Anda di halaman 1dari 10

PEMBENTUKAN GAMBUT

DISUSUN OLEH:

ABANG MUHAMMAD ALWI Z (G1011181090)

ANGGILIA SEPTIMAR LEORENSQIE (G1011181228)

CHINTYA NOVELA PUTRI (G1011181240)

DHEO HIKEN JUNSELASIX (G1011181204)

MERIYANA (G1011181030)

SRIHARDINI (G1011181042)

VICKY RYAN PRATAMA (G1011181246)

FAKULTAS KEHUTANAN

UNIVERSITAS TANJUNGPURA

PONTIANAK

2019
BAB I

Pengertian Gambut dan Sejarah Pembentukan Gambut

Lahan gambut adalah bentang lahan yang tersusun oleh tanah hasil dekomposisi
tidak sempurna dari vegetasi pepohonan yang tergenang air sehingga kondisinya
anaerobik. Material organik tersebut terus menumpuk dalam waktu lama sehingga
membentuk lapisan-lapisan dengan ketebalan lebih dari 50 cm. Tanah jenis banyak
dijumpai di daerah-daerah jenuh air seperti rawa, cekungan, atau daerah pantai.
Sebagian besar lahan gambut masih berupa hutan yang menjadi habitat tumbuhan
dan satwa langka. Hutan gambut mempunyai kemampuan menyimpan karbon dalam
jumlah yang besar. Karbon tersimpan mulai dari permukaan hingga di dalam dalam
tanah, mengingat kedalamannya bisa mencapai lebih dari 10 meter.
Tanah gambut memiliki kemampuan menyimpan air hingga 13 kali dari
bobotnya. Oleh karena itu perannya sangat penting dalam hidrologi, seperti
mengendalikan banjir saat musim penghujan dan mengeluarkan cadangan air saat
kemarau panjang. Kerusakan yang terjadi pada lahan gambut bisa menyebabkan bencana
bagi daerah sekitarnya.
Tanah gambut memiliki banyak padanan kata dalam bahasa Inggris, antara lain
peat, bog, moor, mire atau fen. Istilah-istilah ini berkenaan dengan perbedaan jenis atau
sifat gambut antara di satu tempat dengan tempat lainnya. Kata gambut berasal dari
bahasa Banjar di Kalimantan Selatan. Menurut Andriesse (1988), tanah gambut adalah
tanah organik (organic soils), tetapi tidak semua tanah organik disebut gambut. Noor
(2001) mengartikan gambut sebagai material atau bahan organik yang tertimbun secara
alami dalam keadaan basah berlebihan, tidak mampat dan atau hanya sedikit mengalami
perombakan. Pengertian tanah gambut sangat bervariasi, bergantung pada keperluannya.
Tanah gambut sebagai media tumbuh tanaman berbeda dengan tanah gambut untuk
industri atau energi.
Dalam tulisan ini pengertian tanah gambut didasarkan pada konsep pedologi yang
sifat morfologinya sangat dipengaruhi oleh kadar bahan organik, tingkat dekomposisi,
dan jenis bahan organiknya. Tanah gambut adalah tanah yang terbentuk dari bahan induk
endapan bahan organik, yang merupakan hasil proses akumulasi sisa-sisa
tumbuhan/vegetasi yang telah melapuk pada kondisi anaerob. Pada kondisi anaerob,
tingkat dekomposisi bahan organik berjalan lambat, sehingga terjadi penumpukan bahan
organik yang cukup tebal, sehingga terbentuk tanah gambut, atau Organosol
(Soepraptohardjo, 1961) atau Histosols (Soil Survey Staff, 2010, 2014; FAO, 1979).
Menurut Soil Survey Staff (2014), tanah gambut atau Histosols mempunyai lapisan
bahan organik dengan ketebalan >40 cm, berat isi (BD) >0,1 g cm-3, atau dengan
ketebalan >60 cm apabila BD-nya <0,1 g cm-3. Kandungan Corganik tanah gambut
minimal 182%.

Gambut adalah lahan basah yang terbentuk dari timbunan materi organik yang
berasal dari sisa-sisa pohon, rerumputan, lumut, dan jasad hewan yang membusuk.

