Anda di halaman 1dari 10

Kontroversi Ilmiah dan Masyarakat

(Pro Kontra Produk Pangan Transgenik Hasil Dari Rekayasa Genetika


di Masyarakat)

A. Latar Belakang
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, bioteknologi mengalami perkembangan yang sangat
pesat. Bioteknologi juga disebut dengan rekayasa genetika
memungkinkan munculnya modifi kasi sifat organisme sesuai
dengan kebutuhan melalui pemanfaatan gen dari spesies lain.
Dengan adanya rekayasa trangenik banyak memunculkan produk
pangan trangenik yang menjadi pro kontra dalam kalangan
masyarakat serta para ilmuan.
Sejarah munculnya produk pangan transgenik sejak tahun
800 SM, yang dimana pada saat itu manusia menggunakan metode
modifikasi tradisional seperti pembiakan selektif serta perkawinan
silang untuk membiakkan tanaman serta hewan dengan sifat-sifat
yang lebih diinginkan. Pada tahun 1973 Ahli biokimia Herbert
Boyer dan Stanley Cohen mengembangkan rekayasa genetika
dengan memasukkan DNA dari satu bakteri ke bakteri lain.
1982: FDA menyetujui produk GMO konsumen pertama yang
dikembangkan melalui rekayasa genetika: insulin manusia untuk
mengobati diabetes. 1986: Pemerintah federal menetapkan Kerangka
Kerja Terkoordinasi untuk Regulasi Bioteknologi. Kebijakan ini
menjelaskan bagaimana Badan Pengawas Obat dan Makanan AS
(FDA), Badan Perlindungan Lingkungan AS (EPA), dan
Departemen Pertanian AS (USDA) bekerja sama untuk mengatur
keamanan GMO. 1994: Produk transgenik pertama yang dihasilkan
melalui rekayasa genetika tomat transgenic mulai dijual setelah
penelitian yang dievaluasi oleh lembaga federal membuktikan bahwa
produk tersebut sama amannya dengan tomat yang dibudidayakan
secara tradisional. 1990-an: Gelombang pertama produk transgenik
yang dihasilkan melalui rekayasa genetika tersedia bagi konsumen:
labu kuning, kedelai, kapas, jagung, pepaya, tomat, kentang, dan
kanola. Tidak semuanya masih tersedia untuk dijual. 2015: FDA
menyetujui permohonan modifikasi genetik pertama pada hewan
untuk digunakan sebagai makanan, salmon hasil rekayasa genetika.
Dan pada tahun 2019, FDA menyelesaikan konsultasi mengenai
makanan pertama dari tanaman yang genomnya telah diedit(FDA
2023).
Dengan munculnya sejarah tersebut banyak memunculkan
produk pangan rkayasa genetika atau yang disebut pangan trangenik.
Pangan transgenik merupakan pangan yang diproduksi atau
menggunakan bahan baku, bahan tambahan pangan, atau bahan lain
yang dihasilkan dari proses rekayasa genetika. Munculnya produk
pangan trangenik memicu kekhawatiran dalam masyarakat. Adapun
isu yang sering muncul terkait dengan tanaman trangenik yaitu
kecenderungan untuk menyebabkan reaksi alergi, adanya tranfer
gen, serta pergerakan gen dari tanaman rekayasa genetika ke
tanaman konvensional atau spesies yang berhubungan di
alam(BPOM 2006). Dengan alasan inilah memunculkan berbagai
pro kontra di berbagai kalangan. Sehingga memunculkan berbagai
sudut pandang yang berbeda. Oleh karena itu, esai ini ditulis dengan
tujuan memaparkan berbagai opini terkait produk pangan transgenik
baik dari sisi keilmuannya ataupun dari kalangan awam.
B. Identifikasi Sudut Pandang
Ada berbagai susdut pandang yang berbeda terkait dengan
produk pangan transgenic baik itu dari para ilmuan maupun dari
kalangan masyarakat biasa. Sebelum pemaparan sudut pandang
sebaiknya kita mengetahui terlebih dahulu apa kekurangan dan
kelebihan produk pangan transgenik. Kelebihan dari makanan
transgenik yaitu makanan ini tumbuh lebih cepat dibandingkan
makanan yang ditanam secara tradisional. Tanaman pangan hasil
rekayasa genetika juga dapat ditanam di tempat dengan kondisi iklim
yang tidak mendukung.
Makanan rekayasa genetika dilaporkan memiliki nutrisi tinggi
dan mengandung lebih banyak mineral dan vitamin dibandingkan
makanan yang ditanam secara tradisional. Dari beberapa kelibihan
ini para peneliti dan produsen yakin bahwa ada berbagai keuntungan
