutnya melalui transformasi gen tersebut
digunakan untuk membuat tanaman transgenik.

3. Aspek Keamanan Produk Rekayasa Genetika

Menyadari kekhawatiran tentang adanya kemungkinan


dampak negatif penggunaan produk pertanian berasal dari
rekayasa genetik, maka ditetapkan Keputusan Menteri
Pertanian No. 856/Kpts/HK.330/ 9/1997 tentang Ketentuan
Keamanan Hayati Produk Bioteknologi Pertanian Hasil
Rekayasa Genetik (PBPHRG). Karena di dalam Keputusan
Menteri Pertanian tersebut belum mencakup aspek
keamanan pangan maka ditetapkan Keputusan Bersama
Menteri Pertanian, Menteri Kehutanan dan Perkebunan,
Menteri Kesehatan, dan Menteri Negara Pangan dan
Hortikultura No. 998.1/Kpts/OT.210/9/99; 790.a/ Kpts-IX/1999;
1145A/MENKES/SKB/ IX/1999; 015A/Nmeneg PHOR/09/ 1999
tentang Keamanan Hayati dan Keamanan Pangan Produk
Pertanian Hasil Rekayasa Genetik (PPHRG). Sebagai
implementasi pelaksanaan Keputusan bersama empat
Menteri telah dibentuk Komisi Keamanan Hayati dan
Keamanan Pangan (Herman, 1999).

Keamanan hayati PBPHRG perlu diuji secara bertahap di


fasilitas uji terbatas (biosafety containment) mulai dari
tingkat laboratorium, rumah kaca/kandang/kolam hingga
lapangan terbatas. Pengujian keamanan hayati telah
dilakukan pada beberapa jenis tanaman transgenik baik di
FUT maupun di lapangan terbatas (LP). Beberapa jenis
tanaman transgenik baik yang berasal dari penelitian
Balitbiogen, Puslit-bang Bioteknologi LIPI, hasil kerja sama
luar negeri ataupun dari PT Monsanto (Monsanto Indonesia).
Permohonan izin pemanfaatan produk pertanian yang
berasal dari rekayasa genetik harus mengikuti skema pada
Gambar 1. Pada skema ini ada dua isu, yaitu keamanan atau
komersialisasi. Apabila pemohon hanya ingin mengetahui
keamanan suatu produk maka step 6 dan 7 dapat
dihilangkan. Tetapi bila pemohon ingin mengkomersialkan
produk pertanian hasil rekayasa genetic maka harus
mengikuti seluruh step. Sebagai contoh bila produk tersebut
berupa tanaman maka tanaman tersebut harus mendapat
persetujuan dari Tim Penilai dan Pelepas Varietas.

BIDANG KESEHATAN

Sejumlah besar obat-obatan berbasis bioteknologi kini


tersedia untuk mengobati penyakit. Sebagai contoh, insulin
saat ini tersedia untuk mengobati penyakit diabetes,
antibiotik untuk mengobati berbagai penyakit infeksi, dan
masih banyak lagi. Berikut ini diuraikan peranan
mikroorganisme dalam bioteknologi kesehatan (Anwar,
2010):

1. Antibodi Monoklonal

Antibodi monoklonal adalah antibodi monospesifik yang


dapat mengikat satu epitops aja. Antibodi monoklonal ini
dapat dihasilkan dengan teknik hibridoma. Sel hibridoma
merupakan fusi sel dan sel. Pembuatan sel hibridoma terdiri
dari tiga tahap utama yaitu imunisasi, fusi, dan kloning.
Imunisasi dapat dilakukan dengan imunisasi konvensional,
imunisasisekali suntikintralimpa, maupun imunisasiin vitro.
Fusisel ini menghasilkan sel hibrid yang mampu
menghasilkan antibodi seperti pada sel limpa dan dapat
terus menerus dibiakan seperti sel myeloma. Frekuensi
terjadinya fusi sel ini relatif rendah sehingga sel induk yang
tidak mengalami fusi dihilangkan agar sel hasil fusi dapat
tumbuh. Antibody Monoclonal drug adalah sebuah obat
inovasi baru dalam usaha manusia melawan kanker. Namun
cara penggunaan obat ini agar memberikan hasil yang
terbaik sampai saat ini belumlah diketahui secara pasti
(Amien dan Sukarno, 1995).

        Menurut Novianti Sunarlim dan Sutrisno (2003), Cara


kerja antibody monoclonal dalam melawan sel kanker
sebagai berikut:

Membuat Sel Kanker Lebih dikenali Oleh Sistem Immun


Menghambat Faktor-Faktor Pertumbuhan Sel Kanker
Menghantarkan Radiasi ke Sel Kanker.

