Anda di halaman 1dari 19

A.

Ekosistem Mangrove
Ekosistem Mangrove adalah sebuah lingkungan dengan ciri khusus
dimana lantai hutannya digenangi oleh air dimana salinitas juga fluktuasi
permukaan air tersebut sangat dipengaruhi oleh pasang surut air
laut. Ekosistem mangrove ini sebenarnya masuk ke dalam lingkup ekosistem
pantai sebab ia terletak di kawasan perbatasan laut dan juga darat. Ia
terletak di wilayah pantai dan juga muara sungai. Hutan mangrove, sebagai
sebuah hutan yang tumbuh di wilayah pasang dan surut akan tergenang air
di masa pasang dan akan bebas dari genangan air pada saat air surut.
Komunitas yang ada di dalam hutan mangrove ini sangat adaptif terhadap
kadar garam air laut. Sebagai sebuah ekosistem, hutan mangrove terdiri dari
beragam organisme yang juga saling berinteraksi satu sama lainnya.
Hutan mangrove secara spesifik memiliki tiga fungsi, yaitu fungsi
fisik, biologis, dan ekonomi. Fungsi fisik dari hutan mangrove ini sebagai
penjaga garis pantai dari abrasi agar tetap stabil, fungsi biologinya adalah
sebagai pemijahan, daerah asuhan, dan untuk mencari makan ikan-ikan kecil.
Sedangkan Fungsi ekonomi dari hutan mangrove adalah sebagai lahan untuk
produksi pangan dan penghasil kayu. Fungsi mangrove akan berjalan dengan
baik jika manusia mampu memanfaatkannya dengan baik dan berkelanjutan.
Fakta yang terjadi pada hutan mangrove di Indonesia menunjukkan hal yang
sebaliknya. Keberadaan hutan mangrove di Indonesia banyak mengalami
penurunan fungsi dan manfaat dari waktu ke waktu. Penyebab utama dari
kerusakan tersebut adalah aktivitas ekonomi manusia. Aktivitas ekonomi
manusia yang cenderung tidak mengindahkan kaidah-kaidah pelestarian
alam dan lingkungan. Kerusakan hutan mangrove berimplikasi pada upaya
rehabilitasi.
1.

Rantai Makanan Yang Terjadi Pada Ekosistem Mangrove

1.Daun jatuh (mangrove) Detritus.


Disini telah terjadi rantai makanan produsen primer pengurai.
2. Daun jatuh (mangrove) udang-udangan ikan kecil burung bangau
detritus
Disini telah terjadi rantai makanan produsen primer konsumen 1

konsumen 2 predator pengurai.


Selain rantai makanan diatas, tentunya rantai makanan yang terjadi
sangatlah bervariasi. Agar kita dapat lebih memahami berbagai rantai
makanan yang terjadi pada ekosistem mangrove, maka kita akan
memperjelasnya dengan bagan dibawah ini.

Jika terjadi rantai makanan, maka telah terjadi aliran energi


didalamnya. Nutrien-nutrien, unsur hara baik makro (K, Mg, Ca, P, N) dan
mikro (Fe, Cu, Mn). Sebagaimana kita ketahui bahwa aliran energi merupakan
suatu siklus yang sejalan dengan adanya rantai makanan, siklus ini bisa
dikatakan senyawa-senyawa kimia yang mengalir dari komponen abiotik ke
biotik lalu kembali lagi ke komponen abiotik.
kita sama-sama mengetahui bahwa rantai makanan yang terjadi
di hutan mangrove/bakau tersebut memiliki tipe rantai makanan detritus,
rantai makanan ini sumber utamanya dari hasil penguraian guguran daun
dan ranting yang dihancurkan oleh bakteri dan fungi sehingga menhasilkan
detritus, hancuran detrirus ini menghasilkan nutrient yang sangat penting
bagi cacing, mollusca, crustaceae dan hewan lainnya. Dengan rantai tersebut
apabila hutan bakau ini di ubah menjadi lahan budidaya maka, cacing,
crustacean, mollusca dan hewan lainnya tidak mendapatkan nutrient yang
cukup utuk perkembangan kehidupannya. Bakteri dan fungi akan dimakan
oleh sebagian protozoa dan avertebrata, kemudian protozoa dan
avertrtebrata akan dimakan oleh karnivora sedang yang selanjutnya di
makan oleh karnivora tingkat tinggi, Juwana (1999). Menyimak pernyataan
tersebut bahwa fungi dan bakteri yang tadi nya hidup untuk menguraikan
dedaunan bakau/mangrove yang sudah jatuh dan seperti itu kehidupannya
maka bakteri dan fungi tersebut akan berkurang meskipun tidak semua jenis
bakteri dan fungi itu berkurang. Mungkin untuk selanjutnya tidak ada yang
berubah karena protozoa dan avertebrata memakan baketri dan fungi yang
kita tahu bahwa lahan tersebut tinggal beberappa jenis bakteri dan fungi.
2.

Nilai Ekonomis

1.
2.

Penghasil kayu : bakar, arang, bahan bangunan.


