Anda di halaman 1dari 11

GENETICALLY MODIFIED ORGANISM (GMO) GOLDEN RICE

MENGHASILKAN "BERAS EMAS" YANG MENGANDUNG


BETA KAROTEN (PRO-VITAMIN A)
Jhon Hardy Purba*
email: jhonhardy@yahoo.com
*Universitas Panji Sakti, Singaraja-Bali

How to cite: Purba, J.H. 2017. Genetically Modified Organism (GMO) Golden Rice Menghasilkan "Beras
Emas" Yang Mengandung Beta Karoten (Pro-Vitamin A). Widyatech: Jurnal Sains dan Teknologi (p-ISSN
1412-1409) Vol. 17(1):119-129.

Abstrak. Genetically Modified Organism (GMO) atau organisme yang termodifikasi secara genetik
merupakan istilah yang maknanya sama dengan transgenik yang artinya adalah suatu organisme yang
memiliki sebagian materi genetik (DNA) yang berasal dari organisme lain. Tanaman transgenik itu
merupakan tanaman yang memiliki gen yang disisipi gen dari organisme lain. Penyisipan gen ini
biasanya lebih diarahkan ke tanaman pangan untuk menciptakan kualitas pangan yang lebih baik
daripada sebelumnya. Salah satu contoh dari tanaman transgenik atau GMO adalah Golden Rice
(beras emas). Golden Rice ini adalah hasil penelitian seorang ilmuwan rekayasa hayati (bioengineer)
asal Swiss, Ingo Potrykus (Swiss Federal Institute of Technology) dan Peter Beyer (University of
Freiburg) pada tahun 1999. Golden Rice berwarna kuning karena beras tersebut telah disisipi gen
yang dapat membentuk beta-carotene, sumber vitamin A. Karya teknologi Golden Rice sangat patut
diapresiasi, karena secara praktis membuat manusia dengan mudah mendapatkan asupan gizi berupa
vitamin A dan karbohidrat dari satu bahan baku pangan yaitu beras. Beras emas ini diharapkan dapat
mengurangi defisiensi vitamin A yang mengakibatkan sekitar 250 juta anak kecil usia di bawah 5
tahun meninggal dunia di berbagai belahan dunia, terutama di negara berkembang yang mayoritas
makanan utamanya adalah nasi atau bahan olahan beras lainnya.
Kata kunci: Genetically Modified Organism (GMO), transgenik, Golden Rice (beras emas), β-
karoten, Vitamin A.

Abstract. Genetically Modified Organism (GMO) or genetically modified organism is a term whose
meaning is the same as GMO, which means an organism that has some genetic material (DNA)
originating from another organism. GMO plants are plants that have genes inserted by genes from
other organisms. The insertion of this gene is usually directed towards food plants to create better
food quality than before. One example of GMO crops or GMOs is Golden Rice. This Golden Rice is
the result of research by a Swiss bioengineer, Ingo Potrykus (Swiss Federal Institute of Technology)
and Peter Beyer (University of Freiburg) in 1999. Golden Rice is yellow because the rice has been
inserted by genes that can form beta-carotene, a source of vitamin A. The work of Golden Rice
technology is very much appreciated, because it practically makes humans easily get nutritional
intake in the form of vitamin A and carbohydrates from one food raw material, namely rice. Gold rice
is expected to reduce vitamin A deficiency, which causes around 250 million children under the age of
5 to die in various parts of the world, especially in developing countries where the majority of the
main food is rice or other processed rice.
Keywords: Genetically Modified Organism (GMO), GMO, Golden Rice, β-carotene, Vitamin A.
BAB I. PENDAHULUAN

