Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH BIOETIKA

TRANSGENIK ORGANISME PRINSIP DAN KONFLIK NILAI

OLEH :
KELOMPOK 3:
JULYA SYSCA
MERIZA FATMA
MILDA FITRI ASRIYANI
MONICA INDIASTI PUTRI

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2020
TRANSGENIK ORGANISME PRINSIP DAN KONFLIK NILAI

Transgenik merupakan suatu metode penerapan produk bioteknologi melalui


teknik rekayasa genetika. Penyisipan materi genetika (DNA) dari suatu organisme
yang dikombinasikan ke dalam materi genetika organisme lainnya bertujuan agar gen
yang dipindahkan akan diekspresikan oleh organisme yang menerima gen tersebut.
Sehingga dihasilkan suatu individu yang secara genetika telah berubah gennya karena
membawa gen asing. Organisme inilah yang disebut organisme transgenik atau sering
disebut pula genetically modified organisms (GMO).
Dalam lingkup akuakultur, beberapa metode transgenik
yang pernah diterapkan adalah pemanfaatan vektor (replication defective pantropic
retroviral) untuk menginfeksi sel lines ikan, kadal air, kodok, dan nyamuk. Metode
lainnya adalah transfer gen dengan bantuan sel. Metode ini dikenal sebagai
pengembangan dari metode mikroinjeksi. Dengan beberapa pertimbangan bahwa
untuk menghasilkan ikan transgenik membutuhkan banyak waktu, biaya, fasilitas, dan
tenaga. Prinsip transgenik sangat bermanfaat dalam berbagai studi mengenai fungsi
dan pola ekspresi dari gen serta untuk memproduksi produk komersial yang
diinginkan.
Tranfer DNA diterapkan untuk memproduksi galur transgenik yang mempunyai
nilai komersial yang lebih tinggi. Perkembangan teknologi transgenik ikan meningkat
dengan cepat. Ikan transgenik dapat dimanfaatakn sebagai bioreaktor untuk
memproduksi bahan-bahan yang bersifat komersial maupun yang bermanfaat bagi
kesehatan (Collas et al., 2000). Teknik transfer gen banyak dikembangkan untuk
mengintroduksi molekul DNA ke dalam embrio.
Mikroinjeksi merupakan teknik transfer gen yang umum digunakan pada kegiatan
transgenesis (Alimuddin et al., 2003; Kato et al., 2007). Meskipun demikian,
elektroporasi, mediasi lewat sperma, dan transfeksi juga memperlihatkan
efektivitasnya tinggi dalam transfer DNA ke genom ikan (Khoo, 2000). Keberhasilan
transgenik ditentukan oleh berbagai faktor, antara lain pemilihan larutan transfeksi
yang sesuai dengan mempertimbangkan kesediaan secara komersial, mudah
diaplikasikan, keberhasilan tinggi, dan tidak bersifat toksik terhadap embrio.
Kajian Tanaman Transgenik

A. Pertimbangan Bioetika Dalam Pengembangan Tanaman Transgenik

Bioetika pada dasarnya membahas etika atau moral yang mencakup segala
sesuatu yang berkaitan dengan kehidupan. Pada awalnya bioetika dikemukakan oleh
V.P. Potter dan merupakan ilmu yang digunakan untuk mempertahankan hidup dalam
mengatasi kepunahan lingkungan dan mengatasi kepunahan manusia. Namun dalam
perkembangannya, bioetika cenderung mengarah pada penanganan isu atau nilai etika
yang timbul karena perkembangan iptek dan biomedis. Sebagaimana yang telah
dijelaskan sebelumnya bahwa bioetika merupakan cabang ilmu biologi dan ilmu
kedokteran yang menyangkut masalah di bidang kehidupan, tidak hanya
memperhatikan masalah-masalah yang terjadi pada masa sekarang, tetapi juga
memperhitungkan kemungkinan timbulnya pada masa yang akan datang. Dewasa ini
pertumbuhan populasi penduduk dunia sangat pesat. Hal ini sebagai akibat dari angka
kelahiran (natalitas) yang tinggi menyebabkan konsekuensi yang besar terhadap
upaya-upaya pengadaan dan peningkatan suplai pangan dunia.

