sosial soal pangan rekayasa genetika (PRG) atau genetically modified foods.
Teknik rekayasa genetika pada pangan pertama kali dikembangkan untuk menjawab berbagai
permasalahan seperti ketahanan pangan dan perubahan iklim. PRG diciptakan melalui teknik
bioteknologi modern.
PRG telah mengalami perubahan atau modifikasi gen yang tidak alami (direkayasa oleh manusia) dengan
cara melakukan persilangan atau pemindahan gen dari jenis hayati lain. Cara ini juga dikenal dengan
istilah transgenik.
Tidak memerlukan banyak pestisida karena sifat tanaman transgenik sudah kebal terhadap serangan
virus atau hama
Tanaman transgenik lebih tahan kekeringan karena hanya membutuhkan sedikit sumber daya seperti air
dan pupuk
-Berkurangnya zat gizi atau kandungan-kandungan lain karena proses persilangan gen
Pada kenyataannya, PRG dan bibit-bibit tanaman transgenik yang sudah beredar di dunia saat ini telah
diatur dan lulus uji keamanan pangan yang dilakukan oleh masing-masing negara tempat
didistribusikannya produk atau hayati tersebut. Di Indonesia sendiri yang bertangung jawab untuk
menguji dan mengawasi PRG adalah Balai Kliring Keamanan Hayati dan Badan Pengawas Obat dan
Makanan, sesuai dengan mandat yang tercantum dalam undang-undang, peraturan pemerintah, dan
surat keputusan bersama lintas kementerian.
Uji keamanan yang dilakukan meliputi uji toksisitas, alergenitas, perubahan nilai gizi terkait perubahan
genetika, serta kesepadanan substansial dalam pangan transgenik tersebut. Jika ditemukan zat-zat atau
kandungan yang berpotensi membahayakan kesehatan, pangan rekayasa genetika tidak akan diberi izin
untuk dijual dan didistribusikan. Ini berarti PRG yang sudah tersedia di Indonesia saat ini aman untuk
dikonsumsi.