Genetically Modified Organism (GMO) atau organisme yang termodifikasi


secara genetik merupakan istilah yang maknanya sama dengan transgenik yang
artinya adalah suatu organisme yang memiliki sebagian materi genetik (DNA) yang
berasal dari organisme lain. Jadi, tanaman transgenik itu merupakan tanaman yang
memiliki gen yang telah disisipi gen dari organisme lain. Penyisipan gen ini biasanya
lebih diarahkan ke tanaman pangan untuk menciptakan kualitas pangan yang lebih
baik daripada sebelumnya. Contoh manfaatnya, agar tanaman pangan lebih tahan
hama, lebih toleran terhadap panas, dingin ataupun kekeringan, mengandung zat gizi
tertentu, dan banyak manfaat lainnya.
Salah satu contoh dari tanaman transgenik atau GMO adalah Golden Rice
(beras emas). Golden Rice ini adalah hasil penelitian seorang ilmuwan rekayasa
hayati (bioengineer) asal Swiss, Ingo Potrykus (Swiss Federal Institute of
Technology) dan Peter Beyer (University of Freiburg) pada tahun 1999 (Ye, et al.,
2000). Golden Rice ini berbeda dengan beras biasa yang berwarna putih karena
warnanya kekuningan. Mengapa bisa demikian? Ini karena beras tersebut disisipi gen
yang dapat membentuk beta-carotene, sumber vitamin A.
Pada tahun 2012 Organisasi Kesehatan Dunia melaporkan bahwa sekitar 250
juta anak-anak prasekolah mengalami defisiensi Vitamin A. Memberikan anak-anak
vitamin A dapat mencegah kematian sekitar sepertiga dari semua kematian balita,
yang berjumlah hingga 2,7 juta anak-anak dari kematian terutama di negara
berkembang yang mayoritas makanan utamanya adalah nasi (yang terbuat dari
beras).
Beras emas dapat dengan mudah dikenal dari warnanya yang kuning,
merupakan ciri yang baik dari kandungan beta carotene yang ada di dalamnya.
Sementara bagi yang belum mengenalnya, diharapkan bahwa warna kuning cerah
seperti butir-butir emas akan membantu mempercepat promosi dan adopsinya.
Tujuan dari pembuatan beras emas tersebut adalah mampu menyediakan
rekomendasi harian yang dianjurkan dari vitamin dalam 100-200 gram beras, yang
berhubungan dengan konsumsi keseharian dari anak-anak masyarakat pemakan
beras. Pada masa yang akan datang, penyaluran beras emas secara terus menerus

1
sebagai makanan sehari-hari, merupakan kontribusi utama bagi perbaikan gizi anak-
anak di pedesaan. Namun, tercapainya tujuan ini memerlukan waktu yang lama dan
memerlukan usaha kerjasama diantara para ilmuwan, pemulia, pejabat pemerintah,
petani, penyuluh serta masyarakat yang bekerja dengan petani dan konsumen sebagai
bagian dari proses pembelajaran dan adopsi.

BAB II. PEMBAHASAN

Teknologi pembuatan beras emas adalah berdasarkan prinsip-prinsip yang


sederhana. Meskipun faktanya tanaman padi mempersatukan beta carotene dalam
jaringan vegetatif tapi tidak dalam gabah. Melalui dua langkah biosintetis beta
carotene bisa muncul dalam gabah. Dengan Tanaman padi memproduksi beta
carotene (pro vitamin A) dalam jaringan hijau tetapi tidak diproduksi didalam
endosperma (bagian dalam gabah yang umum diketahui mengandung karbohidrat).