Salah satu alternatif untuk mengatasi permasalahan di atas ditempuh dengan


menerapkan bioteknologi untuk pertanian yaitu melalui tanaman transgenik atau
Genetically Modified Organism ( GMO). Tanaman transgenik merupakan tanaman
hasil rekayasa gen dalam upaya mengatasi masalah pangan, kesehatan dan kualitas
hidup. Disatu sisi perkembangan pemanfaatan tanaman transgenik menjadi komoditi
pangan yang cukup pesat dan menjanjikan, namun disisi lain terdapat berbagai
kekhawatiran dan keresahan masyarakat terhadap penggunaan tanaman transgenik,
terutama menyangkut masalah kesehatan masyarakat dan aspek lingkungan, sehingga
masih banyak menuai pro kontra. Keecerdasan yang dimiliki manusia berimplikasi
pada pengembangan ilmu, termasuk bioteknologi dan rekayasa genetika tanaman
setinggi-tingginya demi kesejahteraan manusia sendiri. Hal ini sesuai fitrah bahwa
semua yang ada dalam diri adalah pemberian-Nya, maka ilmu pengetahuan pun akan
dapat sejalan dengan etika dan moral. Namun setinggi apapun keilmuan kita, dan
keinginan untuk mengembangkan ilmu, masih ada tanggung jawab moral kita yang
harus diemban terhadap umat manusia dan lingkungan (alam). Perkembangan
tanaman tranngenik tentunya akan menuai permasalahan yang berkaitan dengan
bidang kesehatan, lingkungan, ekonomi, budaya dan politik. Hal tersebut hendaknya
menjadikan ilmuwan menjadi arif dalam menyikapi penggunaan tanaman transgenik
ini.

Penggunaan tanaman transgenik yang menyebabkan penyakit pada diri manusia,


hendaknya dihentikan, meskipun berkaitan dengan penelitian dan kemajuan ilmu
bioteknologi, hal tersebut merupakan tantangan. Selain bertanggungjawab terhadap
kesehatannya, manusia juga masih memilki tanggung jawab yang besar terhadap
alam. Manusia hidup dari hubungan saling bergantung dengan alam. Apabila alam
punah, apabila plasma nutfah yang ada di alam lenyap, maka bisa dipastikan manusia
juga akan lenyap. Penggunaan dan distribusi besar-besaran tanaman transgenik tanpa
meneliti resikonya terhadap alam secara mendetail menyebabkan manusia menjadi
tidak beretika terhadap alam. Industrialisasi tanaman transgenik yang tergesa-gesa,
karena ingin mencapai kesejahteraan, sehingga mengesampingkan semua
pertimbangan di atas juga tidak beretika. Oleh karena efek domino yang ditimbulkan
dalam jangka panjanglah yang harus dikaji dan diputuskan bagaimana
penggunaannya.

Secara ontologi tanaman transgenik adalah suatu produk rekayasa genetika


melalui transformasi gen dari makhluk hidup lain ke dalam tanaman yang tujuannya
untuk menghasilkan tanaman baru yang memiliki sifat unggul yang lebih baik dari
tanaman sebelumnya. Secara epistemologi, proses pembuatan tanaman transgenik
sebelum dilepas ke masyarakat telah melalui hasil penelitian yang panjang, studi
kelayakan dan uji lapangan dengan pengawasan yang ketat, termasuk melalui analisis
dampak lingkungan untuk jangka pendek dan jangka panjang.4 Tidak dapat
dipungkiri bahwa pengembangan tanamann transgenik akan memiliki manfaat untuk
memenuhi kebutuhan pangan penduduk, tetapi manfaat tersebut belum teruji, apakah
lebih besar manfaatnya atau kerugiannya. Oleh karena itu secara filsafat masalah ini
perlu dikaji lebih lanjut.

B. Contoh Masalah Etik Dalam Pengembangan Tanaman Transgenik.

Pengembangan pangan transgenik akan memberikan kompensasi yang bisa


bernilai positif maupun negatif. Manfaat positif yang besar tentunya itulah yang
diharapkan dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Akan tetapi dampak
lain dengan perkembangan pangan transgenik juga tidak dapat dihindari. Dampak
yang ditimbulkan oleh adanya tanaman transgenik adalah persaingan internasional
dalam perdagangan dan pemasaran produk bioteknologi. Persaingan tersebut dapat
menimbulkan ketidakadilan bagi negara berkembang karena belum memiliki
teknologi yang maju. Kesenjangan teknologi yang sangat jauh tersebut disebabkan
karena bioteknologi modern sangat mahal sehingga sulit dikembangkan oleh negara
berkembang.

