Anda di halaman 1dari 8

Nama : Fitri Ismawati

NIM : B1A021048
Kelas : A
Rangkuman materi bioetika
GENETICALLY MODIFIED ORGANISMS (GMOs)
GMOs adalah produk teknologi yang mengubah DNA suatu organisme hidup, contohnya
pada bakteri, hewan dan tumbuhan. GMOs memiliki beberapa istilah lain seperti rekayasa
genetika (Genetically engineered), transgenik (Transgenic) dan teknologi DNA (rDNA)
rekombinan/ (Recombinant DNA (rDNA) technology). Tujuan dari GMOs adalah untuk
mengatasi pertumbuhan penduduk yang pesat dan ancaman krisis pangan pada tahun 2050
dengan cara menerapkan bioteknologi melalui rekayasa genetika. Sebagian kalangan
menganggap hasil rekayasa ini dipercaya mempunyai sifat-sifat unggul diantaranya memiliki
produktivitas yang lebih tinggi, tahan terhadap hama, toleran terhadap herbisida, dan
mengandung kualitas nutrisi yang lebih baik (Karmana, 2009).
Tanaman transgenik mulai dikembangkan pada tahun 1973 oleh Hurbert Boyer dan Stanley
Cohen (BPPT, 2000). Jenis tanaman yang banyak dikembangkan diantaranya kedelai, jagung,
kapas dan canola. Ada yang mendukung namun tak sedikit pula yang menentangnya.
Kebanyakan masyarakat merasa khawatir terutama menyangkut masalah jaminan kesehatan
dan efeknya terhadap keseimbangan lingkungan, sehingga pemanfaatan teknologi ini masih
menjadi polemik apakah dapat dijadikan solusi mengatasi kelaparan atau justru menjadi
polusi yang membawa kerusakan dan bencana.
Beberapa contoh dari transgenik bacteria diantaranya bakteri untuk produksi insulin
(pengendalian kadar gula darah), bakteri utnuk degradasi tumpahan minyak, bakteri untuk
fiksasi nitrogen dan bakteri anti-freezing.
Beberapa contoh produk dari hewan transgenik diantaranya produksi alpha-1-antitrypsin
(AAT), produksi tissue plasminogen activator (TPA), produksi human growth hormone
(HGH). Produksi alpha-1-antitrypsin (AAT) bertujuan untuk membantu menurunkan
produksi elastase, karena jika elastase meningkat, serat elastis paru-paru akan rusak sehingga
menyebabkan emfisema. Tissue plasminogen activator (TPA) adalah protein yang digunakan
untuk melarutkan gumpalan darah dalam terapi serangan jantung. HGH digunakan untuk
merangsang pertumbuhan manusia dan mencegah kretinisme kelenjar pituitary. Sapi mampu
menghasilkan susu yang mengandung HGH (untuk anak dengan kadar HGH rendah). Tissue
plasminogen activator (TPA) adalah protein untuk melarutkan gumpalan darah dalam terapi
serangan jantung. Human growth hormone (HGH) digunakan untuk merangsang
pertumbuhan manusia daan mencegah krenitisme kelenjar pituitary.
Beberapa contoh produk dari tanaman transgenik diantaranya golden rice yaitu beras yang
mengandung beta-karoten (vitamin A), yang tidak ditemukan dalam beras biasa, tomat
transgenik dengan umur simpan yang lebih lama, dan Bt corn yaitu jagung yang mengandung
bahan kimia yang biasanya ditemukan dalam bakteri (Bacillus thuringiensis) yang beracun
bagi serangga tetapi tidak bagi manusia. Modifikasi tanaman bertujuan untuk
mengoptimalkan kondisi pertumbuhan, meningkatkan asimilasi nitrogen, meningkatkan
penyerapan oksigen, jalur fotosintesis yang efisien dan meningkatkan biosintesis pati.
Beberapa aplikasi lain dari tanaman transgenik diantaranya kentang yang dimodifikasi untuk
menghasilkan racun pembunuh kumbang, labu kuning yang dimodifikasi agar mengandung
gen virus yang resisten terhadap penyakit virus yang paling umum, pengembangan makanan
yang mengandung vaksin dan antibodi yang menawarkan perlindungan berharga terhadap
penyakit seperti kolera, hepatitis, dan malaria serta canola yang dimodifikasi untuk menahan
satu jenis herbisida atau pestisida.
Adanya produk transgenik menimbulkan pro dan kontra pada masyarakat. Sebagian
masyarakat yang pro pada penerapan tanaman transgenik dengan berasumsi bahwa rekayasa
genetika memiliki potensi yang bisa dikembangkan untuk meningkatkan kesejahteraan
manusia. Potensi-potensi tersebut seperti mampu meningkatkan jumlah produksi dan kualitas
produk, dapat meningkatkan kualitas rasa, nutrisi, aroma dan mutu produk supaya tahan lama
dalam penyimpanan pascapanen serta memiliki ketahanan terhadap hama (Wolfenbarger dan
Phifer, 2000). Selain itu tanaman trasngenik juga memiliki kemampuan toleran terhadap