Gambar 1.
Perbandingan beras normal (putih)
dan Golden Rice (kuning). Sumber
gambar: http://www.goldenrice.org/

Dalam hal beras emas, dua gen dimasukkan dalam rice genome dengan
Rekayasa genetika, sehingga terjadi akumulasi dari beta carotene dalam gabah.
Dengan menambahkan hanya dua sifat/jenis, pertama adalah phytoene synthase (psy)
dan phytoene desaturase (crt I), jaringan disusun kembali dan hasilnya beta carotene
mengumpul di dalam endosperma/gabah. Intensitas warna kuning adalah ciri dari
konsentrasi beta carotene dalam endosperma beras. Sejak tahun1999 beras emas
dengan galur baru telah diciptakan dan memiliki kandungan beta carotene lebih
tinggi.Tujuan dari pembuatan beras emas tersebut adalah mampu menyediakan
rekomendasi harian yang dianjurkan dari vitamin dalam 100-200 gram beras, yang

2
berhubungan dengan konsumsi keseharian dari anak-anak masyarakat pemakan
bahan pangan olahan dari beras.
Seperti telah disebut pada bagian awal tulisan ini, golden rice ini adalah hasil
penelitian seorang ilmuwan rekayasa hayati (bioengineer) asal Swiss, Ingo Potrykus
(Swiss Federal Institute of Technology) dan Peter Beyer (University of Freiburg).
Pertama-tama, Potrykus mengidentifikasi masalah mengapa beta-carotene tidak
dihasilkan oleh tanaman padi. Ia kemudian menemukan bahwa tanaman padi hanya
bisa setengah jalan dalam pembuatan beta carotene karena tidak ada enzim di dalam
tanaman padi yang dapat mengkatalisis empat tahap terakhir. Oleh karena itu,
ditambahkanlah gen yang dapat memfasilitasi sintesis beta-carotene yang berasal
dari bunga bakung/Daffodil (Narcissus pseudonarcissus). Selain itu, untuk
melengkapi proses pembentukan beta-carotene, ditambahkan pula gen dari bakteri
Erwinia uredovora, yaitu gen yang menyintesis enzim untuk jalur pembentukan
beta-carotene.

Gambar 2. Tahapan biosintesis/pembentukan beta-carotene. Dalam padi, proses


pembentukan tersebut hanya dapat sampai pada proses sintesis GGPP. Oleh karena
itu perlu ditambahkan gen yang dapat mengkatalisis sampai tahap terakhir
terbentuknya beta carotene. Sumber gambar: Bayer, et al., 2002.

3
Bagaimana dengan permasalahan lainnya? Selain vitamin A, Potrykus juga
berpikir mengapa padi memiliki kadar zat besi yang begitu rendah dan mencari
solusi dari pertanyaan tersebut. Potrykus kemudian berinisiatif untuk menambahkan
gen Ferritin yang berasal dari kacang ke dalam gen padi untuk meningkatkan kadar
zat besi; gen methallotionin yang terdapat pada tanaman padi liar (wildtype) untuk
meningkatkan persediaan protein sulfur guna meningkatkan proses penyerapan zat
besi; serta gen Phytase (berasal dari jamur Aspergillus fungus) yang berfungsi untuk
menghancurkan enzim Phytate (penghambat reabsorpsi zat besi).

Gambar 3. Beberapa gen yang disisipkan ke tanaman padi untuk mengatasi


kurangnya beberapa zat pada padi. Sumber: Raven, et al., 2005.

Lalu, apakah tanaman transgenik ini aman untuk dikonsumsi? Dan bagaimana
dampak tanaman transgenik terhadap lingkungan?

Masih banyak pro dan kontra tentang tanaman transgenik ini di masyarakat
luas. Hal ini disebabkan karena masyarakat dunia masih banyak yang takut jika
tanaman pangan transgenik ini berbahaya. Dari data yang didapat, risiko bahaya pada
persediaan makanan transgenik sebenernya terlihat sangat kecil sehingga Genetically
Modified Food (makanan yang termodifikasi secara genetik) ini cukup aman.