Resiko terjadinya perubahan ekologis tanaman transgenik anatara lain berupa:

1. Potensi perpindahan gen ke tanaman kerabat

2. Potensi perpindahan gen ke organisme lain bukan kerabat

3. Pengaruh tanaman transgenik terhadap organisme bukan sasaran

4. Pengurangan keanekaragaman hayati ekosistem

5. Perkembangan resistensi serangga terhadap tanaman transgenik.

Tidak ada teknologi yang tanpa resiko, demikian pula dengan produk rekayasa
genetik. Resiko dari produk transgenik tidak akan lebih besar dari produk hasil
persilangan alamiah. Beberapa resiko pangan transgenik yang mungkin terjadi antara
lain resiko alergi, keracunan dan tahan antibiotik. Penggunaan tanaman transgenik
perlu kita pertimbangkan, mengingat bahwa penggunaan tanaman transgenik
berkaitan erat dengan etika pangan dan pertanian dunia. Hal itu tidak hanya mengenai
efek terhadap keamanan pangan melainkan juga mempertimbangkan hak konsumen
dan dampak lingkungan dari pengembangan tanaman transgenik.

C. Peraturan Perundangan Yang Mengatur Tentang Pemanfaatan Produk


Transgenik

Kontroversi penyebarluasan penggunaan tanaman transgenik telah menimbulkan


pertentangan. Hal ini terkait dengan dampak negatif yang bisa ditimbulkan.
Kontroversi mengenai keamanan pangan transgenik ini telah memicu kampanye
penghentian pemasaran bibit dan hasil tanaman pangan transgenik. Dibeberapa negara
Eropa telah melarang dan menolak benih transgenik masuk ke negaranya, bahkan
seperti di AS, India, dan Kanada telah dilakukan penuntutan hukum agar pengadilan
melarang tanaman transgenik. Sebagai bentuk kehati-hatian dari lembaga-lembaga
yang berkonsentrasi pada keamanan pangan produk rekayasa genetika, baik secara
internasional, regional maupun masing-masing negara, maka oleh pemerintah
Republik Indonesia pemanfaatan produk rekayasa genetika di Indonesia harus
mengacu kepada beberapa peraturan perundangan, antara lain:

1. UU No.7/1996 tentang Pangan

2. UU No. 21/2004 tantang Protokol Cartagena

3. PP No.69/1999 tentag Label dan Iklan Pangan

4. PP No. 28/2004 tentang keamanan, Mutu dan Gizi Pangan.

5. PP No. 21/2005 , tentang Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik

6. SKB 4 Menteri Th. 1999

7. Peraturan Kepala Badan POM RI Nomor : HK.00.05.23.3541 Tahun 2008,


tentang Pedoman pengkajian Keamanan Pangan Produk Rekayasa
Genetik.

D. Perkembangan Tanaman Transgenik

Tanaman transgenik merupakan tanaman hasil rekayasa genetika dengan cara


disisipi satu atau sejumlah gen ( transgene) yaitu potongan DNA yang menyandikan
sifat tertentu, dari satu makhluk hidup ke makhluk hidup lainnya. Suatu tanaman yang
tadinya tidak mempunyai sifat tertentu dapat direkayasa sehingga memiliki sifat
tertentu. Tanaman transgenik merupakan hasil perkembangan bioteknologi. Tanaman
transgenik dikembangkan dalam upaya untuk mengatasi masalah pangan, kesehatan
dan kualitas hidup.

Pada awalnya, proses rekayasa genetika dilakukan untuk menciptakan manhluk


yang sempurna. Dalam bidang pertanian misalnya, tomat yang awalnya tidak bisa
ditanam didaerah bersuhu rendah direkayasa supaya dapat menjadi tanaman tahan
beku dan memiliki musim tumbuh lebih lama. Tanaman lain adalah kedelai yang
rawan akan hama. Tanaman ini kemudian disisipi bakteri dari tanah yang mampu
mengeluarkan pestisida alami sehingga hama yang menyerang kedelai akan mati
dengan sendiriya. Perubahan genetika ini bersifat permanen pada mahluk hidup dan
dalam jumlah yang besar keseimbangan alam akan berubah.

Industri pertanian dan medis negara maju sebagian besar telah menggunakan
rekayasa genetika didalam proses produksinya. Negara yang melakukan penanaman
komersial produk transgenik biasanya melakukan analisa keamanannya, termasuk
konsekuensi langsung dan tidak langsung. Konsekuensi langsung, misalnya kajian
apakah terjadi perubahan nutrisi, munculnya efek alergi, atau toksisitas akibat
rekayasa genetika. Konsekuensi tidak langsung, misalnya, efek baru yang muncul
akibat transfer gen, perubahan level ekspresi gen pada tanaman sasaran, serta
pengaruhnya terhadap metabolisme tanaman.