2. Antibiotik

Antibiotik adalah produk metabolisme yang dihasilkan oleh


mikroorganisme tertentu yang mempunyai sifat dapat
menghambat pertumbuhan atau merusak mikroorganisme
lain. Antibiotik pertama yang digunakan untuk mengobati
penyakit pada manusia adalah tirotrisin. Antibiotik ini
diisolasi dari bakteri Bacillus brevis (suatu bakteri tanah)
oleh Rene Dubois.

Penelitian tentang antibiotik pertama kali dilakukan oleh A.


Gratia dan S. Dath pada tahun 1924. Dari hasil penelitian ini
dihasilkan actinomisetin dari Actinomycetes. Pada tahun
1928 Alexander flemming menemukan antibiotik penisilin
dari jamur Penicillium notatum. Antibiotik ini mampu
menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus.
Beberapa jenis mikroorganisme dan antibiotik yang
dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 1.1 dibawah ini:

No. Mikroorganisme Antibiotik


  Actinomycetes  
1. Streptomycetes griseus Streptomycin
2. Streptomycetes Erythromycin
erythraeus
3. Streptomycetes noursei Nystatin
4. Streptomycetes nodosus Amphoetericin-B
5. Streptomycetes niveus Novobiocin
  Bakteri  
6. Bacillus licheniforis Bacitracin
7. Bacillus polymyxa polymixynB
  Jamur  
8. Aspergillus fumigatus Fumigilin
9. Penicillium notatum Penisilin
10. Penicillium griseofulvum Griseofulvin
Tabel 1.1. Beberapa jenis mikroorganisme dan antibiotik
yang dihasilkan

Antibiotik digunakan untuk melawan berbagai infeksi


mikroorganisme patogen. Mikroorganisme patogen adalah
mikroorganisme yang menyebabkan penyakit. Antibiotik
dibuat dengan cara tertentu. Tahap-tahap pembuatan
antibiotik adalah sebagai berikut.

Mikroorganisme penghasil antibiotik dikembangbiakkan


Mikroorganisme dipindahkan ke dalam bejana
fermentasi yang berisi media cair. Pada bejana
fermentasi ini mikroorganisme dipacu untuk
berkembang biak dengan cepat.
Dari cairan biakan mikroorganisme tersebut, antibiotik
diekstraksi dan dimurnikan, kemudian dilakukan
pengujian pertama kali dengan cara diuji di dalam
laboratorium menggunakan cawan petri, apakah
antibiotik tersebut dapat mematikan kuman atau tidak.
Kedua, antibiotik diujikan pada hewan percobaan. Ketiga,
apabila hasil pengujian pada hewan percobaan ternyata
aman, maka antibiotik ini dapat diujikan pada
sekelompok orang dengan pengawasan ketat dari para
ahli.

3. Insulin

Insulin (bahasa Latin insula, “pulau”, karena diproduksi di


Pulau-pulau Langerhans di pankreas) adalah sebuah
hormon polipeptida yang mengatur metabolisme
karbohidrat. Selain merupakan “efektor” utama dalam
homeostasis karbohidrat, hormon ini juga ambil bagian
dalam metabolisme lemak (trigliserida) dan protein–hormon
ini memiliki propertiana bolik. Hormon tersebut juga
memengaruhi jaringan tubuh lainnya (Amien dan Sukarno,
1995).

Insulin menyebab kansel (biologi) pada otot dan adiposit


menyerap glukosa dari sirkulasi darah melalui transporter
glukosa GLUT1 dan GLUT4 dan menyimpannya sebagai
glikogen di dalam hati dan otot sebagai sumber energi.
Insulin merupakan hasil recombinasi DNA yang digunakan
secara genetis dengan memodifikasi Escherecia Coli.
Organisme ini mensintese setiap rantai insulin menjadi
seperti asam amino yang sama seperti insulin manusia.
Ikatan-ikatan kimia ini yang akhirnya menghasilkan human
insulin(Amien dan Sukarno, 1995).

Insulin merupakan sejenis hormon jenis polipeptida yang


dihasilkan oleh kelenjar pankreas. Sel yang menghasilkan
hormon insulin dalam kelenjar pankreasdikenali sebagaisel
beta, iaitu sejenis sel yang terdapat dalam kelompokan sel
yang digelar pepulau (islet of) Langerhans dalam
pankreas.Fungsi utama insulin ialah pengawalan
keseimbangan tahap glukosa dalam darah dan bertindak
meningkatkan pengambilan glukosa oleh sel badan.
Kegagalan badan untuk menghasilkan insulin, atau jumlah
insulin yang tidak mencukupi akan menyebabkan glukos
tidak dapat masuk ke dalam dan digunakan oleh sel-sel
badan(Amien dan Sukarno, 1995).

