Anda di halaman 1dari 95

1

I. PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Gambut yang begitu luas di Provinsi Riau, sebagian telah dimanfaatkan

dalam sektor pertanian dan perkebunan, sementara di sektor perikanan masih

sangat terbatas. Hal ini disebabkan gambut memiliki karakteristik keasaman yang

tinggi, pH rendah (pH 3,4-5), warna airnya coklat tua kemerahan dan sedikit

mengandung hara. Oleh karena itu, strategi untuk mengoptimalkan potensi lahan

gambut dalam menanggulangi permasalahan pH rendah adalah dengan

pengapuran (Syafriadiman et al., 2005) dan juga menggunakan “Biofertilizer”

(Syafriadiman dan Harahap, 2017).

Pemanfaatannya dengan budidaya secara optimal ikan-ikan lokal yang

telah beradaptasi dengan lingkungan gambut (Gustiano et al., 2013). Salah satu

jenis ikan yang tergolong ekonomis penting adalah ikan gabus/haruan (Channa

sp.), dapat berupa ikan konsumsi dan berfungsi sebagai obat serta harganya cukup

mahal (harga ikan gabus berdasarkan hasil wawanacara dengan nelayan di Teratak

Buluh berkisar di antara Rp. 35.000-45.000 per kg). Sampai saat ini, ikan gabus

diperoleh dari hasil tangkapan dari alam, belum banyak dari produksi budidaya.

Oleh karena itu, perlu upaya untuk membudidayakan ikan ini di lahan gambut dan

berwawasan lingkungan.

Fitoplankton dalam kegiatan budidaya merupakan pakan alami dan salah

satu faktor penting yang tidak dapat diabaikan. Ketersediaan fitoplankton di

kolam sangat penting karena merupakan sumber nutrisi bagi pertumbuhan ikan di

kolam khususnya kolam tanah gambut (Putri et al., 2017). Jadi, kolam di lahan
2

gambut perlu dilakukan pengelolaan dengan pengapuran dan pemupukan (Boyd,

1979), salah satu pupuk yang dapat meningkatkan unsur hara tanah adalah dengan

menggunakan pupuk hayati (Biofertilizer) untuk pengelolaan kualitas air dan

tanah gambut, khususnya dalam meningkatkan kelimpahan fitoplankton sebagai

produksi primer perairan.

I.2. Rumusan Masalah

Lahan gambut yang cukup luas di Riau belum termanfaatkan secara

maksimal, khususnya untuk kegiatan budidaya ikan. Rendahnya pH dan

minimnya kandungan unsur-unsur hara serta sulitnya pengelolaan kualitas air

pada kolam tanah gambut menjadi masalah yang dihadapi pembudidaya ikan. Hal

tersebut dapat diatasi melalui pengelolaan tanah dan kualitas air dengan cara

pengapuran dan pemupukan (Biofertilizer). Oleh karena itu, perlu mengetahui :

 Adakah pengaruh pemberian Biofertilizer terhadap kelimpahan

fitoplankton ?

 Berapa dosis Biofertilizer terbaik yang mempengaruhi kelimpahan

fitoplankton ?

I.3. Tujuan dan Manfaat

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian

Biofertilizer terhadap kelimpahan fitoplankton dan mengetahui dosis Biofertilizer terbaik

yang mempengaruhi kelimpahan fitoplankton. Sedangkan manfaat dari penelitian ini

adalah diharapkan pembudidaya ikan dapat menggunakan dosis Bioferttilizer

formulasi terbaik dalam penelitian ini serta dapat memberikan informasi kepada

pemerintah terkait dalam rangka pengelolaan dan pemanfaatan lahan gambut,

khususnya dalam usaha budidaya perikanan.


3

I.4. Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah “ada pengaruh

pemberian Biofertilizer formulasi dengan dosis yang berbeda terhadap kelimpahan

fitoplankton pada media tanah gambut yang dipelihara ikan Gabus (Channa sp.)”.
4

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tanah gambut

Tanah merupakan suatu benda alam yang tersusun dari padatan (bahan

mineral dan bahan organik), cairan dan gas, yang menempati permukaan daratan,

menempati ruangan, dan dicirikan oleh salah satu atau keduanya (Hasibuan,

2013). Sedangkan gambut terbentuk dari seresah organik yang terdekomposisi

secara anaerobik dimana laju penambahan bahan organik lebih tinggi daripada

laju dekomposisinya. Gambut di Indonesia terbentuk dari serasah vegetasi hutan

yang berlangsung selama ribuan tahun, sehingga status keharaannya rendah dan

mempunyai kandungan kayu yang tinggi menurut Radjagukguk dalam Dinata

(2017). Unsur-unsur utama pembentuk gambut adalah karbon, hidrogen, nitrogen,

oksigen dan beberapa oksida dalam jumlah kecil seperti SiO2, Al2O, Fe2O5 dan

sulfur (Wibowo, 2010).

Secara umum sifat kimia tanah gambut didominasi oleh asam-asam organik

yang merupakan suatu hasil akumulasi sisa-sisa tanaman. Asam organik yang

dihasilkan selama proses dekomposisi tersebut merupakan bahan yang bersifat

toksik bagi tanaman, sehingga mengganggu proses metabolisme tanaman yang

akan berakibat langsung terhadap produktifitasnya. Sementara itu secara fisik

tanah gambut bersifat lebih berpori dibandingkan tanah mineral sehingga hal ini

akan mengakibatkan cepatnya pergerakan air pada gambut yang belum

terdekomposisi dengan sempurna sehingga jumlah air yang tersedia bagi tanaman

sangat terbatas (Mawardi, 2001 dalam Dinata (2017)).