Meskipun Indonesia telah berhasil memproduksi tanaman transgenik sejak tahun


1999, Indonesia masih saja mengimpor terus menerus 10 bahan pokok dari berbagai
negara yang diduga hasil rekayasa genetika yaitu: beras, jagung, kedelai, biji gandum,
tepung terigu, gula pasir, daging sapi, daging ayam, garam, singkong, dan kentang.
Produk lainnya seperti buah-buahan impor di supermarket merupakan produk
transgenik, namun sayangnya semua produk transgenik yang beredar di pasaran tidak
diberi informasi yang jelas, sehingga keamanannya tidak dapat diketahui.

Pada tahun 1996 total area di dunia yang ditanami tanaman transgenik hanya
berkisar 5 juta hektar. Namun pada tahun 2006 telah melonjak menjadi 184 juta
hektar. Peningkatan juga terjadi pada bisnis bibit tanaman transgenik. Penjualan bibit
kedelai transgenik di dunia pada tahun 2006 telah mencapai 1550 juta dolar AS.
Padahal pada tahun 1996 hanya bekisar 11 juta dolar AS. Hal yang sama juga terjadi
pada penjualan bibit jagung transgenik. Berkembangnya bisnis produk transgenik
telah menjadikan Indonesia sebagai salah satu pasar bagi produk-produk tersebut.
Laporan United States Department of Agriculture ( USDA ) menyebutkan nilai ekspor
produk transgenik Amerika Serikat ke Indonesia tahun 2004 mencapai 600 juta dolar
AS. Tanaman transgenik itu terdiri dari kedelai, jagung, dan kapas.

E. Jenis Jenis Tanaman Transgenik Beberapa tanaman pangan hasil rekayasa


genetika yang sudah tersedia di pasar antara lain :
1. Tomat yang dirancang agar proses pematangannya terhambat sehingga lebih
tahan lama dalam penyimpanan

2. Bt Corn, yaitu jagung yang dirancang mengandung protein insektisida yang


berasal dari bakteri Bacillus thuringiensis (Bt)

3. Round Up Ready R Soybean, yaitu kedelai yang toleran terhadap senyawa


aktif glifosat yang terdapat dalam herbisida yang dikenal secara komersial
sebagai Round-Up R

4. Glyphosate tolerant Corn Line GA21, yaitu jagung yang tolerant glifosat, dan
beras yang mengandung vitamin A ( golden rice)

F. Kontroversi Tanaman Transgenik

Pelepasan tanaman transegnik ke lingkungan telah menjadi kontroversial di


seluruh dunia. Kontroversi tersebut terkait dengan kemungkinan resiko terhadap
berbagai aspek kehidupan masyarakat seperti: kesehatan, lingkungan, agama, budaya,
etika, psikologi, dan lain-lain. Suatu teknologi dapat memberi manfaat yang besar
bagi kesejahteraan masyarakat, akan tetapi tidaklah mutlak tanpa resiko, begitu juga
dengan rekayasa genetika. Beberapa contoh dampak positif rekayasa genetika sebagai
berikut: meningkatnya derajat kesehatan manusia dengan diproduksinya berbagai
hormone manusia seperti insulin dan hormone pertumbuhan; tersedianya bahan
makanan yang lebih melimpah; tersedianya sumber energi terbaharui; proses industri
yang lebih murah; dan berkurangnya polusi.

Menurut Epstein (2001), sebagian besar efek dari rekayasa genetika yang mampu
mengubah sifat fisik mahluk hidup belum diketahui. Salah satu masalah utama dalam
rekayasa genetika adalah apakah gen yang disisipkan dalam suatu mahluk hidup akan
diwariskan atau tidak diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Meskipun
dengan penggunaan teknologi transgenik diakui memiliki kemampuan untuk
mengekspresikan gen asing dan membuka opsi untuk memproduksi sejumlah besar
produk industri seperti industri farmasi komersial, tetap saja masih menyisakan
kekhawatiran.
Kekhawatiran munculnya dampak negatif dari penggunaan transgenik di
Indonesia sangat beralasan karena Indonesia telah mengimpor berbagai komoditas
yang diduga sebagai hasil dari rekayasa genetika maupun yang tercemar dengan
transgenik yang berasal dari negara-negara yang telah menggunakan teknologi
rekayasa genetika, mulai dari tanaman, bahan pangan dan pakan, obat-obatan,
hormon, bunga, perkayuan, hasil perkebunan, hasil peternakan dan sebagainya diduga
mengandung atau tercemar transgenik. Suatu teknologi dapat memberi manfaat yang
besar bagi kesejahteraan masyarakat, akan tetapi tidaklah mutlak tanpa resiko, begitu
juga dengan rekayasa genetika.