4. Vaksin

Vaksin digunakan untuk melindungi atau mencegah tubuh


dari serangan penyakit. Secara konvensional vaksin dibuat
dari mikroorganisme (bakteri atau virus) yang dilemahkan
atau toksin yang dihasilkan oleh mikroorganisme tersebut.
Akan tetapi vaksin yang dihasilkan kurang aman dan dapat
menimbulkan efek yang merugikan, misalnya (Amien dan
Sukarno, 1995):
Mikroorganisme yang digunakan untuk membuat vaksin
kemungkinan masih melanjutkan proses reproduksi
Mikroorganisme yang digunakan untuk membuat vaksin
kemungkinan masih memiliki kemampuan menyebabkan
penyakit
Ada sebagian orang yang alergi terhadap sisa-sisa sel dari
produksi vaksin meskipun sudah dilakukan proses
pemurnian

Perkembangan bioteknologi yang semakin pesat dapat


mengurangi berbagai resiko yang tidak diinginkan tersebut.
Vaksin dibuat secara bioteknologi melalui teknik rekayasa
genetika, yaitu dengan menyisipkan gen-gen penghasil
antibodi ke dalam DNA mikroorganisme (rekayasa genetika
akan dibahas lebih lanjut dalam sub bab bioteknologi
modern). Keuntungan lain pembuatan vaksin dengan
rekayasa genetika selain lebih aman, juga dapat diproduksi
dalam jumlah besar.

5. Stem Cell

Di dalam tubuh manusia dan hewan pada umumnya


terdapat dua jenis sel, yaitu sel somatik (tubuh) dan sel
seksual (sperma dan sel telur). Dalam perkembangannya ada
lebih dari 200 jenis sel manusia yang berbeda, misalnya sel
saraf, kulit, darah, ginjal, hati, otot, jantung, usus hingga
tulang. Setiap jenis sel pada tubuh manusia ini dapat dirunut
balik dari sel telur yang difertilisasi oleh sel sperma
membentuk morilla dan dalam lima hari menjadi blástula,
yang kemudian membentuk sekumpulan sel punca.

Selain sel-sel punca embrionik, ada sel-sel punca dewasa


yang ditemukan di jaringan otak, mata, darah, hati, sumsum
tulang, otot, dan kulit. Jadi definisi untuk sel punca adalah
sebuah sel tunggal yang dapat bereplikasi sendiri menjadi
sel serupa atau berdiferensiasi menjadi aneka jenis sel yang
sama sekali berbeda (pluripoten).

Karena sifat-sifatnya inilah maka sel punca diyakini dapat


digunakan untuk meregenerasi sel-sel tubuh manusia yang
rusak. Misalnya memperbaiki bagian jaringan jantung yang
mati pada pasien serangan jantung, atau menumbuhkan
jaringan otak/saraf dan pembuluh darah baru pada pasien
stroke sehingga yang tadinya lumpuh dapat berjalan lagi.
Diyakini pula sel punca dapat meregenerasi organ ginjal
yang rusak, mengganti kulit pada pasien luka bakar,
menyembuhkan pasien diabetes dan komplikasinya,
Parkinson dan Alzheimer, artritis, cedera tulang belakang,
dan masih banyak lagi.

6. Interveron
Interferon merupakan sel-sel tubuh yang mampu
menghasilkan senyawa kimia. Senyawa kimia tersebut dapat
membunuh virus. Interferon berguna untuk melawan
infeksi dan meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Produksi
interferon dilakukan melalui rekayasa genetika (Amien dan
Soekarno, 1995).

7. Terapi Gen

Terapi gen adalah suatu teknik terapi yang digunakan untuk


memperbaiki gen genmutan (abnormal/cacat) yang
bertanggung jawab terhadap terjadinya suatu penyakit. Pada
awalnya, terapi gen diciptakan untuk mengobati penyakit
keturunan (genetik) yang terjadi karena mutasi pada satu
gen, seperti penyakit fibrosis sistik. Penggunaan terapi gen
pada penyakit tersebut dilakukan dengan memasukkan gen
normal yang spesifik ke dalam selyang memiliki gen mutan.
Terapi gen kemudian berkembang untuk mengobati
penyakit yang terjadi karena mutasi di banyak gen, seperti
kanker. Selain memasukkan gen normal ke dalam sel mutan,
mekanisme terapi gen lain yang dapat digunakan adalah
melakukan rekombinasi homolog untuk melenyapkan gen
abnormal dengan gen normal, mencegah ekspresi gen
abnormal melalui teknik peredaman gen, dan melakukan
mutasi balik selektif sehingga gen abnormal dapat berfungsi
normal kembali.