dari mengonsumsi makanan ini. Misalnya meski benih tanaman ini
cukup mahal akan tetapi biaya produksinya lebih rendah karena
tanaman ini memiliki ketahan dari hama dan serangga. Karena tidak
membutuhkan peptisida dan insektisida. Jadi tanaman ini bebas dari
bahan kimia serta ramah lingkungan.
Adapun dari sudut pandang masyarakat ada yang
menentang dan ada yang mendukung. Alasan yang menentang yaitu
mereka khawatir akan acaman terbesar yang disebabkan oleh
makanan hasil rekayasa genetika yaitu dapat menimbulkan efek
berbahaya bagi manusia. Mengonsumsi makanan transgenik dapat
menyebabkan berkembangnya penyakit yang kebal akan terhadap
antibiotik. Sedangkan dari sudut pandang yang mendukung produk
pangan trangenik yaitu makanan tersebut dapat disimpan dalam
waktu yang lama dan makanan transgenic diyakini makanan
transgenik rasanya lebih enak(Anilakumar 2013).
Kutub yang ekstrim mendukung teknologi GMO ini
berpendapat bahwa teknologi ini merupakan jalan keluar yang
sangat menjanjikan dalam mengatasi kekurangan pangan, karena
dapat menghemat pupuk, pestisida, herbisida, dan dapat
menyediakan bibit yang tahan terhadap kekurangan air serta kadar
garam yang tinggi pada tanah, serta dapat menanggulangi masalah
kekurangan lahan pertanian yang sulit/tidak dapat bertambah
(unrenewable resources). Bahkan Ingo Potrykus penemu Golden
Rice secara gamblang menyatakan bahwa mereka yang menolak
teknologi GMO adalah merupakan Crimes Against Humanity.
Sebaliknya yang menentang penerapan teknologi GMO ini
pada produk pangan dan obat-obatan justru adalah ahli/pakar di
bidang ini. Mae Wan Ho, Seorang pakar di bidang biologi molekuler
dari Inggris berpendapat bahwa bukan tidak mungkin timbul
sejumlah dampak yang tidak terduga dimana gen-gen asing yang
teracak melalui proses transfer gen secara horizontal melahirkan
berbagai strain virus dan bakteri yang dapat menyebabkan penyakit.
Dampak itu muncul antara lain karena para perekayasa genetika
tidak mampu lagi mengontrol dimana dan bagaimana gen-gen
tersebut menyusup ke berbagai material genetik mahluk hidup.
Di samping adanya perbedaan pendapat antara dua kutub di
atas, ada juga kelompok yang berada di antara keduanya, yaitu LSM
yang bergerak di bidang lingkungan hidup dan perlindungan
konsumen seperti Konphalindo (Konsorsium Nasional untuk
Pelestarian Hutan dan Alam Indonesia), PAN (Pesticide Network
Action) dan YLKI. Pada umumnya semua LSM ini tidak menentang
secara apriori beredarnya produk pangan dan obat-obatan seperti ini.
Mereka hanya menginginkan agar penerapan dan pelepasan
teknologi ini dalam masyarakat ditunda (moratorium) hingga telah
dilakukan pengujian yang memenuhi standar ilmiah dan terbukti
aman untuk manusia dan lingkungan(Abbas 2009).
C. Dampak yang di Dapat Oleh Masyarakat
Ada berbagai dampak positif dan negatif yang didapat oleh
masyarakat diantaranya yaitu: Adapun dampak positif yang diterima
oleh masyarakat misalnya meningkatkan ketersediaan pangan
sepanjang tahun, meningkatkan kualitas gizi serta perpanjangan
umur makanan. Dampak negatif bagi masyarakat yaitu memeberikan
perubahan kualitas gizi makanan, memunculkan potensi racun pada
makanan, dikhawatirkan akan memunculkan virus serta racun baru,
adanya potensi elergi akan makanan yang dikonsumsi(Pramashinta
et al. 2017).
Bagi masyarakat awam mungkin tidak terlalu penting
mempertanyakan apakah pangan yang akan dikonsumsi merupakan
hasil rekayasa genetik atau bukan. Selain karena memiliki wawasan
yang terbatas tentang rekayasa genetik, sebagian dari mereka masih
mengutamakan kecukupan pangan dengan harga yang terjangkau
sehingga hiruk pikuk pro dan kontra pemanfaatan produk rekayasa
genetik belum menarik perhatian. Tetapi bagi ilmuwan, pemerintah
dan pemerhati pangan justru menyediakan pangan yang cukup
dengan harga terjangkau merupakan persoalan pelik yang perlu