Timbunan tersebut menumpuk selama ribuan tahun hingga membentuk endapan


yang tebal. Pada umumnya, gambut ditemukan di area genangan air, seperti rawa,
cekungan antara sungai, maupun daerah pesisir.

Gambut terbentuk ketika bumi menghangat sekitar tahun 9.600 Sebelum Masehi.
Gambut yang terbentuk pada sekitar tahun tersebut dikenal sebagai gambut pedalaman.
Seiring meningkatnya permukaan laut, terbentuklah gambut di daerah delta (daratan
sekitar sungai) dan pantai. Berbeda dengan gambut pedalaman, gambut di daerah ini
mengandung kandungan mineral dari air sungai dan pantai akibat pasang surut air laut
dan air sungai.
BAB II
Proses Terbentuknya Tanah Gambut
Gambut terdiri dari sisa-sisa pohon, rerumputan, lumut dan binatang yang telah
mati baik yang sudah lapuk maupun belum. Tanah gambut biasanya terbentuk di
lingkungan yang basah. Proses dekomposisi di tanah gambut terhambat karena kondisi
anaerob yang menyebabkan sedikitnya jumlah organisme pengurai.
Lapisan-lapisan tanah gambut terbentuk dalam jangka waktu yang panjang yaitu
sekitar 10.000-5.000 tahun yang lalu. Hutan gambut di Indonesia diduga terbentuk sejak
6.800-4.200 tahun. Semakin dalam tanah gambut semakin tua umurnya. Laju
pembentukan tanah gambut berkisar 0-3 mm per tahun.
Proses pembentukan gambut dimulai dari danau yang dangkal yang ditumbuhi
tanaman air dan vegetasi lahan basah lainnya. Tumbuhan air yang mati kemudian
melapuk dan membentuk lapisan organik di dasar danau. Lapisan demi lapisan terbentuk
di atas tanah mineral di dasar danau, lama kelamaan danau menjadi penuh dan
terbentuklah lapisan gambut. Lapisan gambut yang memenuhi danau tersebut disebut
gambut topogen.
Tumbuhan masih bisa tumbuh dengan subur di atas tanah gambut topogen. Hasil
pelapukan tumbuhan tersebut akan membentuk lapisan baru yang lebih tinggi dari
permukaan air danau semula. Membentuk lapisan gambut yang cembung seperti kubah.
Tanah gambut yang tumbuh di atas gambut topogen adalah gambut ombrogen. Jenis
tanah gambut ini lebih rendah kesuburannya dibanding gambut topogen.
Pembentukannya lebih ditentukan oleh air hujan yang mempunyai efek
pencucian (bleaching) sehingga miskin mineral.
Kebakaran hutan yang kemudian diikuti oleh suksesi hutan menyebabkan bahan
yang diendapkan menjadi berbeda-beda yang akhirnya menyebabkan terjadinya lapisan-
lapisan bahan gambut dalam profil tanah. Proses pembentukan tanah gambut secara
umum memerlukan waktu yang sangat panjang, Menurut Andriesse (1988) tanah gambut
di Indonesia terbentuk antara 6.8004.200 tahun yang lalu. Sementara itu Siefermann et
al. (1988, dalam Agus dan Subiksa, 2008) melaporkan bahwa berdasarkan carbondating
(penelusuran umur tanah gambut menggunakan teknik radio isotop), umur tanah gambut
di Kalimantan Tengah lebih tua lagi, yaitu 6.230 tahun pada kedalaman 100 cm sampai
8.260 tahun pada kedalaman 5 m.
Proses pembentukan tanah gambut secara rinci dikemukakan oleh Agus dan
Subiksa (2008), dimulai dari adanya danau dangkal yang secara perlahan ditumbuhi oleh
tanaman air dan vegetasi lahan basah. Tanaman yang mati dan melapuk secara bertahap
membentuk lapisan yang kemudian menjadi lapisan transisi antara lapisan tanah gambut
dengan substratum (lapisan di bawahnya) berupa tanah mineral. Tanaman berikutnya
tumbuh pada bagian yang lebih tengah dari danau dangkal ini dan membentuk lapisan
tanah gambut sehingga danau menjadi penuh.
Berdasarkan proses dan lokasi pembentukannya, tanah gambut dibagi menjadi: (a)
tanah gambut pantai yang terbentuk dekat pantai dan mendapat pengkayaan mineral dari
air laut (b) tanah gambut pedalaman yang terbentuk di daerah yang tidak dipengaruhi
oleh pasang surut air laut tetapi dipengaruhi oleh air hujan, dan (c) tanah gambut transisi
yang terbentuk di antara kedua wilayah tersebut, yang secara tidak langsung dipengaruhi
oleh air pasang laut.