Cara kerja terapi gen :

Menambahkan gen sehat pada sel yang memiliki gen


cacat atau tidak lengkap.
Menghentikan aktivitas “gen kanker” (oncogenes).
Menambahkan gen tertentu pada sel kanker sehingga
lebih peka terhadapkemoterapi maupun radiasi, atau
menghalangi kerja gen yang dapat membuat selkanker
kebal terhadap obat-obat kemoterapi.
Menambahkan gen tertentu sehingga sel-sel
tumor/kanker lebih mudah dikenalidan dihancurkan oleh
sistem kekebalan tubuh.
Menghentikan gen yang berperan dalam pembentukan
jaringan pembuluh darah baru (angiogenesis) atau
menambahkan gen yang bisa mencegah angiogenesis.
Memberikan gen yang mengaktifkan protein toksik
tertentu pada sel kanker,sehingga sel tersebut melakukan
aksi “bunuh diri” (apoptosis).

8. BIDANG PETERNAKAN

        Bioteknologi dapat digunakan untuk meningkatkan


produksi peternakan, melaui  1) Teknologi produksi, seperti
inseminasi buatan, embrio transfer, kriopreservasi embrio,
fertilisasi in vitro, sexing sperma maupun embrio, cloning
dan splitting. 2). rekayasa genetika, seperti genome maps,
marker assisted selection (MAS), transgenic, identifikasi gen,
konservasi molekuler, dan 3). Peningkatan efisiensi dan
kualitas pakan, seperti manipulasi mikroba rumen, dan
bioteknologi yang berkaitan dengan bidang veteriner 
(Niemann, H. and W.A. Kues, 2000).

Bioteknologi Dalam Bidang Peternakan

Dalam bidang peternakan, bioteknologi dimanfaatkan untuk


menghasilkan vaksin, antibodi, pakan bergizi tinggi, dan
hormon pertumbuhan. Contoh vaksin untuk ternak yaitu
vaksin untuk penyakit mulut dan kuku pada mamalia,
vaksin NCD untuk mengobati penyakit tetelo pada unggas,
dan vaksin untuk penyakit flu burung. Hormon
pertumbuhan diberikan pada ternak untuk meningkatkan
produksi daging, susu, atau telur. Contohnya adalah
pemberian Bovine Growth Hormone pada sapi perah dapat
meningkatkan produksi susu dan daging hingga 20%.
Namun penggunaan hormon untuk memacu produksi pada
ternak masih diperdebatkan karena berpotensi
meningkatkan penyakit masitis pada ternak dan
membahayakan kesehatan manusia. Pemanfaatan
bioteknologi dalam bidang peternakan lainnya adalah
membuat hewan transgenik (hewan yang gennya telah
dimodifikasi) dan teknologi induk buatan. Teknologi induk
buatan sering dilakukan pada hewan langka yang sulit
bereproduksi secara alami. Embrio hewan ini
ditransplantasikan pada rahim spesies lain yang masih
berkerabat. Dengan cara ini diharapkan hewan langka
tersebut terhindar dari ancaman kepunahan (Faber, D.C., J.A.
Molina, C.L. dkk. 2003).

Hasil dari Bioteknologi Peternakan

Menurut Sutarno, Cummins, J.M (2002) Penerapan prinsip


bioteknologi dalam bidang peternakan dapat diketahui
antara lain yaitu sebagai berikut:

a. Teknologi Transplantasi Nukl

Isolasi nukleus (inti sel) dari hewan donor : Nukleus


diisolasi dari sel putting susu domba dewasa dengan
menggunakan teknik khusus sehingga dapat dikeluarkan
dari membrane sel.
Isolasi sel telur : Sel telur yang belum dibuahi diperoleh
dari domba lain. Dibutuhkan banyak sel telur dalam
teknologi ini karena banyak sel telur yang tidak mampu
bertahan dalam tahapan pengkloningan lebih lanjut.
Pengambilan nukleus dari sel telur
Penggabungan nukleus dengan sel telur : Nukleus yang
telah diisolasi dari sel domba dewasa digabungkan ke
dalam sel eus
Teknologi ini lebih dikenal dengan teknologi kloning yaitu
teknologi yang digunakan untuk menghasilkan individu
duplikasi (mirip dengan induknya). Teknologi kloning telah
berhasil dilakukan pada beberapa jenis hewan. Salah
satunya adalah pengkloningan domba yang dikenal dengan
domba Dolly. Melalui kloning hewan, beberapa organ
manusia untuk keperluan transplantasi penyembuhan suatu
penyakit berhasil dibentuk. Tahapan teknologi kloning
adalah

  domba lain yang telah dihilangkan nukleusnya. Secara


genetic sel domba yang menerima nukleus identik
dengan domba pendonor.
Pemasukan sel telur kedalam rahim : Sel telur
dimasukkan ke dalam rahim domba betina yang lain.
Hanya sedikit sel telur yang mampu bertahan dan
berkembang di dalam rahim. Sel telur yang mampu
bertahan akan berkembang menjadi embrio dan
selanjutnya akan dihasilkan anak domba yang mirip
dengan domba pendonor nucleus.

b. Teknik Inseminasi Buatan

Teknik ini dikenal dengan nama kawin suntik, adalah suatu


cara atau teknik untuk memasukkan sperma yang telah
dicairkan dan diproses terlebih dahulu yang berasal dari
ternak jantan ke dalam saluran alat kelamin betina dengan
menggunakan metode dan alat khusus yang disebut “
insemination gun”.