dicarikan jalan keluarnya. Pangan yang cukup tidak hanya dimaknai
jumlahnya cukup, namun juga kualitasnya memenuhi selera
konsumen yang terus berkembang sejalan dengan meningkatnya
tingkat pendidikan, derajad kesehatan dan daya beli
masyarakat(Suwardike 2019).
D. Argumen dan Bukti
Pada perkembangannya produk-produk GMO atau produk
pangan transgenik menimbulkan kontroversi, terutama dari sisi
dampak negatif terhadap lingkungan. Indonesia pernah
mengujicobakan penanaman kapas transgenik pada tahun 2001 di
Sulawesi Selatan, dan menuai kontroversi, berbagai LSM
lingkungan melakukan penolakan terhadap penanaman tanaman
transgenik, dan pada tahun 2003 penanaman dihentikan. Kontroversi
ini terjadi karena pada satu sisi perkembangan pemanfaatan tanaman
transgenik sebagai komoditi pangan cukup pesat dan menjanjikan,
namun di sisi lain terdapat berbagai kekhawatiran dan keresahan
masyarakat terhadap penggunaan tanaman transgenik, terutama
menyangkut kesehatan masyarakat dan aspek lingkungan.
Dengan munculnya kontroversi tersebut juga terdapat
argument yang mungkin bisa terkait dengan argument pro maupun
argument kontranya. Argumen pro nya yaitu mengonsumsi produk
pangan transgenik aman dan tidak membahyakan kesehatan
manusia. Ada beberapa bukti yang mendukung akan argumen pro
tersebut yaitu 1) Kepala Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
(Litbang) Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian Badan
Litbang Pertanian Kementerian Pertanian M.Herman di Jakarta,
mengatakan delapan tanaman biotek tersebut terdiri atas enam
varietas jagung dan dua varietas kedelai aman untuk dikonsumsi;2)
Haryono, produk bioteknologi lebih aman dbandingkan produk non
rekayasa genetika karena selalu dipantau dan dievaluasi; 3) Xavier
Daniel Phd, dosen Rekayasa Genetika ITB menjelaskan bahwa
tanaman transgenik cenderung tidak mempunyai risiko merugikan
jika dikonsumsi. “Selama ini belum pernah ada bukti jika
pemanfaatan tumbuhan tersebut menimbulkan dampak yang
membahayakan,”; 4) Kehalalan pangan transgenik oleh dinyatakan
oleh Dewan Yuriprudensi Islam dan Badan Sertifikasi Makanan
Islam di Amerika (IFANCA), Serta terdapat berbagai bukti lain yang
mendukung argument tersebut.
Sedangkan argumen kontra terkait penentangan produk
pangan transgenic yaitu konsumsi pangan transgenik, tidak aman,
membahayakan kesehatan manusia dan kehalannya diragukan.
Adapun bukti yang mendukung argument tersebut yaitu Para peneliti
belum bisa jujur dan menjamin gen yang disisipkannya bukan
berasal dari hewan atau zat yang halal untuk dikonsumsi, Keturunan
tikus diberi makan kedelai transgenik menunjukkan peningkatan
lima kali lipat resiko kematian, bayi yang di lahirkan tidak cukup
berat badan, ketidakmampuan bereproduksi, Beberapa petani di AS
telah melaporkan masalah kemandulan atau kesuburan antara babi
dan sapi yang diberi makan Varietas Jagung GMO, Hewan yang
mengkonsumsi makanan GMO mengalami pendarahan perut,
berpotensi bertumbuhnya sel pra-kanker, kerusakan organ dan
sistem kekebalan tubuh, peradangan ginjal, masalah dengan darah,
sel hati, dan kematian yang tidak dapat dijelaskan, dr. Jefferi Smith
dalam bukunya seeds of deception dan Genetik Roulette menuliskan
bahwa, “Tidak seorangpun yang mengetahui sepenuhnya apa yang
terjadi pada produk akhir ketika anda menyambung Gen
baru”(Herlanti 2014).
Jadi pendapat saya terkait produk pangan trangenik berada
diantara keduanya mendukung dan tidak mendukung, karena
menurut pendapat saya sesuatu hal itu pasti ada efek negatif-
positifnya, apalagi tanaman transgenik merupakan hasil karya
penelitian seseorang wajar saja pasti ada efek negatif yang akan
muncul. Alasannya karena mungkin ada sedikit kesalahan yang
mungkin para peneliti belum ketahui.
E. Diskusi Terhadap Dampak Etika dan Sosial
Persoalan etika, agama, budaya dan sosial merupakan
masalah yang sangat sensitive khususnya bagi masyarakat Indonesia