5

Tanah gambut umumnya mempunyai tingkat keasaman yang relatif tinggi

dengan kisaran pH 3-5 dan mempunyai kandungan kation basa seperti Ca, Mg, K

dan Na sangat rendah terutama pada gambut tebal. Semakin tebal gambut, basa-

basa yang dikandungnya semakin rendah dan reaksi tanah menjadi semakin

masam (Wibowo, 2010)

2.2. Kapur CaCO3

Penggunaan kapur merupakan aksi yang penting dalam memperbaiki

kesuburan tanah kolam terutama yang bermasalah dengan kemasaman tanah

(Hasibuan et al., 2012). Menurut (Hardjowigeno, 2003 dalam Hasibuan et al.,

2013), kapur mengandung unsur Ca, tetapi pemberian kapur kedalam tanah pada

umumnya bukan karena tanah kekurangan unsur Ca melainkan tanah terlalau

asam. Dengan naiknya nilai pH tanah, maka unsur-unsur hara seperti pakan

mudah diserap dan tidakdiikat oleh Fe maupun Al. Tindakan pengapuran dengan

menggunakan CaCO3 lebih kepada mengatasi kemasaman tanah. Apabila pH

dalam keadaan terlalu asam maka proses penguraian bahan organik menjadi tidak

sempurna.

Pengapuran adalah pemberian kapur ke dalam tanah pada umumnya bukan

karena tanah kekurangan unsur Ca tetapi karena tanah terlalu masam. Oleh karena

itu pH tanah perlu dinaikkan agar unsur-unur hara seperti P mudah diserap

tanaman dan keracunan Al dapat dihindarkan (Hardjowigeno, 1992 dalam Putri at

al., 2017).

Dosis kapur yang akan ditebarkan harus tepat karena jika berlebihan kapur

akan menyebabkan kolam tidak subur, sedangkan bila kekurangan kapur dalam

kolam akan menyebabkan tanah dasar kolam menjadi asam. Peningkatan


6

kandungan alkalinitas total pada kolam pemeliharaan ikan dapat digunakan kapur

pertanian. Kolam pemeliharaan ikan sebelum digunakan dilakukan proses

pengapuran dengan menggunakan beberapa jenis batu kapur yang disesuaikan

dengan kualitas tanah dasar kolam pemeliharaan (Kordi, 2010). Pengapuran

dilakukan sesuai dengan prosedur yang dianjurkan oleh Boyd (1979).

2.3. Biofertillizer (Pupuk Hayati)

Biofertilizer adalah produk atau formulasi yang fungsi dan prinsip

penggunaannya menyediakan unsur hara N, P, K dan substansi lainnya (hormon

tumbuh) untuk meningkatkan pertumbuhan (Sutariati et al., 2014). Menurut

Puspitasari et al., (2012) bahwa mikroba yang dapat dimanfaatkan sebagai

Biofertilizer diantaranya adalah mikroba penambat hara, pengikat hara, dan

pemantap agregrat.

Menurut Syafriadiman et al., (2015) bahwa ada beberapa kebaikan dari

penggunaan Biofertilizer berupa pupuk organik terhadap kesuburan tanah adalah

(1) bahan organik dalam proses mineralisasi akan melepaskan hara tanaman

dengan lengkap (N, P, K, Ca, Mg, S, serta hara mikro) dalam jumlah tidak tentu

dan relatif kecil, (2) dapat memperbaiki struktur tanah, menyebabkan tanah

menjadi ringan untuk diolah dan mudah ditembus akar, (3) tanah lebih mudah

diolah untuk tanah-tanah berat, (4) meningkatkan daya menahan air (water

holding capacity). Sehingga kemampuan tanah untuk menyediakan air menjadi

lebih banyak. Kelengasan air tanah lebih terjaga, permeabilitas tanah menjadi

lebih baik. Menurunkan permeabilitas pada tanah bertekstur kasar (pasiran),

sebaliknya meningkatkan permeabilitas pada tanah bertekstur sangat lembut

(lempungan), (5) meningkatkan KPK (Kapasitas Pertukaran Kation) sehingga


7

kemampuan mengikat kation menjadi lebih tinggi, akibatnya apabila dipupuk

dengan dosis tinggi hara tanaman tidak mudah tercuci, (6) memperbaiki

kehidupan biologi tanah (baik hewan tingkat tinggi maupun tingkat rendah )

menjadi lebih baik karena ketersediaan makan lebih terjamin, (7) dapat

meningkatkan daya sangga (Buffering Capasity) terhadap goncangan perubahan

drastis sifat tanah, dan (8) mengandung mikrobia dalam jumlah cukup yang

berperanan dalam proses dekomposisi bahan organik. Sedangkan, kekurangannya

menurut Hakim (1986), adalah: (1) bahan organik yang mempunyai C/N masih

tinggi berarti masih mentah. Kompos yang belum matang (C/N tinggi) dianggap

merugikan, karena bila diberikan langsung ke dalam tanah maka bahan organik

diserang oleh mikrobia (bakteri maupun fungi) untuk memperoleh energi.

Sehingga populasi mikrobia yang tinggi memerlukan juga hara tanaman untuk

tumbuhan dan berkembang biak. Makin banyak bahan organik mentah diberikan

ke dalam tanah, makin tinggi populasi yang menyerangnya, makin banyak hara

yang mengalami Immobilisasi. Walaupun demikian, nantinya bila mikrobia mati

akan mengalami dekomposisi hara yang Immobilisasi tersebut berubah menjadi

tersedia lagi. Jadi Immobilasasi merupakan pengikatan hara tersedia menjadi tidak

tersedia dalam jangka waktu relatif tidak terlalu lama, dan (2) bahan organik yang

berasal dari sampah kota atau limbah industri sering mengandung mikrobia

patogen dan logam berat yang berpengaruh buruk bagi tanaman, hewan dan

manusia.

Pembuatan Bioferilier dapat dibuat dari berbagai kotoran hewan unggas

(seperti ayam, sapi) dan manusia serta sampah-sampah organik. Secara kimia

bahan organik dari feses manusia dapat meningkatkan kapasitas tukar kation serta
8

memiliki kemampuan menahan unsur hara dan secara biologi bahan organik

pada feses dapat meningkatkan aktivitas biologis jasad renik seperti fitoplankton

dan zooplankton. Mikroorganisme tanah saling berinteraksi dengan kebutuhannya

akan bahan organik karena bahan organik menyediakan karbon sebagai sumber

energi untuk tumbuh sehingga kesuburan tanah tetap terjaga (Pamungkas, 2014).

Menurut Richard dalam Soeparman (2002) tinja terdiri dari 88%-97% bahan

organik 44%-55% karbon, 5%-7% nitrogen, dan 3%-5,4% phospor.