Teknik inseminasi buatan memiliki beberapa tujuan, yaitu:

Memperbaiki mutu genetika ternak


Mengoptimalkan penggunaan bibit pejantan unggul
secara lebih luas dalam jangka waktu yang lebih lama
Meningkatkan angka kelahiran dengan cepat dan teratur
Mencegah penularan dan penyebaran penyakit kelamin

c. Transfer Embrio

Apabila kawin suntik memfokuskan pada sperma jantan,


maka transfer embrio tidak hanya potensi dari jantan saja
yang dioptimalkan, melainkan potensi betina berkualitas
unggul juga dapat dimanfaatkan secara optimal. Teknik TE
ini, betina unggul tidak perlu bunting tetapi hanya berfungsi
menghasilkan embrio yang untuk selanjutnya bisa ditransfer
pada induk titipan dengan kualitas yang tidak perlu bagus
tetapi memiliki kemampuan untuk bunting. Embrio yang
akan ditransfer ke resipien disimpan dalam foley kateter dua
jalur yang steril (tergantung ukuran serviks). Sebelum
dilakukan panen embrio, bagian vulva dan vagina
dibersihkan dan disterilkan dengan kapas yang mengandung
alcohol 70%. Embrio yang didapat dapat langsung di transfer
ke dalam sapi resipien atau dibekukan untuk disimpan dan
di transfer pada waktu lain.

d. Teknologi Transgenik

Bioteknologi dengan hewan transgenik adalah hewan yang


telah mengalami rekayasa genetika sehingga dihasilkan
hewan dengan sifat yang diharapkan. Teknologi transgenik
pada hewan dilakukan dengan cara penyuntingan fragmen
DNA secara mikro ke dalam sel telur yang telah mengalami
pembuahan. Tujuan dari teknologi ini adalah meningkatkan
produk dari hewan ternak seperti daging susu,  dan telur.
Contoh dari hewan yang mengalami teknologi ini adalah
domba transgenik. Jadi DNA domba ini disisipi dengan gen
manusia yang disebut factor VIII ( merupakan protein
pembeku darah). Berkat penyusupan gen tersebut, domba
menghasilkan susu yang mengandung factor VIII yang dapat
dimurnikan untuk menolong penderita hemophilia.
Rekayasa genetika juga dapat melestarikan spesies langka.
Sebagai contoh, sel telur zebra yang sudah dibuahi lalu
ditanam dalam kuda spesies lain. Spesies lain yang dipinjam
rahimnya ini disebut surrogate.

Hal ini sudah diterapkan pada spesies keledai yang hampir


punah di Australia. Teknik pelestarian dengan rekaya
genetika berguna, dengan alasan:

Induk dari spesies biasa dapat melahirkan anak dari


spesies langka.
Telur hewan langkah yang sudah dibuahi dapat
dibekukan, lalu disimpan bertahun-tahun meskipun
induknya sudah mati. Jika telah ditemukan surrogate
yang sesuai, telur tadi ditransplantasi.

e. Hormon BST (Bovine Somatotrophin)

Rekayasa genetika dihasilkan hormon pertumbuhan dewan


yaitu BST. Caranya adalah:

Plasmid bakteri E.Coli dipotong dengan enzim


endonuklease.
Gen somatotropin sapi diisolasi dari sel sapi
Gen somatotropin disisipkan ke plasmid bakteri
Bakteri yang menghasilkan bovin somatotropin
ditumbuhan dalam tangki fermentasi
Bovine somatotropin diambil dari bakteri dan
dimurnikan.

