Pendahuluan
1.1
Latar Belakang
Perkembangan sains dan teknologi belakangan ini sangat megagumkan serta sangat
membantu dalam proses kehidupan manusia.Hal ini tentu tidak dapat dipungkiri oleh manusia
mana pun mengingat peranan sains dan teknologilah yang banyak mempermudah manusia
dalam kehidupan sehari-hari.Sebagai sebuah kasus nyata,dahulu untuk menempuh jarak antar
kota manusia perlu berjalan kaki berhari-hari lamanya,kini jarak antar benua sekali pun dapat
ditempuh dalam hitungan jam.Demikian juga pada bidang komunikasi,bila dahulu untuk
berkomunikasi jarak jauh adalah sebuah kegiatan yang harus dilakukan dengan sulit dan
sabar karena menunggu surat datang berhari hari,kini hanya dalam hitungan detik pesan dari
satu individu keindividu lainnya dapat tersampaikan dalam hitungan detik tanpa halangan
jarak.Selain itu banyak lagi fakta lapangan yang menunjukan bahwa pada zaman modern ini
kehidupan sudah sangat jauh dipermudah oleh ilmu pengetahuan manusia yang semakin hari
semakin berkembang dan tentunya menjadikan suatu kebanggaan bagi kita umat manusia.
Kondisi yang sangat membanggakan ini berbanding terbalik dengan keadaan
lingkungan dibumi saat ini,dimana saat ini bumi memiliki banyak masalah-masalah yang
semakin hari semakin parah.Keadaan seperti ini bila tidak segera ditangani tentunya akan
malah mengancam keberlangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya dibumi.
Tentunya kita masih ingat dengan kejadian Tsunami yang melanda jepang pada tahun
2012.Hal ini menjadi peringatan serius bagi umat manusia bahwa sehebat apa pun
pengetahuan dan teknologi manusia tidak akan berdaya melawan alam.Untuk itu kita perlu
mengkaji lebih jauh masalah-masalah lingkungan yang terjadi dibumi.
1.2 Permasalahan
Salah satu masalah yang tengah dihadapi bumi saat ini adalah pengikisan daratan oleh
lautan,yang dimana bila dibiarkan secara terus menerus akan menjadi kerugian besar karena
manusia akan kehilangan daratan sebagai tempat hidup.Fenomena ini terjadi karena tidak
adanya penahan alami didaerah pantai dalam hal ini mangrove.Sebenarnya jumlah mangrove
didunia sangat lah banyak terutama didaerah indonesia,namun kerusakan mangrove oleh
berbagai faktor terus mengurangi jumlah mangrove sehingga pengikisan daratan semakin
cepat terjadi.Mengingat akan hal tersebut maka sangat lah penting bagi kita
2.Pembahasan
2.1 Pengertian Mangrove
Hutan mangrove secara umum merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang
didominasi oleh beberapa jenis pohon yang mampu tumbuh dan berkembang di daerah
pasang surut pantai berlumpur.Perbedaannya dengan hutan lain, adalah keberadaan flora dan
fauna yang spesifik, dengan keanekaragaman jenis yang tinggi (Bengen, 1999; Giesen, et al.,
2006).
Namun demikian hutan mangrove rentan terhadap kerusakan jika lingkungan tidak
seimbang. Bahkan rusaknya mangrove bukan saja diakibatkan oleh proses alami, tetapi juga
akibat aktivitas manusia (Pramudji,2000). Keberadaan eksploitasi hutan mangrove untuk
pemenuhan kebutuhan manusia, cenderung berlebihan dan tidak mengindahkan kaidahkaidah konservasi. Hal ini menyebabkan ekosistem hutan mangrove mengalami
degradasi,dan secara langsung kehilangan fungsinya,sebagai tempat mencari pakan bagi
bermacam ikan dan udang yang bernilai komersial tinggi, dan tempat perlindungan bagi
makhluk hidup lain di perairan pantai sekitarnya. Beberapa fungsi lain hutan mangrove
secara ekologis sebagai pelindung kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil mengurangi
terjadinya abrasi pantai dan intrusi air laut mempertahankan keberadaan spesies hewan laut
dan vegetasi, dan dapat berfungsi sebagai penyangga sedimentasi. Fungsi hutan mangrove
secara ekonomis, sebagai penyedia berbagai jenis bahan baku kepentingan manusia dalam
berproduksi, seperti kayu, arang, bahan pangan, bahan kosmetik, bahan pewarna, dan
penyamak kulit, sumber pakan ternak dan lebah (Yuliarsana dan Danisworo,2000). Oleh
karena itu, seperti pendapat yang dikemukakan Tandjung (2002) bahwa kerusakan dan
kepunahan hutan mangrove perlu dicegah, dan perlu dikelola secara benar, mendasarkan pada
prinsip ekologis dan pertimbangan sosial ekonomis masyarakat
disekitarnya.Kondisi hutan mangrove di Indonesia dewasa ini sudah sangat memerlukan
pengelolaan. Hal ini mengingat penyusutan selama 11 tahun (1981seluas 2.496.158 hektar
(ha) atau sekitar 46,96 persen; sehingga pada tahun 1992 tercatat tinggal seluas 5.209.543 ha
(Nugroho dan Dahuri, 2004). Persebaran hutan mangrove di Indonesia terluas di Irian Jaya
(95% atauseluas 2.382.000 ha).
