Anda di halaman 1dari 10

Bioteknologi adalah salah satu bentuk pemuliaan non konvensional yang dapat dipa-

kai untuk meningkatkan mutu pemuliaan tanaman. Rekayasa genetika yang dikenal juga
dengan istilah transgenik, merupakan salah satu teknik bioteknologi yang dilakukan dengan
cara pemindahan gen dari satu makhluk hidup ke makhluk hidup lainnya. Perkembangan pe-
manfaatan teknologi modern rekayasa genetika (Genetically Modified Organism, GMO)
melalui rekombinasi DNA, telah menghasilkan Produk Rekayasa Genetika (PRG) atau
tanaman transgenik yang mempunyai sifat-sifat baru yang diinginkan untuk mengatasi
kendala utama dalam rangka meningkatkan produksi pertanian, dan menghasilkan produk
pangan yang lebih berkualitas dan produk pakan dari tanaman transgenik, serta peningkatan
daya saing produk di pasar global (Artanti, dkk., 2010).
Sejak dilepas pada tahun 1996 untuk tujuan komersialisasi, aplikasi bioteknologi
Produk Rekayasa Genetika (PRG) di dunia meningkat dengan pesat, terutama untuk produk
pangan. Pada tahun 1997 luas tanam PRG di dunia kurang dari 8 juta hektar. Pada tahun 2006
telah menjadi 102 juta hektar, meningkat 13 kali lipat. Pada tahun 2007 luas areal pena-
naman menjadi 114.7 juta hektar yang ditanam di 23 negara yang terdiri atas 11 negara
industri dan 12 negara berkembang, dan peningkatan luas tanam yang besar tersebut adalah di
USA, Argentina, Brazil, Canada, India dan China (ISAAA, 2007).
Produk Rekayasa Genetik di Indonesia
Dikutip dari Jurnal Gizi dan Pangan Artanti, dkk. (2010), bahwa penelitian dan uji
coba lapang PRG telah dilakukan di Indonesia. Untuk tanaman pangan telah diujicobakan
tanaman jagung, kedelai, kacang tanah, coklat, tebu, ubi jalar, kentang dan padi. Sedangkan
untuk tanaman non-pangan telah dicobakan penanaman kapas jenis Bt di Sulawesi Selatan
menjelang akhir tahun 2000. Namun oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup saat itu tidak
disetujui karena dianggap bertentangan dengan Kesepakatan Cartagena. Selain aspek riset
dan uji coba lapang, di Indonesia juga beredar beberapa produk PRG impor seperti kedelai
dan jagung dan komponen-komponen dari kedelai dan jagung PRG. Berbagai komponen
kedelai seperti isolat protein, lecithin dan lainnya diproduksi secara masal dari kedelai PRG,
selain itu, gula sirup, jagung diproduksi dari jagung PRG. Komponen-komponen ini
digunakan untuk bahan tambahan pangan atau ingredient makanan/ minuman dalam industri
pangan. Demikian pula jagung PRG diimpor untuk pakan ternak dan hasil ternaknya dimakan
penduduk Indonesia.
Data dari Departemen Pertanian menyatakan bahwa status tanaman PRG terutama
tanaman pangan masih dalam tahap penelitian dan pengembangan di tingkat institusi dan be-
lum ada tanaman PRG yang telah dilepas untuk ditanam secara luas di Indonesia. Satu-
satunya produk PRG yang telah dilepas di masyarakat adalah kapas Bolgard di Sulawesi
Selatan (Mulya et al, 2003). Pemerintah Indonesia telah mengambil sikap pro dengan penuh
kehati-hatian dalam pengembangan tanaman transgenik di Indonesia. Tanaman transgenik