Penghasil bahan baku industri : pulp, tanin, kertas, tekstil, makanan, obatobatan, kosmetik, dll
3.
Penghasil bibit ikan, nener, kerang, kepiting, bandeng melalui pola tambak
silvofishery
4.
Tempat wisata, penelitian & pendidikan.
3. Sumber Ancaman yang Terjadi pada Ekosistem Mangrove
Wilayah pesisir merupakan habitat utama dari hutan mangrove di
Indonesia. Wilayah ini dikenal sarat dengan keindahan dan sekaligus konflik
kepentingan, sehingga ekosistem di wilayah tersebut menghadapi berbagai
ancaman dan masalah perusakan yang diakibatkan oleh aktivitas manusia,
seperti pekerjaan reklamasi pantai, pengeboman dan peracunan terumbu
karang, pembangunan perumahan, jembatan penghubung antar pulau,
pembangunan dermaga, pencemaran limbah rumah tangga dan industri,
penebangan dan konversi mangrove menjadi lahan pertanian, tambak, kolam
ikan, daerah industri dan sebagainya, sehingga menghilangkan sebagian
besar mangrove, terutama di negara tropis, seperti Indonesia. Hutan
mangrove di Indonesia berada dalam ancaman serius dan terus meningkat
dari berbagai pembangunan, diantara yang utama adalah pembangunan
yang cepat yang terdapat di seluruh wilayah pesisir yang secara ekonomi
vital. Konservasi pemanfaatan lain seperti untuk budidaya perairan,
infrastruktur pantai termasuk pelabuhan, industri, pembangunan tempat
perdagangan dan perumahan, serta pertanian, adalah penyebab
berkurangnya sumber daya mangrove dan beban berat bagi hutan mangrove
yang ada. Selain ancaman yang langsung ditujukan pada mangrove melalui
pembangunan tersebut, ternyata sumber daya mangrove rentan terhadap
aktivitas pembangunan yang terdapat jauh dari habitatnya. Ancaman dari
luar tersebut yang sangat serius berasal dari pengelolaan DAS yang
serampangan, dan meningkatnya pencemar hasil industri dan domestik
(rumah tangga) yang masuk ke dalam daur hidrologi. Hasil yang terjadi dari
erosi tanah yang parah dan meningkatnya kuantitas serta kecepatan sedimen
yang diendapkan di lingkungan mangrove adalah kematian masal (dieback)
mangrove yang tidak terhindarkan lagi karena lentisel-nya tersumbat oleh
sedimen tersebut. Polusi dari limbah cair dan limbah padat berpengaruh
serius pada perkecambahan dan pertumbuhan mangrove. Ancaman langsung
yang paling serius terhadap mangrove pada umumnya diyakini akibat
pembukaan liar mangrove untuk pembangunan tambak ikan dan udang.
Meskipun kenyataannya bahwa produksi udang telah jatuh sejak beberapa
tahun yang lalu, yang sebagaian besar diakibatkan oleh hasil yang menurun,
para petambak bermodal kecil masih terus membuka areal mangrove untuk
pembangunan tambak baru. Usaha spekulasi semacam ini pada umumnya
kekurangan modal dasar untuk membuat tambak pada lokasi yang cocok,
tidak dirancang dan dibangun secara tepat, serta dikelola secara tidak
profesional. Maka akibat yang umum dirasakan dalam satu atau dua musim,

panennya rendah hingga sedang , yang kemudian diikuti oleh cepatnya


penurunan hasil panen , dan akhirnya tempat tersebut menjadi terbengkalai.
Di seluruh Indonesia ancaman terhadap mangrove yang diakibatkan oleh
eksploitasi produk kayu sangat beragam, tetapi secar keseluruhan biasanya
terjadi karena penebangan yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan HPH
atau industri pembuat arang seperti di Sumatera dan Kalimantan. Kayu-kayu
mangrove sangat jarang yang berkualitas tinggi untuk bahan bangunan.
Kayu-kayu mangrove tersebut biasanya dibuat untuk chip (bahan baku
kertas) atau bahan baku pembuat arang untuk diekspor keluar negeri. Pada
umumnya jenis-jenis magrove dimanfaatkan secara lokal untuk kayu bakar
dan bahan bangunan lokal. Komoditas utama kayu mangrove untuk
diperdagangkan secara internasional adalah arang yang berasal dari
Rhizophora spp., yang mempunyai nilai kalori sangat tinggi. Barangkali
ancaman yang paling serius bagi mangrove adalah persepsi di kalangan
masyarakat umum dan sebagian besar pegawai pemerintah yang
menganggap mangrove merupakan sumber daya yang kurang berguna yang
hanya cocok untuk pembuangan sampah atau dikonversi untuk keperluan
lain. Sebagian besar pendapat untuk mengkonversi mangrove berasal dari
pemikiran bahwa lahan mangrove jauh lebih berguna bagi individu,
perusahaan dan pemerintah daripada sebagai lahan yang berfungsi secara
ekologi. Apabila persepsi keliru tersebut tidak dikoreksi, maka masa depan
mangrove Indonesia dan juga mangrove dunia akan menjadi sangat suram.
Beberapa faktor penyebab rusaknya hutan mangrove :
1.

Pemanfaatan yang tidak terkontrol, karena ketergantungan masyarakat


yang menempati wilayah pesisir sangat tinggi.
2.
Konversi hutan mangrove untuk berbagai kepentingan (perkebunan,
tambak, pemukiman, kawasan industri, wisata dll.) tanpa mempertimbangkan
kelestarian dan fungsinya terhadap lingkungan sekitar.
4.

1.