Beberapa contoh dampak positif rekayasa genetika sebagai berikut :


meningkatnya derajat kesehatan manusia dengan diproduksinya berbagai hormon
manusia seperti insulin dan hormon pertumbuhan, tersedianya bahan makanan yang
lebih melimpah, tersedianya sumber energi terbaharui, proses industri yang lebih
murah dan berkurangnya polusi. Sangat disayangkan hingga saat ini sepertinya belum
pernah dilaporkan adanya dampak negatif dari penggunaan tanaan transgenik.
Jangankan mendeteksi dampak negatif penggunaan tanaman transgenik, mendeteksi
apakah komoditas yang diimpor mengandung transgenik saja belum pernah dilakukan
di Indonesia. Biasanya kalau sudah ada kejadian baru-baru ini seperti apel impor dari
Amerika Serikat memunculkan sejumlah bakteri yang diduga sangat berbahaya bagi
kesehatan konsumen, baru dilakukan pengujian di laboratorium.

Perkembangan tanaman transgenik telah menimbulkan pro dan kontra ditengah


masyarakat di dunia.. Faktor dampak yang ditimbulkan tanaman transgenik baik
positif dan negatif inilah yang menyebabkan kontroversial ditengah masyarakat.
Berikut ini diuraikan kontroversi masyarakat terhadap penggunaan produk tanaman
transgenik

1. Kontroversi dibidang Kesehatan.

Belum terdapat penelitian yang yang menjamin tanaman transgenik aman untuk
dikonsumsi. Pangan rekayasa genetika diduga menjadi penyebab berbagai penyakit
dengan asumsi bahwa gen asing mungkin mengubah nilai gizi makanan dengan cara
yang tak terduga baik yang bisa mengurangi atau meningkatkan beberapa gizi dan
nutrisi lain. Faktor yang perlu diperhatikan dari minimnya informasi tersebut adalah
penggunaan produk makanan dari tanaman transgenik harus berhati-hati.
Kekhawatiran lainnya dari penggunaan tanaman transgenik adalah kemungkinan
makin beratnya masalah bakteri yang berkemampuan besar mengalahkan antibiotik.
Jika hal ini terjadi maka akan terdapat suatu penyakit yang tidak bisa diobati oleh
antibiotik karena mikroba resisten terhadap antibiotik. Selain itu, banyak tanaman
transgenik menggunakan mikroorganisme sebagai donor potensial menimbulkan
alergi yang tidak diketahui atau belum teruji. Gen dari sumber-sumber non-makanan
dan kombinasi gen baru bisa memicu reaksi alergi pada beberapa orang yang
mengkonsumsinya atau memperburuk yang sudah ada. Resiko dari tanaman
transgenik seperti kehilangan nutrisi, kemunculan racun baru, alergen dan efek
samping potensial lainnya sudah disampaikan.18 Indonesia sebagai salah satu negara
yang banyak memanfaatkan produk transgenik harus lebih berhati-hati, sebab hingga
saat ini diduga belum pernah dilaporkan adanya dampak negatif dari penggunaan
produk transgenik tersebut, apalagi mendeteksi apakah komoditas yang diimpor
mengandung transgenik atau tidak. Prinsip kehati-hatian penggunaan transgenik
impor harus dikedepankan, oleh karena itu peran pemerintah dan ilmuwan sangat
ditunggu.