kondisi lingkungan ekstrim seperti kekeringan, banjir, kadar garam yang tinggi dan suhu
ekstrim (Syahriani, 2013). Manfaat penerapan rekayasa genetika tanaman ini dibenarkan oleh
ISAAA sebagai organisasi yang telah berkecimpung cukup lama menangani pengembangan
bioteknologi. Pihaknya menyatakan sejak tahun 1996 hingga 2012 tanaman transgenik telah
berkontribusi bagi ketahanan pangan, pemanfaatan secara berkelanjutan keanekaragaman
hayati dan membantu mitigasi perubahan iklim dengan meningkatkan produksi panen senilai
116,9 miliar US dolar; menyediakan lingkungan yang lebih baik dengan menghemat 497 juta
kg pestisida; mengurangi pencemaran lingkungan (untuk tahun 2012 sendiri telah berhasil
mengurangi emisi karbondioksida (CO2) sebanyak 26,7 miliar kg atau setara dengan
menghilangkan 11,8 juta mobil dari jalanan selama satu tahun); membantu konservasi
kenekaragaman hayati dengan menjaga kelestarian 123 juta hektar lahan selama periode
1996-2012; dan mengurangi kemiskinan dengan membantu meningkatkan pendapatan lebih
dari 16.5 juta petani kecil dan keluarganya (total 65 juta jiwa) yang diantaranya merupakan
penduduk termiskin di dunia. (James, 2013).
Walaupun memiliki banyak manfaat dari adanya produk transgenik, tetapi tidak menutup
kemungkinan dari adanya bahaya yang dapat ditimbulkan. Dari segi keamanan, yaitu potensi
terhadap kesehatan manusia dan potensi pengaruh terhadap lingkungan. Dari segi akses dan
kekayaan intelektual, adanya dominasi produksi pangan dunia oleh beberapa perusahaan dan
negara berkembang. Dari segi etika, kita bertindak seperti Tuhan dan tentunya merusak alam
dengan mencampurkan gen antar spesies. Dari segi labeling, tidak wajib di beberapa negara
(misalnya, Kanada dan Amerika Serikat) dan adanya upaya mencampur tanaman GM dengan
upaya pelabelan perancu non-GM. Dari segi masyarakat, kemajuan baru mungkin condong
ke kepentingan negara kaya. Dari segi biodiversitas, penambahan gen Bt dalam tanaman yang
membuat tanaman menghasilkan racun Bt akan melepaskan racun dalam serbuk sarinya. Hal
ini akan menganggu keseimbangan ekosistem. Dari segi kesehatan, tanaman transgenik
disinyalir dapat membahayakan kesehatan manusia.
Etika dalam rekayasa genetika
Terdapat permasalahan etika, legal dan sosial (ELSI) dalam rekayasa genetika.
1. Aspek etik
Ada dua aspek kepentingan yang mendasari perdebatan mengenai aspek etik, yaitu
aspek intrinsik dan aspek ekstrinsik.
Aspek intrinsik berakar dari egosentrisme dan fanatisme pribadi yang berasal dari
etika agama dan kepercayaan sehingga aspek ini sulit diubah. Aspek ekstrinsik
didasarkan pada potensi bahaya dan kerusakan yang mungkin ditimbulkan dari
penggunaan GMO.
2. Aspek legal
Usaha pencegahan dampak negative dapat dilakukan dengan menerapkan peraturan-
peraturan yang mengatur tentang pengelolaan dan penggunaan GMO. Peraturan
mengenai GMO diantaranya Cartagena Protocol on Biosafety dan Intelectual Property
Right (IPR). Peraturan di Indonesia yang mengatur GMO diantaranya Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia nomor 21 tahun 2005 tentang keamanan hayati
produk rekayasa genetik, peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia nomor HK.03.1.23.03.12.1563 tahun 2012 tentang pedoman
pengkajian keamanan pangan produk rekayasa genetik, dan peraturan Kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia nomor HK.03.1.23.03.12.1564
tahun 2012 tentang pedoman pengkajian keamanan pangan produk rekayasa genetik.
3. Aspek sosial
Kesalahan persepsi publik merupakan hambatan utama dalam penerapan karena
kurangnya Pendidikan dan komunikasi publik mengenai teknologi rekayasa genetik
(Watanabe, et. al., 2005).
HUMAN GENOME PROJECT (HGP)
Gen manusia tersusun oleh pasangan basa nukleotida yang menyusun DNA manusia. The
Human Genome Project (HGP) adalah proyek penelitian ilmiah internasional yang bertujuan
untuk menentukan urutan lengkap pasangan basa nukleotida yang menyusun DNA manusia
dan semua gen yang dikandungnya. HGP merupakan proyek biologis kolaboratif terbesar di
dunia. Ide HGP diambil pada tahun 1984 oleh pemerintah Amerika Serikat. Proyek ini resmi
diluncurkan pada tahun 1990 dan dinyatakan selesai pada tahun 2003.