Akibat Yang Ditimbulkan Dari Kerusakan Hutan Mangrove

Instrusi air laut


Instrusi air laut adalah masuknya atau merembesnya air laut kea rah
daratan sampai mengakibatkan air tawar sumur/sungai menurun mutunya,
bahkan menjadi payau atau asin (Harianto, 1999). Dampak instrusi air laut ini
sangat penting, karena air tawar yang tercemar intrusi air laut akan
menyebabkan keracunan bila diminum dan dapat merusak akar tanaman.
Instrusi air laut telah terjadi dihampir sebagian besar wilayah pantai
Bengkulu. Dibeberapa tempat bahkan mencapai lebih dari 1 km.
2.
Turunnya kemampuan ekosistem mendegradasi sampah organic, minyak
bumi an lain-lainl.
3.
Penurunan keanekaragamanhayati di wilayah pesisir

4.
5.

Peningkatan abrasi pantai


Turunnya sumber makanan, tempat pemijah dan bertelur biota laut.
Akibatnya produksi tangkapan ikan menurun.
6.
Turunnya kemampuan ekosistem dalam menahan tiupan angin, gelombang
air laut dan lain-lain.
7.
Peningkatan pencemaran pantai.
Penanggulangan Masalah Kerusakan Hutan Mangrove
Pemecahan Masalah Rusaknya Mangrove :
Untuk konservasi hutan mangrove dan sempadan pantai, Pemerintah R I
telah menerbitkan Keppres No. 32 tahun 1990. Sempadan pantai adalah kawasan
tertentu sepanjang pantai yang mempunyai manfaat penting untuk
mempertahankan kelestarian fungsi pantai, sedangkan kawasan hutan mangrove
adalah kawasan pesisir laut yang merupakan habitat hutan mangrove yang
berfungsi memberikan perlindungan kepada kehidupan pantai dan lautan.
Sempadan pantai berupa jalur hijau adalah selebar 100 m dari pasang tertinggi
kearah daratan.

Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki dan melestarikan


hutan mangrove antara lain:
1.

2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Penanaman kembali mangrove


a.
Penanaman mangrove sebaiknya melibatkan masyarakat. Modelnya
dapat masyarakat terlibat dalam pembibitan, penanaman dan
pemeliharaan serta pemanfaatan hutan mangrove berbasis
konservasi. Model ini memberikan keuntungan kepada masyarakat
antara lain terbukanya peluang kerja sehingga terjadi peningkatan
pendapatan masyarakat.
b.
Pengaturan kembali tata ruang wilayah pesisir: pemukiman,
vegetasi, dll. Wilayah pantai dapat diatur menjadi kota ekologi
sekaligus dapat dimanfaatkan sebagai wisata pantai (ekoturisme)
berupa wisata alam atau bentuk lainnya.
Peningkatan motivasi dan kesadaran masyarakat untuk menjaga dan
memanfaatkan mangrove secara bertanggungjawab.
Ijin usaha dan lainnya hendaknya memperhatikan aspek konservasi.
Peningkatan pengetahuan dan penerapan kearifan local tentang konservasi
Peningkatan pendapatan masyarakat pesisir
Program komunikasi konservasi hutan mangrove
Penegakan hukum
Perbaikkan ekosistem wilayah pesisir secara terpadu dan berbasis masyarakat.
Artinya dalam memperbaiki ekosistem wilayah pesisir masyarakat sangat penting
dilibatkan yang kemudian dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir.
Selain itu juga mengandung pengertian bahwa konsep-konsep lokal (kearifan lokal)

tentang ekosistem dan pelestariannya perlu ditumbuh-kembangkan kembali sejauh


dapat mendukung program ini.

5. Pengelolaan dan Pelestarian Hutan Mangrove Yang Melibatkan


Masyarakat

Dalam pengelolaan hutan mangrove , salah hal yang perlu


diperhatikan adalah dengan menjadikan masyarakat sebagai komponen
utama dalam pengelolaan dan pelestarian hutan mangrove. Oleh karena itu ,
persepsi atau sudut pandang masyarakat mengenai keberadaan hutan
mangrove perlu untuk diarahkan kepada cara pandang betapa pentingnya
sumberdaya hutan mangrove tersebut. Salah satu caranya adalah
pengelolaan yang berbasis masyarakat. Menurut Rahardjo ( 1996 ) ,
pengelolaan berbasis masyarakat mengandung arti keterlibatan langsung
masyarakat dalam mengelola sumber daya alam dalam suat kawasan.
Khususnya dalam hal ini adalah pengelolaan sumberdaya hutan mangrove.
Menurut Narayan ( 1994 ) dan Rahardjo ( 1996 ) , cara tersebut dianggap
sukses apabila telah memenuhi
karakteristik sebagai berikut :
1. Jika manfaat yang dirasakan lebih besar daripada harga yang harus dibayar /
diberikan . Jika tidak , masyarakat kurang intensif untuk ikut berpartisipas ,
atau menghindari kegiatan kegiatan tersebut. Manfaat atau keuntungan lain
dapat juga bersifat sosial seperti pengetahuan , keterampilan dalam
memecahkan masalah , dan sebagainya.
2. Jika memang dirasakan menjadi kebutuhan bersama.
3. Jika kelompok berbasis masyarakat melekat pada organisasi atau
pembauran yang sudah ada.
4. Kelompok berbasis masyarakat mempunyai kapasitas , kepemimpinan ,
dan pengetahuan serta kemampuan dasar dalam mengelola tugasnya.
5. Peraturan dan tatacara yang dimiliki oleh kelompok berbasis
masyarakat.Para anggotanya juga mengakui , menerima, dan mematuhi ,
begitu juga ada kekuatan untuk melaksanakan dan mematuhinya.
Perlunya Ekosistem Mangrove Dikelola secara Terpadu
a. Umumnya mangrove berada di wilayah pesisir yang merupakan wilayah
yang unik , karena merupakan peralihan anatara ekosistem daratan dan
ekosistem lautan.
b. Penggunaan lahan dan proses-proses yang terjadi, baik proses alamiah
maupun proses antropogenik di daratan dalam suatu Daerah Aliran Sungai