yang
dimaksudkan
adalah
faktor
yang
terjadi
secara
alami
seperti
Pencemaran
Kegiatan masyarakat yang membuang limbahnya pada sungai-sungai. Lalu sungai
yang tercemar dari hasil kegiatan masyarakat (limbah perkotaan, limbah cair pemukiman dan
industri) bermuara ke pesisir pantai yang menjadi kawasan mangrove.
Dengan demikian kawasan mangrove akan tercemar oleh limbah-limbah tersebut. Hal
tersebut sesuai dengan hasil penelitian Ifati Khoni Tiarani, Marcelinus Molo, Dwiningtyas
Padmaningrum (2011) disimpulkan bahwa pencemaran lingkungan yang terjadi di kawasan
pesisir pantai yang disebabkan oleh sampah-sampah yang terbawa oleh air laut menuju
kekawasan hutan bakau, dan Sampah-sampah tersebut menyebabkan akar nafas dari tanaman
bakau tertutup, sehingga menyebabkan tanaman mati.
2.2.4
Faktor Alam
Kerusakan hutan mangrove juga disebabkan oleh faktor alam, seperti : banjir, abrasi,
kekeringan, hama penyakit (serangga penggerak, ulat batang, tikus, kepiting, semut, kutu
daun, dan siput), tsunami, dan kebakaran yang merupakan faktor penyebab relatif kecil.
(sonny,2010)
2.3
Indonesia adalah pengambilan kayu untuk keperluan komersial serta peralihan peruntukkan
untuk tambah dan pertanian. Sedang kematian secara alami tidak memberikan data signifikan
yang patut dicurigai sebagai penyebab kerusakan hutan mangrove. Sebab- sebab dan akibat
perusakan mangrove yang terjadi secara fisik dan kimia akan diuraikan berikut ini :
2.3.1
Penambangan mineral
Penambangan mineral mineral, telah berkembang di kawasan pesisir. Penambangan
2.3.2
hidupnya mutlak memerlukan air asin. Pada kenyataannya perkembangan mangrove yang
baik terjadi di daerah yang mempunyai masukan air tawar yang cukup. Di daerah beriklim
musiman masukan air tawar ke mangrove juga musiman. Tetapi justru di daerah seperti ini
kerluan akan air tawar bagi manusia pun besar sekali.. pengambil keputusan sering melihat
dalam lingkungan seperti ini suatu hal yang mubazir membiarkan air tawar masuk ke laut,
sehingga tidak heran bila berusaha untuk memanfaatkan air tawar ini untuk keperluan di
daerah darat.
2.3.3
Eksploitasi Hutan
Eksploitasi hutan mangrove secara besar- besaran dilakukan untuk keperluan kayu,
tatal dan bubur kayu. Biasanya eksplotasi seperti itu dilakukan dengan tebang habis. Di
daerah tebang habis permudaan alam umumnya tidak berjalan dengan baik sehingga
mengakibatkan penurunan nilai hutan karena pohon- pohon untuk panen berikutnya berupa
pohon- pohon dengan kualitas rendah. Kegiatan eksploitasi perlu dilakukan secara hati- hati
guna memperkecil kerusakan yang mungkin terjadi, khususnya untuk menjamin
kelangsungan mata rantai ekologi adalahekosistem mangrove sehingga fungsinya sebagai
sumber keanekaragaman hayati dan stabilisasi lingkungan dapat dipertahankan.