Hormon BST (Bovine Somatotrophin) dapat memicu


pertumbuhan dan meningkatkan produksi susu. BST ini
mengontrol laktasi (pengeluaran susu) pada sapi dengan
meningkatkan jumlah sel-sel kelenjar susu. Jika hormon
yang dibuat dengan rekayasa genetika ini disuntuikkan pada
hewan, maka produksi susu akan meningkat 20%.
Pemakaian BST telah disetujui oleh FDA (Food and Drug
Administration), lembaga pengawasan obat dan makanan di
Amerika. Amerika berpendapat susu yang dihasilkan karena
hormon BST aman di konsumsi tapi di Eropa hal ini dilarang
karena penyakit mastitis pada hewan yang diberikan
hormon ini meningkat 70%. Selain memproduksi susu,
hormon ini dapat memperbesar ukuran ternak menjadi 2
kali lipat ukuran normal. Caranya dengan menyuntik sel
telur yang akan dibuahi dengan hormon BST. Daging dari
hewan yang diberi hormon ini kurang mengandung lemak.
Sehingga dikhawatirkan hormon ini dapat mengganggu
kesehatan manusia (Sutarno, M.Sc. Ph.D. 2016).

f. Kloning

Kloning adalah upaya multiplikasi hewan secara asexual


yang menghasilkan turunan-turunan dengan komposisi
genetik yang identik. Klon sapi dan kuda pertama kali
diproduksi pembelahan embrio tahap blastosis umur 8-10
hari (jumlah sel embrio  ±  64 sel). Dengan memakai teknik
bedah mikro untuk memproduksi turunan-turunan
bergenetik identik, para peneliti menemukan bahwa setiap
sel embrio dapat tumbuh menjadi satu embrio utuh dengan
jumlah sel ± 128 sel. Hal ini memungkinkan penggunaan inti
sel embrio untuk memproduksi lusinan klon sapi dari satu
embrio yang tumbuh. Kemajuan teknologi ini berlangsung
cepat, tetapi prosedur kerja membutuhkan teknik yang
rumit dan efisiensi masih rendah. Untuk saat ini, kloning
belum terbukti mampu menghasilkan ternak dalam jumlah
besar secara ekonomis. Terobosan penting metode cloning
hewan ditandai lahirnya “Dolly”, domba hasil kloning para
peneliti Roslin Institute (Skotlandia). Sel-sel diperoleh dari
kelenjar ambing domba betina dewasa dan dikultur di
laboratorium. Sel hasil kultur tersebut selajutnya digunakan
sumber inti berisi material genetik yang menggantikan inti
sel telur domba setelah percobaan diulang 273 kali,
diperoleh seekor domba hasil cloning. Produksi
”Dolly”sangat signifikan karena: pertama, merupakan
mamalia pertama yang diproduksi menggunakan material
genetik yang berasal dari sel hewan dewasa. Kedua,
memungkinkan pengembangan metode baru dan lebih
efisien untuk memproduksi hewan transgenik yang
mengandung gen sintetik manusia di dalamnya.

Menyusul keberhasilan Dolly, kloning berhasil dibuat pada


berbagai hewan lain seperti sapi dan kuda. Penelitian
tentang kloning ini berlanjut terus dan menjadi perhatian
dari banyak peneliti di berbagai negara khususnya Amerika
Serikat, Perancis, Inggris, Skotlandia, dan Jepang.
Pengembangan kloning yang sangat menarik adalah
pembuatan hewan transgenik. Embrio hasil kloning disisipi
gen-gen tertentu (umumnya gen manusia) sehingga ternak
kloning yang lahir memiliki sifat genetik baru yang
bermanfaat. Hewan kloning transgenik pertama kali
dihasilkan adalah ”Moly” dan ”Poly” yang juga diproduksi di
Roslin Institute. Para peneliti berharap hewan kloning
transgenik akan menghasilkan substansi kimia tertentu
dalam jumlah besar (umumnya lewat air susu) untuk
keperluan biomedis dan farmasi (Stice et al., 1998).

DAMPAK BIOTEKNOLOGI

Adapun dampak positif dan negatif dari bioteknologi adalah


sebagai berikut :

1. Dampak Negatif Bioteknologi

Bioteknologi seperti juga yang lain, mengandung resiko akan


dampak negatif. Timbulnya dampak yang merugikan
terhadap keanekaragaman hayati disebabkan oleh potensi
terjadinya aliran gen ketanaman sekerabat atau kerabat
dekat. Di bidang kesehatan manusia terdapat kemungkinan
produk gen asing, seperti gen cry dari Bacillus thuringiensis
maupun Bacillus sphaeericus, dapat menimbulkan reaksi
alergi pada tubuh manusia, bahwa insersi (penyisipan) gen
asing ke genom inang dapat menimbulkan interaksi antar
gen asing dan inang produk bahan pertanian dan kimia yang
menggunakan bioteknologi.