Tujuan HGP:
 Untuk mengidentifikasi dan memetakan semua 20.000-25.000 gen (perkiraan) dalam
DNA manusia dari segi fisik dan fungsional
 Untuk menentukan urutan 3 miliar pasangan basa kimia yang menyusun DNA
manusia
 Untuk menyimpan informasi ini dalam database
 Untuk menemukan teknologi yang lebih efisien untuk analisis data
 Izinkan sector swasta mengakses informasi yang muncul dari project ini
 Untuk mengurutkan genome organisme lain yang penting dalam penelitian medis
seperti tikus, Drosophila dan lain-lain
 Untuk mengatasi masalah etika, hukum dan sosial.
Proses penentuan genom manusia terlebih dahulu melibatkan pemetaan genom, atau
karakterisasi kromosom. Ini disebut peta genetik. Langkah selanjutnya adalah pengurutan
DNA/DNA sequencing, atau menentukan urutannya berbasis DNA pada kromosom. Ini
adalah physical maps/peta fisik. Untuk mengurutkan DNA, DNA harus terlebih dahulu
diamplifikasi, atau ditingkatkan secara kuantitas. Dua jenis amplifikasi DNA adalah kloning
dan Reaksi Rantai Polimerase (PCR). Sekarang DNA telah diamplifikasi, sekuensing bisa
dimulai.
Teknik pengurutan yang digunakan dalam HGP adalah:
1) Shotgun sequencing method dan
2) Sanger sequencing method
Keluaran dari HGP
 Ada sekitar 22.3000 gen penyandi protein pada manusia, mempunyai kisaran yang sama
seperti pada mamalia lain. Tikus ± 23.000 gen, Drosophila 17.000 gen (perkiraan), C.
elegans <22.000 gen.
 Banyak daari gen penyandi protein manusia menghasilkan lebih dari satu produk protein.
 Kerapatan gen: 23 gen per juta pasangan basa pada kromosom 19, dan 5 gen per juta
pasangan basa pada kromosom 13.
 Manusia dan mungkin sebagian besar vertebrata, meliki gen yang tidak ditemukan di
hewan ivertebrata lain seperti Drosophylla dan C. elegans, gen tersebut adalah antibodi
dan reseptor sel T untuk antigen (TCR) transplantasi
 Genome manusia terdiri dari 2% exons (daerah pengkode) dan 98% intron (daerah non-
pengkode).
Penerapan HGP
 Pengurutan genom manusia memiliki manfaat bagi banyak hal, pengobatan
moleculer-evolusi manusia
 Membantu dalam mengidentifikasi gen penyebab penyakit
 Identifikasi mutase yang terkait dengan berbagai bentuk penyakit kanker
 Urutan DNA disimpan dalam database yang tersedia untuk semua orang di
internet
 Pusat Informasi Bioteknologi Nasional A.S. (dan organisasi sejenis di Eropa dan
Jepang) menampung urutan gen dalam database yang dikenal sebagai GenBank,
bersama dengan urutan gen dan protein yang diketahui secara hipotesis
 Bermanfaat dalam kemajuan ilmu forensik
Isu etika, legal, dan social yang diangkat dari adanya HGP:
1. Keadilan salam penggunaan informasi genetic
2. Privasi dan kerahasiaan
3. Dampak psikologis dan stigmatisasi
4. Genetic testing
5. Masalah reproduksi
6. Pendidikan, standar, dan kendali mutu
7. Implikasi (keterlibatan manusia sebagai obyek penelitian) secara konseptual dan
filosofis
8. Komersialisasi
9. Clinical issues
ETIKA LINGKUNGAN
Beberapa teori etika lingkungan diantaranya anthropocentrism (Shallow Environmental
Ethics), biocentrism (Intermediate Environmental Ethics) dan ecocentrism (Deep
Environmental Ethics).
1. Teori anthropocentrism
Teori anthropocentrism memandang manusia sebagai pusat dari sIstem alam semesta.
Manusia dan kepentingannya dianggap yang paling menentukan dalam tatanan
ekosistem dan juga dalam keputusan yang dibuat berkaitan dengan alam, baik secara
langsung maupun tak langsung. Jadi, alam dilihat hanya sebagai objek, alat dan sarana
bagi pemenuhan kebutuhan dan kepentingan manusia. Alam hanya alat bagi
pencapaian tujuan manusia dan alam tidak punya nilai pada dirinya sendiri.
Beberapa argumentasi anthropocentrism diantaranya:
a. Alam beserta isinya (ikan di laut, burung di udara, hewan ternak dan bumi
seisinya) diserahkan sepenuhnya kepada manusia untuk dikuasai dan
ditaklukan. Jadi, manusia memiliki kewenangan penuh yang berarti menguasai
dan mengeksploitas alam semesta semata-mata demi kepentingan manusia.
b. Semua kehidupan membentuk rantai dari yanh sederhana sampai yang
Mahasempurna (Tuhan), sedangkan manusia menempati posisi mendekati
Mahasempurnaan. Jadi, manusia boleh memperlakukan yang lebih rendah
sesuai dengan kehendaknya, dan itu sah.

