Anda di halaman 1dari 13

IDENTIFIKASI PEMANFAATAN POTENSI

TANAH GAMBUT DI DAERAH INDRALAYA

Oleh :
Haga Perisai Sitepu (03121002008)
Karina Ruli Sinulingga (03121002017)
Kukuh Tri Atmanto (03121002098)
ABSTRAK

IDENTIFIKASI PEMANFAATAN POTENSI TANAH GAMBUT DI DAERAH


INDRALAYA
Oleh :
Haga Perisai Sitepu, Karina Ruli, Kukuh Tri Atmanto, 2012., 34 halaman.

Indonesia merupakan negara kepulauan dengan 13.487 pulau di


Indonesia. Dengan luas daratan Indonesia adalah 1.922.570 km2 dan luas
perairan 3.257.483 km2. Wilayah daratan tersebut terdiri dari berbagai jenis
tanah yang menyusunnnya. Salah satu tanah penyusun daratan tersebut
adalah tanah gambut. Tanah gambut adalah tanah jenuh air yang tersusun
dari bahan tanah organik, yaitu akumulasi sisa-sisa tanaman dan jaringan
tanaman yang telah mati baik yang telah melapuk. Beberapa sifat tanah
gambut yang dapat diamati yaitu kondisi tanah yang lunak akibat volume air
yang terkandung di dalamnya sangat lunak, selain itu adanya sifat penurunan
tanah. Adapun pengamatan kondisi tanah gambut di daerah Indralaya
didapatkan bahwa pemanfaatan tanah gambut yang sesuai adalah digunakan
sebagai lahan pertanian.

Kata kunci : Tanah, Tanah gambut, volume air, penurunan tanah.


BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan dengan 13.487 pulau di Indonesia. Dengan
luas daratan Indonesia adalah 1.922.570 km2 dan luas perairannya 3.257.483 km2. Wilayah
daratan Indonesia ini terdiri atas berbagai jenis tanah yang menyusunnya. Tanah adalah
bagian terluar kulit bumi yang merupakan campuran bagian-bagian batuan, air, udara, dan
bahan-bahan mineral, dan bahan organik yang merupakan sisa kehidupan berupa material
lepas-lepas yang timbul pada permukaan bumi akibat proses pelapukan dan erosi karena
proses waktu. Terdapat beberapa jenis tanah yang menyusun daratan di Indonesia. Tanah
gambut adalah salah satu penuyun daratan tersebut.
Tanah gambut adalah tanah jenuh air yang tersusun dari bahan tanah organik, yaitu
akumulasi sisa-sisa tanaman dan jaringan tanaman yang telah mati baik yang telah melapuk
maupun belum. Daerah tanah gambut di Indonesia luasnya mencapai 21 juta hektar
(Wahyunto dkk, 2007) yang tersebar di beberapa pulau, diantaranya Sumatera 7,2 ha,
Kalimantan 5,8 ha, Papua 8 ha. Menurut paparan Sumaryono (2008), luas lahan gambut di
Indonesia 20,1 juta hektar atau sekitar 70 persen dari total area lahan gambut di Asia
Tenggara, bahkan menempati urutan terluas ke-4 di dunia setelah Kanada, Rusia dan Amerika
Serikat. Karena potensi keterdapatan tanah gambut di Indonesia yang cukup banyak, maka
penulis bertujuan melakukan pengamatan endapan tanah tambut di daerah Indralaya dan
sekitanya dengan metode pengamatan tinjauan lapangan yang dibandingkan dengan studi
pustaka, hingga didapatkan data hasil pengamatan. Sehingga dapat ditentukan pemanfaatan
yang sesuai dari tanah gambut tersebut.
I.2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
Bagaimana keadaan endapan gambut di daerah Indralaya dan sekitarnya?
Bagaimana pemanfaatan terbaik dari endapan tanah gambut di daerah
Indralaya dan sekitarnya?
I.3. Maksud dan Tujuan Penulisan
Maksud dari penulisan makalah ini adalah melakukan penyelidikan terhadap
endapan gambut untuk penentuan pemanfaatan yang sesuai terhadap
potensi endapan tanah gambut di daerah Indralaya dan sekitarnya.
Tujuan Penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
Untuk menjelaskan hubungan ketebalan endapan tanah gambut dan kondisi
endapan tanah gambut terhapadap penyesuaian pemanfaatan tanah
gambut.
Untuk mengidentifikasi kegunaan dari endapan dari endapan tanah gambut di
daerah Indralaya dan sekitarnya.
I.4. Pembatasan Masalah
Masalah yang akan dibahas dalam makalah ini seputar analisa sederhana
tentang endapan tanah dambut di daerah Indralaya dan sekitarnya berupa
ketebalannya, dan lokasi endapan serta kondisi endapan tanah gambut.
I.4. Pembatasan Masalah
Masalah yang akan dibahas dalam makalah ini seputar analisa sederhana
tentang endapan tanah dambut di daerah Indralaya dan sekitarnya berupa
ketebalannya, dan lokasi endapan serta kondisi endapan tanah gambut.