4
Di Eropa, pemberian label terhadap tanaman pangan transgenik adalah suatu
keharusan. Hal ini disebabkan oleh ketakutan masyarakat Eropa akan manipulasi
genetik sebagai sesuatu hal yang tidak biasa. Berbeda halnya dengan di Amerika,
tanaman pangan transgenik tidak memerlukan pelabelan untuk saat ini.
Tanaman transgenik juga hanya memiliki dampak kerusakan yang sangat
kecil dibanding pestisida. Contohnya, jagung transgenik (Bt corn). Pada jagung ini
disisipkan gen yang dapat menghasilkan toksin pembunuh serangga (gen ini tidak
berbahaya pada manusia). Memang toksin yang dihasilkan tersebut dapat membunuh
kupu-kupu atau serangga lainnya. Akan tetapi, ini jauh lebih aman dibanding
pestisida yang bisa membunuh semua serangga bahkan binatang lain.
Penyisipan gen pada suatu tanaman membutuhkan proses yang sulit dan
panjang. Untuk menyisipkan sebuah gen pada sel tumbuhan, kita membutuhkan
vektor tertentu. Vektor adalah organisme yang berfungsi sebagai kendaraan
pembawa materi genetik yang akan disisipkan. Sel tumbuhan tidak memiliki plasmid
seperti bakteri sehingga pilihan vektor yang berpotensi untuk memasukkan gen ke
dalam sel tanaman juga terbatas.
Sejauh ini, vektor terbaik untuk menyisipkan gen pada tanaman adalah
Agrobacterium tumefaciens. Hal ini karena bakteri tersebut memiliki Ti-plasmid
(Tumor Inducing Plasmid) yang dapat berintegrasi ke dalam DNA tumbuhan.
Berikut ini adalah langkah-langkah dalam menyisipkan gen pada suatu sel
tanaman:

1. Ti-Plasmid yang terdapat pada bakteri Agrobacterium dikeluarkan dari sel


bakteri Agrobacterium kemudian dipotong dengan menggunakan enzim
endonuklease restriksi.
2. Isolasi DNA pengkode protein (gen) yang kita inginkan dari organisme
tertentu.
3. Sisipkan gen yang kita inginkan tersebut pada plasmid dan rekatkan dengan
enzim DNA ligase.
4. Masukkan kembali plasmid yang sudah disisipi gen ke dalam bakteri
Agrobacterium.
5. Plasmid yang sudah tersisipi gen akan terduplikasi pada bakteri
Agrobacterium.

5
6. Selanjutnya, bakteri akan masuk ke dalam sel tanaman dan mentransfer gen.
7. Kemudian, sel tanaman akan membelah. Tiap-tiap sel anak akan memperoleh
gen baru dalam kromosom dari sel tanaman dan membentuk
sifat/karakteristik yang baru (yang sesuai dengan gen yang disisipkan).

Gambar 4. Ilustrasi penyisipan gen pada tanaman (Raven, et al. 2005).

Itulah suatu gambaran sederhana bagaimana suatu proses penyisipan gen.


Sementara itu, proses transformasi gen pada plasmid ke sel tanaman dan proses
perbanyakan (multiplikasi) sel-sel tanaman dapat kita simak pada Gambar 5.
Dari Gambar 5, dapat diamati bahwa bakteri yang telah terintegrasi dengan
Ti-plasmid akan dimasukkan ke dalam potongan kecil dari sel tanaman/eksplan
(misalnya potongan kecil dari daun). Metode untuk memasukkan DNA plasmid yang
terdapat pada sel bakteri ke dalam sel tanaman ini disebut dengan transformasi. Di
sini, gen pengkode protein tertentu yang sudah bergabung pada Ti Plasmid akan
tersisip pada kromosom tanaman.

6
Gambar 5. Transformasi gen pada plasmid ke sel tanaman (Griffiths, et al. 1996).

Selanjutnya, eksplan yang sudah memiliki gen tertentu tersebut akan


dikulturkan/dibiakkan secara in vitro (di luar tubuh tanaman, misalnya pada cawan
petri). Eksplan dari tanaman tersebut akan tumbuh menjadi kalus (kumpulan sel)
yang dapat diinduksi untuk membentuk batang dan akar. Kalus ini akan tumbuh
menjadi plantlet (tanaman kecil). Plantlet kemudian akan tumbuh menjadi individu
tanaman transgenik yang bisa ditanam di tanah.