2. Teori Biocentrism
Teori biocentrism adalah teori yang memandang setiap kehidupan dan makhluk hidup
punya nilai dan berharga bagi dirinya. Teori ini menganggap serius setiap kehidupan
dan makhluk hidup di alam semesta. Semua makhluk hidup bernilai pada dirinya
sendiri sehingga pantas menjadi pertimbangan dan kepedulian moral. Alam harus
diperlakukan secara bermoral, terlepas dari ia bernilai bagi manusia atau tidak. Alam
semesta adalah sebuah komunitas moral, baik manusia atau bukan manusia
mempunyai moral. Hewan / alam memiliki hak intrinsik untuk eksis, secara moral
dianggap sebagai nilai bawaan. Berarti, harus ada perluasan lingkup berlakunya etika
dan moralitas untuk mencakup seluruh kehidupan di alam semesta. Dengan demikian,
etika tidak lagi dipahami secara terbatas dan sempit sebagai hanya berlaku bagi
komunitas manusia saja, namun berlaku bagi seluruh komunitas biotik selain manusia.
Dasar Biocentrism (Paul Taylor, 1986) antara lain:
1. Manusia adalah anggota dari komunitas kehidupan di bumi, seperti halnya
makhluk hidup yang lain.
2. Spesies manusia bersama dengan semua spesies lain merupakan bagian dari
sistem yang saling tergantung sehingga kelangsungan hidupnya lebih
bergantung kepada relasinya satu sama lain.
3. Setiap organisme adalah unik dalam memenuhi keperluan dirinya (dengan
caranya masing-masing).
4. Manusia pada dirinya sendiri tidak lebih unggul dari makhluk hidup lain.

