I. PENDAHULUAN
sangat terbatas. Hal ini disebabkan gambut memiliki karakteristik keasaman yang
tinggi, pH rendah (pH 3,4-5), warna airnya coklat tua kemerahan dan sedikit
mengandung hara. Oleh karena itu, strategi untuk mengoptimalkan potensi lahan
telah beradaptasi dengan lingkungan gambut (Gustiano et al., 2013). Salah satu
jenis ikan yang tergolong ekonomis penting adalah ikan gabus/haruan (Channa
sp.), dapat berupa ikan konsumsi dan berfungsi sebagai obat serta harganya cukup
mahal (harga ikan gabus berdasarkan hasil wawanacara dengan nelayan di Teratak
Buluh berkisar di antara Rp. 35.000-45.000 per kg). Sampai saat ini, ikan gabus
diperoleh dari hasil tangkapan dari alam, belum banyak dari produksi budidaya.
Oleh karena itu, perlu upaya untuk membudidayakan ikan ini di lahan gambut dan
berwawasan lingkungan.
kolam sangat penting karena merupakan sumber nutrisi bagi pertumbuhan ikan di
kolam khususnya kolam tanah gambut (Putri et al., 2017). Jadi, kolam di lahan
2
1979), salah satu pupuk yang dapat meningkatkan unsur hara tanah adalah dengan
pada kolam tanah gambut menjadi masalah yang dihadapi pembudidaya ikan. Hal
tersebut dapat diatasi melalui pengelolaan tanah dan kualitas air dengan cara
fitoplankton ?
fitoplankton ?
formulasi terbaik dalam penelitian ini serta dapat memberikan informasi kepada
I.4. Hipotesis
fitoplankton pada media tanah gambut yang dipelihara ikan Gabus (Channa sp.)”.
4
Tanah merupakan suatu benda alam yang tersusun dari padatan (bahan
mineral dan bahan organik), cairan dan gas, yang menempati permukaan daratan,
menempati ruangan, dan dicirikan oleh salah satu atau keduanya (Hasibuan,
secara anaerobik dimana laju penambahan bahan organik lebih tinggi daripada
yang berlangsung selama ribuan tahun, sehingga status keharaannya rendah dan
oksigen dan beberapa oksida dalam jumlah kecil seperti SiO2, Al2O, Fe2O5 dan
Secara umum sifat kimia tanah gambut didominasi oleh asam-asam organik
yang merupakan suatu hasil akumulasi sisa-sisa tanaman. Asam organik yang
tanah gambut bersifat lebih berpori dibandingkan tanah mineral sehingga hal ini
terdekomposisi dengan sempurna sehingga jumlah air yang tersedia bagi tanaman
dengan kisaran pH 3-5 dan mempunyai kandungan kation basa seperti Ca, Mg, K
dan Na sangat rendah terutama pada gambut tebal. Semakin tebal gambut, basa-
basa yang dikandungnya semakin rendah dan reaksi tanah menjadi semakin
2013), kapur mengandung unsur Ca, tetapi pemberian kapur kedalam tanah pada
asam. Dengan naiknya nilai pH tanah, maka unsur-unsur hara seperti pakan
mudah diserap dan tidakdiikat oleh Fe maupun Al. Tindakan pengapuran dengan
dalam keadaan terlalu asam maka proses penguraian bahan organik menjadi tidak
sempurna.
karena tanah kekurangan unsur Ca tetapi karena tanah terlalu masam. Oleh karena
itu pH tanah perlu dinaikkan agar unsur-unur hara seperti P mudah diserap
al., 2017).
Dosis kapur yang akan ditebarkan harus tepat karena jika berlebihan kapur
akan menyebabkan kolam tidak subur, sedangkan bila kekurangan kapur dalam
kandungan alkalinitas total pada kolam pemeliharaan ikan dapat digunakan kapur
pemantap agregrat.
(1) bahan organik dalam proses mineralisasi akan melepaskan hara tanaman
dengan lengkap (N, P, K, Ca, Mg, S, serta hara mikro) dalam jumlah tidak tentu
dan relatif kecil, (2) dapat memperbaiki struktur tanah, menyebabkan tanah
menjadi ringan untuk diolah dan mudah ditembus akar, (3) tanah lebih mudah
diolah untuk tanah-tanah berat, (4) meningkatkan daya menahan air (water
lebih banyak. Kelengasan air tanah lebih terjaga, permeabilitas tanah menjadi
dengan dosis tinggi hara tanaman tidak mudah tercuci, (6) memperbaiki
kehidupan biologi tanah (baik hewan tingkat tinggi maupun tingkat rendah )
menjadi lebih baik karena ketersediaan makan lebih terjamin, (7) dapat
drastis sifat tanah, dan (8) mengandung mikrobia dalam jumlah cukup yang
menurut Hakim (1986), adalah: (1) bahan organik yang mempunyai C/N masih
tinggi berarti masih mentah. Kompos yang belum matang (C/N tinggi) dianggap
merugikan, karena bila diberikan langsung ke dalam tanah maka bahan organik
Sehingga populasi mikrobia yang tinggi memerlukan juga hara tanaman untuk
tumbuhan dan berkembang biak. Makin banyak bahan organik mentah diberikan
ke dalam tanah, makin tinggi populasi yang menyerangnya, makin banyak hara
tersedia lagi. Jadi Immobilasasi merupakan pengikatan hara tersedia menjadi tidak
tersedia dalam jangka waktu relatif tidak terlalu lama, dan (2) bahan organik yang
berasal dari sampah kota atau limbah industri sering mengandung mikrobia
patogen dan logam berat yang berpengaruh buruk bagi tanaman, hewan dan
manusia.
(seperti ayam, sapi) dan manusia serta sampah-sampah organik. Secara kimia
bahan organik dari feses manusia dapat meningkatkan kapasitas tukar kation serta
8
memiliki kemampuan menahan unsur hara dan secara biologi bahan organik
pada feses dapat meningkatkan aktivitas biologis jasad renik seperti fitoplankton
akan bahan organik karena bahan organik menyediakan karbon sebagai sumber
energi untuk tumbuh sehingga kesuburan tanah tetap terjaga (Pamungkas, 2014).