2.4. Fitoplankton

Fitoplankton merupakan tumbuhan mikroskopik yang hidup melayang-

layang di dalam perairan. Keberadaan fitoplankton sangat diperlukan dalam

menjaga kelangsungan hidup ekosistem perairan dan memegang peranan penting

dalam rantai makanan di laut. Selain sebagai dasar dari rantai makanan (Primary

Producer) juga merupakan salah satu parameter tingkat kesuburan suatu

perairan. Terdapat hubungan positif antara kelimpahan fitoplankton dengan

produktivitas perairan. Jika kelimpahan fitoplankton di suatu perairan tinggi

maka perairan tersebut cenderung memiliki produktivitas yang tinggi

(Samiaji, 2013 dalam Yanasari et al., 2017).

Dalam pertumbuhannya fitoplankton mempunyai respon berbeda terhadap

perbandingan nutrien, khususnya nitrogen, fosfor dan silikat terlarut sangat

menentukan dominasi suatu jenis fitoplankton diperairan (Garno, 2008).

Fitoplankton merupakan alga mikroskopik, divisi Tallophyta yang mengandung

klorofil sehingga dapat melakukan fotosintesis dengan bantuan sinar matahari dan

fitoplankton juga dapat mengubah bahan-bahan anorganik menjadi bahan organik,


9

yang dijadikan sumber energi oleh organisme lain (Davis, 1995 dalam Siregar et

al., 2011).

Spesies yang di jumpai di perairan tawar oleh Ruttner (1973) dalam Hatta

(2007), yaitu kelas Cyanophyceae, Chlorophyceae, Bacillariophyceae,

Dinophyceae, Chrysophyceae, Eugleanophyceae dan Xanthophyceae. Menurut

Boyd (1979) dalam Fadhli et al., (2011), fitoplankton yang terdapat dalam kolam

ikan diantaranya adalah alga hijau (Chlorophyta), alga biru-hijau (Cyanophyta),

euglenofit (Euglenophyta), alga kuning-hijau (Chrysophyta), coklat keemasan,

diatom dan dinoflagella (Pyrophyta).

Fitoplankton memiliki peranan penting dalam siklus rantai makanan pada

ekosistem perairan. Peran penting tersebut yaitu sebagai proses fotosintesis yang

terjadi pada fitoplankton untuk menghasilkan oksigen, sehingga keberadaan

fitoplankton sangat berperan penting dalam ekosistem (Darusalam, dalam Pratiwi

2013). Selain itu fitoplankton merupakan salah satu komponen penting dalam

suatu ekosistem karena memiliki kemampuan untuk menyerap energi matahari

melalui proses fotosintesis untuk membentuk bahan organik dari bahan-bahan

anorganik yang sering dikenal sebagai produktifitas primer Widyorini, 2009

dalam Nita dan Eddy (2015). Selain berfungsi dalam keseimbangan ekosistem

perairan budidaya, juga berfungsi sebagai pakan alami di dalam usaha budidaya.

2.5. Kualitas Air

Kualitas air merupakan faktor penting yang harus diperhatikan karena

secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi pertumbuhan

organisme air. Kualitas air dinyatakan dengan beberapa parameter yaitu parameter

fisika, kimia dan biologi (Syafriadiman, 2016).


10

2.5.1. Parameter Fisika

Parameter fisika yaitu suhu, dan kekeruhan. Menurut Handayani (2009)

suhu air merupakan salah satu faktor fisika penting yang banyak

mempengaruhi kehidupan hewan dan tumbuhan air salah satunya adalah plankton.

Suhu optimum untuk pertumbuhan plankton berkisar antar 250C sampai 320C.

Huet, 1975 dalam Fadhli et al., (2011) mengemukakan bahwa perbedaan suhu

yang baik untuk kehidupan organism air tidak boleh lebih dari 10 0C.

Syafriadiman et al., (2005) menyatakan bahwa kekeruhan adalah

gambaran optik air dari suatu perairan yang ditentukan berdasarkan banyaknya

sinar yang dipancarkan dan diserap oleh partikel-partikel yang ada didalam air.

Kecerahan disebabkan oleh adanya bahan organik dan bahan organik yang

tersuspensi dan terlarut (misalnya lumpur dan pasir halus) maupun bahan

anorganik dan organik.

2.5.2. Parameter Kimia

Parameter kimia terdiri dari pH, DO, CO 2, Nitrat dan Orthofosfat. Menurut

Sukmeri (2002) derajat keasaman (pH) menunjukkan konsentrasi ion H+ dalam

larutan. pH air yang memenuhi syarat untuk kehidupan organisme berkisar antara

6,5-8. Perubahan pH badan air sangat menganggu kehidupan tumbuhan, hewan

dan organisme pengurai yang hidup di dalam badan air tersebut. pH optimum

untuk kehidupan plankton berkisar antara 5,5-8,5. Kadar oksigen terlarut (DO)

minimum yang dibutuhkan untuk mendukung kehidupan organisme akuatik

secara normal adalah 2 mg/L dengan catatan di dalam perairan tidak terdapat

persenyewaan beracun (Lisanti, 2000).

Nitrat adalah salah satu jenis senyawa kimia yang sering ditemukan di
11

alam, seperti dalam tanaman dan air. Senyawa ini terdapat dalam tiga bentuk,

yaitu ion nitrat (ion NO3). Nitrat (NO3) adalah bentuk utama nitrogen di perairan

alami dan merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan algae. Nitrat

nitrogen sangat mudah larut dalam air dan bersifat stabil. Senyawa ini dihasilkan

dari proses oksidasi sempurna senyawa nitrogen di perairan. Nitrifikasi yang

merupakan proses yang penting dalam siklus nitrogen dan berlangsung aerob

(Effendi, 2003). Senyawa nitrat merupakan zat hara yang dijadikan petunjuk

kesuburan perairan yang dibutuhkan organisme dalam pertumbuhan dan

perkembangan hidupnya. Fosfat dan nitrat dibutuhkan untuk mendukung

organisme perairan terutama fitoplankton. Kadar fosfat dan nitrat yang tinggi dan

melebihi kebutuhan normal organisme akan menyebabkan keadaan lewat subur

(eutrofikasi) yang akan merangsang terjadinya Blooming. Sehingga akan

menyebabkan kematian missal pada organisme perairan terutama ikan (Simon,

2013 dalam Firdaus 2015).