Dalam melaksanakan eksploitasi hutan secara besar- besaran dilakukan dengan menggunakan
alat transportasi dan alat tebang yang modern. Sehingga membutuhkan fasilitas dan
infrastruktur sebagai pendukungnya. Pengadaan fasilitas dan akses ke lokasitersebut juga
meninggalkan kerusakan tersendiri terhadap hutan mangrove. Masalah lain yang sering
timbul adalah sisa- sisa hasil tebangan tidak dapat segera terdaur ulang dengan proses
penguraian. Karena banyaknya sisa penebangan yang menumpuk sehingga proses penguraian
berjalan dengan lambat. Sisa penebangan yang besar- besar dengan adanya arus pasang surut
juga akan terbawa kemana-mana dan dapat menimbulkan masalah baru.
2.3.4
Konversi Lahan
Hutan rawa dalam lingkungan yang asin dan anaerob di daerah pesisir selalu dianggap
daerah yang marginal atau sama sekali tidak cocok untuk pertanian dan akuakultur. Namun
karena kebutuhan lahan pertanian dan perikanan yang semakin meningkat maka hutan
mangrove dianggap sebagai lahan alternative.
2.3.6
Pembuangan Limbah
Kegiatan pertanian, agro- industri, industry kimia dan rumah tangga menghasilkan
limbah dalam jumlah yang beraneka dan kemudian dibuang ke sungai atau pantai. Limbah
cair terlarut atau membentuk suspensi dalam air.
Sebagian limbah cair ini berupa bahan anorganik yang juga terdapat di alam, tetapi
kehadiran dalam jumlah berlebihan dalam lingkungan akuatik menyebabkan bahan itu tidak
semuanya dapat didaur ulang secara alami.
Dalam banyak kasus, pestisida dan antibiotic juga kerap kali digunakan, bahkan untuk
pengolahan tambak tradisional.
2.3.7
Kebakaran Hutan
Kebakaran hutan mangrove yang pernah terjadi di lahan Pesisir Timur Sembilang
pada tahun 1980 1990an berhubungan dengan pembukaan lahan yang luas ( untuk
perkebunan dan transmigrasi) dan oleh penduduk setempat. Sedangkan kebakaran yang
terjadi pada tahun 1997 disebabkan oleh kegiatan penebangan liar, nelayan dan
pengembangan kawasan transmigrasi ( Arifin, 2001).
2.4
Kerusakan Biologi
Kerusakan yang ditimbulkan karena factor biologi adalah serangan hama. Hama pada
tanaman mangrove yang ditemukan di beberapa tempat secara singkat dapat dijelaskan
sebagai berikut :
2.4.1 Ulat ( Lepidoptera )
Ulat kantong Acanthopsyche sp. ( Lepidoptera, psychidae) menyerang tanaman
Bruguierai spp ( tancang) di Cilacap, Rhizophora spp di Purwakarta dan Rhizophora
mucronata di Pemalang. Bagian tanaman yang diserang ulat kantong ini adalah bagian
daunnya. Daging daun merupakan bagian yang dimakan, urat- urat dan tulang daun tetap
utuh. Apabila sebagian besar daging daun habis dimakan, daun akan kering. Tanaman muda
yang sebagian besar daun- daun dan kuncup ujung diserang ulat berakibat kematiannya.
2.4.2 Ulat bulu (Lepidoptera)
menyerang tanaman Rhizophora spp di Pemalang, Brebes, Purwakarta. hama ini
hamper tiap tahun menyerang tanaman bakau muda yaitu ulat bulu dan sebangsa ulat
kantong. Ulat memakan daun sejak menetas sampai menjelang kepompong. Tanaman bakau
yang daunnya habis dimakan ulat pada lahan kondisi mongering umumnya mati.
Meningkatnya populasi ulat diperkirakan karena langka predator.
Usaha penanggulangan pada daun bakau yang diserang dengan menggunakan tangan
dan dikeprak, namun karena populasinya tinggi dicoba dengan insektisida yang sangat
terbatas dan diatur pelaksanaannya disesuaikan dengan tata waktu kegiatan empang parit.
2.4.3
didalam tunas bibit dan memakan tunas tersebut sebelum daun terbuka. Meskipun bibit tidak
akan mati, tetapi akan terhenti atau menjadi lambat pertumbuhan sehingga akan menurun
kualitasnya. Adanya serangan ini ditandai oleh adanya telur maupun lubang- lubang kecil
pada pucuk tunas bibit. Pengendaliannya dengan cara membuka tunas yang ditandai adanya
lubang- lubang kecil, kemudian ulat diambil dan dibunuh.
2.4.4
jaring plastik diatas bedeng, setelah jaring dibuka, sebaiknya segera diperiksa dan bila
dijumpai segera dibunuh. Bila terjadi kerusakan serius bisa disemprot dengan insektisida atau
dipindahkan ke bedeng pasang surut.