I.5. Metodelogi Penulisan


Penulisan makalah ini dilakukan dengan cara deskriptif, pengambilan
data dari hasil pengamatan tinjauan lapangan, dan studi pustaka, buku, dan
jurnal yang berkaitan dengan topik yang dibahas.

I.6. Hipotesis
a. Hipotesis nol (HO) : Tidak terdapat manfaat endapan tanah gambut di
daerah Indralaya dan sekitarnya.
b. Hipotesis alternatif (H1) : Terdapat manfaat endapan tanah gambut di
daerah Indralaya dan sekitarnya
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Definisi Tanah Gambut

Tanah gambut adalah tanah jenuh air yang tersusun dari bahan tanah
organik, yaitu akumulasi sisa-sisa tanaman dan jaringan tanaman yang telah
mati baik yang telah melapuk maupun belum. Gambut mempunyai banyak
istilah padanan dalam bahasa asing, antara lain peat, bog, moor, mire, atau
fen. Gambut diartikan sebagai material atau bahan organik yang secara alami
dalam keadaan basah berlebihan, bersifat tidak mampat dan tidak ada atau
sedikit mengalami perombakan. Dalam pengertian ini, tidak berarti bahwa
setiap timbunan bahan organik yang basah adalah gambut. Tanah gambut
merupakan tanah dengan kandungan organik lebih besar dari lima puluh
persen (Mankinen, dkk, 1992). Akan tetapi menurut Landya (1985) tanah
dengan kandungan organik lebih dari 75 persen.
Pendapat lain menurut Andriesse (1992) dalam Noor (2001), gambut
adalah tanah organik, tetapi tidak berarti bahwa tanah organik adalah tanah
gambut. Menurut Hardowigeno (1986) gambut merupakan tanah yang
terbentuk dari timbunan sisa-sisa tanaman yang telah mati, baik yang sudah
lapuk maupun belum. Timbunan terus bertambah karena proses dekomposisi
terhambat oleh kondisi anaerob atau sedikit oksigen dan/atau kondisi
lingkungan lainnya yang menyebabkan rendahnya tingkat perkembangan biota
pengurai. Tingkat dekomposisi bahan organik yang dikandung oleh tanah
gambut juga mempengaruhi struktur dari tanah gambut.
II.2. Genesa Tanah Gambut
Gambut terbentuk dari timbunan sisa-sisa tanaman yang telah mati, baik yang sudah
lapuk maupun belum. Timbunan terus bertambah karena proses dekomposisi terhambat
oleh kondisi anaerob dan/atau kondisi lingkungan lainnya yang menyebabkan rendahnya
tingkat perkembangan biota pengurai. Pembentukan tanah gambut merupakan proses
geogenik yaitu proses pembentukan tanah yang disebabkan oleh proses deposisi atau
pelapukan dan transportasi, berbeda dengan proses pembentukan tanah mineral yang pada
umumnya merupakan proses pedogenik (Hardjowigeno, 1986). Gambut yang ada di
Indonesia sekarang ini terbentuk dalam waktu lebih dari 5000 tahun (Hardjowigeno, 1997).
Karena tempat tumbuh dan tertimbunnya sisa tumbuhan tersebut selalu lembab dan
tergenang air serta sirkulasi oksigen yang kurang baik, maka proses penguraian oleh bakteri
tidak berjalan dengan sempurna. Sebagai akibatnya sebagian serat-serat tumbuhan masih
terlihat jelas dan sangat mempengaruhi perilaku dari tanah gambut yang bersangkutan.
Oleh karena itu sifat dari endapan tanah gambut ini adalah selalu jenuh air walaupun
letaknya di atas permukaan laut. Proses pembentukan gambut dimulai dari adanya
pendangkalan danau yang secara perlahan ditumbuhi oleh tanaman air dan vegetasi lahan
basah (Noor, 2001). Tjahyono (2006) menyatakan bahwa sejarah pembentukan gambut di
Indonesia dimulai ketika pada zaman es yaitu terjadi proses penurunan permukaan air laut
(regresi) yang menyebabkan erosi kuat di hulu-hulu sungai. Akibatnya endapan batuan kasar
seperti gravel dan kerikil yang diendapkan di atas sedimen tersier yang menjadi dasar
cekungan gambut. Proses deposisi atau pelapukan bahan organik sebagai bahan pembentuk
gambut dimulai setelah akhir periode Pleistosen sampai periode Holosen (10.000-5.000
tahun yang lalu).
Sejalan dengan meningkatnya permukaan air laut (transgresi) secara perlahan sampai
sekarang. Peningkatan air laut tersebut diiringi dengan peningkatan suhu dan curah hujan di
daerah Sumatra dan Kalimantan, yang menyebabkan batuan di sepanjang pegunungan Bukit
Barisan dan Meratus mengalami pelapukan kimia yang kuat, dan menghasilkan endapan
lempung halus pada garis pantai di pesisir timur Sumatera dan selatan Kalimantan. Garis pantai
tersebutsemakin maju ke arah laut, selanjutnya terbentuklah tanggul-tanggul sungai, meander,
dan rawa-rawa yang segera ditumbuhi oleh tanaman rawa seperti nipah dan bakau yang segera
ditumbuhi oleh tumbuhan hutan rawa. Lingkungan pengendapan yang semula fluvial (bagian
dari alur sungai) berubah menjadi paralik (terpisah dengan sungai dibatasi tanggul) dimana
tumbuhan dan binatang air tawar mulai berkembang. Tumbuhan yang telah mati, roboh dan
sebagian besar terendam, terawetkan dalam rawa-rawa, yang jenuh air dan tidak teroksidasi.
Selanjutnya dengan bantuan bakteri pengurai tumbuhan tersebut terurai menjadi sisa-
sisa tumbuhan yang lebih stabil dan terproses menjadi menjadi endapan organik yang disebut
gambut (peatification). Tanaman yang mati dan melapuk, secara bertahap membentuk lapisan
yang kemudian menjadi lapisan transisi antara lapisan gambut dengan dengan substratum
(lapisan di bawahnya) berupa tanah mineral. Tanaman berikutnya tumbuh pada bagian yang
lebih tengah dari danau dangkal ini dan secara bertahap menbentuk lapisan lapisan gambut,
sehingga danau tersebut menjadi penuh ( Gambar 2.1 a dan b). Bagian gambut tumbuh mengisi
danau dangkal tersebut dikenal sebagai gambut topogen, karena proses pembentukannya
disebabkan oleh topografi daerah cekungan. Gambut topogen ununnya relatif subur karena
adanya pengaruh tanah mineral. Bahkan pada waktu tertentu, misalnya jika ada banjir besar,
terjadi pengkayaan mineral yang menambah kesuburan gambut tersebut. Tanaman tertentu
masih dapat tumbuh subur di atas gambut topogen.
Tanaman yang tumbuh dan mati diatas gambut topogen akan
membentuk lapisan gambut baru yang lama kelamaan membentuk kubah
(dome) gambut yang mempunyai permukaan cembung (gambar 2.1 c).
a. Gambut yang terbentuk di
atas gambut topogen
dikenal dengan gambut
ombrogen, yang proses
pembentukannya
dipengaruhi oleh air hujan.
b. Gambut ombrogen
mempunyai kesuburan
yang lebih rendah
dibandingkan dengan
gambut topogen karena
hampir tidak terdapat
c. pengkayaan mineral.