yang akan dilepas di Indonesia diuji melalui penelitian dan pengembangan yang baik,
terencana, dan berkelanjutan. Pengambilan keputusan untuk mengembangkan tanaman
transgenik di berbagai daerah perlu dilakukan melalui proses penelitian dan pengembangan
yang terpadu antara pemerintah, perguruan tinggi, pelaku bisnis, LSM, swasta, dan
masyarakat.
Selain aspek riset dan uji coba lapang, di Indonesia juga beredar beberapa produk
PRG import seperti kedelai dan jagung dan komponen-komponen dari kedelai dan jagung.
Berbagai komponen kedelai seperti isolat protein, lecithin dan lainnya diproduksi secara
massal dari kedelai PRG. Selain itu, gula sirup jagung dibuat dari jagung PRG. Komponen-
komponen ini digunakan untuk bahan tambahan pangan atau ingredient makanan/ minuman
dalam industri pangan. Demikian pula jagung PRG diimpor untuk pakan ternak yang hasil
ternaknya dimakan penduduk Indonesia. Santosa (2002) menyebutkan bahwa bahan pangan
dari tanaman transgenik telah masuk ke Indonesia, terutama kedelai dan jagung, sedangkan
pemerintah sendiri belum melakukan kajian untuk menetapkan jenis kedelai, jagung dan
bahan pangan transgenik apa saja yang boleh masuk ke Indonesia. Hasil penelitian YLKI
selama tahun 2002 sampai tahuan 2005 menyatakan bahwa telah ditemukan kandungan
transgenik pada 10 produk pangan yang beredar di Indonesia. Produk-produk tersebut
diantaranya adalah produk tahu, tempe dan susu kedelai. Selain itu, ber- dasarkan laporan
USDA yang berjudul Agricul- tural Biotechnology Report diketahui bahwa sejumlah produk
pertanian (berupa jagung Bt, kedelai tahan herbisida serta bungkilnya) yang diimpor
Indonesia dari Amerika merupakan pangan transgenik.
Makanan
Makanan hasil rekayasa genetik (GMF) adalah makanan yang telah melalui proses
rekayasa genetik dengan mengubah struktur dan ciri-ciri gen secara langsung. DNA
dimanipulasi melalui proses penggabungan dan pengasingan antara DNA satu organisme
dengan DNA organisme yang lain. Proses ini akan menghasilkan satu organisme yang baru
yang tidak akan sama dengan bentuk awalnya. Makanan hasil rekayasa genetik merupakan
makanan yang dihasilkan dari organisme hasil rekayasa genetik dengan mengubah gen
tumbuhan atau hewan untuk tujuan tertentu. Makanan hasil rekayasa genetik lebih baik dari
sudut ekonomi, dan mempunyai daya tahan terhadap racun, serangga, mempunyai jangka
hidup yang lama, serta lebih bermanfaat dibandingkan tumbuhan atau hewan semula. Teknik
rekayasa genetik ini telah ada sejak zaman dahulu namun menggunakan teknik yang berbeda.
Beberapa contoh teknik bioteknologi konvensional yang telah ada sekian lama adalah
penggunaan mikroorganisme dalam proses pembuatan roti, wain atau menggunakan rennin.
Perihal Halal dan Haram
Makanan hasil rekayasa genetik boleh dimakan sekiranya sesuai dengan beberapa
garis panduan yang berlaku untuk menghindari kemusykilan dalam masyarakat berkaitan
dengan status makanan tersebut. Allah SWT telah menetapkan halal atau haramnya status