Menurut Richard dalam Soeparman (2002) tinja terdiri dari 88%-97% bahan
2.4. Fitoplankton
dalam rantai makanan di laut. Selain sebagai dasar dari rantai makanan (Primary
klorofil sehingga dapat melakukan fotosintesis dengan bantuan sinar matahari dan
yang dijadikan sumber energi oleh organisme lain (Davis, 1995 dalam Siregar et
al., 2011).
Spesies yang di jumpai di perairan tawar oleh Ruttner (1973) dalam Hatta
Boyd (1979) dalam Fadhli et al., (2011), fitoplankton yang terdapat dalam kolam
ekosistem perairan. Peran penting tersebut yaitu sebagai proses fotosintesis yang
2013). Selain itu fitoplankton merupakan salah satu komponen penting dalam
dalam Nita dan Eddy (2015). Selain berfungsi dalam keseimbangan ekosistem
perairan budidaya, juga berfungsi sebagai pakan alami di dalam usaha budidaya.
organisme air. Kualitas air dinyatakan dengan beberapa parameter yaitu parameter
suhu air merupakan salah satu faktor fisika penting yang banyak
mempengaruhi kehidupan hewan dan tumbuhan air salah satunya adalah plankton.
Suhu optimum untuk pertumbuhan plankton berkisar antar 250C sampai 320C.
Huet, 1975 dalam Fadhli et al., (2011) mengemukakan bahwa perbedaan suhu
yang baik untuk kehidupan organism air tidak boleh lebih dari 10 0C.
gambaran optik air dari suatu perairan yang ditentukan berdasarkan banyaknya
sinar yang dipancarkan dan diserap oleh partikel-partikel yang ada didalam air.
Kecerahan disebabkan oleh adanya bahan organik dan bahan organik yang
tersuspensi dan terlarut (misalnya lumpur dan pasir halus) maupun bahan
Parameter kimia terdiri dari pH, DO, CO 2, Nitrat dan Orthofosfat. Menurut
larutan. pH air yang memenuhi syarat untuk kehidupan organisme berkisar antara
dan organisme pengurai yang hidup di dalam badan air tersebut. pH optimum
untuk kehidupan plankton berkisar antara 5,5-8,5. Kadar oksigen terlarut (DO)
secara normal adalah 2 mg/L dengan catatan di dalam perairan tidak terdapat
Nitrat adalah salah satu jenis senyawa kimia yang sering ditemukan di
11
alam, seperti dalam tanaman dan air. Senyawa ini terdapat dalam tiga bentuk,
yaitu ion nitrat (ion NO3). Nitrat (NO3) adalah bentuk utama nitrogen di perairan
alami dan merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan algae. Nitrat
nitrogen sangat mudah larut dalam air dan bersifat stabil. Senyawa ini dihasilkan
merupakan proses yang penting dalam siklus nitrogen dan berlangsung aerob
(Effendi, 2003). Senyawa nitrat merupakan zat hara yang dijadikan petunjuk
organisme perairan terutama fitoplankton. Kadar fosfat dan nitrat yang tinggi dan
baik tumbuhan dan organismenya. Menurut Whitton 1975 dalam Fadhli et al.,
Ikan gabus (Channa sp.) atau yang lebih dikenali sebagai Striped
(Adamson, 2010; Poulsen et al., 2008), juga di rawa lebak menggunakan karamba
Ikan gabus merupakan ikan air tawar liar dan predator benih yang rakus dan
sangat ditakuti pembudidaya ikan. Ikan ini merupakan ikan buas (Carnivore yang
bersifat predator). Ikan Gabus tidak hanya memangsa benih ikan tetapi juga ikan
dilaporkan gabus memangsa anak bebek, ini masuk akal karena di sungai dan di
Ikan gabus (Channa sp.) atau yang lebih dikenali sebagai Striped
Asia (Wee, 1982). Ikan ini memiliki nilai ekonomi yang terus meningkat dan
memiliki pasaran yang tinggi karena rasanya enak dan ketersediaannya sepanjang
tahun. Selain dimanfaatkan dalam bentuk ikan segar karena memiliki daging yang
tebal dan rasa yang khas, juga telah diolah sebagai bahan pembuatan kerupuk dan
pempek, serta sebagai ikan asin dan ikan asapan. Daging ikan ini juga
2006).
Komposisi kimia dari ikan gabus menurut Sayuti dalamRizki (2005) adalah
kadar air sebanyak 75,01%, protein 17,06%, lemak 0,44% dan abu 1,43%. Sugito
dan Hayati (2006), menambahkan ikan gabus mempunyai kandungan protein yang
tinggi (17%), kandungan lemak yang rendah (1%) dan memiliki daging yang
putih.
14
Ikan gabus umumnya terdapat pada perairan dangkal seperti sungai dan
itu, spesies ini juga ditemui di danau serta saluran-saluran air hingga ke sawah-
sawah. Ikan gabus termasuk salah satu jenis ikan air tawar yang mempunyai
penyebaran yang luas, dan secara alami dapat hidup di danau, sungai, rawa air
tawar, dan sawah. Benih ikan gabus banyak ditemukan di daerah perairan yang
banyak rerumputan atau tanaman air dan belukar yang terendam air (Listyanto dan
Septyan, 2009).
2.6.3. Lingkungan
yang baik bagi hewan diperlukan untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidupnya.
Menurut Zonneveld, et. al. (1991) dalam Minggawati (2012), pertumbuhan dan
oleh suhu, kecerahan, pH, DO dan CO2 dan kadar Ammonia (NH3).
Menurut Basmi (2000), Indikator kualitas air yang biasa digunakan untuk
menilai kelayakan untuk budidaya biasanya didasarkan pada faktor fisika dan
kimia air pada kolom air. Faktor fisika air yang diamati antara lain suhu,
kecerahan, dan partikel tersuspensi, sedangkan faktor kimia antara lain Biological
kualitas air yang mulai banyak dikembangkan sekarang ini adalah indikator secara
biologi, yaitu pengamatan terhadap organisme yang hidup dalam suatu perairan.
16
Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Maret 2018 sampai dengan
bulan Mei 2018 bertempat di Desa Kualu Nenas, Tambang, Kampar, Riau.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1 dan
Lampiran 1.