2. Kontroversi di Bidang Pertanian Dan Lingkungan

Dampak ekologis rekayasa genetik pada tanaman transgenik akan mengganggu


tekstur dan struktur tanah. Para peneliti Amerika telah menemukan bukti kuat
kemungkinan kerusakan ekologis ini melalui Kupu-Kupu Monarch. Larva kupu-kupu
mati ketika makan daun, yang disemprotkan bibit jagung ( diberi gen Bt). Hal ini
memperlihatkan serangga yang bukan sasaran, bisa mati oleh racun bakteria yang
dibuat oleh tanaman transgenik. Selain itu akar jagung MG ( diberi gen Bt) telah
meracuni tanah dan tetap beracun selama tujuh bulan sejak dipanen. Racun ini berasal
dari sisa tanaman transgenik yang masih mengandung toksin yang dapat mencegah
serangan hama dalam tanah bagi tanaman tetapi juga sekaligus mematikan
mikroorganisme dan organism di dalam tanah sehingga terjadi degradasi bakteri
(mikroorganisme) maupun organisme di dalam tanah, yang akan mengubah struktur
dan tekstur tanah dalam jangka waktu tertentu. Selain itu, endotoksin yang dihasilkan
dapat membunuh beberapa jenis insekta (serangga) tertentu, sehingga dapat
mengganggu ekosistem jenis insekta di atas tanah. Kekhawatiran muncul jika racun
itu akan membunuhi serangga- serangga yang dibutuhkan untuk menyehatkan
tanah.Selain itu, endotoksin yang dihasilkan dapat membunuh beberapa jenis insekta
(serangga) tertentu, sehingga dapat mengganggu ekosistem jenis insekta di atas tanah.
Sebuah penelitian menyebutkan pemakaian pestisida kimia malah akan meningkat
karena racun Bt tidak mempan terhadap serangga penghisap batang seperti aphids.Hal
ini akan mengganggu tanaman juga mempengaruhi ekosistem tumbuh-tumbuhan dan
lama-kelamaan akan resistens terhadap pestisida. Akibatnya, racun-racun biasa jadi
tidak efektif lagi Dengan berbagai ragam kehadiran MG dikhawatirkan juga akan
mengakibatkan adanya polusi gen di muka bumi. Lalu muncul biodiversity atau
keanekaragaman hayati yang akan mendominasi bumi, sehingga plasma nuftah baik
hewan maupun tumbuh-tumbuhan akan mengalami degradasi, seperti yang dialami
oleh bakteri. Maka punahlah plasma nuftah yang kita miliki. Selain itu, munculnya
virus baru , rumput baru dan resistensi terhadap hama juga merupakan akibat dari
rekayasa genetika. Virus baru; gen viral di tanaman yang direkayasa agar tanaman
kebal terhadap virus mungkin saja terkombinasi lagi dengan microba lain untuk
menghasilkan virus hibrida yang lebih berbahaya.

3. Kontroversi Sosial Ekonomi

Produk hasil rekayasa umumnya tidak transparan, bahkan merahasiakan


kegagalan-kegagalan dan dampak negatif yang mungkin timbul. Penggunaan tanaman
transgenik harus memperhatikan potensi dampak sosial-ekonomi dari inovasi
teknologi yang terjadi jauh diluar laboratorium dan rumah kaca yang terkendali
adalah sebagai bentuk tanggung jawab moral dan etika. Ini menunjukkan bahwa peran
para ilmuwan dan pengembang teknologi tidak selesai ketika teknologi tersebut keluar
dari laboratorium, bahkan menjadi semakin penting ketika teknologi tersebut
diterapkan di masyarakat. Tujuan sebuah teknologi harus menyumbang kepada
pembangunan berkelanjutan, guna kepentingan dan kebutuhan generasi masa
sekarang dan masa depan karena dampak sosial-ekonomi teknologi akan dirasakan
dari generasi ke generasi. Sehingga aspek dalam hal ini juga perlu di perhatikan.
Pertimbangan yang serius akan potensi dampak sosial-ekonomi transgenik secara
otomatis akan membawa para pengembang dan pembuat kebijakan untuk memiliki
kepekaan lebih baik atas penerimaan masyarakat akan teknologi dan/atau produk-
produknya. Karena penggunaan hasil teknologi tidak terlepas dari masyarakat.
Keprihatinan utama dalam dampak sosial-ekonomi transgenik adalah biaya yang
terkait proses-proses dari luasnya partisipasi para pihak, pelaku, serta kurun waktu
yang diperlukan untuk melalui proses-proses tersebut. Sehingga dengan pertimbangan
dampak sosial-ekonomi dalam pembuatan keputusan tentang transgenik, maka biaya
sosial, ekonomi, dan budaya yang tidak dapat ditarik kembali kemungkinan dapat
dihapus atau diminimalkan Dampak potensial dari transgenik dalam konteks
masyarakat miskin dan pedesaan akan memperbesar ketidakadilan pendapatan dan
distribusi kekayaan sehingga menambah kesenangan ekonomi, karena input rekayasa
genetika tidak dapat diakses oleh masyarakat miskin pedesaan. Selain itu penggunaan
tanaman transgenik akan menjadi masalah besar dimana penggunaan benih modifikasi
genetika yang hemat tenaga kerja sehingga akan menciptakan surplus ekonomi lebih
tinggi akan tetapi kebutuhan pekerja yang lebih sedikit sehingga akan meningkatkan
pengangguran. Dampak negatif lainnya bagi para petani khususnya adalah sangat
merugikan mereka, karena petani non transgenik tidak mampu meningkatkan
produktifitas yang lebih menguntungkan (Hardinsyah, 2000). Semua dampak negatif
tersebut sampai saat ini kurang mendapat perhatian pemerintah dan ilmuwan. Para
pengembang dan pembuat kebijakan tidak dapat lolos dari dimensi etika dari
penerapan transgenik tanpa mengkaji dengan hati-hati potensi dampak sosial-
ekonominya. Berbeda dengan laboratorium dan rumah kaca di mana semua faktor dan
kondisi berada dalam kendali para ilmuwan yang melakukan penelitian, kekuatan
sosial dan ekonomi berada di luar kendali siapapun. Sehingga tanggung jawab etika
sangat penting untuk memperkuat kebutuhan kajian mendalam mengenai
pertimbangan sosial-ekonomi sebelum transgenik dilepas ke masyarakat.