suatu makanan di dalam al-Quran. Sebagaimana firman Allah SWT:
Terjemahan: Dan janganlah kamu berdusta dengan sebab apa yang disifatkan oleh lidah
kamu: Ini halal dan ini haram, untuk mengada-ngadakan sesuatu yang dusta terhadap
Allah; sesungguhnya orang-orang yang berdusta terhadap Allah tidak akan berjaya. (al-Nahl
16:116)
Ayat di atas berkaitan dengan salah satu dari budaya zaman jahiliyyah yang
berkembang pada zaman itu, sebelum datangnya Nabi SAW, masyarakat jahiliyyah
mengharamkan dan menghalalkan sesuatu tanpa meneliti dan merujuk kepada wahyu Allah.
Sedangkan, mereka mendakwa sebagai para pengikut ajaran Nabi Ibrahim AS. Sesunggunya
Allah SWT melarang keras dari mengikut apa yang telah dilakukan oleh masyarakat pada
zaman itu. Justru, kita pada zaman ini mesti mengkaji dan meneliti sebelum membuat suatu
hukum agar tidak tergolong dalam golongan yang dinyatakan dalam ayat di atas.
Wan Jasimah Wan Mohammed Radzi, Makanan Ubah Suaian
Genetik: Perspektif Kesihatan dan Keselamatan Makanan, Kertas
Kerja Seminar Muzakarah Pakar Makanan - Satu Perspektif Islam
(Kuala Lumpur: Institut Kefahaman Islam Malaysia (IKIM), 2002).
Sejarah Genetically Modified Organism
Kebutuhan manusia akan makanan tidak pernah berkurang bahkan semakin
bertambah setiap harinya seiring dengan kenaikan jumlah penduduk yang ada di bumi ini.
Namun, hal tersebut bukan perkara yang mudah karena kerap kali terhambat oleh berbagai
hal salah satunya adalah alam. Banyaknya bencana alam yang terus melanda baik yang
disebabkan karena alam itu sendiri maupun karena ulah manusia sering membuat hasil
pertanian untuk memenuhi kebutuhan pangan manusia tidak mencukupi. Sehingga kelaparan
pun menjadi salah satu fenomena yang akhir-akhir ini biasa kita temui padahal seharusnya
setiap orang berhak untuk mendapatkan makanan. Oleh karena itu, berbagai cara dilakukan
oleh para ilmuwan agar stock makanan yang tersedia mampu mencukupi kebutuhan jumlah
manusia yang ada di dunia. Salah satunya dengan mengembangkan teknologi yang mulai
banyak dipakai di negara-negara di dunia khusunya negara berkembang yaitu GMF dan
GMO (Amallina, 2012). Hal. 19
Rekayasa genetika merupakan seperangkat teknologi yang digunakan untuk
mengubah organism seperti tumbuhan, hewan maupun bakteri. Sedangkan, GMF dan GMO
merupakan sebuah istilah yang digunakan untuk menunjukkan makanan-makanan hasil
rekayasa genetika dengan cara mengkombinasikan gen dari satu jenis tanaman ke tanaman
yang lain untuk menghasilkan produk baru hasil perkawinan dari kedua gen tersebut.
Teknologi rekayasa genetika sebenanrnya telah ada semenjak beratus-ratus tahun yang lalu
ketika seorang ilmuwan bernama Gregor Mendel (1822-1884) mampu mengawinkan silang
antara satu tanaman yang berbeda warna sehingga menghasilkan warna yang baru dan terus
berkembang hingga tahun 1987 untuk pertama kalinya dikembangkan hewan hasil rekayasa
genetika untuk penelitian kanker di Universitas Harvard dan selanjutnya pada tahun 1993
diciptakan tanaman hasil rekayasa genetika untuk pertama kali yang diuji cobakan pada