Dampak lain yang dapat ditimbulkan oleh bioteknologi


adalah persaingan internasional dalam perdagangan dan
pemasaran produk bioteknologi. Persaingan tersebut dapat
menimbulkan ketidakadilan bagi negara berkembang
karena belum memiliki teknologi yang maju. Kesenjangan
teknologi yang sangat jauh tersebut disebabkan karena
bioteknologi moderen sangat mahal sehingga sulit
dikembangkan oleh negara berkembang. Ketidakadilan
misalnya, sangat terasa dalam produk pertanian transgenik
yang sangat merugikan bagi agraris berkembang. Hak paten
yang dimiliki produsen organisme transgenik juga semakin
menambah dominasi negara maju.

Selain itu dengan adanya rekayasa genetika yang dapat


menghasilkan makhluk hidup baru, masyarakat
beranggapan bahwa manusia telah melawan kodrat
sehingga masyarakat banyak yang belum dapat menerima.
Dengan adanya makhluk hidup hasil transgenik muncul
kekhawatiran masyarakat terhadap keseimbangan
lingkungan, sehingga berpendapat bahwa muncul dampak
negatif terhadap lingkungan. Kasus bayi tabung belum ada
perangkat hukum yang mengatur. Apalagi seandainya
muncul pengkloningan manusia.

2. Dampak Positif Bioteknologi


Keanekaragaman hayati merupakan modal utama sumber
gen untuk keperluan rekayasa genetik dalam perkembangan
dan perkembangan industri bioteknologi. Baik donor
maupun penerima (resipien) gen dapat terdiri atas virus,
bakteri, jamur, lumut, tumbuhan, hewan juga manusia.
Pemilihan donor/resipien gen bergantung pada jenis produk
yang dikehendaki dan nilai ekonomis suatu produk yang
dapat dikembangkan menjadi komoditis bisnis. Oleh karena
itu, kegiatan bioteknologi dengan menggunakan rekayasa
genetik menjadi tidak terbatas dan membutuhkan suatu
kajian sains baru yang mendasar dan sistematik yang
berhubungan dengan kepentingan dan kebutuhan manusia.
Kegiatan tersebut disebut sebagai bioprespecting.

Perdebatan tentang positif untuk mengatasi dampak negatif


yang dapat ditimbulkan bioteknologi, antara lain pada tahun
1992 telah disepakati konvensi keanekaragaman hayati,
(Convetion on Biological Diversity) yang mengikat secara
hukum bagi negara-negara yang ikut mendatanginnya.
Sebagai tindak lanjut penandatanganan konvensi tersebut,
Indonesia telah meratifikasi Undang-Undang No. 5 Tahun
1994. Pengertian klon bioteknologi moderen adalah
pengadaan sel jasad renik, sel (jaringan), molekul bibit
tanaman melalui stek yang banyak dilakukan pada tanaman
perenial, antara lain kopi, teh, karet, dan mangga.
Perbanyakan bibit dengan teknik kultur jaringan, kultur
organ dan embriogenesis somatik dapat pula diterapkan
pada jaringan hewan dan manusia. Tidak seperti pada
tumbuhan, kultur pada hewan dan manusia tidak dapat
dikembangkan menjadi individu baru.

Berikut ini beberapa implikasi bioteknologi bagi


perkembangan sains dan teknologi serta perubahan
lingkungan masyarakat.

Bioteknologi dikembangkan melalui pendekatan


multidisipliner dalam wacana molekuler. Ilmu-ilmu dasar
merupakan tonggak utama pengembangan bioteknologi
maupun industri bioteknologi
Bioteknologi dengan pemanfaatan teknologi rekayasa
genetik memberikan dimensi baru untuk menghasilkan
produk yang tidak terbatas.
Bioteknologi pengelolahan limbah menghasilkan produk
biogas, kompos, dan lumpur aktif
Bioteknologi di bidang kedokteran dapat menghasilkan
obat-obatan, antar lain vaksin , antibiotik, antibodi
monoklat, dan interferon
Bioteknologi dapat meningkatkan variasi dan hasil
pertanian melalui kultur jaringan, fiksasi nitrogen
pengendalian hama tanaman, dan pemberian hormon
tumbuhan.
Bioteknologi dapat menghasilkan bahan bakar dengan
pengelolahan biommasa menjadi etanol (cair) dan
metana (gas)
Bioteknologi di bidang industri dapat menghasilkan
makanan dan minuman, antara lain pembuatan roti, nata
decoco, brem, mentega, yoghurt, tempe, kecap, bir dan
anggur.

DAFTAR PUSTAKA

Afriani. 2010. Pengaruh Penggunaan Starter Bakteri Asam


Laktat Lactobacillus

Ahmad, Ahyar. Prof Dr. 2014. Bioteknologi Dasar. Makassar:


Universita Hasanudin.

Amien, Moh dan Sukarno. 1995. Biologi. Jakarta: Balai


Pustaka.

Anwar, Arman. 2010. Penerapan Bioteknologi Rekayasa


genetic di bidang medis ditinjau dari perspektif filsafat
pancasila, HAM dan hukum kesehatan di Indonesia. Jurnal
Asasi. 17(4):39-52.