2.4.5 Kutu sisik chionapsis sp ( hemiptera, diaspididae)
Hama ini dilaporkan menyerang tanaman reboisasi dari jenis Rhizhopora di Bali
tahun 1995 dan kutu sisik berbentuk bulat telur ujungnya membesar yang dilindungi oleh
perisai yang lunak. Serangan kutu sisik ini akan menyebabkan daun
menguning dan
akhirnya kering. Cara mengendalikan kutu sisik dari hasil penelitian dengan menggunakan
fluorbac FC dengan bahan aktif bacilius turingiensisi dan asodrin 15 wsc, rata- rata serangan
hama menurun bahkan sebagian pohon tampak pulih dan berangsur- angsur sehat.
2.4.6 Belalang
Belalang sering menyerang tanaman mangrove dengan memakan daunnya terutama
yang masih muda. Penanganannya belalang diambil atau bila jumlahnya banyak dengan
menggunakan insektisida. Namun penggunaan insektisida tidak dianjurkan.
Instrusi air laut adalah masuknya atau merembesnya air laut kea rah daratan sampai
mengakibatkan air tawar sumur/sungai menurun mutunya, bahkan menjadi payau atau asin
(santoso, 2008). Dampak instrusi air laut ini sangat penting, karena air tawar yang tercemar
intrusi air laut akan menyebabkan keracunan bila diminum dan dapat merusak akar tanaman.
Instrusi air laut telah terjadi dihampir sebagian besar wilayah pantai Bengkulu. Dibeberapa
tempat bahkan mencapai lebih dari 1 km.
2.6
2.6.1
Restorasi dipahami sebagai usaha mengembalikan kondisi lingkungan kepada kondisi semula
secara alami. Peran serta atau keterlibatan masyarakat dalam upaya pengembangan wilayah,
khususnya rehabilitasi hutan mangrove sangat penting dan perlu dilakukan. Pemerintah baik
pusat maupun daerah harus memberikan kesempatan pada masyarakat u n hntuk ikut serta
terlibat dalam pengelolaan dan pelestarian hutan mangrove. Selanjutnya masyarakat perlu
diberikan bimbingan dan penyuluhan tentang arti pentingnya hutan mangrove pada
kehidupan ini terutama kehidupan di masa yang akan datang.
2.6.2
dilibatkan yang kemudian dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir. Selain itu
juga mengandung pengertian bahwa konsep-konsep lokal (kearifan lokal) tentang ekosistem
dan pelestariannya perlu ditumbuhkembangkan kembali sejauh dapat mendukung program
tersebut.
2.6.3
2.6.4
Membangun Breakwater
Breakwater (pemecah ombak) berfungsi untuk meredam gelombang sehingga
memberikan kesempatan kepada tanaman bakau untuk tumbuh dan berkembang. Sebelum
membangun breakwater perlu diketahui terlebih dahulu tipe ombaknya (Riny, Sukaya, dan
Dony, 2011).
2.7
Mangrove di Indonesia
Selama ini yang terjadi adalah di samping pemerintah kurang dalam memberikan
bimbingan dan penyuluhan terhadap masyarakat, aspek penegakan hukum pun sangat lemah.
Apalagi jika yang melanggar seorang pejabat atau pengusaha kaya. Sering kali si pelanggar
dapat dengan mudah terbebas dari jeratan hukum. Selain itu, dalam upaya melakukan
reboisasi, pemerintah hanya memberikan sosialisasi saja kepada masyarakat tanpa ada
bantuan dalam pelaksanaan dan pengawasannya.
Begitu pula dalam membangun breakwater dilakukan hanya oleh masyarakat setempat
dan OISCA (Organization for Industrial Spritual and Cultural Advancement) saja tanpa
peran serta dari pemerintah (Ifati Khoni Tiarani, Marcelinus Molo, dan
Dwiningtyas
Padmaningrum, 2011).
Jadi dalam upaya mengatasi kerusakan hutan mangrove di Indonesia masih setengahsetengah, karena belum terjalin kerjasama yang baik antara pihak pemerintah dan
masyarakat.
3.Kesimpulan
Kemajuan sains dan teknologi berbang terbalik dengan keadaan lingkungan
dibumi.Hal tersebut dibuktikan dengan berbagai macam masalah lingkungan yang terus
menerus semakin meluas dan memiliki banyak dampak negative bagi keberlangsngan hidup
manusia.