tanaman tomat dan diberi nama Flavr Savr Tomato.27Jenis tomat ini akan membutuhkan
waktu yang lama untuk mengalami pembususkkan setelah dipetik dari pohonnya. Setelah
tomat, Amerika Serikat terus mengembangkan berbagai jenis tanaman untuk menciptakan
tanaman yang lebih baik melalui rekayasa genetika seperti kapas, jagung, dan kedelai serta
beberapa jenis hewan seperti kambing.
Secara umum, keuntungan dari penggunaan teknologi rekayasa genetika ini antara

lain29

1) bisa digunakan untuk menghasilkan hasil pertanian dalam skala yang besar
2) biaya produksinya lebih murah setidaknya dalam hal penggunaan pestisida dimana
tanaman ini memang diciptakan tahan terhadap hama sehingga tidak perlu lagi
menggunakan pestisida.
Sedangkan dilihat dari kerugiannya, ada beberapa kerugian dari penggunaan
penggunaan teknologi ini antara lain
1) berkurangnya kualitas dari makanan tersebut
2) tahan terhadap antibiotik
3) adanya kemungkinan bahwa makanan produk-produk rekayasa genetika tersebut
mengandung racun yang berasal dari bahan-bahan yang digunakan untuk melakukan
rekayasa genetika
4) adanya kemungkinan dapat menimbulkan alergi bagi yang mengkonsumsi
5) adanya kemungkinan menimbulkan penyakit dan racun baru akibat kebal terhadap
antibiotik
6) bertentangan dengan agama/ etnis/ budaya tertentu dan,
7) merusak lingkungan.
Walaupun pada awalnya di tahun 1999 hanya 3 negara yang bisa mengembangkan
lahan untuk produk-produk rekayasa genetika ini dengan efektif yaitu Amerika Serikat
dengan penggunaan 72% , Argentina 17% dan Kanada 10%. Ada beberapa negara yang
menciptakan lebih dari 1 jenis produk rekayasa genetika misalnya rekayasa genetika pada
ikan, pohon, obat dan vaksin pada hewan. Namun, tidak semua produk-produk ini bisa
dipasarkan secara langsung melainkan harus menunggu persetujuan dari dari beberapa negara
agar produk-produk tersebut bisa menjadi salah satu komoditas perdagangan internasional
mengingat masih banyak pro dan kontra mengenai penggunaan produk ini. Melihat sisi
negatif dan positif dari teknologi rekayasa genetika ini, berbagai respon dari negara-negara
lain pun bermunculan. Ada yang mendukung penggunaan produk-produk rekayasa genetika
untuk dijual dan dikonsumsi di negaranya namun, banyak juga yang justru menentang
penggunaan produk-produk GMF dan GMO ini. Salah satu yang menyetujui adanya
penggunaan produk ini yaitu Afrika Selatan. Afrika Selatan merupakan produsen produk-
produk rekayasa genetika terbesar ketujuh di dunia serta terbesar nomor 1 di Afrika dengan
2.3 juta hektar lahan yang digunakan untuk menanam produk-produk rekayasa genetika (1.9
juta hektar untuk tanaman jagung, 390.000 untuk tanaman kedelai dan 150.000 untuk

tanaman kapas). 31
27 Amy Java. nd . GMO-a brief history dalam http://amyjava.hubpages.com/hub/GMO-a-
breif-history [online] diakses pada tanggal 26 Desember 2011
28 James Chapman. 2006. History Of Genetically Modified Food dalam
http://www.dailymail.co.uk/news/article-419985/History-genetically-modified-food.html
[online] diakses pada tanggal 26 Desember 2011
29Hossein Azadi. 2009. Genetically Modified and Organic Crops in Developing Countries :
A review of Options for Food Security. Sl : Elsevier Inc.

31Olivia Kumwenda.et.al. 2011. South Africa GMO Crop Area Rises Slow Growth For Africa
dalam http://www.reuters.com/article/2011/03/03/us-safrica-gmo-
idUSTRE7222QS20110303 [online] diakses pada tanggal 9 Januari 2012

Sedangkan negara yang menolak penggunaan produk-produk rekayasa genetika ini


misalnya Thailand. Thailand merupakan negara peng-ekspor hasil pertanian seperti beras dan
tapioka yang 23% dari hasil ekspor tersebut merupakan pendapatan negara. Keinginan
ilmuwan lokal Thailand untuk meneliti dan mengembangkan produk-produk rekayasa
genetika ini ditentang oleh pemerintah karena ancaman dari negara-negara Uni Eropa dan
Australia yang akan menolak hasil-hasil pertanian impor dari Thailand apabila Thailand
memasukkan bahan-bahan yang digunakan untuk menciptakan produk-produk rekayasa
genetika.32 Uni Eropa merupakan negara yang terlebih dahulu menolak masuknya produk-
produk GMF dan GMO karena menganggap akan membahayakan kesehatan warganya yang
mengonsumsi dan juga merusak lingkungannya.
Cartagena Protocol merupakan sebuah perjanjian internasional yang mengatur tentang
tentang pergerakan produk-produk GMF dan GMO dari satu negara ke negara lain. Perjanjian
ini diterapkan pada tanggal 29 Januari 2000. Perjanjian ini bertujuan untuk melindungi
keanekaragaman hayati yang kemungkinan dimunculkan akibat dari adanya penggunaan
bahan-bahan rekayasa genetika. Perjanjian ini juga mengharuskan bagi setiap negara untuk
memperoleh informasi secara lengkap dan terperinci sebelum memutuskan untuk meng-

impor produk-produk rekayasa genetika untuk masuk ke wilayah mereka. 39 Hingga tahun
2003, sebanyak 50 negara anggota PBB telah meratifikasi perjanjian ini. Namun, beberapa
negara yang mempunyai pendapatan besar dari ekspor hasil pertanian, menolak
menandatangani perjanjian ini seperti Amerika Serikat, Argentina, Australia dan