(DAS) begitu juga yang terjadi di lautan berpengaruh signifikan terhadap


karakteristik ekosistem pesisir dimana mangrove berada.
c. Adanya interaksi ekologis antara jenis ekosistem pesisir yang satu dengan
yang lainnya. Interaksi ekologis tersebut di atas terdiri atas:
(a) Transfer nutrien dari padang lamun ke terumbu karang oleh berbagai jenis
ikan herbivora diurnal dan ikan karnivora/omnivora nokturnal.
(b) Interaksi biologi yang disebabkan oleh aktifitas berbagai jenis ikan yang
hidup di terumbu karang terhadap padang lamun. Jenis-jenis ikan herbivora
tersebut umumnya membentuk halos di sekeliling terumbu karang yang
berbatasan dengan padang lamun.
(c) Interaksi fisik antar ketiga ekosistem tersebut menstabilisasi lingkungan
fisik ekosistem pesisir. Terumbu karang berperan didalam memecahkan
gelombang dan menciptakan laguna serta air berarus tenang yang kondusif
untuk pertumbuhan mangrove dan padang lamun. Sementara itu mangrove
mengabsorb aliran air tawar dari daratan sehingga perperan sebagai buffer
terhadap perubahan salinitas dan sebagai penangkap/pendeposit sedimen,
sedangkan padang lamun berperan sebagai penangkap dan pendeposit
sedimen untuk mengurangi beban sedimen yang berlebihan di dalam kolom
badan air.
d. Beragamnya manfaat ekonomi dan manfaat ekologis dari mangrove yang
berguna untuk memenuhi dan meningkatkan kesejahteraan hidup
masyarakat serta memelihara keberlanjutan fungsi ekosistem pesisir, seperti
sudah dikemukakan pada uraian sebelumnya.

B. Ekosistem Padang Lamun


Padang lamun merupakan ekosistem yang berada di perairan laut
dangkal dan didominasi oleh lamun. Habitat padang lamun hidup dengan
lingkungan yang berlumpur dan berpasir. Selain itu ada beberapa faktor yang
berpengaruh untuk padang lamun antara lain berada pada kedalaman tidak
lebih dari 10 meter agar cahaya matahari dapat masuk kedalamnya, berada
pada suhu antara 20-30o C, dengan kadar garam 25-35/mil dan kecepatan
arus sekitar 0,5 m/detik.

Padang lamun juga dapat dilihat dengan ekosistem terumbu karang


dan mangrove, ketiga ekosistem ini ternyata saling berhubungan dan
berinteraksi. Berikut dibawah ini adalah bagan hubungan ketiga ekosistem
tersebut :

Sumber : http://jelejahlaut.files.wordpress.com
Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa ekosistem padang lamun
sangat berpengaruh juga terhadap ekosistem terumbu karang dan mangrove.
Dalam hal ekologis padang lamun juga berfungsi sebagai tempat
pemijahan ikan-ikan kecil dan biota laut, sumber makanan bagi duyung dan
penyu hijau, mencegah abrasi pantai, mencegah pencemaran ke air laut.
Sedangkan dalam hal ekonomis padang lamun berfungsi sebagai sumber
pakan ternak, sumber bahan pangan, sebagai bahan makanan manusia, dan
juga sebagai bahan dasar obat.
1. Rantai Makanan yang Terjadi pada Ekosistem Padang Lamun
Pada ekosistem padang lamun, rantai makanan terdiri dari berbagai
tingkatan trofik yang mencakup proses dan pengangkutan detritus organik
dari ekosistem lamun menuju konsumen yang lain. Gambar dibawah ini

adalah rantai makanan dan energi pada ekosistem padang lamun di laut.

Dari gambar diatas dapat dijelaskan bahwa sumber energi utama pada
ekosistem padang lamun adalah cahaya matahari. Cahaya tersebut
digunakan oleh lamun dan fitoplankton sebagai produsen untuk
berfotosintesis. Setelah itu rantai makanan tersebut dibagi dalam 2 bagian,
yaitu rantai makanan detritus dan rantai makanan merumput.
Pada rantai makanan detritus, guguran daun sebagai sumber nutrient
yang diurai oleh bakteri, kemudian detritus itu dimakan oleh cacing, udang
dan kepiting yang sebagai konsumen pertama. Setelah itu hewan-hewan
tersebut dimakan oleh ikan sedang sebagai konsumen tingkat dua.
Konsumen tingkat kedua pun dimakan oleh ikan besar. Ikan hiu dan burung
laut sebagai predator yang menduduki tingkatan trofik paling tinggi
memakan konsumen tingkat dua dan ikan besar sebagai konsumen tingkat
tiga. Saat predator tersebut mati dan jasadnya akan diurai oleh bakteri
sebagai detrivor yang menguraikan materi dari bangkai predator tersebut,
agar detrivor itu akan dikonsumsi kembali oleh konsumen pertama dan
begitulah seterusnya.
Guguran daun tidak semua menjadi detritus, karena ada juga sebagian
yang menjadi bahan organik terlarut dan bahan organik tersebut akan
dimanfaatkan oleh fitoplankton yang sebagai produsen. Produsen tersebut
akan dikonsumsi oleh zooplankton yang sebagai konsumen pertama. Setelah
itu zooplankton tersebut akan dimakan oleh ikan kecil yang sebagai
konsumen tingkat dua. Ikan kecil ini akan kembali dimakan oleh ikan sedang
dan pada akhirnya transport energi dan materi akan masuk kedalam rantai
makanan detritus. Sumber bahan organik terlarut tidak hanya berasal dari
dalam ekosistem tetapi ada juga yang berasal dari ekosistem terumbu karang
dan mangrove.