Rancangan Acak Lengkap (RAL) 1 faktor dengan 5 taraf perlakuan dan 4 kali
ulangan (Sudjana, 1991) dengan 20 unit percobaan. Perlakuan dalam penelitian ini
terdiri dari faktor tetap dan faktor berubah. Faktor tetap yang digunakan adalah
yaitu 750 g m-2. Faktornya adalah dosis Biofertilizer formulasi (P0, P1, P2, P3, dan
Model rancangan percobaan dalam penelitian ini adalah mengikut dan atau
Yi j = µ + pi + ɛi j
Dimana :
Yij = Kelimpahan Fitoplankton pada perlakuan ke-i (Biofertilizer 1,
Biofertilizer 2 dan Biofertilizer 3) ulangan ke-j
µ = Rata-rata umum
pi = Pengaruh perlakuanpemberian Biofertilizerke-i
ɛi j = Pengaruh galat dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
i = Perlakuan ke 0,1,2, 3 dan 4
j = ulangan ke 1, 2, 3 dan 4
III.4. Asumsi
Wadah yang digunakan pada penelitian ini adalah kolam yang terbuat dari
dicuci dengan menggunakan air bersih dan 10% kalium permanganat (KMnO 4)
dengan tujuan untuk membasmi hama dan penyakit yang ada pada kolam beton.
undian menggunakan kertas undi berlabel perlakuan (Lampiran 2). Tanah dasar
yang digunakan adalah tanah gambut yang berasal dari tanah dasar kolam yang
19
ada di kolam lokasi penelitian (Desa Kualu Nenas). Sebelum tanah gambut
ayakan 1cm serta dipisahkan dari serasah, kayu dan akar-akar pohon. Kemudian
3.5.2. Pengapuran
diberikan dapat bekerja secara optimal. Jenis kapur yang digunakan adalah kapur
prosedur yang dianjurkan oleh Boyd (1979). Tahapan pemberian kapur adalah: 1)
dan diukur pHnya kembali, dan 4) setelah itu sesuaikan dengan tabel kebutuhan
dibiarkan selama 48 jam. Proses pengapuran ini dilakukan pada tanah dan air
fermentasi antara feses manusia dan fly ash dengan perbandingan 3:1 dengan
20
volume tong 0,20 m3, berarti feses manusia yang digunakan sebanyak 0,1485 m3
dan fly ash yang digunakan sebanyak 0,0495 m3, kemudian ditambahkan EM4 1 L
dan molase sebanyak 1 L (Lampiran 4). Feses manusia diperoleh dari mobil tinja
Tampan, Pekanbaru. Sedangkan fly ash kelapa sawit diperoleh dari PKS PT.Flora
Kabupaten Kampar. Kemudian kombinasi antara feses manusia dan fly ash
(biofertilizer formulasi) ditebar secara merata pada setiap perlakuan dalam wadah
Benih ikan gabus diperoleh dari hasil pembenihan secara alami di Desa
Sawah Kecamatan Kampar Utara Kabupaten Kampar. Sebanyak 1500 ekor benih
Setelah wadah tanah gambut siap untuk digunakan, maka ikan ditebar
dalam kolam beton pada waktu sore hari, karena pada sore hari suhu air rendah
sehingga hal ini dapat menghindari ikan stres. Ukuran benih berkisar 3,5-4,0 cm
atau 8-10 g/ekor.Padat tebar benih ikan Gabus (Channa sp.) dalam setiap kolam
penelitian adalah 50 ekor/m2. Selanjutnya ikan diberi pakan komersil jenis F 999
21
dengan kadar protein 38%. Frekuensi pemberian pakan dua kali sehari (pagi dan
Parameter kualitas air diukur selama penelitian yaitu suhu, pH, oksigen
terlarut (DO), nitrat dan orthophospat. Pengukuran suhu, p dan oksigen terlarut
(DO), dilakukan sekali dalam dua hari selama penelitian (1 bulan). Sedangkan
nitrat dan orthophospat dilakukan di hari ke 0, hari ke 7, hari ke 14, hari ke 21 dan
hari. Hal ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui pada hari keberapa puncak
dengan cara air sampel diambil sebanyak 10 liter dari masing-masing wadah lalu
setelah disaring adalah 150 ml. Selanjutnya, air sampel yang tersaring dimasukkan
ke dalam botol sampel dan diberi lugol 10% sebagai pengawet sebanyak 3
mempertahankan sampel yang diperoleh agar tetap utuh. Setiap botol sampel
diberi label atau keterangan tentang tanggal pengambilan sampel sesuai perlakuan
pipet tetes. Selanjutnya diteteskan pada gelas objek lalu ditutup dengan gelas
menghitung fitoplankton pada setiap lapang pandang dan diidentifikasi jenis yang
(1995).
a. Kelimpahan Fitoplankton
(1995) yaitu:
X 1
N= x xZ
Y V
b. Indeks Keanekaragaman
Keterangan :
H’ : Indeks keragaman jenis
s : Banyaknya jenis
pi : ni/N
ni : Jumlah individu /jenis
N : Total individu semua jenis
Log2pi : 3,321928 log pi
23
Indeks dominansi jenis (C) digunakan untuk melihat ada atau tidaknya jenis
berkisar antara 0-1, apabila nilai C mendekati 0 berarti tidak ada jenis yang
mendominasi dan apabila nilai C mendekati 1 berarti ada jenis yang dominan
Penyamplingan ikan dilakukan hanya dua kali selama penelitian yaitu pada awal
penelitian dan akhir penelitian, masa pemeliharaan yaitu selama 1 bulan. Jumlah
ikan yang disampling yaitu 10 ekor setiap wadah penelitian. Perhitungan bobot
dilakukan pada awal dan akhir masa pemeliharaan. Pertumbuhan yang diukur
a. Pertumbuhan berat :
W = Wt – Wo
Keterangan :
W = Pertumbuhan berat mutlak ikan yang dipelihara (g)
Wt = Berat ikan pada akhir pemeliharaan (g)
W0 = Berat ikan pada awal pemeliharaan (g)
inWt−inW 0
Lps (%/hari) = x 100%
t
Keterangan :
Lps = Laju pertumbuhan spesifik (%/hari)
Wt = Rata-rata bobot ikan uji akhir penelitian (g)
W0 = Rata-rata bobot ikan uji awal penelitian (g)
t = Lama pemeliharaan (hari)
dipelihara adalah dengan membandingkan jumlah ikan yang hidup pada akhir
pemeliharaan dengan jumlah ikan pada awal penebaran. Pada penelitian ini
25
berikut :
SR = Nt/N0 x 100 %
Keterangan :
SR = Kelulushiupan (%)
Nt = Jumlah ikan pada akhir pemeliharaan (ekor)
N0 = Jumlah ikan pada awal peeliharaan (ekor)
3.6. Analisis Data
yang diperoleh ditabulasikan dalam bentuk tabel dan disajikan dalam bentuk
yang disarankan oleh (Syafriadiman, 2005) yaitu apabila P<0,05 maka hipotesa
4.1. Fitoplankton
juga dapat sebagai produsen primer untuk makanan zooplankton dan juga dapat
(Tabel 3). Hasil penelitian ini sesuai dengan komposisi spesies yang dijumpai di
(Lampiran 8)
jenis, terdapat pada kelas yang berbeda yaitu kelas Chlophyta merupakan kelas
terdapat4 jenis fitoplankton, dan terakhir dan terendah dibandingkan dari kelas
seperti pH, nitrat dan posfat. Dimana nitrat dan posfat merupakan unsur utama
sebagai sumber nutrien bagi fitoplankton. Selain dipengarui oleh kualitas air,
biofertilizer (pupuk hayati). Biofertilizer adalah produk atau formulasi yang fungsi
2014).