Orthofospat merupakan bentuk yang dapat dimanfaatkan secara langsung

oleh tumbuh akuatik. Sedangkan poliposfat harus mengalami hidroisis

membentuk orthofosfat terlebih dahulu sebelum dapat dimanfaatkan sebagai

sumber fosfor. Setelah masuk ke dalam tumbuhan, misalnya fitoplankton, fosfat

organik mengalami perubahan menjadi orgarofosfat (Effendi, 2003).

Ortofosfat merupakan nutrisi yang paling penting dalam menentukan

produktivitas perairan. Keberadaan fosfat di perairan dapat diserap oleh bakteri,

phytoplankton dan makrofita (Sembiring, 2008).


12

2.5.3. Parameter Biologi

Parameter biologi air terdiri dari plankton, bentos dan makrofita.

Syafriadiman et al,. (2005) mengemukakan bahwa kualitas yang termasuk dalam

faktor biologi adalah keberadaan fitoplankton, zooplankton, bentik organisme,

baik tumbuhan dan organismenya. Menurut Whitton 1975 dalam Fadhli et al.,

(2011) distribusi dan kelimpahan plankton tergantung pada beberapa faktor

seperti kualitas makanan, faktor fisika dan kimia.

2.6. Ikan Gabus (Channa sp.)

Ikan gabus (Channa sp.) atau yang lebih dikenali sebagai Striped

Snakehead, anggota genus Channa, merupakan ikan konsumsi yang populer di

Asia. Peningkatan kebutuhan terhadap ikan gabus tentunya akan mempengaruhi

ketersediaan stok di perairan umum. Salah satu cara untuk menjaga

ketersediaannya adalah dengan mengembangkan kegiatan budidaya. Budidaya

ikan gabus telah dilakukan di sungai dan waduk menggunakan karamba

(Adamson, 2010; Poulsen et al., 2008), juga di rawa lebak menggunakan karamba

dan sistem pagar (Muthmainnah, 2013).

Ikan gabus merupakan ikan air tawar liar dan predator benih yang rakus dan

sangat ditakuti pembudidaya ikan. Ikan ini merupakan ikan buas (Carnivore yang

bersifat predator). Ikan Gabus tidak hanya memangsa benih ikan tetapi juga ikan

dewasa dan serangga air lainnya termasuk kodok.Bahkan di Kalimantan pernah

dilaporkan gabus memangsa anak bebek, ini masuk akal karena di sungai dan di

rawa-rawa Kalimantan terdapat jenis gabus berukuran besar (gabus toman/aruan

dan sejenisnya) (Serajuddin, 2013)


13

2.6.1. Klasifikasi dan morfologi ikan Gabus

Menurut Bloch (1793) dalam Muthmainnah (2013), klasifikasi ikan gabus

sebagai berikut : Kerajaan : Animalia, Filum : Chordata, Kelas : Actinopterygii,

Ordo : Perciformes, Famili : Channidae, Spesies : Channa sp.

Gambar 1.Benih ikan Gabus(Channa sp.)


Sumber :Dokumentasi pribadi

Ikan gabus (Channa sp.) atau yang lebih dikenali sebagai Striped

Snakehead, anggota genus Channa, merupakan ikan konsumsi yang populer di

Asia (Wee, 1982). Ikan ini memiliki nilai ekonomi yang terus meningkat dan

memiliki pasaran yang tinggi karena rasanya enak dan ketersediaannya sepanjang

tahun. Selain dimanfaatkan dalam bentuk ikan segar karena memiliki daging yang

tebal dan rasa yang khas, juga telah diolah sebagai bahan pembuatan kerupuk dan

pempek, serta sebagai ikan asin dan ikan asapan. Daging ikan ini juga

dimanfaatkan sebagai bahan terapi pengobatan setelah pembedahan (Gam et al.,

2006).

Komposisi kimia dari ikan gabus menurut Sayuti dalamRizki (2005) adalah

kadar air sebanyak 75,01%, protein 17,06%, lemak 0,44% dan abu 1,43%. Sugito

dan Hayati (2006), menambahkan ikan gabus mempunyai kandungan protein yang

tinggi (17%), kandungan lemak yang rendah (1%) dan memiliki daging yang

putih.
14

2.6.2. Habitat Ikan Gabus

Ikan gabus umumnya terdapat pada perairan dangkal seperti sungai dan

rawa dengan kedalaman 40 cm dan cenderung memilih tempat yang gelap,

berlumpur, berarus tenang, ataupun wilayah bebatuan untuk bersembunyi. Selain

itu, spesies ini juga ditemui di danau serta saluran-saluran air hingga ke sawah-

sawah. Ikan gabus termasuk salah satu jenis ikan air tawar yang mempunyai

penyebaran yang luas, dan secara alami dapat hidup di danau, sungai, rawa air

tawar, dan sawah. Benih ikan gabus banyak ditemukan di daerah perairan yang

banyak rerumputan atau tanaman air dan belukar yang terendam air (Listyanto dan

Septyan, 2009).

2.6.3. Lingkungan

Kualitas suatu perairan memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap

survival dan pertumbuhan makhluk hidup di perairan itu sendiri. Lingkungan

yang baik bagi hewan diperlukan untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidupnya.

Menurut Zonneveld, et. al. (1991) dalam Minggawati (2012), pertumbuhan dan

kelangsungan hidup hewan atau tumbuhan di suatu perairan sangat dipengaruhi

oleh suhu, kecerahan, pH, DO dan CO2 dan kadar Ammonia (NH3).

Menurut Basmi (2000), Indikator kualitas air yang biasa digunakan untuk

menilai kelayakan untuk budidaya biasanya didasarkan pada faktor fisika dan

kimia air pada kolom air. Faktor fisika air yang diamati antara lain suhu,

kecerahan, dan partikel tersuspensi, sedangkan faktor kimia antara lain Biological

Oxygen Demand (BOD), Chemical Oxygen Demand (COD), Dissolved Oxygen

(DO), alkalinitas, bahan organik, amonia, fosfat, dan lain-lainnya. Indikator


15

kualitas air yang mulai banyak dikembangkan sekarang ini adalah indikator secara

biologi, yaitu pengamatan terhadap organisme yang hidup dalam suatu perairan.
16

III. METODE PENELITIAN

III.1. Waktu dan Tempat

Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Maret 2018 sampai dengan

bulan Mei 2018 bertempat di Desa Kualu Nenas, Tambang, Kampar, Riau.