Sedangkan pada rantai makanan merumput, sumber nutriennya


secara langsung adalah tumbuhan lamun itu sendiri yang daunnya dimakan
oleh konsumen tingkat pertama yaitu dugong, penyu, ikan beronang dan bulu
babi. kemudian konsumen tingkat pertama ini dimakan oleh predator kecuali
bulu babi, ia dimakan oleh ikan buntal sebagai konsumen kedua.Selain rantai
makanan pada ekosistem padang lamun, di laut juga terdapat rantai
makanan lainnya dan salah satunya adalah rantai makanan pada ekosistem
mangrove, yang akan dijelaskan pada blog teman saya Aktivitas manusia
yang tidak bertanggung jawab dapat merusak ekosistem padang lamun dan
hal itu pun dapat merusak rantai makanan yang terjadi didalamnya. Jika saja
terjadi kerusakan tingkatan trofik atau produsen akan memutuskan rantai
makanan dan keseimbangannya terganggu. Maka dari itu kita sebagai
manusia harus merawat dan menjaga kelestarian ekosistem yang berada di
laut seperti ekosistem lamun, terumbu karang dan lamun.
Selain itu secara ekologis padang lamun mempunyai beberapa fungsi penting bagi
wilayah pesisir, yaitu :
1.
2.

Produsen detritus dan zat hara.


Mengikat sedimen dan menstabilkan substrat yang lunak, dengan sistem
perakaran yang padat dan saling menyilang.
3.
Sebagai tempat berlindung, mencari makan, tumbuh besar, dan memijah
bagi beberapa jenis biota laut, terutama yang melewati masa dewasanya di
lingkungan ini.
4.
Sebagai tudung pelindung yang melindungi penghuni padang lamun dari
sengatan matahari.
2. Nilai Ekonomis
Nilai ekonomi dan ekologi padang lamun (manfaat ekonomi total),
terkait dengan biota yang hidupnya tergantung dengan ekosistem padang
lamun sebesar U$ 412.325 per ha per tahun atau 11,3 milyar rupiah per
hektar per tahun (Fortes, 1990). Terdapat hingga 360 spesies ikan (seperti
ikan baronang), 117 jenis makro-alga, 24 jenis moluska, 70 jenis krustasea,
dan 45 jenis ekinodermata (seperti teripang) yang hidupnya didukung oleh
ekosistem padang lamun di Indonesia. Disamping itu, padang lamun telah
dimanfaatkan secara langsung oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya, seperti untuk makanan, pupuk, obat-obatan.
3. Ancaman Pada Ekosistem Padang Lamun
Banyak kegiatan atau proses dari alam maupun aktivitas manusia yang
mengancam kelangsungan hidup ekosistem lamun seperti berikut :
1.

Dampak kegiatan manusia pada ekosistem padang lamun

Pengerukan dan pengurugan yang berkaitan dengan pembangunan areal


estate pinggir laut, pelabuhan, industri, saluran navigasi
Pencemaran limbah industri terutama logam berat, dan senyawa
organolokrin
Pembuangan sampah organik
Pencemaran limbah pertanian
Pencemaran minyak
Perusakan total padang lamun
Perusakan habitat di lokasi pembuangan hasil pengerukan

Ekosistem lamun sudah banyak terancam termasuk di Indonesia baik secara


alami maupun oleh aktifitas manusia. Besarnya pengaruh terhadap integritas
sumberdaya, meskipun secara garis besar tidak diketahui, namun dapat
dipandang di luar batas kesinambungan biologi. Ekosistem lamun sangat terkait
dengan ekosistem di dalam wilayah pesisir seperti mangrove, terumbu karang,
estauria dan ekosistem lainya dalam menunjang keberadaan biota terutama
pada perikanan serta beberapa aspek lain seperti fungsi fisik dan sosialekonomi. Hal ini menunjukkan keberadaan ekosistem lamun adalah tidak berdiri
sendiri, tetapi terkait dengan ekosistem sekitarnya, bahkan sangat dipengaruhi
aktifitas darat. Namun, akhir-akhir ini kondisi padang lamun semakin menyusut
oleh adanya kerusakan yang disebabkan oleh aktivitas manusia.
4. Pengelolaan Ekosistem Padang Lamun

Sebagai upaya konservasi dan kelestariannya dalam rangka tetap


mempertahankan lingkungan dan penggunaan yang berkelanjutan, maka
dikembangkan pendekatan terpadu yang melibatkan berbagai pihak untuk
membuat solusi tepat dalam mempertahankan fungsi ekologis dari ekosistem
yaitu pengelolaan pesisir secara terpadu atau Integrated Coastal
Management (ICM).