4. Kontroversi di Bidang Agama, Budaya, dan Etika.

Produk transgenik khususnya pangan memiliki beberapa manfaat bagi manusia,


namun masih saja menimbulkan berbagai kontroversi termasuk kontroversi agama,
budaya, etika, sosial, hukum, dan psikologi. Produk pangan transgenik memang
menjanjikan efisiensi yang lebih baik daripada produk konvensional, karena kebijakan
produk transgenik di seluruh dunia harus mengakomodir dampak terhadap banyak hal
termasuk diantaranya kesehatan, lingkungan, serta aspek normatif dari sisi
adat/budaya, etika dan agama. Persoalan agama, budaya dan etika merupakan masalah
yang sangat sensitif khusunya bagi masyarakat Indonesia yang memiliki budaya
timur. Kelompok masyarakat muslim di Indonesia sebagai kelompok mayoritas
memiliki ketentuan yang mengharuskan pangan yang dikonsumsi adalah yang halal
dan baik (halalan toyyiban), sehingga menjadi sangat penting pencantuman
keterangan/label tentang kandungan suatu produk pangan dan obat-obatan hasil
transgenik meskipun tidak mudah untuk melacak kandungan transgenik tersebut,
untuk itu diperlukan suatu mekanisme yang jelas untuk melakukan pelacakan dan
pemantauan kandungan transgenik yang beredar luas.

Singh et al. (2006) mengatakan bahwa mekanisme pelacakan, penilaian resiko


dan pemantauan yang efektif merupakan prasyarat dasar kerangka hukum untuk
merespon resiko dan kehatihatian yang akan memunculkan resiko baru. Aspek yang
juga sangat penting adalah pencantuman sertifikat halal yang dikeluarkan oleh
Lembaga Pengkajian dan Pengawasan Obat dan Makanan Majelis Ulama Indonesia
(LP POM MUI) sehingga kekhawatiran masyarakat yang beragama Islam dalam
mengkonsumsi produk transgenik tidak berkembang dan meresahkan. Kessler et al.
(1992) melaporkan bahwa tanaman transgenik memerlukan label jika menimbulkan
beberapa ancaman yang teridentifikasi seperti reaksi alergi atau menyebabkan
perubahan dramatis dalam kandungan gizi. Namun, beberapa orang optimis bahwa
teknologi yang dapat dengan mudah membedakan pangan transgenik dari yang non
transgenik akan segera dikembangkan, sehingga pelabelan sangat diperlukan dalam
upaya meyakinkan bahwa produk transgenik aman untuk dikonsumsi oleh
masyarakat.