Sedangkan untuk pengamatan fitoplankton dilakukan di Laboraturium Mutu

Lingkungan Budidaya, Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Riau.

III.2. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1 dan

Lampiran 1.

Tabel 1. Alat yang digunakan selama penelitian


No Alat Kegunaan
1. Kolam beton (1x1x1,4)m3 Wadah penelitian
2. Plankton Net d=30 µm Sampling fitoplankton
3. Universal indicator Pengukur pH air
4. Thermometer Pengukur suhu air
5 Timbangan (ketelitian 0,1 g) Menimbang ikan dan kapur
6. DO meter Pengukur DO
7. Mikroskop Pengamatan fitoplankton
8. Pipet tetes Mengambil sampel
9. Objek glass Tempat sampel saat pengamatan
10. Cover glass Tempat sampel saat pengamatan
11. Alat tulis Mencatat hasil penelitian
12. Botol sampel Penyimpan sampel
13. Kamera Dokumentasi
14. Cangkul Mengambil tanah
15. Ayakan tanah Mengayak tanah
16. Tangguk Mengambil ikan
17. Penggaris Mengukur panjang ikan
18. Tissue Membersihkan alat pengamatan
19. Ember dengan volume = 5 L Mengambil air yang akan disaring
20. Buku identifikasi Mengidentifikasi jenis fitoplankton
17

Sedangkan untuk bahan yang digunakan dalam penelitianini dapat dilihat

pada Tabel 2 dan Lampiran 1.

Tabel 2. Bahan yang digunakan selama penelitian


No Bahan Kegunaan
1. KMnO4 Mensucihamakan bak beton
2. Tanah dasar kolam Media dasar kolam beton
3. Kapur CaCO3 Menaikkan pH
4. Larutan lugol 10 % Pengawet sampel fitoplankton
5. Air gambut Media pemeliharaan
6. Benih ikan Gabus (Channa sp.) Ikan uji
7. Biofertilizer formulasi Pupuk hayati

III.3. Metode dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan percobaan

Rancangan Acak Lengkap (RAL) 1 faktor dengan 5 taraf perlakuan dan 4 kali

ulangan (Sudjana, 1991) dengan 20 unit percobaan. Perlakuan dalam penelitian ini

terdiri dari faktor tetap dan faktor berubah. Faktor tetap yang digunakan adalah

dosis Biofertilizer formulasi menggunakan dosis yang merujuk hasil laporan

Syafriadiman dan Harahap (2017) bahwa dosis penggunaan Biofertilizer terbaik

yaitu 750 g m-2. Faktornya adalah dosis Biofertilizer formulasi (P0, P1, P2, P3, dan

P4), sebagai berikut:

P0 : Tanpa pemberian Biofertilizer formulasi (kontrol)

P1 : Pemberian Biofertilizer formulasi 300 g/m2

P2 : Pemberian Biofertilizer formulasi 450 g/m2

P3 : Pemberian Biofertilizer formulasi 600 g/m2

P4 : Pemberian Biofertilizer formulasi 750 g/m2

Model rancangan percobaan dalam penelitian ini adalah mengikut dan atau

dimodifikasi oleh Sudjana (1991) yaitu :


18

Yi j = µ + pi + ɛi j
Dimana :
Yij = Kelimpahan Fitoplankton pada perlakuan ke-i (Biofertilizer 1,
Biofertilizer 2 dan Biofertilizer 3) ulangan ke-j
µ = Rata-rata umum
pi = Pengaruh perlakuanpemberian Biofertilizerke-i
ɛi j = Pengaruh galat dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
i = Perlakuan ke 0,1,2, 3 dan 4
j = ulangan ke 1, 2, 3 dan 4

III.4. Asumsi

Asumsi yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

1. Pengaruh kualitas air yang tidak diukur dianggap sama.

2. Kemampuan pembantu peneliti pada saat pengamatan dianggap sama.

3. Genetik ikan Gabus dianggap sama.

III.5. Prosedur Penelitian

Prosedur yang dilakukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1)

Persiapan dan tanah dasar kolam, 2) Pengapuran, 3) Persiapan Biofertilizer

formulasi, 4) Persiapan dan aklimatisasi benih ikan Gabus (Channa sp.), 5)

Pengukuran kualitas air, 6) Penyamplingan dan identifikasi fitoplankton, dan 7)

Pertumbuhan ikan Gabus (Channa sp.).

3.5.1. Persiapan dan Tanah Dasar Kolam

Wadah yang digunakan pada penelitian ini adalah kolam yang terbuat dari

beton dengan ukuran 1mx1mx1,4m. Setiap wadah penelitian yang digunakan

dicuci dengan menggunakan air bersih dan 10% kalium permanganat (KMnO 4)

dengan tujuan untuk membasmi hama dan penyakit yang ada pada kolam beton.

Selanjutnya dilakukan pengacakan perlakuan sebanyak 20 unit dengan cara

undian menggunakan kertas undi berlabel perlakuan (Lampiran 2). Tanah dasar

yang digunakan adalah tanah gambut yang berasal dari tanah dasar kolam yang
19

ada di kolam lokasi penelitian (Desa Kualu Nenas). Sebelum tanah gambut

dimasukkan kedalam masing-masing wadah penelitian terlebih dahulu tanah

gambut dihaluskan dengan menggunakan ayakan tanah/pasir dengan lebar mata

ayakan 1cm serta dipisahkan dari serasah, kayu dan akar-akar pohon. Kemudian

tanah dimasukkan ke dalam wadah dengan ketinggian 30 cm dari dasar wadah.

3.5.2. Pengapuran

Pengapuran bertujuan untuk meningkatkan pH tanah sehingga pupuk yang

diberikan dapat bekerja secara optimal. Jenis kapur yang digunakan adalah kapur

CaCO3 sebanyak 90 g/m2 (lampiran 3). Pengapuran dilakukan sesuai dengan

prosedur yang dianjurkan oleh Boyd (1979). Tahapan pemberian kapur adalah: 1)

tanah diambil sebanyak 20 g, 2) kemudian dimasukkan kedalam gelas piala 1000

ml, dan ditambahkan 20 ml aquades, diaduk hingga homogen, dan setelah

homogen ukur pHnya, 3) kedalam tanah yang homogen didalam gelas

ditambahkan 20 ml larutan buffer nitropenol kemudian diaduk selama 20 menit

dan diukur pHnya kembali, dan 4) setelah itu sesuaikan dengan tabel kebutuhan

kapur (Lampiran 3).