Pelestarian ekosistem padang lamun merupakan suatu usaha yang sangat


kompleks untuk dilaksanakan, karena kegitan tersebut sangat membutuhkan
sifat akomodatif terhadap segenap pihak baik yang berada sekitar kawasan
maupun di luar kawasan. Pada dasarnya kegiatan ini dilakukan demi
memenuhi kebutuhan dari berbagai kepentingan. Namun demikian, sifat
akomodatif ini akan lebih dirasakan manfaatnya bilamana keperpihakan
kepada masyarakat yang sangat rentan terhadap sumberdaya alam
diberikan porsi yang lebih besar.

Dengan demikian, yang perlu diperhatikan adalah menjadikan masyarakat


sebagai komponen utama penggerak pelestarian areal padang lamun. Oleh
karena itu, persepsi masyarakat terhadap keberadaan ekosistem pesisir perlu

untuk diarahkan kepada cara pandang


sumberdaya alam persisir (Bengen, 2001).

masyarakat

akan

pentingnya

Salah satu strategi penting yang saat ini sedang banyak dibicarakan orang
dalam konteks pengelolaan sumberdaya alam, termasuk ekosistem padang
lamun adalah pengelolaan berbasis masyakaratak (Community Based
Management). Raharjo (1996) mengemukakan bahwa pengeloaan berbasis
masyarakat mengandung arti keterlibatan langsung masyarakat dalam
mengelola sumberdaya alam di suatu kawasan.. Dalam konteks ini pula perlu
diperhatikan mengenai karakteristik lokal dari masayakarakat di suatu
kawasan. Sering dikatakan bahwa salah satu faktor penyebab kerusakan
sumber daya alam pesisir adalah dekstrusi masayakarakat untuk memenuhi
kebutuhannya. Oleh karena itu, dalam strategi ini perlu dicari alternatif mata
pencaharian yang tujuannya adalah untuk mangurangi tekanan terhadap
sumberdaya pesisir termasuk lamun di kawasan tersebut.

C. Rantai Makanan Pada Ekosistem Terumbu Karang


Terumbu karang merupakan sebuah ekosistem yang terdapat di laut
yang penghuni utamanya karang batu. Terumbu karang adalah keunikan
antaraasosiasi atau komunitas lautan yang seluruhnya dibentuk oleh
kegiatan biologis. Terumbu adalah endapan-endapan masif yang penting dari
kalsium karbonat yang terutama di hasilkan oleh karang dengan sedikit
tambahan dari alga dan organisme lain yang mengeluarkan kalsium
karbonat.

Hidupnya menempel pada substrat batu atau dasar yang keras dan
berkelompok membentuk koloni yang bersimbiosis dengan sejenis tumbuhan
alga yang disebut zooxanthellae menghasilkan kalsium karbonat (CaCO3)
menjadi terumbu, mempunyai warna dan bentuk beraneka rupa. Menurut
daerah hidupnya, karang dikelompokkan menjadi 2 karang yang berbeda,
yang satu bernama hermatipik dan yang lain adalah ahermatipik.
1. Rantai Makanan yang Terjadi pada Ekosistem Terumbu karang
Karang termasuk kedalam golongan hewan. Sehingga pada
ekosistem terumbu karang terjadi sebuah rantai makanan, seperti
pada ekosistem yang lain. Rantai makanan adalah adalah perpindahan
energi makanan dari sumber daya tumbuhan melalui seri organisme
atau melalui jenjang makan (tumbuhan - herbivora - carnivora omnivora).

Gambar 2. Rantai makanan pada ekosistem terumbu karang


Sumber : http://djeecintalaut.wordpress.com/2010/03/28/rantai-makananekosistem-terumbu-karang-di-kabupaten-karawang-provinsi-jawa-barat/

Pada rantai makanan (food chain) di ekosistem terumbu karang dan


semua rantai makanan pada sebuah ekosistem, sinar matahari berperan
sangat penting dalam proses fotosintesis karang. Karena sinar matahari
adalah sumber energi dari semua makhluk hidup. Sinar matahari juga yang
memberi energy kepada produsen (yang dalam ekosistem terumbu karang
adalah phytoplankton, zooxanthellae, rumput laut dan alga merah) sehingga
produsen dapat berfotosintesis. Kemudian, phytoplankton, zooxanthalae,
rumput laut, alga merah berperan sebagai produsen utama dalam proses
rantai makanan yang terjadi pada ekosistem terumbu karang.
Di ekosistem terumbu karang akan ada konsumen tingkat satu atau
konsumen primer yang terdiri dari Zooplankton, larva, ikan kecil landak laut,
kerang-kerangan, dan sebagainya, yang nantinya akan berperan untuk