Sesungguhnya kekhawatiran terkait dengan agama, budaya, dan etika telah


disuarakan oleh berbagai kelompok masyarakat sebagai alasan untuk menentang
produk transgenik khususnya dalam bidang pangan, sementara sejumlah orang
keberatan dengan makanan tersebut untuk alasan pribadi, etika, budaya, estetika, dan
pelanggaran pada pilihan konsumen serta ketidakmampuan untuk membedakan
makanan dari transgenik dan non transgenik. Sebagai contoh, orang-orang non
muslim dan muslim mungkin bermusuhan dengan produk tanaman transgenik
khususnya biji-bijian yang mengandung gen babi, dan biasanya mereka bersikeras
terhadap makanan halal kemurniannya dapat didokumentasikan. Demikian halnya
dengan kelompok vegetarian mungkin sama khawatirnya terhadap sayuran dan buah-
buahan yang mengandung gen hewan, dan beberapa orang takut makan makanan
nabati dari produk transgenik yang mengandung gen manusia.

DAFTAR PUSTAKA

Abbas N. Perkembangan Teknologi di Bidang Produksi Pangan dan Obatobatan serta


Hak-hak Konsumen. J Huk. 2009;3:423–438.

Agorsiloku. Dampak Penggunaan Hasil Rekayasa Genetika. 2006.

Amin, L. A, A. Azlan M, H. Gausmian J, Ahmad. AL, Samian MSH, Sidek. NM.


Ethical perception of modern biotechnology with special focus on
genetically modified food among Muslims in Malaysia. Malaysia AsPac J
Mol Biol Biotechnol. 2010;18:359-367.

Amin L, Jahi JM. Ethical Aspects of Genetically Modified Organisms Release into
the Environment. Malaysian J Environ Manag. 2004:99 – 111.

Anwar A. Penerapan Bioteknologi Rekayasa Genetik dibidang Medis Ditinjau dari


Perspektif Filsafat Pancasila, Ham dan Hukum Kesehatan di Indonesia. J
Sasi. 2010;17:39-51.

Billings PR. Modified Foods Are like Drugs. The Boston Globe,; 1999.

Dano EC. Potential SocioEconomic, Cultural and Ethical Impacts of GMOs:


Prospects for Socio-Economic Impact Assessment. Penang Malaysia; 2007.

Fitmawati D. Bioetika Dalam Pemanfaatan Keanekaragaman Plasma Nutfah


Tumbuhan.
Hardinsyah. Potensi Kekuatan dan Kelemahan Produk Pangan Hasil Rekayasa
Genetika. J Biol Trop. 2014;14.

Karmana IW. Adopsi Tanaman Transgenik dan Beberapa Aspek Pertimbangannya.


GaneC Swara. 2009;3(2):12-21.

Kessler DA, Taylor MR, Maryanski JH, Flamm EL, Kahl. LS. The safety of foods
developed by biotechnology. Science (80- ). 1992:256:1747.

Mahrus. Kontroversi Produk Rekayasa Genetika Yang Dikonsumsi Masyarakat. J


Biol Trop. 2014;14(2):108-119.

Minarno Eko Budi. Pembelajaran Bioetika Sebagai Pengawal Perkembangan Biologi


Modern dan Penyelamatan Lingkungan Hidup. El- Hayah. 2012;3(1):35-40.
6

Muchtadi, R T. Perkembangan Bioetika Nasional. In: Makalah Seminar Etika


Penelitian Di Bidang Kesehatan Reproduksi. Fakultas Kedokteran
-Universitas Airlangga; 2007.

Putu AN. Aspek Keamanan Pangan Genetically Modified Food ( GMF ). J Ilmu Gizi.
2011;2:27-36.

Rissler J, Mellon M. Perils amid the Promise: Ecological Risks of Transgenic Crops
in a Global Market. Washington D.C.; 1993.

Sateesh MK. Bioethics and Biosafety. I K Int Pvt Ltd. 2008;ISBN 978-8:456.

Shannon TA. Pengantar Bioetika. Terjemahan Oleh K. Bertens. Jakarta: Gramedia


Pustaka Utama; 1995.

Singh OV, Ghai S, Paul D, Jain RK. Genetically modified crops: success, safety
assessment, and public concern. Appl Microbiol Biotechnol. 2006;5:598-
607.

Small, B., T. G. Parminter MWF. Understanding public responses to genetic


engineering through exploring intentions to purchase a hypothetical
functional food derived from genetically modified dairy cattle. New Zeal J
Agric Res. 2005;41:391-400.

Sugianto. Kajian Bioetika Tanaman Transgenik. Univ Wiralodra. 2017;I(2):1-11.

Sulichantini Ellok Dwi. Tanaman dan Pangan Transgenik di Sekitar Kita. J Teknol
Pangan. 2007;2(2):38-43.

Widodo WD. Transgenetika, Ancaman Atau Peluang.; 2004.

Anda mungkin juga menyukai