Spesies dengan kelimpahan tertinggi pada setiap perlakuan terdapat pada kelas
Chlamydomonas sp. mampu beradaptasi dengan baik terhadap keadaan fisik dan
kimia pada media hidupnya. Susilo (2010) menjelaskan bahwa salah satu spesies
yang sering muncul ditinjau dari frekuensi kemunculannya, hal ini menunjukan
bahwa spesies tersebut mempunyai kemampuan adaptasi yang lebih baik terhadap
fitoplankton terbaik pada P4, yaitu 41.053 sel.L-1. Hal ini diduga ada
hubungannya dengan perbedaan ketersediaan unsur hara dalam bentuk nitrat yang
terdapat dalam air akibat pemberian Biofertilizer dengan dosis yang berbeda pada
setiap perlakuan, serta adanya proses nitrifikasi yaitu oksidasi ammonia menjadi
nitrit dan nitrat yang mudah sekali larut sehingga dapat dimanfaatkan oleh
dalam suatu badan air mempunyai struktur dan dominansi jenis yang berbeda
dengan kata lain hipotesa diterima. Secara statistik, dari hasil uji lanjut diketahui
bahwa perlakuan P4 berbeda nyata dengan P0, P1, P2 dan P3 (Lampiran 9).
60000
50000 P0
(sel.L-1)
40000 P1
P2
30000
P3
20000 P4
10000
0
2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30
perlakuan P4 yaitu pada hari ke-24 dengan kelimpahan mencapai 44.680 sel.L-1,
tersebut. Hal ini diperkuat oleh Mintardjo (1985) dalam Sukmawardi (2011)
aktifitas pemangsa fitoplankton oleh zooplankton. Hal ini dilihat pada saat
31
fitoplankton dalam wadah media tanah gambut adalah berhubungan sangat erat.
P4
25000 10
9
Kelimpahan fitoplankton (sel/L)
20000 8
7
15000 6 Kelimpahan
Nitrat
5
Orhoposfat
10000 4
3
5000 2
1
0 0
0 7 14 21 28
Hari ke-
pada hari ke-14, namun mengalami penurunan pada hari ke-21 dan hari ke-28.
Penurunan kandungan Nitrat air pada penelitian ini terjadi karena penggunaan
nitrogen dalam bentuk Nitrat oleh fitoplankton sebagai unsure hara untuk
Nitrat dan semakin lama kandungan Nitrat akan berkurang. Nitrat dalam air
organism perairan. Hal ini sesuai dengan pendapat Mintardjo et al., (1985) dalam
untuk melihat ada tidaknya suatu jenis tertentu yang mendominasi dalam suatu
Tabel 5. Indeks keragaman (H’) dan indeks dominansi (C) jenis fitoplankton
P0 P1 P2 P3 P4
Hari ke-
H' C H' C H' C H' C H' C
2,01 0,31 2,29 0,58 1,90 0,32 1,00 0,67 2,07 0,32
2
2,93 0,20 2,34 0,32 2,70 0,24 1,08 0,65 2,49 0,24
4
2,52 0,22 2,04 0,14 2,37 0,28 1,38 0,55 2,71 0,15
6
2,80 0,27 3,51 0,11 2,80 0,27 2,04 0,39 3,16 0,17
8
2,73 0,20 2,44 0,25 2,44 0,25 2,04 0,44 3,34 0,16
10
2,58 0,26 2,18 0,34 2,18 0,34 2,15 0,39 3,64 0,13
12
2,93 0,22 2,93 0,22 2,93 0,22 2,11 0,38 3,53 0,13
14
3,09 0,15 2,48 0,28 2,48 0,28 2,35 0,36 3,33 0,16
16
3,10 0,19 3,03 0,20 3,03 0,20 2,58 0,32 3,32 0,20
18
3,11 0,19 2,99 0,02 2,99 0,20 3,07 0,20 3,43 0,72
20
3,17 0,13 3,17 0,13 3,17 0,13 3,15 0,20 4,19 0,30
22
3,69 0,12 3,69 0,12 3,69 0,12 3,12 0,20 4,24 0,30
24
3,85 0,13 3,85 0,13 3,85 0,13 2,99 0,19 4,50 0,16
26
3,85 0,11 3,85 0,11 3,85 0,11 2,93 0,25 3,68 0,17
28
3,35 0,26 3,35 0,26 3,35 0,26 2,74 0,26 3,66 0,17
30
Rata-rata 3,05 0,20 2,94 0,21 2,91 0,22 2,31 0,36 3,42 0,23
33
dan indeks keanekaragaman besar dari 3 berarti sebaran individu tinggi atau
pada P0 0,20 pada P1 0,21 pada P2 0,22 pada P3 0,36 dan pada P4 0,23. Rata-
rata indeks dominansi setiap perlakuan tergolong rendah secara keseluruhan untuk
semua perlakuan tidak ada jenis yang mendominasi. Indeks dominansi (C) untuk
semua perlakuan mendekati nol, artinya tidak ada organisme yang mendominansi
jenis organisme yang hidup pada masing-masing perlakuan. Hal ini sesuai dengan
pendapat Krebs dalam Widyastuti (2002) nilai C (indeks dominansi) jenis berkisar
antara 0-1, apabila nilai C mendekati 0 berarti tidak ada jenis yang mendominasi
dan apabila nilai C mendekati 1 berarti ada jenis yang dominan muncul di perairan
tersebut, hal ini berarti perairan mengalami gangguan. Jadi dapat dikatakan bahwa
biofertilizer yang diberikan ini masih dalam batas yang dapat ditoleransi oleh
memiliki dua komponen utama, yaitu kekayaan spesies (Species Richness) dan
karakteristik ekologi yang dapat diukur dan khas untuk organisasi ekologi pada
dan Produktifitas. Pada penelitian ini, perbedaan nilai indeks keragaman dan
indeks dominasi lebih disebabkan karena adanya perbedaan jenis dan kelimpahan
air dan tanah juga menjadi faktor pembatas terjadinya perbedaan indeks
fitoplankton pada setiap perlakuan. Hal ini diduga biofertilizer yang digunakan
merupakan jenis pupuk hayati dengan kandungan organisme hidup yang mampu
perubahan suhu perairan pada setiap perlakuan tidak berbeda jauh, dapat
mempengaruhi suhu dalam wadah selama penelitian. Untuk lebih jelasnya dapat