memakan phytoplankton, rumput laut, alga merah dan zooxhanthalae. Lalu


selain konsumen primer, di sebuah ekositem juga terkadang mempunyai
konsumen tingkat dua atau yang disebut konsumen sekunder. Konsumen
tingkat sekunder terdiri dari molusca, crustasea, lobster, ikan-ikan sedang.
Konsumen sekunder berfungsi sebagai pemangsa konsumen tingkat I.
Selain itu ada pula konsumen tingkat ketiga atau yang disebut dengan
konsumen tingkat tinggi. Konsumen in terdiri dari ikan hiu dan ikan-ikan
karnivor lainnya. Konsumen tingkat tinggi itu berperan sebagai pemangsa
ikan-ikan sedang, lobster, molusca, crustacean dan lain-lain. Dan pada
akhirnya, ada decomposer bakteri dan fungi yang berperan sebagai pengurai
dari semua makhluk hidup yang sudah mati di ekosistem terumbu karang.
2. Nilai Ekonomis
Dari segi ekonomi ekosistem terumbu karang memiliki nilai estetika dan
tingkat keanekaragaman biota yang tinggi yang dapat dimanfaatkan sebagai
sumber makanan, bahan obat obatan ataupun sebagai objek wisata bahari.
Ditinjau dari fungsi ekologisnya, terumbu karang yang sangat penting dalam
menjaga keseimbangan lingkungan dan menyumbangkan stabilitas fisik, yaitu
mampu menahan hempasan gelombang yang kuat sehingga dapat melindungi
pantai dari abrasi
Adapun dari sisi social ekonomi, terumbu karang adalah sumber perikanan
yang produktif sehingga dapat meningkatkan pendapatan nelayan, penduduk
pesisir, dan devisa Negara yang berasal dari devisa perikanan dan pariwisata.
3. Sumber Ancaman bagi Ekosistem Terumbu Karang
Indonesia memang kaya akan keanekaragaman hayati nya termasuk di
laut. Karena Indonesia termasuk negara kepulauan. Saat ini salah satu
ekosistem yang memiliki peranan penting yaitu terumbu karang, kini mulai
rusak. Hal ini disebabkan oleh :

a. Pengendapan kapur
Pengendapan kapur dapat berasal dari penebangan pohon yang dapat
mengakibatkan pengikisan tanah (erosi) yang akan terbawa kelaut dan
menutupi karang sehingga karang tidak dapat tumbuh karena sinar matahari
tertutup oleh sedimen.

b. Aliran air tawar


Aliran air tawar yang terus menerus dapat membunuh karang, air tawar
tersebut dapat berasal dari pipa pembuangan, pipa air hujan ataupun limbah
pabrik yang tidak seharusnya mengalir ke wilayah terumbu karang.
c. Berbagai jenis limbah dan sampah
Bahan pencemar bisa berasal dari berbagai sumber, diantaranya adalah
limbah pertanian, perkotaan, pabrik, pertambangan dan perminyakan.
d. Pemanasan suhu bumi
Pemanasan suhu bumi dikarenakan pelepasan karbon dioksida (CO2) ke
udara. Tingginya kadar CO2 diudara berpotensi meningkatan suhu secara
global. yang dapat mengakibatkan naik nya suhu air laut sehingga karang
menjadi memutih (bleaching) seiring dengan perginya zooxanthelae dari
jaringan kulit karang, jika terjadi terus menerus maka pertumbuhan terumbu
karang terhambat dan akan mati.
e. Uji coba senjata militer
Pengujian bahan peledak dan nuklir di laut serta kebocoran dan buangan
reaktor nuklir menyebabkan radiasi di laut, bahan radio aktif tersebut dapat
bertahan hingga ribuan tahun yang berpotensi meningkatkan jumlah
kerusakan dan perubahan genetis (mutasi) biota laut.
f. Cara tangkap yang merusak
Cara tangkap yang merusak antara lain penggunaan muro-ami, racun dan
bahan peledak.
d. Penambangan dan pengambilan karang
Pengambilan dan penambangan karang umumnya digunakan sebagai bahan
bangunan. Penambangan karang berpotensi menghancurkan ribuan meter
persegi terumbu dan mengubah terumbu menjadi gurun pasir bawah air.
e. Penambatan jangkar dan berjalan pada terumbu
Nelayan dan wisatawan seringkali menambatkan jankar perahu pada
terumbu karang. Jangkar yang dijatuhkan dan ditarik diantara karang
maupun hempasan rantainya yang sangat merusak koloni karang.

f. Serangan bintang laut berduri


Bintang laut berduri adalah sejenis bintang laut besar pemangsa karang yang
permukaanya dipenuhi duri. Ia memakan karang dengan cara manjulurkan
bagian perutnya ke arah koloni karang, untuk kemudian mencerna dan
membungkus polip-polip karang dipermukaan koloni tersebut

4. Dampak kegiatan manusia pada ekosistem terumbu karang

1.

Penambangan karang dengan atau tanpa bahan peledak perusakan


habitat dan kematin massal hewan terumbu karang.

2.

Pembuangan limbah panas, meningkatnya suhu air 5-10 derajat


celcius diatas suhu ambien, dapat mematikan karang dan biota lainnya.

3.

Pengundulan hutan di lahan atas sedimen hasil erosi dapat mencapai


terumbu karang di sekitar muara sungai, sehingga mengakibatkan
kekeruhan yang menghambat difusi oksigan ke dalam polib.

4.

Pengerukan disekitar terumbu karang meningkatnya kekeruhan yang


mengganggu pertumbuhan karang.

5.

Penangkapan ikan dengan bahan peledak mematikan ikan tanpa


dikriminasi, karang dan biota avertebrata yang tidak bercangkang.

Upaya-upaya Dalam Menanggulangi Kerusakan Ekosistem Terumbu Karang


Dalam menanggulangi permasalahan kerusakan terumbu karang yang
ada sehingga tidak berkelanjutan dan menyebabkan kerusakan yang
berdampak lebih besar lagi, maka diperlukan solusi yang tepat untuk
menekan terjadinya hal tersebut seperti :

Peningkatan kesadaran masyarakat dan nelayan akan bahaya yang


ditimbulkan dari kerusakan terumbu karang.

Peningkatan pemahaman dan pengetahuan masyarakat dan nelayan


tentang terumbu karang.

Melakukan rehabilitasi terumbu karang.