3. Teori Ecocentrism
Teori ecocentrism merupakan kelanjutan dari biocentrism. Teori biocentrism dan ecocentrism
mendobrak cara pandang anthropocentrism yang membatasi pemberlakuan etika hanya pada
komunitas manusia. Pada biocentrism etika diperluas hingga mencakup komunitas biotik,
sedangkan pada ecocentrism etika semakin diperluas mencakup komunitas ekologis
seluruhnya. Teori ecocentrism memusatkan etika pada seluruh komunitas ekologis, baik yang
hidup (biotik) maupun yang tidak hidup (abiotik).
Secara ekologis, makhluk hidup dan benda-benda abiotik lainnya saling terkait satu dengan
lainya, sehingga tanggungjawab moral yang sama juga berlaku terhadap semua realitas
ekologis. Teori ecocentrism disebut dalam versi lain sebagai deep ecology yang menuntut
suatu etika baru.
Teori Theocentrism adalah teori yang memandang alam harus dicintai dan dirawat karena itu
merupakan ciptaan Tuhan.

Prinsip-prinsip etika lingkungan


1. Hormat terhadap alam (Respect for nature)

Komunitas ekologis adalah komunitas moral setiap anggota komunitas (manusia atau
pun bukan) punya kewajiban moral untuk saling menghormati.
Alam punya hak untuk dihormati, tidak saja karena kehidupan manusia bergantung
pada alam, tetapi karena kenyataan manusia merupakan bagian integral dari alam
(manusia anggota dari komunitas ekologis).
Manusia tidak boleh merusak dan menghancurkan alam beserta seluruh isinya tanpa
alasan yang bisa dibenarkan secara moral.

2. Tanggungjawab moral (Moral responsibility for nature)


Dengan prinsip tanggungjawab pribadi maupun bersama, maka setiap orang dituntut
dan terpanggil untuk bertanggungjawab memelihara alam semesta ini sebagai milik
bersama dengan rasa memiliki yang tinggi seakan merupakan milik pribadinya.
Tanggungjawab moral bukan saja bersifat anthropocentric-egoistic, melainkan juga
KOSMIK. Tanggungjawab yang menyebabkan manusia merasa bersalah ketika
terjadi
bencana alam karena terganggunya keseimbangan alam.

3. Solidaritas kosmis (Cosmic solidarity)


Berawal dari kenyataan bahwa manusia adalah bagian integral dari alam semesta.
 Mendorong manusia untuk menyelamatkan lingkungan, untuk menyelamatkan
semua kehidupan di alam ini.
 Mendorong manusia untuk tidak merusak dan mencemari alam dan seluruh
kehidupan di dalamnya, sama seperti manusia tidak akan merusak kehidupan
serta merusak rumahtangganya sendiri.
 Mendorong manusia untuk mengambil kebijakan yang pro-alam, pro-
lingkungan, atau penentang setiap tindakan yang merusak alam.

4. Kasih sayang dan kepedulian pada alam (Caring for nature)


Sebagai sesama anggota komunitas ekologis, semua makhluk hidup mempunyai hak
untuk dilindungi, dipelihara, dirawat, dan tidak disakiti.
Prinsip ‘care’ dan kepedulian adalah prinsip moral satu arah. Tidak didasarkan
pada pertimbangan kepentingan pribadi, namun semata-mata untuk kepentingan
alam.

5. No harm
Manusia tidak akan mau merusak/merugikan alam.
Tidak melakukan tindakan yang merugikan atau mengancam eksistensi makhluk
hidup lain di alam semesta, sebagaimana manusia tidak dibenarkan secara moral
melakukan tindakan yang merugikan sesama manusia.

6. Hidup sederhana dan selaras dengan alam


Prinsip ini penting karena:
a. krisis ekologi disebabkan karena pandangan anthropocentric yang mamandang
alam sebagai objek eksploitasi semata,
b. pola hidup orang modern yang konsumtif/ tamak/ rakus
Maka prinsip hidup sederhana menjadi prinsip fundamental.
Hidup dengan memanfaatkan alam sejauh yang dibutuhkan, yang berarti hidup selaras
dengan tuntutan alam itu sendiri. Tidak perlu rakus, tidak perlu mengekploitasi alam
tanpa batas, harus ada batas

Anda mungkin juga menyukai