Pengapuran dilakukan dengan penebaran kapur secara merata dan

dibiarkan selama 48 jam. Proses pengapuran ini dilakukan pada tanah dan air

dengan pH <6, yang bertujuan untuk meningkatkan pH mencapai pH netral (6-7).

Kemudian, dilakukan pengisian air dalam masing-masing wadah dengan

ketinggian 80 cm dari dasar wadah.

3.5.3. Persiapan Biofertilizer Formulasi

Biofertilizer formulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah hasil

fermentasi antara feses manusia dan fly ash dengan perbandingan 3:1 dengan
20

volume tong 0,20 m3, berarti feses manusia yang digunakan sebanyak 0,1485 m3

dan fly ash yang digunakan sebanyak 0,0495 m3, kemudian ditambahkan EM4 1 L

dan molase sebanyak 1 L (Lampiran 4). Feses manusia diperoleh dari mobil tinja

yang disediakan di Perumahan Rajawali Sakti, Kelurahan Tobek Godang,

Tampan, Pekanbaru. Sedangkan fly ash kelapa sawit diperoleh dari PKS PT.Flora

Kabupaten Kampar. Kemudian kombinasi antara feses manusia dan fly ash

(biofertilizer formulasi) ditebar secara merata pada setiap perlakuan dalam wadah

penelitian sesuai dengan dosis yang telah ditentukan.

Gambar 2.Fly ash Gambar 3. Biofertilizer formulasi

Sumber : Dokumentasi pribadi

3.5.4. Persiapan dan Aklimatisasi Benih Ikan Gabus (Channa sp.)

Benih ikan gabus diperoleh dari hasil pembenihan secara alami di Desa

Sawah Kecamatan Kampar Utara Kabupaten Kampar. Sebanyak 1500 ekor benih

diaklimatisasi di lokasi penelitian.

3.5.5. Pemeliharaan Ikan Gabus (Channa sp.)

Setelah wadah tanah gambut siap untuk digunakan, maka ikan ditebar

dalam kolam beton pada waktu sore hari, karena pada sore hari suhu air rendah

sehingga hal ini dapat menghindari ikan stres. Ukuran benih berkisar 3,5-4,0 cm

atau 8-10 g/ekor.Padat tebar benih ikan Gabus (Channa sp.) dalam setiap kolam

penelitian adalah 50 ekor/m2. Selanjutnya ikan diberi pakan komersil jenis F 999
21

dengan kadar protein 38%. Frekuensi pemberian pakan dua kali sehari (pagi dan

sore) dan pemberian pakan dilakukan secara at satiation. Pemeliharaan ikan

dilakukan selama 1 bulan.

3.5.6. Pengukuran Kualitas Air

Parameter kualitas air diukur selama penelitian yaitu suhu, pH, oksigen

terlarut (DO), nitrat dan orthophospat. Pengukuran suhu, p dan oksigen terlarut

(DO), dilakukan sekali dalam dua hari selama penelitian (1 bulan). Sedangkan

nitrat dan orthophospat dilakukan di hari ke 0, hari ke 7, hari ke 14, hari ke 21 dan

hari ke 28 (Lampiran 6).

3.5.7. Penyamplingan dan Identifikasi Fitoplankton

3.5.7.1. Penyamplingan Fitoplankton

Pengambilan sampel fitoplankton dilakukan setiap 2 hari sekali selama 30

hari. Hal ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui pada hari keberapa puncak

kelimpahan dan penurunan fitoplankton terjadi. Pengambilan sampel dilakukan

dengan cara air sampel diambil sebanyak 10 liter dari masing-masing wadah lalu

disaring dengan menggunakan plankton net 30 µm, sampel yang dibutuhkan

setelah disaring adalah 150 ml. Selanjutnya, air sampel yang tersaring dimasukkan

ke dalam botol sampel dan diberi lugol 10% sebagai pengawet sebanyak 3

tetes/150 mL air sampel. Tujuan pengawetan fitoplankton adalah untuk

mempertahankan sampel yang diperoleh agar tetap utuh. Setiap botol sampel

diberi label atau keterangan tentang tanggal pengambilan sampel sesuai perlakuan

yang telah ditetapkan.

3.5.7.2. Pengamatan Jenis dan Kelimpahan Fitoplankton


22

Pengamatan fitoplankton dilakukan dengan menggunakan metode Lacklay

Microtransect Counting, yaitu dengan cara mengambil air sampel menggunakan

pipet tetes. Selanjutnya diteteskan pada gelas objek lalu ditutup dengan gelas

penutup (cover glass). Sampel diamati dengan menggunakan mikroskop binokuler

dengan perbesaran 10x10 kali. Kepadatan fitoplankton diketahui dengan cara

menghitung fitoplankton pada setiap lapang pandang dan diidentifikasi jenis yang

ditemukan sampai tingkat spesies dengan menggunakan buku acuan Yunfang

(1995).

a. Kelimpahan Fitoplankton

Untuk menghitung kelimpahan fitoplankton menggunakan metode APHA

(1995) yaitu:

X 1
N= x xZ
Y V

Keterangan: N : Kelimpahan fitoplankton (sel.L-1)


X : Volume air yang tersaring (250 ml)
Y : Volume air dibawah cover glass (0,08 ml)
V : Volume air yangdisaring (10 L)
Z : Jumlah individu yang ditemukan (sel)

b. Indeks Keanekaragaman

Indeks keanekaragaman jenis (H’) dihitung menggunkan rumus menurut

Shanon dan Wiener dalam Pamukas (2014) yaitu sebagai berikut:


s
H ' =−∑ Pi log 2 Pi
i=1

Keterangan :
H’ : Indeks keragaman jenis
s : Banyaknya jenis
pi : ni/N
ni : Jumlah individu /jenis
N : Total individu semua jenis
Log2pi : 3,321928 log pi
23

Shanon dan Wiener dalam Pamukas (2014) menyatakan bahwa apabila:

 H’ < 1 maka sebaran individu tidak merata (keanekaragamannya rendah)

berarti lingkungan perairan tersebut telah mengalami gangguan (tekanan) yang

cukup besar atau struktur komunitas organisme di perairan tersebut jelek.