Kanada.40Dalam perjanjian ini, juga ditegaskan kembali mengenai Precautionary approach


yang telah digunakan pada prinsip ke-15 pada Rio Declaration on Environment and
Development. Selain berupa prinsip-prinsip yang harus ditegaskan dalam penggunaan
produk-produk rekayasa genetika, melalui perjanjian ini juga didirikan Biosafety-Clearing
House yang berguna untuk memfasilitasi pertukaran informasi mengenai produk-produk
rekayasa genetika antar sesama negara yang meratifikasi perjanjian ini.
Dalam faktanya, produk-produk GMF dan GMO tetap diminati oleh pasar dunia
walaupun masih timbul pro dan kontra mengenai pengaruhnya baik bagi kesehatan manusia
maupun bagi keberlangsungan lingkungan. Hal ini terbukti dengan nilai ekspor Amerika
Serikat pada tahun 2000-2004 dalam hal biji-bijian dan bibit yang menunjukkan peningkatan
setiap tahunnya padahal 75% lebih penjualan biji-bijian yang ada di Amerika Serikat
merupakan produk-produk rekayasa genetika.41
32 Robert Paarlberg. 2000. The Global Food Fight . sl : Council on Foreign Relations

Sudut Pandang Ekonomi dan atau Budaya


Dikutip dari data Artanti, dkk. (2010), mayoritas jenis kelamin petani pada penelitian
ini adalah laki-laki (88.7%) dan sisanya perempuan sebanyak 11.3%. Secara umum mayoritas
tingkat pendidikan petani ialah SD (64%), SMP sebanyak 20.3% dan tidak ada tingkat
pendidikan petani yang mencapai perguruan tinggi. Sumber pendapatan utama petani adalah
dari pertanian pangan sebanyak 99% dan sebanyak 1% dari pertanian non pangan, dimana
mayoritas petani bekerja sebagai buruh (44.0%) sebagai sumber pendapatan lain untuk
mencukupi kebutuhan hidup keluarganya. Sebanyak 53.0% petani terdaftar dalam kelompok
tani yang ada di kecamatan mereka. Hasil analisis penerimaan petani terhadap PRG dihitung
berdasarkan skor total yang diperoleh dengan menjumlahkan beberapa pertanyaan terkait
dengan penerimaan petani terhadap produk rekayasa genetika. Berdasarkan hasil penelitian
diketahui 59.7% petani menyatakan menerima PRG dan 40.3% petani tidak menerima PRG.
Dengan tingkat pengetahuan yang kurang memadai dan keterbatasan informasi yang ada
mengenai PRG, petani akan sulit mengambil sikap untuk menerima atau tidak menerima
PRG. Ini merupakan hal yang wajar dan logis jika responden bersikap hati-hati, namun juga
tidak bersikap ekstrim untuk menolak.
Hukum-Hukum
Pada tahun 2010, peraturan keamanan hayati dan keamanan pangan PRG di Indonesia
telah menginjak usia 14 tahun berjalan. Peraturan yang terkait dengan keamanan pangan PRG
dimulai pada tahun 1996. Sedangkan peraturan keamanan hayati PRG berkembang mulai dari
tahun 1997, yaitu dengan dikeluarkannya Keputusan Menteri Pertanian. Di Indonesia,
peraturan keamanan hayati dan keamanan pangan PRG meliputi peraturan yang berupa
pedoman, keputusan menteri, keputusan bersama menteri, peraturan pemerintah, peraturan
presiden sampai dalam bentuk undang-undang. Dalam Bab ini akan dijelaskan perkembangan
peraturan keamanan hayati dan keamanan pangan PRG mulai tahun 1996 sampai tahun 2010.
Peraturan perundang-undangan yang pertama kali terkait dengan pemanfaatan PRG di
Indonesia adalah Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan. Pada Pasal 13
UU Pangan ditentukan bahwa setiap orang yang memproduksi pangan atau menggunakan
bahan baku, bahan tambahan pangan, dan atau bahan bantu lain dalam kegiatan atau proses
produksi pangan yang dihasilkan dari proses rekayasa genetik wajib terlebih dahulu
memeriksakan keamanan pangan bagi kesehatan manusia sebelum diedarkan, dan pemerintah