Tabel 6. Kisaran hasil pengukuran suhu air gambut (oC) selama penelitian
P0 26-30
P1 26-31 26-320C
P2 26-30
P3 26-32
P4 26-30
Ketersngsn : P0 : Tanpa pemberian biofertilizer formulasi (kontrol)
P1 : Pemberian biofertilizer formulasi 300 g/m2 P3 : Pemberian biofertilizer formulasi 600 g/m2
P2 : Pemberian biofertilizer formulasi 450 g/m2 P4 : Pemberian biofertilizer formulasi 750 g/m2
selama penelitian. Perbedaan suhu disebabkan oleh keadaan cuaca seperti panas,
hujan dan lamanya sinar matahari yang masuk ke dalam wadah penelitian yang
diletakkan di luar ruangan. Berdasarkan Tabel 6 hasil Pengukuran suhu air selama
penelitian, yaitu 26-32 0C. Kisaran suhu tersebut sudah tergolong baik, karena
perbedaan suhu yang tidak melebihi 100C masih tergolong baik dan kisaran suhu
yang baik untuk organisme di daerah tropik adalah 25- 320C. Hal ini diperkuat
oleh pendapat Boyd (1979) dalam (Putri et al., 2017) menyatakan bahwa kisaran
suhu yang baik untuk mendukung kehidupan fitoplankton berkisar antara 26-32
0
C. berarti hasil pengukuran suhu selama penelitian masih tergolong suhu tropis
4.2.2. Pengukuran pH
Pengukuran derajat keasaman air (pH air) dilakukan sekali dalam dua hari,
selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 7 dan Lampiran 11.
Tabel 7. Kisaran hasil pengukuran pH air selama penelitian
P0 4-6
P1 6-8 6-9
P2 6-8
P3 6-8
P4 6-8
Ketersngsn : P0 : Tanpa pemberian biofertilizer formulasi (kontrol)
P1 : Pemberian biofertilizer formulasi 300 g/m2 P3 : Pemberian biofertilizer formulasi 600 g/m2
P2 : Pemberian biofertilizer formulasi 450 g/m2 P4 : Pemberian biofertilizer formulasi 750 g/m2
* Baku mutu (Kordi, 2010)
pH air menunjukkan kadar asam atau basa dalam suatu larutan, melalui
konsentrasi ion Hidrogen (H+). Air dapat bersifat asam atau basa, tergantung pada
besar kecilnya pH air atau besarnya konsentrasi ion Hidrogen di dalam air. Air
antara 6,5-7,5 Wardhana, (2004) dalam Dinata (2017). Sebagian besar biota
akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 7-8,5. Nilai
nitrifikasi akan berakhir jika pH rendah (Effendi, 2003) dalam Putri (2017). Nilai
mineral tersebut digunakan sebagai nutrient di dalam siklus produksi perairan, dan
badan air.
antara 6-8. Nilai pH pada perlakuan P0 merupakan pH gambut yang umum yaitu
untuk kegiatan budidaya (6-8). sebagaimana yang dikemukakan oleh Kordi et al.
(2009) dalam Hasibuan et al, (2013) bahwa pH air yang baik untuk usaha
juga disebabkan oleh pengaruh tanah dasar dari wadah penelitian, kandungan
bahan organik tanah gambut, dan proses perombakan bahan organik dalam tanah
faktor cuaca di lokasi penelitian (terjadi hujan) selain itu juga disebabkan oleh
air yang bersifat netral akan lebih baik dan produktif bila dibandingkan dengan air
yang bersifat asam atau basa. Perbandingan antara konsentrasi antara amoniak
pada air dalam penelitian ini masih berada pada kondisi yang cukup mendukung
4.2.3. Pengukuran DO
5,8 mg/L seperti pada Tabel 8 dan Lampiran 12. Oksigen terlarut atau DO adalah
banyaknya oksigen yang terlarut di dalam air yang dinyatakan sebagai mg/L
(Syafriadiman, 2009). Adanya oksigen terlarut di dalam air adalah sangat penting
untuk menunjang kehidupan ikan dan organisme air lainnya. Kemampuan air
tidaknya kadar oksigen terlarut. Oksigen terlarut di dalam air berasal dari udara
38
tergantung kepada temperatur, tekanan barometer udara dan kadar mineral dalam
air.
P0 5,05
P1 5,64 >2
P2 5,78
P3 5,66
P4 5,36
Ketersngsn : P0 : Tanpa pemberian biofertilizer formulasi (kontrol)
P1 : Pemberian biofertilizer formulasi 300 g/m2 P3 : Pemberian biofertilizer formulasi 600 g/m2
P2 : Pemberian biofertilizer formulasi 450 g/m2 P4 : Pemberian biofertilizer formulasi 750 g/m2
* Baku mutu (Kordi, 2010)
kebutuhan oksigen untuk perombakan bahan organik juga berbeda. Kisaran rata-
rata oksigen terlarut selama penelitian tergolong baik hal ini sesuai dengan
pendapat Wardoyo dalam Tarkus et al. (2014) kadar oksigen yang baik bagi
Menurut Effendi (2003) dalam Putri (2017) sumber oksigen terlarut dalam
perairan berasal dari atmosfer dan aktifitas fotosintesis oleh tumbuhan air,
bahan organik, baik yang berasal dari perlakuan yang diberikan, dan juga
terlarut lebih rendah pada pagi hari dibandingkan dengan pada sore hari, hal ini
diduga pada pagi hari lebih banyak proses pemanfaatan oksigen untuk respirasi
(2005) dalam Dinata (2017) menambahkan pada malam hari, fotosintesis berhenti
antara 1-5 mg/L. Kisaran kandungan nitrat air terdapat pada Tabel 9 dan Lampiran
13.
