Disusun Oleh:
Aisyah Putri
N0122044
d. Aktivitas pembangunan
Pengembangan wisata pantai telah menyebabkan pembukaan hutan mangrove
untuk memberi ruang bagi pemukiman manusia, pertanian dan infrastruktur (seperti
pelabuhan, hotel, budidaya, dan pengembangan industri). Di Ghana dan Hutan bakau Sierra
Leone ditebang untuk membuat tempat garam dan gudang untuk mendukung produksi
garam komersial (Thompson 2008; Afam dan Asamoah 2011).
e. Pembukaan lahan
Mangrove membutuhkan jumlah air tawar untuk berkembang. Namun, bendungan dan
irigasi di hulu sungai pesisir mengurangi jumlah air tawar mencapai lahan basah bakau,
yang sebagai imbalannya, meningkatkan tingkat salinitas dan berdampak negatif terhadap
pertumbuhan hutan mangrove. Sebaliknya, air tawar pengalihan irigasi juga dapat
menyebabkan lahan basah bakau mengering. Bendungan dan irigasi mengurangi kesuburan
dan kemampuan menyaring hutan mangrove dan yang mempengaruhi pertumbuhan dan
jasa ekosistem mangrove.
f. Kebakaran semak
Tebas dan bakar adalah salah satu pertanian umum praktek di Afrika Barat.
Dengan teknik budidaya ini, para petani membuka lahan dengan menebang tanaman
dengan cutlass, tunggu sampai rumput kering, lalu bakar memotong vegetasi kering
sebelum tanam. Baru-baru ini, karena kenaikan suhu, sebagian besar bagian periferal lahan
basah mangrove mengering pada musim kemarau. Di sebagian besar kasus, pembakaran
pada lahan yang telah ditebas pada pertanian dapat menjalar ke kawasan hutan bakau yang
kering dan dapat menghancurkan mereka. Masalah ini semakin merajalela. Ribuan Hektar
hutan bakau di Afrika Barat terbakar selama musim kemarau melalui kegiatan petani.
C. Serangan spesies
Kerusakan pada organ daun dan batang tanaman mangrove dapat disebabkan oleh berbagai
macam faktor, di antaranya ialah karena kekurangan unsur hara, serangan jamur (Fungi), keong
mangrove (Littoraria sp.), laba-laba (Arachnida), ulat kantung (Pagodiella sp.), kutu daun putih
(Hemiptera), dan lumut kerak (Lichen). Keberadaan jamur (Fungi) pada tanaman mangrove di
lokasi penelitian ditemukan dalam bentuk bercak-bercak bewarna putih yang menunjukkan
gejala penyakit bercak daun. Menurut Illa Anggraeni dan Benyamin Dendang (2009), penyakit
bercak daun disebabkan oleh patogen jenis fungi. Penyakit ini ditandai dengan terbentuknya
daerah mati pada daun yang disebut nekrosis. Terbentuknya nekrosis diawali oleh bercak-
bercak pada daun dengan ukuran, bentuk dan warna yang bervariasi pada setiap tanaman.
Apabila dibiarkan maka dalam waktu singkat bercak-bercak tersebut dapat menyatu menjadi
bercak yang lebih besar dan lama kelamaan daun akan menjadi kering dan rontok. Keong
mangrove (Littoraria sp.) ditemukan menempel pada permukaan bagian atas dan bawah daun.
Terdapat bekas gigitan berupa lubang-lubang pada daun tersebut. Keberadaan keong mangrove
(Littoraria sp.) pada lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 3. Menurut Siti Maryam, dkk
(2018), keong mangrove (Littoraria sp.) menimbulkan gejala kerusakan berupa lubang dan
sobekan pada bagian tengah maupun bagian tepi daun mangrove. Hal ini disebabkan karena
aktivitas keong mangrove (Littoraria sp.) yang memakan bagian daun mangrove tersebut.
Kerusakan berupa menggulungnya daun mangrove diduga terjadi akibat aktivitas laba-
laba. Laba-laba ditemukan pada permukaan daun mangrove yang berada di sekitar daun-daun
yang menggulung. Menurut Siti Maryam, dkk (2018), aktivitas laba-laba pada daun mangrove
adalah membuat jejaringan dan menggulungkan bagian daun tersebut sehingga menimbulkan
kerusakan berupa bekas bintik-bintik kering kecokelatan.
Menurut Noor Farikhah Haneda dan Mohamad Suheri (2018) ulat kantung (Pagodiella sp.)
merupakan jenis hama yang paling banyak ditemukan pada wilayah hutan mangrove. Ulat
kantong (Pagodiella sp.) menyerang tanaman mangrove dengan cara memakan bagian daun
hingga menimbulkan lubang-lubang kecil berbentuk lingkaran pada daun.
2) Jelaskan mengapa pertambakan udang dan ikan merupakan ancaman utama kelestarian
ekosistem mangrove!