Proses pembentukan gambut tropis sangat kompleks dan memerlukan waktu ribuan
tahun. Sumber bahan organik berasal dari berbagai jenis tumbuhan berkayu yang khas
dan adaptif dengan kondisi iklim tropika basah dan lingkungan yang selalu tergenang.

Tanah gambut merupakan tanah yang terbentuk dari sisa- sisa binatang atau
tumbuhan baik yang tengah dalam keadaan layu maupun tidak layu yang telah
mengalami proses dekomposisi yang tidak sempurna.

Proses dekomposisi yang tidak sempurna ini dikarenakan jumlah bakteri yang
kurang dan dalam kondisi yang terbatas oksigen atau anaerob. Proses terbentuknya tanah
gambut di Bumi sudah terjadi sangat lama, yakni sekitar 5000 hingga 10000 tahun yang
lalu. Sehingga dapat dikatakan bahwa tanah gambut di muka bumi ini sudah sangat tua.
Mudah saja bagi kita untuk mengetahuinya, yakni dengan melihat kedalaman pada tanah
gambut tersebut. Karena tanah gambut ini selalu menumpuk, maka dapat dikatakan
bahwa tanah gambut yang semakin dalam, maka usianya akan semakin tua.

Tanah gambut sangat sering kita jumpai di daerah yang basah dan lembab. Bahkan
tanah gambut juga seringkali membentuk suatu hutan (baca: hutan hujan tropis). hutan
gambut sendiri sudah ada di bumi ini dari sejak ribuan tahun yang lalu dan tersebar di
penjuru- penjuru wilayah bumi.

Tanah gambut merupakan jenis tanah yang mampu menyimpan banyak sekali
karbon. Sehingga tidak jarang kita temukan di hutan- hutan gambut mengandung banyak
karbon. Selain karbon, tanah gambut juga dapat menyimpan air dalam jumlah yang besar
atau berkali- kali lipat dibandingkan dengan jenis tanah lainnya. Karena kemampuannya
menyimpan banyak air berkali- kali lipat, maka tanah atau hutan gambut ini sangat
efekyif dalam mencegah terjadinya bencana banjir (baca: jenis banjir).

Maka tidak mengherankan apabila di daerah yang dekat dengan aliran air banyak
kita jumpai lahan- lahan gambut. Hal ini ternyata bertujuan untuk mencegah terjadinya
bencana banjir sehingga tidak merugikan orang- orang yang berada di dekatnya.

Gambut yang telah terbentuk dalam kondisi basah akan berkurang dekomposisinya
dan akumulasinya tergolong cepat dibanding dengan tanah gambut yang terbentuk pada
lahan-lahan yang kering. Sifat-sifat ini yang membuat para peneliti klimatolog
menggunakan tanah gambut sebagai bahan indikator terhadap perubahan iklim.

Demikian dalam analisis komposisi gambut, terutama dalam jumlah penyusun


bahan organiknya, para ahli peneliti arkeologi mampu merekonstruksi gambaran ekologi
pada masa purba. Pada kondisi ekologi yang tepat, tanah gambut ini merupakan bahan
pembentukan dari bahan batubara.
Berikut penjelasan singkat proses terbentuknya tanah gambut.

1. Proses pembentukan tanah gambut biasanya berasal dari danau yang dangkal dan
ditumbuhi tanaman air.
2. Tanaman yang berada di danau lambat laun akan mati, dan kemudian semakin lama
semakin melapuk secara bertahap.
3. Lapisan bertahap kemudian akan menjadi lapisan transisi antara lapisan gambut dan
tanah mineral.
4. Akan muncul tanaman-tanaman lagi ke bagian tengah hingga danau tersebut penuh.
5. Setelah kurun waktu berapa ratus tahun, danau tersebut akan menjadi lahan gambut.
Apabila hujan datang, danau yang sudah menjadi tanah gambut tadi akan sangat kaya
sekali dengan mineral.