 1 < H’ < 3 maka sebaran individu sedang (keanekaragaman sedang) berarti

perairan tersebut mengalami tekanan (gangguan) yang sedang atau struktur

komunitas organisme yang ada sedang.

 H’ > 3 berarti sebaran individu tinggi atau keanekaragamannya tinggi, berarti

lingkungan tersebut belum mengalami gangguan (tekanan), struktur organisme

yang ada dalam keadaan baik.

c. Indeks Dominansi Jenis

Indeks dominansi jenis (C) digunakan untuk melihat ada atau tidaknya jenis

yang dominan di dalam wadah penelitian, dihitung menggunkan rumus menurut

Simpson dalam Pamukas (2014) yaitu sebagai berikut:


s 2
C=∑ ( ¿ )
i=1 N

Keterangan: C : Indeks dominansi jenis


ni : Jumlah individu jenis ke-i
N : Total individu semua jenis
S : Banyak jenis

Menurut Krebs dalam Widyastuti (2002) nilai C (indeks dominansi) jenis

berkisar antara 0-1, apabila nilai C mendekati 0 berarti tidak ada jenis yang

mendominasi dan apabila nilai C mendekati 1 berarti ada jenis yang dominan

muncul di perairan tersebut, hal ini berarti perairan mengalami gangguan.


24

3.5.8. Pertumbuhan Ikan Gabus (Channa sp.)

Untuk mengetahui pertumbuhan bobot dan panjang benih ikan gabus

dilakukan dengan cara menimbang bobot ikan gabus dengan timbangan.

Penyamplingan ikan dilakukan hanya dua kali selama penelitian yaitu pada awal

penelitian dan akhir penelitian, masa pemeliharaan yaitu selama 1 bulan. Jumlah

ikan yang disampling yaitu 10 ekor setiap wadah penelitian. Perhitungan bobot

dilakukan pada awal dan akhir masa pemeliharaan. Pertumbuhan yang diukur

adalah pertumbuhan berat dan pertumbuhan panjang rumus pertumbuhan berat

dan panjang (Effendie, 2002) adalah sebagai berikut:

a. Pertumbuhan berat :

W = Wt – Wo

Keterangan :
W = Pertumbuhan berat mutlak ikan yang dipelihara (g)
Wt = Berat ikan pada akhir pemeliharaan (g)
W0 = Berat ikan pada awal pemeliharaan (g)

b. Laju Pertumbuhan Spesifik :

inWt−inW 0
Lps (%/hari) = x 100%
t

Keterangan :
Lps = Laju pertumbuhan spesifik (%/hari)
Wt = Rata-rata bobot ikan uji akhir penelitian (g)
W0 = Rata-rata bobot ikan uji awal penelitian (g)
t = Lama pemeliharaan (hari)

c. Kelangsungan Hidup (SR)

Metode yang digunakan untuk menduga kelangsungan hidup ikan yang

dipelihara adalah dengan membandingkan jumlah ikan yang hidup pada akhir

pemeliharaan dengan jumlah ikan pada awal penebaran. Pada penelitian ini
25

dihitungkelangsungan hidup ikan gabus denganrumus (Effendie, 2002) sebagai

berikut :

SR = Nt/N0 x 100 %

Keterangan :
SR = Kelulushiupan (%)
Nt = Jumlah ikan pada akhir pemeliharaan (ekor)
N0 = Jumlah ikan pada awal peeliharaan (ekor)
3.6. Analisis Data

Data parameter kualitas air, kelimpahan fitoplankton dan pertumbuhan ikan

yang diperoleh ditabulasikan dalam bentuk tabel dan disajikan dalam bentuk

gambar. Selanjutnya untuk mengetahui apakah biofertilizer formulasi memberikan

pengaruh terhadap kelimpahan fitoplanktondilakukan uji ANAVA (Sudjana,

1991). Proses analisis menggunakan software SPSS versi 16.0. Dasar

pengambilan keputusan dalam penelitian ini adalah mengikuti langkah-langkah

yang disarankan oleh (Syafriadiman, 2005) yaitu apabila P<0,05 maka hipotesa

diterima. Untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan setiap parameter yang

dianalisa maka dilakukan uji rentang Newman-Keuls. Hasil pengukuran parameter

kualitas air dianalisa secara deskriptif.


26

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Fitoplankton

4.1.1. Jenis dan kelimpahan fitoplankton

Fitoplankton merupakan tumbuhan mikroskopik yang dapat melakukan

fotosintesis. Fitoplankton berperan sebagai sumber utama penghasil oksigen dan

juga dapat sebagai produsen primer untuk makanan zooplankton dan juga dapat

dimakan langsung oleh ikan dan Mollusca serta Bivalva lainnya.

Hasil analisis dan identifikasi terhadap sampel fitoplankton selama

penelitian, diperoleh 41 spesies (jenis) yang digolongkan ke dalam 6 kelas, yaitu

Chlorophyta, Cyanophyta, Xanthophyta, Protozoa, Chrophyta, dan Euglenophyta

(Tabel 3). Hasil penelitian ini sesuai dengan komposisi spesies yang dijumpai di

perairan gambut oleh Dinata (2017), yaitu kelas Chlorophyta, Cyanophyta,

Bacilliariophyta, Xanthophyta, Protozoa, Chrophyta, Euglenophyta, dan

Macrophyta. Secara rinci jenis dan kelimpahan fitoplankton dalama Tabel 3

(Lampiran 8)

Tabel 3 menunjukkan jumlah jenis pada setiap perlakuan sama yaitu 41

jenis, terdapat pada kelas yang berbeda yaitu kelas Chlophyta merupakan kelas

yang paling banyak dijumpai yaitu terdapat 18 jenis fitoplankton, kelas

Euglenophyta terdapat 8 jenis fitoplankton, kelas Protozoa terdapat 5 jenis

fitoplankton, kelas Cyanophyta terdapat 5 jenis fitoplankton, kelas Chrysophyta

terdapat4 jenis fitoplankton, dan terakhir dan terendah dibandingkan dari kelas

yang lain yaitu kelas Xanthophyta terdapat 1 jenis fitoplankton.