selama penelitian berkisar antara, yaitu P0 1,76 mg/L, P1 2,27 mg/L, P2 2,49
mg/L, P3 2,71 mg/L dan pada P4 2,94 mg/L. Berdasarkan Tabel 9 diketahui
bahwa terjadi kenaikan kandungan nitrat air pada setiap perlakuan. Nilai rata-rata
nitrat air tertinggi terdapat pada perlakuan P4 sebesar 2,94 mg/L dan terendah
pada perlakuan P0 sebesar 1,76 mg/L kisaran nitrat sudah tergolong baik menurut
Hasibuan et al. (2012) dalam Dinata (2017) Fluktuasi konsentrasi nitrat terlarut di
dalam air kolam yang diberi perlakuan kapur menunjukkan kisaran 1,0-13,1 mg/L
yang mempunyai kesuburan sedang dan nilai nitrat 5,0-50,0 mg/L merupakan
ketegori perairan yang sangat subur. Berdasarkan hasil uji ANAVA (Lampiran
dapat memberikan pengaruh terhadap kandungan Nitrat air (P<0,005) hasil uji
P4, yaitu 3,28 mg/L dan yang terendah pada P0 yaitu 1,76 mg/L untuk lebih jelas
pengamatan pada setiap perlakuan, namun kisaran tersebut masih tergolong tinggi.
yang paling banyak terdapat dalam siklus fosfat. Menurut Nurmas et al., (2014)
41
kurang dari 0,02 ppm akan menjadikan faktor pembatas (Rumanti et al., 2014).
volume ikan dalam jangka waktu terentu. Dari hasil penelitian yang telah
dilakukan selama 30 hari maka didapat hasil pertumbuhan ikan Gabus (Channa
Hasil rata-rata pertumbuhan berat mutlak pada ikan Gabus (Channa sp.)
Tabel 11. Rata-rata pertumbuhan berat mutlak ikan Gabus (Channa sp.)
Pertumbuhan berat mutlak (g)
Ulangan
P0 P1 P2 P3 P4
1 4.99 6.5 5.07 6.08 8.95
2 4.11 6.64 3.67 6.19 9.74
3 5.22 5.02 4.23 6.4 7.06
4 4.94 5.3 5 7.73 8.19
Rata-rata 4.82a±0,49 5.87ab±0,82 4.49a±0,67 6.60b±0,38 8.49c±0,57
Keterangan : Ketersngsn : P0 : Tanpa pemberian biofertilizer formulasi (kontrol)
P1 : Pemberian biofertilizer formulasi 300 g/m2 P3 : Pemberian biofertilizer formulasi 600 g/m2
P2 : Pemberian biofertilizer formulasi 450 g/m2 P4 : Pemberian biofertilizer formulasi 750 g/m2
Huruf abc menunjukkan perbedaan yang nyata antar perlakuan
ikan Gabus (Channa sp.) yang diberi dosis biofertilizer formulasi dengan dosis
42
4,82g, sedangkan yang terendah pada P2 yaitu 4,49. Setelah dilakukan Ananlisis
perlakuan P4 (dosis biofertilizer 750 g/m2) berbeda nyata terhadap perlakuan P0,
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor dari dalam dan faktor dari luar,
adapun faktor dari dalam meliputi sifat keturunan, ketahanan terhadap penyakit
meliputi sifat fisika, kimia dan biologi perairan. Faktor makanan dan suhu
Pertumbuhan Spesifik ikan Gabus (Channa sp.) dari tiap perlakuan selama
penelitian. Data Laju Pertumbuhan Spesifik tersaji pada Tabel 12 (Lampiran 19).
Tabel 12. Rata-rata Laju Pertumbuhan Spesifik ikan Gabus (Channa sp.)
Laju Pertumbuhan Spesifik (%)
Ulangan
P0 P1 P2 P3 P4
1 4,33 4,96 4,36 4,86 5,84
2 3,93 5,04 3,74 4,49 5,91
3 4,70 4,55 3,21 5,15 4,59
4 4,3 4,79 3,97 5,46 5,96
Rata-rata 4,32±0,16 4,83±0,11 3,82±0,24 4,99±0,21 5,58±0,33
Keterangan : Ketersngsn : P0 : Tanpa pemberian biofertilizer formulasi (kontrol)
P1 : Pemberian biofertilizer formulasi 300 g/m2 P3 : Pemberian biofertilizer formulasi 600 g/m2
P2 : Pemberian biofertilizer formulasi 450 g/m2 P4 : Pemberian biofertilizer formulasi 750 g/m2
43
Dari Tabel 12 dapat dilihat bahwa laju pertumbuhan spesifik ikan gabus
g/m2.
nyata terhadap pertumbuhan spesifik ikan Gabus (Channa sp.) (P < 0.05). Hasil
dan P4 tidak berbeda nyata, namun dapat dideskriptifkan bahwa perlakuan yang
tinggi adalah yang terbaik, yaitu pada perlakuan P4 dengan laju pertumbuhan
spesifik 5,58 %.
Dari hasil yang didapat tentang laju pertumbuhan spesifik ikan gabus
mengkonversinya menjadi energi. Energi ini digunakan oleh benih ikan gabus
dalam Sobirin (2017) menyatakan bahwa jumlah dan jenis makanan sangat
Tabel 13. Rata-rata Tingkat Kelulushidupan (SR) ikan Gabus (Channa sp.)