Menurut kondisi dan sifat-sifatnya, gambut dibedakan jadi 2 macam yaitu


gambut topogen dan gambut ombrogen.

a. Gambut Topogen

Gambut topogen merupakan lapisan tanah gambut yang terbentuk karena


genangan air yang terhambat drainasenya pada tanah-tanah cekung di belakang
pantai, di pedalaman atau di pegunungan. Gambut jenis ini umumnya tidak begitu
dalam, hingga sekitar 4 m saja, tidak begitu asam airnya dan relatif subur.

b. Gambut Ombrogen

Gambut ombrogen adalah gambut yang bermula sebagai gambut topogen.


Gambut ombrogen ini lebih tua usianya, gambut ini lebih tebal hingga
kedalaman 20 m, dan permukaan tanah gambutnya lebih tinggi dibanding sungai
sungai di dekatnya.

Kandungan unsur hara tanah terbatas dan bersumber dari air hujan. Sungai-
sungai atau drainase yang keluar pada wilayah gambut ombrogen hanya memiliki
air yang keasamannya tinggi (pH 3,0–4,5), tetrlalu banyak asam humus dan
warna terlihat coklat kehitaman seperti warna teh. Sungai semacam itu disebut
juga sungai air hitam.

Gambut ombrogen umunya tidak jauh dari pantai. Tanah gambut ini
merupakan endapan dari tanah mangrove lalu mengering dan juga mengandung
garam dan sulfida yang tinggi di tanah itu lalu lapisan gambut mulai terbentuk di
atasnya.

Pada proses pembentukan gambut biasanya dikenal dengan nama geogenik. Proses
geogenik adalah pembentukan tanah mineral. Berdasarkan tingkat kesuburannya pun
gambut dapat dibedakan menjadi beberapa jenis. Berikut penjelasannya.

 Gambut eutrofik, jenis gambut yang paling subur dikarenakan kaya bahan mineral,
basa, beserta unsur hara yang lainnya. Gambut ini biasanya tipis, tetapi dipengaruhi
oleh sedimen sungai ataupun laut.
 Gambut mesotrofik, jenis gambut ini berada di urutan kedua. Gambut ini sedikit
subur, dikarenakan kandungan basa beserta mineral pun relatif sedang.
 Gambut oligotrofik, gambut ini sama sekali tidak memiliki kesuburan dikarenakan
miskin sekali kandungan mineral ataupun basa. Bagian ini tebal dan sangat jauh dari
pengaruh lumpur.

Menurut Taksonomi Tanah gambut digolongkan menjadi ordo Histosol yang dibedakan
menjadi 4 sub ordo, yaitu:

1. Folist merupakan lapisan tanah yang disusun oleh daun-daun, ranting, dan cabang
yang tertimbun diatas batu, kerikil, atau pasir yang disediakan oleh bahan organik.
2. Fibreists merupakan bahan organik yang berserat yang belum atau baru diproses.
3. Hemis adalah gambut yang tingkat dekomposisinya bahan organik sedang
berlangsung, sedang separuh dari bahan organik tesebut telah terdekomposisi.
4. Saprists adalah gambut yang tingkat dekomposisinya telah lanjut, hampir tidak
berserabut, dan biasanya berwarna hitam atau coklat kelam
BAB III

Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Gambut Iklim

 Iklim
a. Iklim tropis menawarkan terbentuknya gambut yang cepat karena
kecepatantumbuh dari tumbuhan lebih beragam dan bervariasi.
b. Rawa tropis menghasilkan kayu yang mencapai ketinggi 30 meter dalam
waktu 7 - 9 tahun.
c. Pembentukan gambut terjadi kebanyakan di daerah beriklim panas, banyak
air, akan menghasilkan banyak lapisan tebal yang terjadi dari batang kayu
yang besar/tebal (bright coal) d.Naiknya suhu mempercepat proses
dekomposisi.