menetapkan persyaratan dan prinsip penelitian, pengembangan, dan pemanfaatan metode
rekayasa genetik dalam kegiatan atau proses produksi pangan, serta menetapkan persyaratan
bagi pengujian pangan yang dihasilkan dari proses rekayasa genetik (Badan Pengawas Obat
dan Makanan, 1996).
Peraturan terbaru
Pada tanggal 15 Juni 2010, Peraturan Presiden Nomor 39 tentang Komisi Keamanan Hayati
PRG ditetapkan, setelah menunggu pembentukan KKH sekitar 5 tahun. Komisi ini berada di
bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Keanggotaan KKH terdiri atas
unsur pemerintah dan non pemerintahKKH memberikan rekomendasi keamanan hayati PRG
kepada Menteri Negara Lingkungan Hidup, Menteri Pertanian, Menteri Kehutanan, Menteri
Kelautan dan Perikanan, atau Kepala Badan POM dan membantu pelaksanaan pengawasan
terhadap pemasukan dan pemanfaatan PRG, serta pemeriksaan dan pembuktian atas
kebenaran laporan adanya dampak negatif tanaman PRG (Presiden Republik Indonesia,
2010).
Tanaman PRG
Sejak dikeluarkannya Kepmentan Nomor 856/Kpts/HK.330/9/1997 serta dibentuknya KKH
dan TTKH pada tahun 1998, dua pemohon telah mengajukan pengkajian keamanan hayati
PRG yang berupa tanaman tahan serangga hama (TSH) dan tanaman toleran herbisida (TH).
Satu pemohon mengajukan tanaman kapas TSH event MON531/757/1076, kapas TH
MON1445/1698, jagung TSH MON810, jagung TH GA21, dan kedelai TH GTS40-3-2.
Pemohon yang lain mengajukan jagung TSH MON810 yang merupakan lisensi dari pemohon
pertama. Jagung TSH MON810 dari pemohon kedua ini berbeda genotipe dengan jagung
TSH MON810 dari pemohon pertama. Pemohon telah mengikuti semua prosedur yang diatur
oleh Kepmentan tahun 1997 tentang Ketentuan Keamanan Hayati PRG, yaitu dengan
mengajukan permohonan tertulis yang dialamatkan kepada Menteri Pertanian cq Direktur
Jenderal Terkait, yaitu Direktur Jenderal Tanaman Pangan. Permohonan tertulis tersebut
disertai dengan jawaban daftar pertanyaan dan dokumen keamanan hayati yang telah ada dan
mereka peroleh dari negara tempat asal tanaman PBPHRG tersebut dirakit, serta sertifikat
aman hayati dan izin komersial di luar negeri. Kelima event tanaman PRG tersebut telah
dikomersialkan di berbagai negara sejak tahun 1996 (James, 1999; Herman, 1999). Dalam
proses pengkajian keamanan hayati, tanaman PRG harus melalui tahapan pengujian di
fasilitas uji terbatas (FUT) dan lapangan uji terbatas (LUT). FUT adalah suatu fasilitas yang
dibangun untuk melaksanakan kegiatan perakitan dan pengujian tanaman PRG dengan
konsep pengelolaan risiko sampai pada suatu tingkat yang dapat diterima. FUT dibangun
sesuai dan mengikuti standar keamanan hayati internasional. Menurut NIH Guidelines
(Traynor et al., 2001) ada empat tingkat keamanan hayati (Biosafety Levelfor Plants, BLP)
untuk tanaman PRG, yaitu BL1-P, BL2-P, BL3-P, dan BL4-P. FUT terdiri atas gedung utama
(head-house), rumah kaca, dan rumah kasa Traynor et al. (2001). Rumah kaca dibangun dari
dinding yang terbuat dari polikarbonat dan kasa 200 mesh, dengan sistem pintu ganda
(double door) untuk mencegah terjadinya penyebaran serbuk sari. Rumah kaca juga
dilengkapi dengan shelldeck dan exhaust fan untuk memperoleh suhu ruangan mendekati
suhu udara luar dan tidak mengganggu fungsi sebagai containment yang memiliki kesamaan
lingkungan dengan tempat tumbuh terbuka. Sesuai dengan kebutuhan untuk mengakomodasi
tanaman dataran tinggi seperti kentang, rumah kaca juga dapat dilengkapi dengan chiller dan
atau AC. Rumah kasa dibuat dari kawat kasa, dengan sistem pintu ganda.
LUT seperti halnya pengujian tanaman PRG di FUT, LUT yang digunakan untuk