Laju Pertumbuhan Spesifik (%)
Ulangan
P0 P1 P2 P3 P4
1 60 50 54 60 76
2 68 68 72 66 72
3 68 74 66 60 78
4 60 70 68 72 74
Rata-rata 64 66 65 65 75
Keterangan : Ketersngsn : P0 : Tanpa pemberian biofertilizer formulasi (kontrol)
P1 : Pemberian biofertilizer formulasi 300 g/m2 P3 : Pemberian biofertilizer formulasi 600 g/m2
P2 : Pemberian biofertilizer formulasi 450 g/m2 P4 : Pemberian biofertilizer formulasi 750 g/m2
formulasi 300 g/m2 (66 %), P3 pemberian biofertilizer formulasi 600 g/m2, P2
nyata terhadap kelulushidupan ikan Gabus (Channa sp.) (P > 0.05). Namun dapat
adalah yang terbaik diantara yang lain yaitu perlakuan P4 dengan pemberian
setres akibat peroses penyamplingan, persaingan antar jenis, kualitas air dan
45
kanibalisme dari ikan gabus sendiri sehingga beberapa diantaranya mati. Suhu
mempengaruhi kelulushidupan ikan, jika perubahan suhu sering terjadi setiap hari
bisa menyebabkan ikan setres, nafsu makan ikan berkurang sehingga menghambat
pakan yang tidak mencukupi sebagai sumber energi. Salah satu upaya untuk
yang tepat baik dalam ukuran, jumlah dan kandungan gizi dari pakan yang
diberikan.
46
5.1. Kesimpulan
biofertilizer formulasi 750 g/m2 (P4) adalah perlakuan terbaik dikarenakan dapat
sp.). Hasil dari pemberian dosis tersebut yaitu kelimpahan fitoplankton 41.053
sel.L-1. Nilai indeks keanekaragaman (H’) adalah 3,42, nilai dominansi jenis ( C )
adalah 0,23. Sedangkan untuk kualitas air yang meliputi suhu berkisar antara 26-
30oC, pH berkisar antar 6-8, DO berkisar 5,36 mg/L, Nitrat air berkisar 2,94
mg/L, Orthoposfat air berkisar 3,28 mg/L. Pemberian biofertilizer formulasi ini
berdampak positif terhadap pertumbuhan ikan gabus (Channa sp.) yang dipelihara
selama 30 hari, yaitu dengan pertumbuhan berat mutlak 8,49 g, laju pertumbuhan
5.2. Saran
dengan dosis 750 g/m2 (P4). Kemudian, diperlukan penelitian lanjutan dengan
ikan lainnya yang cocok dengan perairan gambut. Sehingga gambut yang banyak
DAFTAR PUSTAKA
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan
Lingkungan Perairan. Yogyakarta: Kanisius. Halaman.168-169.pp.
Fadhli. 2011. Studi Kelimpahan Fitoplankton dalam Wadah Tanah Gambut Yang
diberi Pupuk Berbeda. Skripsi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Riau. 86 hlm.
Gam, L-H., C-Y. Leow dan S. Baie. 2006. Proteomic analysis of snakehead fish
(Channa striata) muscle tissue. Malaysian Journal of Biochemistry and
Molecular Biology, 14(1): 25–32.
Hasibuan, S., Syafriadiman dan Tardilus. 2012. Penggunaan Kapur CaCO3 pada
Tanah Dasar Kolam Ikan Berbeda Umur di Desa Koto Mesjid Kabupaten
Kampar. Jurnal Berkala Perikanan Terubuk Vol 40 No.2. 34-46 hlm.
Hatta, M. 2007. Hubungan Antara Produktifitas Primer Dengan Unsur Hara Pada
Kedalaman Secci Di Perairan Waduk PLTA Koto Panjang Riau. Sekolah
Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 92 hlm.
Kolar, L. Vanek, V., Kuzel, S., Stindl, P., Sindelarova, M.2005. The demand of
calcareous substances considering labileorganic substancesin soil, CO2
production and buffering systemofsoilandsoilwater. 25, No. 4.517-534 p.
Lisanti. 2000. Distribusi Plankton Disungai Jujuhan Desa Batu Kangkung Taman
Nasional Kerinci Seblat Kabupaten Sawahlunto Sijunjung Propinsi
Sumatera Barat. Skripsi Fakultas Perikanan Universitas Bung Hatta
Padang.
Minggawati, I. dan Saptono. 2012. Parameter Kualitas Air untuk Budidaya Ikan
Patin (Pangasius pangasius) di Karamba Sungai Kahayan, Kota
Palangkaraya. Jurnal Vol. 1. No 1.
Poulsen, A., D. Griffiths, S. Nam dan N.T. Tung. 2008. Capture-based aquaculture
of Pangasiid catfishes and snakeheads in the Mekong River Basin.
Capture-based aquaculture. Global overview. FAO Fisheries Technical
Paper. No. 508. Rome, FAO.
Puspitasari, Fajar D., Maya Shovitri, dan Nengah Dwianita Kuswytasari. 2012.
Isolasi dan Karakterisasi Bakteri Aerob Proteolitik dari Tangki Septik.
Jurnal Sains Dan Seni. Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS). vol 1.
No 1. ISSN 2301-928x. Surabaya.
Rizki, B., 2005. Pengaruh Metode Pengasapan Terhadap Mutu Abon Ikan Gabus
(Channa striata) Asap selama Penyimpanan. SkripsiFakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan. Pekanbaru : Universitas Riau 64 (4) hlm.
Rumanti, M., Siti Rudayanti, Mustafa. 2014. Hubungan Antara Kandungan Nitrat
Dan Fosfat Dengan Kelimpahan Fitoplankton Di Sungai Bremi
Kabupaten Pekalongan. Diponegoro. Journal Of Maquares. Vol. 3, No. 1,
168-176 hlm
Soeseno, S. 1988. Budidaya ikan dan udang dalam tambak. PT. Gramedia.
Djakarta; 179 hlm.
Sukmawardi. 2011. Studi Parameter Fisika Kimia Kualitas Air Pada Wadah Tanah
Gambut Yang Diberi Pupuk Berbeda. Skripsi Fakultas Perikanan Dan
Ilmu Kelautan Universitas Riau. Pekanbaru.
Susilo, E. 2010. Klasifikasi Pediastrum. Atp J Alex. Malang. December 20, 2016
at 10:00 pm
Wee, K.L. 1982. Snakeheads: their biology and culture, pp. 181–213. In: Muir R,
ed. Recent advances in aquaculture. Westview, Boulder, CO.
Wibowo, H. 2010. Laju Infiltrasi pada Lahan Gambut yang Dipengaruhi Air
Tanah. Jurnal Belian Vol. 9 No. Fakultas TeknikUniversitasTanjungpura
Pontianak.
51
Widyastuti. H. 2002. Study Mikro Alga Epilitik di Sumber Air Panas Desa
Rambah Tengah Kec. Rambah Kab. Rokan Hulu. Skripsi Fakultas
Perikanan Universitas Riau. 52 hlm.