Lalu, bagaimana cara mendeteksi bahwa gen tersebut sudah berhasil masuk ke
dalam sel tanaman dan menjadi tanaman transgenik?

Untuk mendeteksi gen pengkode protein tertentu yang kita inginkan sudah
masuk atau belum ke dalam suatu tanaman, kita membutuhkan tes/ujicoba. Misalnya,
jika yang kita sisipkan itu adalah gen pengkode kanamycin, kita dapat memasukkan
kanamycin ke dalam suatu medium dan meletakkan sel tanaman yang sudah disisipi
gen pengkode kanamycin. Tanaman yang sudah tersisipi gen pengkode kanamycin
akan tumbuh di medium tersebut, sedangkan sel tanaman yang tidak tersisipi tidak
akan tumbuh dalam medium tersebut.

Kontribusi potensial Beras Emas untuk pengentasan defisiensi vitamin A


Diharapkan di negara-negara dengan konsumsi tinggi per kapita beras,
berbagai diadaptasi secara lokal memproduksi kurang dari 30 ug β-karoten per gram
beras akan cukup untuk mempertahankan tingkat yang tepat dari vitamin A dalam

7
tubuh. Studi bioavailabilitas menunjukkan bahwa konsumsi rutin Golden Rice akan
mampu memberikan RDA dalam masyarakat berbasis padi.
The Golden Rice Project sedang bergerak maju di berbagai tingkatan. Setelah
prototipe Golden Rice diperoleh pada tahun 1999 (Ye et al. 2000) dan yang
terakumulasi sekitar 1,6 mg / g β-karoten dalam biji-bijian, jalur baru yang
dihasilkan dengan menggunakan konstruk gen dengan promotor spesifik jaringan.
Hal ini menyebabkan pertama Golden Rice, yang menghasilkan hingga rata-rata 6
mg / g β-karoten. Versi yang paling canggih dari Golden Rice diproduksi oleh para
ilmuwan Syngenta (Paine, et al., 2005) - dan telah diciptakan GR2. Versi perbaikan
ini menghasilkan 31 ug / g dan lebih β-karoten, yang lebih dari cukup untuk
memasok jumlah yang diperlukan β-karoten, menurut hasil bioavailabilitas.
Generasi Baru Beras Emas
Generasi pertama dari Golden Rice menunjukkan bahwa adalah mungkin
untuk menghasilkan provitamin A dalam biji-bijian padi, namun diakui bahwa untuk
memerangi kekurangan vitamin A, maka tingkat kandungan β-karoten yang lebih
tinggi sangat diperlukan. Karena hanya dua transgen biosintesis diperlukan dalam
proses, pendekatan logis adalah untuk mengidentifikasi hambatan dari jalur
biosintesis dan menyempurnakan kegiatan enzimatik dari dua produk gen yang
terlibat, yaitu phytoene-synthase (PSY) dan karoten-desaturase (CRTI).
Dalam jalur biosintesis multi-langkah umumnya ada tingkat langkah yang
membatasi atau mengontrol fluks melalui seluruh jalur. Hal ini bisa diatasi dengan
meningkatkan jumlah enzim yang dapat membatasi laju fluks atau dengan
menggunakan salah satu enzim yang lebih aktif. Eksperimen dengan gen Psy dari
sumber yang berbeda mengidentifikasi jagung dan beras gen sebagai yang paling
efisien dalam butiran beras (Paine et al., 2005), hasil yang telah dikonfirmasi
kemudian di tingkat enzim. Hal ini menyebabkan generasi kedua jalur Golden Rice,
sering disebut sebagai GR2, mampu mengumpulkan hingga 37 mg / g karotenoid,
yang 31 ug / g adalah β-karoten, dibandingkan dengan generasi pertama, di mana
hanya 1,6 βg / g diperoleh.