GAMBAR 2.1 PROSES


PEMBENTUKAN GAMBUT DI
INDONESIA (NOOR, 2001)
II.3. Klasifikasi Tanah Gambut
Secara umum dalam klasifikasi tanah, tanah gambut
dikenal sebagai tanah organosol atau tanah histosol adapun yang
dimaksud dengan tanah organosol adalah tanah yang terbentuk dari
bahan organik. Adapun tanah histosol adalah tanah yang terbentuk dari
jaringan makhluk hidup. Tanah gambut diklasifikasikan lagi berdasarkan
sudut pandang yang berbeda diantaranya :
II.3. 1. Berdasarkan tingkat kematangannya, gambut dibedakan menjadi :
Gambut saprik (matang) adalah gambut yang sudah melapuk lanjut dan
bahan asalnya tidak dikenali, berwarna coklat tua sampai hitam, dan bila
diremas kandungan seratnya lebih kecil dari lima belas persen.
Gambut hemik (setengah matang) adalah gambut setengah lapuk, sebagian
bahan asalnya masih bisa dikenali, berwarna coklat.
Gambut fibrik (mentah) adalah gambut yang belum melapuk, bahan
asalnya masih bisa dikenali, berwarna coklat, dan bila diremas lebih dari
75 persen seratnya masih tersisa.
II.3.2. Berdasarkan lingkungan pembentukannya :
Gambut ombrogen adalah gambut yang terbentuk pada lingkungan yang
hanya dipengaruhi oleh intensitas air hujan.
Gambut topogen adalah gambut yang terbentuk pada lingkungan yang
mendapat pengayaan air pasang.

Anda mungkin juga menyukai