Yanasari, N., J., Samiaji dan S. H. Siregar. 2017. Struktur Komunitas Fitoplankton
di Perairan Muara Sungaitohor Kabupaten Kepulauan Meranti Provinsi
Riau. Jurnal Fakultas Perikanan dan Kelautan. Universitas Riau. 11 hlm
52
LAMPIRAN
53
Lampiran 2. Lanjutan …
Keterangan :
P0 = P0U1 :Tanpa “biofertilizer”
P0U2 :Tanpa “biofertilizer formulasi”/m2
P0U3 :Tanpa “biofertilizer formulasi”/m2
P0U4 :Tanpa “biofertilizer formulasi”/m2
= 0,0908 kg
= 90 g (per satukolam)
Total kebutuhankapursecarakeseluruhan = 90 g x 20wadah
= 1800 g
= 1,8 kg (untuksemuakolam)
58
a. Pembuatan biofertilizer
Perhitungan biofertilizer formulasi
Diketahui :
Volume tong : 200 L : 0,20 m3
Molase : 1L : 0,001 m3
EM4 : 1L : 0,001 m3
Berapakah fly ash kelapa sawit dan feses manusia, jika perbandingannya 1:3 ?
V . tong−molase−EM4
f ly ash kelapa sawit =
4
0,20-0,001-0,001
=
4
3
= 0,0495 m
feses manusia = 3 x fly ash kelapa sawit
=3 x 0,0495
¿ 0 , 1485m3
Jadi, hasil perbandingan antara fly ash dan feses manusia ialah 1:3 dengan
Biofertilizer formulasi
59
Lampiran 4. Lanjutan…
merujuk hasil laporan Syafriadiman dan harahap (2016) bahwa dosis penggunaan
b. Persiapan wadah
6
Penebaran Bak Tanah Keringkan
benih ikan
Penelitian bersih
Gabus 2
5 4 3
Penyamplingan fitoplankton
61
Identifikasi fitoplankton
dicelupkan ke dalam air sampai batas skala baca, biarkan 2-5 menit sampai skala
1994).
2. Pengukuran pH
kertas indicator universal kedalam air kemudian lihat perubahan warna indicator
3. Pengukuran DO
elektroda di dalam media ke atas atau ke bawah kemudian baca sebagai mg/l
4. Pengukuran Nitrat
1) sampel air terlebih dahulu disaring hingga jernih dengan menggunakan kertas
Lewati larutan melalui kolo reduktor cd dengan kecepatan elasi 7 ml per menit. 3)
panjang gelombang 420 nm. 5) Selanjutnya dibuat larutan standar nitrat dengan
konsentrasi 0,1; 0,5; 1; 2; 3 ppm dengan cara melakukan pengenceran dari larutan
Lampiran 6. Lanjutan...
Dimana :
A = absorban sampel
5. Pengukuran Orthofosfat
Spektrofotometer yaitu dengan cara sebagai berikut; 1) air sampel disaring dengan
milipore sebanyak 12.5 ml, 2) air yang sudah disaring diambil kemudian
molibdate sebanyak 0.5 ml, diaduk dan ditambahkan SnCl2 sebanyak 2 tetes,
diaduk dan didiamkan selama 10 menit. Selanjutnya dibuat larutan blanko dari 25
orthofosfat dengan konsentrasi 0,01; 0.05; 0,1; 0,25; 0,5; 0,75; dan 1,00 ppm-p
selama 10 menit dan sebelum 12 menit, air sampel dan larutan standar diukur
NITRAT
Mean
N Mean Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound Minimum Maximum
.018 4 15 .999
ANOVA
nitrat
nitrat
Student-Newman-Keuls a
perlakuan N 1 2
P0 4 1.7550
P1 4 2.2700 2.2700
P2 4 2.4900 2.4900
P3 4 2.7100 2.7100
P4 4 2.9400
Sig. .057 .241
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur penulisucapkan kepadaAllah SWT, karena atas Rahmat dan
pada media tanah gambut yang dipelihara ikan Gabus (Channa sp.)”.
Penulis pada kesempatan ini ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung
kepada semua pihak yang telah membantu hingga selesainya hasil penelitian ini.
Penulis telah berusaha semaksimal mungkin, oleh karena itu kritik dan saran
penelitian ini dan dapat digunakan sebagaimana mestinya. Demikian laporan hasil
penelitian ini dibuat, atas segala perhatian penulis ucapan terima kasih.
Sri Yusnita
89
DAFTAR ISI
Isi Halaman
KATA PENGANTAR............................................................................... i
DAFTAR ISI.............................................................................................. ii
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................. iv
I.PENDAHULUAN
I.1.Latar Belakang............................................................................... 1
I.2.Rumusan Masalah.......................................................................... 2
I.3.Tujuan dan Manfaat Penelitian...................................................... 2
I.4.Hipotesis........................................................................................ 3
II.TINJAUAN PUSTAKA
II.1.Tanah Gambut.............................................................................. 4
II.2.Kapur CaCO3................................................................................ 5
II.3.Biofertilizer................................................................................... 6
II.4.Fitoplankton ................................................................................. 8
II.5.Kualitas Air Gambut..................................................................... 9
2.5.1. Parameter fisika................................................................. 10
2.5.2. Parameter kimia................................................................. 10
2.5.3. Parameter biologi............................................................... 12
2.6. Ikan Gabus.................................................................................... 12
2.6.1. Klasifikasi dan morfologi ikan Gabus (Channa sp.).......... 13
2.6.2. Habitat dan kebiasaan hidup ikan Gabus (Channa sp.)...... 14
2.6.3. Lingkungan......................................................................... 14
III.METODE PENELITIAN
III.1.......................................................................Waktu dan Tempat
..................................................................................................16
III.2.............................................................................Alat dan Bahan
..................................................................................................16
III.3..............................................Metode Dan Rancangan Penelitian
..................................................................................................17
III.4..........................................................................................Asumsi
..................................................................................................18
III.5.......................................................................Prosedur Penelitian
..................................................................................................18
III.5.1..........................................Persiapanwadah tanah gambut
.......................................................................................18
III.5.2........................................................................Pengapuran
.......................................................................................19
90
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
DAFTAR GAMBAR
2. Fly ash..................................................................................................... 20
3. Biofertilizer............................................................................................. 20
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
RINGKASAN