Pembentukan gambut ditentukan oleh faktor lingkungan yang utamanya meliputi,


yaitu 1) sumber dan neraca air, 2) kandungan mineral yang ada dalam air, 3) iklim (curah
hujan, suhu, kelembaban), 4) tutupan vegetasi, dan 5) pengelolaan setelah drainase (Maas,
2012).
Gambut tropika terbentuk secara bertahap dengan memakan waktu yang sangat
panjang. Menurut Bellamy (1974) dalam Andriesse (1988) terdapat lima tahap
pembentukan gambut tropika sebagai berikut:
Tahap 1. Pengisian rawa (cekungan) oleh sedimen dari luar yang terbawa oleh aliran
air (banjir). Laju pembentukan gambut pada tahap ini sangat lambat. Melalui aliran air
ditambahkan bahan-bahan sedimen dari luar.
Tahap 2. Pengisian rawa dimulai pada saluran-saluran utama yang semula terbentuk
kemudian tertutup. Pada tahap ini terjadi perubahan muka air tanah menjadi lebih
dalam,sehingga sebagian massa gambut menjadi kering atau lembab.
Tahap 3. Pertumbuhan lanjut gambut lebih cepat secara horisontal dan vertikal.
Pasokan air menjadi tergantung pada hujan yang jatuh langsung pada permukaan atau
rembesan dari sekitarnya.
Tahap 4. Pertumbuhan lanjut gambut lebih cepat mulai menebal yang terdiri atas
sisa tumbuhan, berupa sisa ranting, batang dan akar tumbuhan hutan alami. Kondisi
gambut tidak lagi dipengaruhi oleh perpindahan air, tetapi muka air tanah menaik apabila
terjadi hujan lebih banyak.
Tahap 5. Permukaan gambut naik, muka air tanah tidak lagi dipengaruhi oleh
musim. Permukaan gambut dapat naik turun dipengaruhi oleh air tanah. Terbentuk kubah
gambut (peat dome).
Pada tahap ke tiga, akar tumbuhan yang hidup di atas timbunan gambut (tipis) masih
dapat mengambil hara mineral dari lapisan di bawahnya (substratum) yang sebagian besar
hara disumbang dari air sungai, sehingga gambut yang terbentuk termasuk subur
(topogenous). Namun, pada tahap keempat dan selanjutnya, dengan semakin tebalnya
lapisan gambut yang terbentuk, maka tumbuhan atau vegetasi yang hidup di atas gambut
(tebal) tersebut tidak dapat lagi menyerap hara dari lapisan mineral di bawahnya, sehingga
pasokan hara hanya dari air hujan dan atau hasil perombakan bahan organik setempat
sehingga gambut yang terbentuk tergolong tidak subur (ombrogenous). Oleh karena itu,
semakin tebal gambut maka semakin tidak subur lapisan gambut di atasnya.
Demikian juga, gambut yang di bawahnya berupa lapisan liat (marin) lebih subur
dibandingkan apabila di bawahnya lapisan pasir. Gambar 2 menunjukkan proses tahapan
pembentukan gambut tropika menjadi gambut topogenous dan ombrogenous.
Laju pembentukan lapisan gambut ini sangat lambat dan berbeda antara satu tempat
dengan tempat lainnya yang dipengaruhi oleh banyak faktor, utamanya lingkungan
setempat.
Perubahan lingkungan setempat umumnya yang sudah berbeda dari sebelumnya
misalnya kerapatan hutan dan jenis vegetasi hutan yang tumbuh di atasnya mengakibatkan
pertumbuhan/pembentukan gambut terhenti.
Menurut Lucas (1982) dan Andriesse (1988) laju pembentukan gambut tidak lebih
dari 3 mm per tahun pada kondisi hutan primer. Laju pembentukan gambut Barambai, di
Kalimantan Selatan hanya 0,05 mm per tahun, sedangkan di Pontianak, Kalimantan Barat
berkisar 0,13 mm per tahun (Neuzil, 1997). Menurut Sieffermann et al. (1988) laju
pembentukan gambut pada periode awal (9.600-8.450 Sebelum Masehi) dapat mencapai 0,5
m (500 mm) per 100 tahun, kemudian pada periode 8.000-5.000 SM menurun menjadi 0,20-
0,25 m per 100 tahun, pada periode akhir ditaksir hanya sekitar 0,14 m per 100 tahun.
Terbukti juga bahwa ketebalan (depth) gambut berkorelasi dengan umur (waktu)
pembentukan gambut. Semakin dalam gambut semakin tua umur pembentukan.

Anda mungkin juga menyukai