                Asam Laktat Dan Nilai pH Dadih Susu Sapi. Jurnal


Ilmiah Ilmu-Ilmu Peternakan. Vol. 13 (6).

Faber, D.C., J.A. Molina, C.L. Ohlrichs, D.F. Vander Zwaag, dan
L.B. Ferre. 2003. Commercialzation of animal
biotechnology. Theriogenology 59: 125-138.

Fahruddin. 2010. Bioteknologi Lingkungan. Bandung:


Alfabeta.

Herman, M. 1999. Tanaman hasil rekayasa genetik dan


pengaturan keamanannya di Indonesia. Buletin AgroBio. Vol.
3(1). Hal: 8-26.

Khusaini M. 2014. Pemanfaatan Buah Pepaya (Carica Papaya


L.) Dalam Pembuatan

Moeljopawiro, S. 2000a. Pengaturan keamanan pangan


produk pertanian hasil rekayasa genetika. Seminar Sehari
Pangan Rekayasa Genetika dan Penerangan PP No. 69
Tentang Label dan Iklan Pangan, Jakarta 12 Juli 2000.

Moeljopawiro, S. 2000b. Kemajuan bioteknologi tanaman


serta prospek pengembangannya. Dalam S. Moeljopawiro et
al. (Eds.). Prosiding Ekspose: Hasil Penelitian Bioteknologi
Pertanian. Jakarta 31 Agustus-1 September 1999. Badan
Litbang Pertanian. Deptan. hlm. 18-29.

Moeljopawiro, S. and C. Falconi. 1999. Agriculture


bioteknologi research indicators: Indonesia. Discussion
paper No. 99-07 April 1999.

ISNAR, the Netherlands.


03. SUNARLIM DAN SUTRISNO. 2003. Perkembangan
Penelitian Bioteknologi Pertanian di Indonesia. Buletin
AgroBi. Vol. 6(1). Hal :1-7.

Negeri Yogyakarta.

Niemann, H. and W.A. Kues, 2000. Transgenic Livestock :


Premises and Promises. J. Anim. Reprod. Sci. 60 : 277 -293.

Noor, Meiry Fadilah. 2011. Mikrobiologi Dasar. Jakarta: UIN


Jakarta.

Nurcahyo, Heru. Dr. drh, M.Kes. 2011. Diktat Bioteknologi.


Yogyakarta: Universitas

         of Nutrition. 8:1138-1143.

         plantarum Dan Lactobacillus fermentum Terhadap Total


Bakteri Asam Laktat, Kadar

Razig K.A.A., Babiker N.A.A. 2009. Chemical and


Microbiological Properties of Sudanese White Soft Cheese
Made by Direct Acidification Technique. Pakistan Journal

Stice, S.L., J.M. Robl, F.A. Ponce de Leon, J. Jerry, P.B. Golneke,
J.B. Cibelli, and J.J. Kane. 1998. Cloning: new breakthrough
leading commercial opportunities. Ther. 49 : 129-138.

Sutarno, Cummins, J.M. Greeff, J. Lymbery, A.J. (2002).


Mitochondrial DNA polymorphisms and fertility in beef
cattle. Theriogenology, an International Journal of Animal
Reproduction 57: 1603-1610.

Sutarno, M.Sc. Ph.D. 2016 Rekayasa Genetik Dan


Perkembangan Bioteknologi Di Bidang Peternakan. 13 (1) :
23-27 :23-25

Tajuddin, Teuku. 2001. Pengantar Bioteknologi. Bandung:


Universitas Terbuka.

Yoghurt Fruit Dengan Perbedaan Jumlah Konsentrasi Starter


Dan Lama Fermentasi. Jurnal Agrina. Vol. 1 (1): 23-30.

Zainuddin. 2014. Pengaruh Konsentrasi Starter Dan Lama


Fermentasi Terhadap Mutu Yoghurt Sari Kedelai. Jurnal
Agrina. Vol. 1 (1): 14-22.

OCTOBER 1, 2017 / KELOMPOK3BIOTEKNOLOGI / LEAVE A


COMMENT
TUGAS 1 BIOTEKNOLOGI
(https://kelompok3bioteknologi.files.wordpress.com/2017/10/tugas-
1-bioteknologi2.docx)
OCTOBER 1, 2017 / KELOMPOK3BIOTEKNOLOGI / LEAVE A
COMMENT
TUGAS 1 BIOTEKNOLOGI
(https://kelompok3bioteknologi.files.wordpress.com/2017/10/tugas-
1-bioteknologi1.docx)

BLOG AT WORDPRESS.COM.

Anda mungkin juga menyukai