yang memiliki budaya timur(Mahrus 2014). Adapun dampak etika
dan social yang muncul yaitu munculnya berbagai pertentangan
terhadap produk pangan transgenik. Misalnya yaitu terkait dengan
halal tidaknya produk yang di hasilkan. Sehingga pencantuman
keterangan atau label tentangkandungan suatau produk pangan
transgenik bersetifikasi halal. Dampak lainnya terhadap etika yaitu
produk pangan transgenik yang menyisipkan gen makhluk hidup
yang tidak berkerabat dianggap melanggar hokum alam dan sulit
diterima oleh masyarakat. Penerapan hak paten pada makhluk hidup
hasil rekayasa merupakan pemberian hak pribadi atas makhluk
hidup. Hal ini bertentangan dengan banyak nilai-nilai budaya yang
menghargai nilai instrisik makhluk hidup.
F. Pendekatan Solusi
Kekhawatiran yang sangat kontroversial mengenai makanan
transgenik dalam hal keamanan konsumen dan kelestarian
lingkungan tampaknya masih belum berubah. Ada alasan nyata bagi
dunia untuk masih mengkhawatirkan produk pangan transgenik,
meskipun teknik-teknik baru muncul dan semakin populer di bidang
Bioteknologi. Terdapat juga argumen bahwa teknologi rekayasa
genetika yang canggih tetap menjadi sarana alternatif untuk
meningkatkan produksi pangan dan harus mendapatkan perhatian
yang diperlukan dari para ilmuwan dan pemimpin di tingkat
global. Sekalipun produk pangan transgenik tampaknya memberi
jalan kepada GMO nontransgenik yang telah diatur dalam CRISPR
dan dikecualikan dari peraturan yang ketat, dunia akan tetap
terancam oleh banyaknya produk pangan transgenik dan potensi
risikonya. Tampaknya alih-alih mengkhawatirkan keamanan pangan
transgenik dan kelestarian lingkungan, dunia seharusnya lebih
khawatir dengan peningkatan populasi global yang diperkirakan
akan melebihi 9 miliar pada tahun 2050, sehingga dunia kekurangan
pasokan pangan sebesar lebih dari 70%.
Tekanan populasi, ditambah dengan kepemimpinan yang
korup di negara-negara berkembang, lebih mengkhawatirkan
kelangsungan umat manusia. Kekhawatiran hanya terhadap isu-isu
yang dihadapi masyarakat di negara-negara maju dan mengabaikan
isu-isu di negara-negara berkembang akan membuat dunia
menanggung akibat yang lebih besar dan nyata dibandingkan hanya
sekedar kekhawatiran terhadap ketidakpastian teknologi
tertentu. Negara-negara maju sudah mulai menangani krisis imigrasi
yang diakibatkan oleh orang-orang yang melarikan diri dari
kepemimpinan yang korup di Afrika, Asia, dan benua-benua
lainnya. Meningkatkan produksi pangan dan layanan kesehatan
dengan semua teknologi yang tersedia termasuk GE harus menjadi
solusinya.
Jadi pendekatan solusi terkait dengan kontroversi produk
pangan transgenic yaitu masyarakat harus memfilter produk-produk
apa saja yang harus dikonsumsi. Dan untuk pemerintahnya harus
mempeertegas peraturan terkait produk-produk trangenik yang akan
diperjual belikan dimasyarakat. Karena tidak semua masyarakat
memperdulikan produk pangan yang dikonsumsi itu produk pangan
transgenic atau tidak.
G. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari kontroversi terkait
dengan produk pangan transgenik dan masyarakat yaitu pasti
terdapat berbagai sudut pandang yang berbeda yang akan muncul
terkait produk tersebut. Ada yang pro terakait produk tersebut dan
ada yang kontra. Produk pangan transgenic juga terdapat damapak
postif maupun negatifnya. Misal dampak positifnya yaitu terkait
dengan produksi produk yang meningkat. Dan dampak negatifnya
yaitu munculnya rasa kekhawatiran masyarakat terkait produk
pangan trangenik dalam ancaman terhadap kesehatan. Solusi yang
diberikan yaitu masyarakat harus memfilter produk pangan
transgenic yang di konsumsi dan ppemerintah harus mempertegas
peraturan terkait produk pangan transgenic yang masuk atau di
produksi untuk disebar luaskan di masyarakat. Serta
mempertimbangkan berbagai aspek ayang akan muncul terkait
produk pangan transgenic tersebut.
H. Sumber Referensi