8
Gambar 6. Perkembangan
generasi golden rice

Gambar 6 dengan jelas menunjukkan tahapan kemajuan yang dibuat dalam


konsep Golden Rice. Generasi baru, juga dikenal sebagai GR2 mengandung kadar β-
karoten yang akan memberikan jumlah yang cukup provitamin A dalam diet anak-
anak di Asia Tenggara.
Diharapkan semua orang di dunia memiliki akses ke diet yang seimbang,
mampu mencakup semua kebutuhan gizi penduduk. Namun, realitas pemeriksaan
cepat mengajarkan kepada kita bahwa di banyak wilayah di dunia tujuan ini tidak
akan tercapai dalam waktu dekat. Alasan kenyataan yang menyedihkan ini banyak
ragamnya. Mereka berakar pada keterbatasan geografis dan iklim, latar belakang
politik, agama dan sosial budaya yang berbeda dan masalah. Kami senang melihat
keberhasilan fortifikasi dan suplementasi upaya yang sedang berlangsung, dan kami
yakin bahwa Golden Rice akan dapat memberikan kontribusi untuk program ini dan
mempersempit kesenjangan defisiensi mikronutrien yang ada.

BAB III. PENUTUP


Sama halnya dengan produk tanaman transgenik lainnya, Genetically
Modified Rice yang meghasilkan produk beras emas, tidak luput dari pro-kontra
terkait dari sisi keamanan pangan. Namun ide dan hasil karya teknologi GM golden
rice ini, sangat patut diapresiasi, karena secara praktis membuat manusia dengan
mudah mendapatkan asupan gizi berupa vitamin A dan karbohidrat dari satu bahan
baku pangan yaitu beras. Beras emas ini diharapkan dapat mengurangi defisiensi
vitamin A yang mengakibatkan sekitar 250 juta anak kecil usia di bawah 5 tahun
meninggal dunia di berbagai belahan dunia, terutama di negara berkembang yang
mayoritas makanan utamanya adalah nasi atau bahan olahan beras lainnya.

9
DAFTAR PUSTAKA

Anonimous. 2014. Vitamin A defficiency. http://www.goldenrice.org/Content3-


Why/why1_vad.php. (cited 2014 Dec. 13).
Bayer, P.S., Al-Babili, X. Ye, P. Lucca, P. Schaub, R. Welsch, dan I. Potrykus. 2002.
Golden Rice: Introducing the-Carotene Biosynthesis Pathway into Rice,
Endosperm by Genetic Engineering to Defeat Vitamin A Deficiency. J. Nutr.
132 (3): 506-510.
Griffiths, et al. 1996. An Introduction to genetic analysis. W.H. Freeman. New
York.
Paine, J.A., Shipton, C.A., Chaggar, S., Howells, R.M., Kennedy, M.J., Vernon, G.,
Wright, S.Y., Hinchliffe, E., Adams, J.L., Silverstone, A.L., Drake, R. 2005.
A new version of Golden Rice with increased provitamin A.
Potrykus, I, P.Beyer, G.Khush, G.Toenniessen, A.Dubock, H.Bouis, R.Bertram,
M.Qaim, R.Russel, R.Zeigler, S.R.Rao, J.P.Jeannet, and G.Barry. 2014.
http://www.goldenrice.org/ (cited 2014 Dec. 13).
Raven, et al. 2005. Biology, 7th Edition. McGraw Hill Higher Education. New York.
Ye X., Al-Babili S., Klöti A., Zhang J., Lucca P., Beyer P., Potrykus I. 2000.
Engineering the provitamin A (beta-carotene) biosynthetic pathway into
(carotenoid-free) rice endosperm. Science 287:303-305.

10

Anda mungkin juga menyukai