Jawaban:
Ketika budidaya tambak udang beroperasi beberapa komponen lingkungan akan terkena
dampak adalah kandungan bahan organik, perubahan BOD, COD, DO, kecerahan air, jumla
fitoplankton maupuan peningkatan virus dan bakteri karena pemberian input produksi yang besar
sehingga terkadang limbah dari produksi budidaya tidak diolah terlebih namun langsung dibuang
ke perairan. Semakin tinggi penerapan teknologi maka produksi limbah yang dindikasikan akan
menyebabkan dampak negatif terhadap perairan/ekosistem disekitarnya. Hal tersebut dapat
berpengaruh terhadap kelangsungan dan kelestarian eksosistem mangrove yang ada.
Pembentukan tambak menjadi alasan terbesar kerusan terbesar eksositem mangrove di era
sekarang melalui konversi ekosistem mangrove manjadi tambak. Tambak juga berpotensi
menimbulkan beberapa permasalahan lingkungan jika tidak dikelola dengan bijak, diantaranya:
a. Penggunaan pupuk dan pestisida berlebihan dan air hasil budidaya yang dibuang langsung ke
lingkungan di sekitarnya yang menyebabkan eutrofikasi. Limbah utama dari tambak adalah
ammonia, biasanya ditemukan dengan konsentrasi yang tinggi di muara. Ammonia (dan juga
senyawa nitrogen lainnya: nitrat dan nitrit) berbahaya karena dapat menjadi pemicu eutrofikasi
hingga blooming alga di laut atau muara. Limbah yang tidak diberikan perlakuan sebelum
dibuang juga dapat menyebabkan penyebaran penyakit, terutama limbah buangan dari tambak
yang mengalami penyakit.
b. Konversi lahan pertanian menjadi tambak udang
c. Konversi ekosisitem pesisir termasuk hutan mangrove menjadi tambak udang sehingga
menyebabkan rusak hingga hilangnya ekosistem mangrove.
d. Sedimentasi atau pendangkalan di muara. Hasil monitoring yang dilakukan oleh Primavera
(1994) terhadap tambak intensif menyebutkan bahwa 15% dari pakan yang diberikan akan larut
dalam air, sementara 85% yang dimakan sebagaian besar juga dikembalikan lagi ke lingkungan
dalam bentuk limbah. Sedimentasi yang terus-menerus terjadi dapat mengakibatkan hilangnya
vegetasi mangrove akibat tidak ada masukan air tawar maupun air laut.
3) Jelaskan bagaimana manajemen produksi kayu dan arang dari ekosistem mangrove yang
lestari!
Jawaban:
Arang adalah residu hitam berasal dari karbon tidak murni yang dihasilkan dengan
menghilangkan kandungan air dan komponen volatil dari hewan dan tumbuhan (Supriyatna et al.,
2012). Arang dari kayu mangrove memiliki kualitas panas yang yang lebih tinggi jika dibandingkan
dengan kayu jenis lain. Menurut Hilal dan Syaffriadi (1997), kayu mangrove memiliki nilai kalor
yang cukup tinggi, yaitu 4.000–4.300 Kkal/kg.
Salah satu bentuk manajemennya yakni melalui regulasi seperti Perjanjian Pengelolaan
Hutan Berbasis Masyarakat atau CBFMA yang mengalihkan hak pengelolaan hutan dan tanggung
jawab kepada masyarakat setempat. Program ini membuka cara untuk pengorganisasian dan
penguatan organisasi Rakyat dikenal sebagai Nelayan Banacon dan Penanam Mangrove Asosiasi
atau BAFMAPA. Keseluruhan perkebunan mencapai 485 ha, potensi sumber karbon kredit di masa
depan (Gevaña dan Im 2016). Berdasarkan Camacho dkk. (2011), cadangan karbon mangrove
perkebunan sekitar 370 tC ha 1
Bentuk manajemen lainnya yakni melalui pengembangannya konsep agroforestri yang
merupakan manajemen pemanfaatan lahan secara optimal dan lestari, dengan cara
mengkombinasikan kegiatan kehutanan dan pertanian pada unit pengelolaan lahan yang sama.
Pengembangan ini diarahkan untuk meningkatkan produktivitas hasil hutan, kesempatan kerja dan
pendapatan masyarakat (Triwanto, et. al., 2012). Pengalihan sumber pemanfaatan kepada lahan
diluar kawasan secara tidak langsung mampu melakukan perluasan kawasan mangrove. Menurut
Indrayani (2002), secara ekologis dengan terjadinya penambahan luasan akan memberikan
pengaruh terhadap kondisi hutan mangrove di Pulau Bengkalis. Lahan yang tersedia ini, dalam arti
sempit disebut dengan kawasan penyangga mangrove. Adanya paradigma pengelolaan mangrove
yang memajukan konsep pembangunan berkelanjutan (Sobari et. al., 2006) dengan menitikberatkan
pada keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan kualitas lingkungan, maka pengelolaan
kawasan penyangga mangrove mengarah pada memperluas kawasan mangrove untuk mengurangi
tekanan terhadap hutan mangrove yang ada saat ini disamping untuk tetap memenuhi kebutuhan
kayu mangrove di masyarakat Bengkalis terutama untuk kayu cerocok dan kayu untuk bahan baku
dalam produksi arang (Martin dan Galle, 2009).