Abbas, Nurhayati. 2009. “Perkembangan Teknologi Di Bidang


Produksi Pangan Dan Obat-Obatan Serta Hak-Hak
Konsumen.” Jurnal Hukum Ius Quia Iustum 16 (3): 423–38.
https://doi.org/10.20885/iustum.vol16.iss3.art7.

Anilakumar, A.S. Bawa; K.R. 2013. “Makanan Hasil Rekayasa


Genetika: Keamanan, Risiko, Dan Kekhawatiran Publik.”
National Library of Medicine. 2013.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3791249/.

BPOM. 2006. “Pangan Produk Rekayasa Genetika.” Pusat Data


Dan Informasi Obat Dan Makanan. 2006.
https://www.pom.go.id/berita/pangan-produk-rekayasa-
genetika.

FDA. 2023. “Ilmu Pengetahuan Dan Sejarah GMO Dan Proses


Modifikasi Makanan Lainnya.” U.S. FOOD & DRUG. 2023.
https://www.fda.gov/food/agricultural-biotechnology/science-
and-history-gmos-and-other-food-modification-processes.

Herlanti, Y. 2014. “Analisis Argumentasi Mahasiswa Pendidikan


Biologi Pada Isu Sosiosainfik Konsumsi Genetically Modified
Organism (GMO).” Jurnal Pendidikan IPA Indonesia 3 (1):
51–59. https://doi.org/10.15294/jpii.v3i1.2901.

Mahrus. 2014. “Kontroversi Produk Rekayasa Genetika Yang


Dikonsumsi Masyarakat.” Jurnal Biologi Tropis 14 (2): 108–
19.

Pramashinta, Alice, Listiyana Riska, Hadiyanto, Lelasari Maharani,


Setyosari Punaji, Ulfa Saida, P Anantyarta, R. L. I Sari, and
Akidah Utama. 2017. “Review Bioteknologi Pangan: Sejarah,
Manfaat Dan Potensi Risiko.” Jurnal Biologi Dan
Pembelajaran Biologi 2 (2): 58–68.
http://jurnal.unmuhjember.ac.id/index.php/BIOMA/article/vie
w/821.

Suwardike, Putu. 2019. “Quo Vadis Pangan Produk Rekayasa


Genetik Di Indonesia?” Agro Bali: Agricultural Journal 2 (1):
58–63. https://doi.org/10.37637/ab.v2i1.370.

Anda mungkin juga menyukai