percobaan tanaman PRG juga harus memenuhi ketentuan pembatasan/ pengamanan
(confinement) gen novel dan bahan tanaman PRG yang diadopsi dari CLI (2005) dan Halsey
(2006). Ketentuan tersebut meliputi: (1) pencegahan lepasnya gen novel dari lokasi percobaan
melalui serbuk sari, biji/benih, atau bagian tanaman lain (genetic confinement), (2)
pencegahan bahan tanaman PRG untuk dikonsumsi oleh manusia dan hewan ternak (material
confinement), dan (3) pencegahan lepasnya tanaman PRG dari lokasi percobaan (material
confinement). Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mencegah atau menghindarkan
pemindahan gen, antara lain: (1) isolasi jarak, isolasi biologis, misalnya kedelai PRG ditanam
di sekitar tanaman melon, jagung, dan padi gogo; (2) isolasi waktu, misalnya jagung PRG
ditanam di sekitar tanaman jagung lokal yang hampir panen; (3) isolasi fisik, misalnya kapas
PRG ditanam pada lahan bera; dan (4) isolasi reproduktif, misalnya dengan melakukan
perompesan bunga atau membungkus bunga tanaman PRG menggunakan kantong khusus,
biasanya dilakukan pada tanaman menyerbuk silang seperti jagung. Kelima event tanaman
PRG dari pemohon pertama dan satu event dari pemohon kedua telah diuji di FUT. Tanaman
PRG yang dilanjutkan untuk percobaan di LUT hanya lima event milik pemohon pertama.
Setelah hasil pengkajian LUT dan dokumen keamanan hayati dievaluasi, maka TTKH
merekomendasikan aman hayati terhadap tanaman PRG tersebut kepada KKH.
Dalam hal pengaturan produk transgenik telah dibuat aturan tersendiri yang melibatkan
sejumlah Departemen terkait. Peraturan ini nampaknya sudah memadai, meskipun dalam
perkembangannya nanti masih perlu dilakukan sejumlah revisi. Yang tidak kalah pentingnya
adalah bagaimana implementasinya. Untuk mendeteksi Genetically Modified Organisms
(GMOs) sendiri masih belum dibuat mekanisme dan prosedur untuk deteksinya, misalnya
berapa ambang batas suatu produk disebut GMO-free, dan piranti deteksi apa yang akan
digunakan. Ketersediaan informasi dan sarana ini sangat diperlukan untuk
mempertimbangkan mengenai kebijakan pelabelan atau aspek legal dari masalah yang
berhubungan dengan produk transgenik. Introduksi tanaman transgenik atau produk pangan
yang dihasilkannya perlu dievaluasi dengan hati-hati sebagaimana yang dilakukan pada
proses pelepasan sejumlah varitas tanaman atau pemasaran produk pangan baru. Peraturan
yang dibuat untuk evaluasi seharusnya diambil berdasarkan data ilmiah yang memadai, atau
berdasarkan pertimbangan rasional yang secara ilmiah dapat dipertanggungjawabkan,
sehingga peraturan tersebut tidak hanya melindungi konsumen dari bahaya nyata, tetapi juga
memungkinkan konsumen untuk memanfaatkan produk transgenik dan teknologi yang
mendasarinya secara maksimal. Meskipun demikian, peraturan yang dibuat hendaknya tidak
menimbulkan kerumitan baru yang tidak perlu. Peraturan dan kekawatiran yang berlebihan
tidak hanya akan menyurutkan perkembangan bioteknologi, suatu disiplin ilmu yang
seharusnya dikuasai dengan baik untuk dapatmemanfaatkan megabiodiversitas nasional
secara optimal, tetapi juga dapat mengalihkan perhatian masyarakat dari masalah-masalah
yang lebih penting dan mendesak. Oleh karena itu, pendidikan masyarakat mengenai
bioteknologi (biotechnology literacy), khususnya rekayasa genetika, dan pembentukan komisi
nasional atau badan sejenis yang khusus menangani Bioteknologi Modern, seharusnya
menjadi agenda utama bagi penentu kebijakan yang berhubungan dengan masalah keamanan
produk transgenik.

Anda mungkin juga menyukai