Membuat alternatif habitat untuk mengatasi karang sebagai habitat ikan


sehingga daerah karang alami tidak rusak akibat penangkapan ikan.

Mencari akar-akar penyebab dari masing-masing masalah yang timbul dan


mencarikan solusi yang tepat untuk mengatasinya.

Melakukan penegakan hukum mengenai terumbu karang khususnya


dalam hal pemanfaatan yang bertanggung jawab.

5. Pengelolaan ekosistem terumbu karang


Pengelolaan ekosistem terumbu karang pada hakekatnya adalah
suatu proses pengontrolan tindakan manusia, agar pemanfaatan sumberdaya
alam dapat dilakukan secara bijaksana dengan mengindahkan kaidah
kelestarian lingkungan. Apabila dilihat permasalahan pemanfaatan
sumberdaya ekosistem terumbu karang yang menyangkut berbagai sektor,
maka pengelolaan sumberdaya terumbu karang tidak dapat dilakukan
sendiri-sendiri, namun harus dilakukan secara terpadu oleh beberapa instansi
terkait.
Dasar pemikiran pengelolaan terumbu karang seharusnya yaitu terumbu
karang merupakan sumber pertumbuhan ekonomi yang harus dikelola
dengan bijaksana, terpadu dan berkelanjutan dengan memelihara daya
dukung dan kualitas lingkungan melalui pemberdayaan masyarakat dan
stakeholders (pengguna) guna memenuhi kebutuhan dan kesejahteraan
masyarakat dan pengguna secara berkelanjutan (sustainable).
Pengelolaan berbasis masyarakat (Community Base Management)
Carter (1996) memberikan definisi pengelolaan sumberdaya berbasis
masyarakat yaitu suatu strategi untuk mencapai pembangunan yang
berpusat pada manusia, dimana pusat pengambilan keputusan mengenai
pemanfaatan sumberdaya secara berkelanjutan disuatu daerah berada
ditangan organisasi organisasi dalam masyarakat didaerah tersebut,
dimana masyarakat sendiri yang mendefinisikan kebutuhan, tujuan, dan
aspirasinya serta masyarakat itu pula yang membuat keputusan demi
kesejahteraannya.
Monitoring terumbu karang merupakan salah satu kegiatan utama
dalam Program Rehabilitasi dan Pengelolaan terumbu Karang di Indonesia.
Kegiatan monitoring akan memberikan informasi dan data perkembangan
kondisi terumbu karang baik secara parsial maupun temporal. Monitoring
terumbu karang penting dilakukan untuk mengetahui perubahan yang terjadi
terhadap kondisi terumbu serta dampak yang ditimbulkan. Dengan demikian
monitoring terumbu karang sangat membantu setiap komponen untuk
menyusun rencana dan pelaksanaan pengelolaan terumbu karang
diwilayahnya masing-masing.

DAFTAR PUSTAKA
A.A. Hamdan, Dedi Setiadi. 2011 Ekosistem Hutan Mangrove Manfaat dan
Pengelolaanya.http://forestryinformatiom.wordpress.com. Diakses pada
tanggal 11 Mei 2015.
Anonym .2011. Peranan, Manfaat dan Fungsi Hutan Mangrove. Akses di
http://ekologihutan.blogspot.com. Pada tanggal 11 Mei 2015.
Anonym. 2012. Rantai Makanan pada Terumbu karang. Akses di
http://elsanurman.blogspot.com/2012/03/rantai-makanan-padaekosistem-terumbu.html.
pada tanggal 11 mei 2015.
Anonym. 2012. Padang Lamun. Akses di
https://arohmangusti.wordpress.com/2012/04/01/rantaimakanan-pada-padang-lamun-4/. Pada tanggal 11 Mei 2015.
Azkab,M.H. 1999. Pedoman Invetarisasi Lamun. Oseana.
Candra. 2010. Ekosistem mangrove. Akses di
https://candraperkasanurlukman.wordpress.com/2010/04/01/ekosistemmangrove-besertarantai-makanannya-di-pesisir-pamanukan-subang-jawa-barat/ . Pada
tanggal 11 mei 2015.
Dahuri. Rokhim. 1999. Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Terumbu Karang.
Jakarta: Lokakarya
Pengelolaan dan IPTEK Terumbu Karang Indonesia.

Eddy, Syaiful.
2008. Pengelolaan Potensi Hutan Mangrove Secara Berkelanjutan.
Palembang: Jurusan
Biologi FMIPA Universitas PGRI.
Guilcher Andre. 1988. Coral reef Geomorphology. John Willey &
Sons.Chhichester.
Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. Jakarta : Bumi Aksara.
Kusmana, C. 1997. Ekologi dan Sumberdaya Ekosistem Mangrove. Bogor:
PKSPL-LP IPB.
Nybakken, J.W. 1988. Biologi Laut suatu pendekatan ekologis. Jakarta:
Gramedia.
Rusila Noor, Y., M. Khazali, dan I N.N. Suryadiputra. 1999. Panduan
Pengenalan Mangrove di
Indonesia. Bogor : PHKA/WI-IP.
Santoso, Urip. 2008 Hutan Mangrove Permasalahan dan Solusinya. Akses di
http://uripsantoso.wordpress.com. Diakses pada tanggal 11 Mei
2015.
Stomo. 1992. Tinjauan Ekologi Hutan Mangrove dan Pemanfaatannya di
Indonesia. Departemen
Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan. Bogor: IPB.
Supriharyono. 2000. Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang. Jakarta: Djambatan.

Anda mungkin juga menyukai