Salah satu masalah yang tengah dihadapai dengan serius oleh manusia adalah
pengikisan daratan oleh lautan,yang dimana bila dibiarkan secara terus menerus manusia
akan mengalami kerugian karena kehilangan daratan sebagai tempat hidup.Salah satu faktor
yag mempengaruhi cepatnya terjadi pengikisan adalah rusaknya hutan mangrove sebagai
penahan abrasi pantai.
Hutan mangrove secara umum merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang
didominasi oleh beberapa jenis pohon yang mampu tumbuh dan berkembang di daerah
pasang surut pantai berlumpur.Perbedaannya dengan hutan lain, adalah keberadaan flora dan
fauna yang spesifik, dengan keanekaragaman jenis yang tinggi.
Faktor yang merusak hutan mangrove secara garis besar ada dua yakni faktor alam
dan faktor manusia.Yang dikatakan sebagai faktor alam adalah banjir, abrasi, kekeringan,
hama penyakit (serangga penggerak, ulat batang, tikus, kepiting, semut, kutu daun, dan
siput), tsunami, dan kebakaran yang merupakan faktor penyebab relatif kecil.Sementara
faktor manusia antara lain konversi kawasan mangrove,perencanaan dan pengelolaan
sumbedaya pesisir pada masa lalu bersifat sangat sektoral,dan pencemaran.
Kerusakan angrove berdampak pada hilangnya berbagai jenis flora dan fauna yang
berasosiasi dengan hutan mangrove,abrasi yang meningkat,menurunnya hasil tangkapan
ikan,instrusi air laut yang semakin kedaratan.
Kerusakan Mangrove sendiri terbagi dalam dua jenis kerusakan yaitu kesukan fisik
dan kimia dan kerusakan biologi.
Meski pun jumlah mangrove banyak yang rusak namun ada beberapa cara yang dapat
dilakukan guna memperbaiki hutan mangrove yakni rehabilitasi hutan mangrove,perbaikan
ekosistem wilayah pesisir secara terpadu dan berbasis masyarakat,supremasi hukum
lingkungan,serta menmbangun breakwater.
DAFTAR PUSTAKA
Bengen, D.G. 1999. Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir, dalam
Bahan Kuliah SPL. Bogor: Program Pasca Sarjana IPB.
Giesen, Wim, Zieren, Max, Scholten, and Liesbeth.2006. Mangrove
Guidebook For Southeast Asia. FAO and Wetlands International.
Pramudji. 2000. Dampak Perilaku Manusia Pada Ekosistem Hutan
Mangrove di Indonesia dalam Osean, Volume XXV, Nomor 2,2000; 13-20.
Yuliarsana, N. dan Danisworo, T. 2000. Rehabilitasi Pantai Berhutan
Mangrove, dalam Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Ekosistem
Pantai dan Pulau-pulau Kecil dalam Konteks Negara Kepulauan.
Yogyakarta: Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada.
Tanjung, S.D. 2002. Tipe-Tipe Ekosistem dalam Bahan Kuliah Ekologi dan
Ilmu Lingkungan Magister Pengelolaan Lingkungan. Universitas Gadjah
Mada.Yogyakarta: Fak Geografi UGM.
Nugroho, I., Dahuri, R. 2004. Pembangunan Wilayah, Perspektif Ekonomi,
Sosial dan lingkungan. LP3ES Indonesia. Jakarta.
Khoni, I.T., Marcelinus, M., & Dwiningtyas, P. (2011). Kemanfaatan Ekonomi dan Ekologi
dari Program Rehabilitasi Hutan Bakau (Mangrove) di Kawasan Pesisir Pantai Desa
Bedono Kecamatan Sayung Kabupaten Demak.
Novianty, R., Sukaya, S., & Dony, J.P. (2011). Identifikasi Kerusakan dan Upaya
Rehabilitasi Ekosistem Mangrove di Pantai Utara Kabupaten Subang
Arifin, Bustanul. 2001. Pengelolaan Sumberdaya Alam Indonesia. Erlangga : Jakarta.
Keraf, Sony. 2010. Etika Lingkungan Hidup. Penerbit Buku Kompas : Jakarta.
Santoso, U. (2008). Hutan Mangrove, Permasalahan, dan Solusinya. Jurnal Perikanan dan
Kehutanan Tropis, 7 (2).
MAKALAH
Kerusakan Hutan Mangrove dan Penanganan
Kerusakan Hutan Mangrove
Disusun
Oleh :
Billy
Nicodemus
Pranata
H1081131012