27

Tabel 3. Jenis dan rata-rata kelimpahan fitoplankton (sel.L -1) menurut


perlakuan
Kelimpahan Fitoplankton (Sel.L-1)
KELAS Perlakuan
P0 P1 P2 P3 P4
CHLOROPHYTA
Pleodarina sp 520 493 613 467 493
Cocomonas sp 1.653 1.733 2.307 3.440 2.533
Chlamydomonas sp 7.933 9.280 10.693 16.467 13.040
Certaria sp 3.173 4.293 4.413 4.547 4.760
Schrocderia setigera 307 387 413 680 800
Netrium sp 267 227 360 720 787
Closterium lanecolatum 293 280 307 320 587
Schrocderia robusta 160 173 173 293 360
Botryococus sp 120 147 93 213 333
Chroococcus minor 67 120 67 120 347
Pediastrum sp 253 387 293 227 1.053
Pediastrum dupler 80 107 93 40 373
Dictyospharium sp 13 13 13 27 200
Coelastrum sp 13 27 53 40 373
Asterococus superbus 13 27 67 27 187
Coelastra sp 27 13 80 80 173
Crucigenia sp 27 40 13 13 547
Planktosplaria sp 13 13 27 27 187
Jumlah 14.932 17.760 20.078 27.748 27.133
EUGLENOPHYTA
Euglena sp 293 387 360 267 827
Euglena viridis 347 333 400 227 373
Strombomonas sp 520 667 853 427 800
Phacus lismorensis 347 280 280 467 507
Phacus longicauda 907 880 947 1307 1293
Pernaoma trichophorum 173 160 187 267 613
Euglena caudate 173 133 200 933 773
Euglena rubra 160 227 160 93 680
Jumlah 2.920 3.067 3.387 3.988 5.866
PROTOZOA
Paramecium sp 627 533 813 840 747
Chromulina ovalis 547 587 560 413 813
Vorticella sinilis 267 480 520 560 1280
Arcella vulgaris 173 240 173 427 427
Epistylis sp 80 80 13 13 267
Jumlah 1.694 1.920 2.079 2.253 3.534
CYANOPHYTA
Dactylococcopsis 120 147 120 120 627
Microcystis inserta 67 93 80 67 560
Aphanothece sp 27 27 27 93 333
Aphanocapsa sp 40 80 40 40 813
Gomphosphaera sp 80 13 27 80 40
Jumlah 334 360 294 400 2.373
CRYPTOPHYTA
Rhodomonas sp 653 253 840 427 467
Ochromonas sp 867 693 840 733 680
Dinobryon bavarium 120 133 80 147 373
Dinobryon sp 13 40 53 13 147
Jumlah 1.653 1.119 1.813 1.320 1.667
XANTHOPHYTA
Botrydiopsis arhiza 373 253 267 307 480
Jumlah 373 253 267 307 480
Jumlah Total Kelimpahan 21.906 24.479 27.918 36.016 41.053
Total Jenis 41 41 41 41 41
Ketersngsn : P0 : Tanpa pemberian biofertilizer formulasi (kontrol)
P1 : Pemberian biofertilizer formulasi 300 g/m2
P2 : Pemberian biofertilizer formulasi 450 g/m2
P3 : Pemberian biofertilizer formulasi 600 g/m2
P4 : Pemberian biofertilizer formulasi 750 g/m2
28

Fitoplankton yang diperoleh dipengaruhi oleh kualitas air yang baik,

seperti pH, nitrat dan posfat. Dimana nitrat dan posfat merupakan unsur utama

sebagai sumber nutrien bagi fitoplankton. Selain dipengarui oleh kualitas air,

banyaknya jenis fitoplankton juga dipengaruhi oleh proses penambahan

biofertilizer (pupuk hayati). Biofertilizer adalah produk atau formulasi yang fungsi

dan prinsip penggunaannya menyediakan unsur hara N, P, K dan substansi

lainnya (hormon tumbuh) untuk meningkatkan pertumbuhan (Sutariati et al.,

2014).

Kelimpahan tertinggi untuk setiap perlakuan terdapat pada kelas

Chlorophyta, yaitu berturut-turut P3 dengan kelimpahan 27.748 sel.L-1, P4 dengan

kelimpahan 27.133 sel.L-1, P2 dengan kelimpahan 20.078 sel.L-1, P1 dengan

kelimpahan 17.760 sel.L-1 dan P0 dengan kelimpahan 14.932 sel.L-1, sedangkan

untuk total kelimpahan tertinggi adalah pada P4 yaitu 41.053 sel.L-1.

Spesies dengan kelimpahan tertinggi pada setiap perlakuan terdapat pada kelas

Chlorophyta yaitu Chlamydomonas sp. Hal ini menunjukkan bahwa

Chlamydomonas sp. mampu beradaptasi dengan baik terhadap keadaan fisik dan

kimia pada media hidupnya. Susilo (2010) menjelaskan bahwa salah satu spesies

yang sering muncul ditinjau dari frekuensi kemunculannya, hal ini menunjukan

bahwa spesies tersebut mempunyai kemampuan adaptasi yang lebih baik terhadap

keadaan fisik, kimia dan biologi peraian tersebut.

Kelimpahan fitoplankton (sel.L-1) pada masing-masing perlakuan selama

penelitian dapat dilihat pada Tabel 4 dan Lampiran 9.


29

Tabel 4. Kelimpahan fitoplankton (sel.L-1) pada masing-masing perlakuan


selama penelitian.
Hari ke- P0 P1 P2 P3 P4 Rata-rata
2 9.600 12.800 15.800 11.400 19.600 13.840
4 13.800 9.400 21.400 21.400 15.400 16.280
6 11.400 9.000 22.000 29.800 12.000 16..840
8 25.000 12.600 25.200 39.600 20.200 24.520
10 16.000 23.800 23.800 39.000 24.400 25.400
12 9.200 30.600 30.600 32.800 36.200 27.880
14 44.800 44.800 44.800 23.800 37.000 39.040
16 12.400 34.400 34.400 32.200 46.000 31.880
18 21.600 24.400 24.400 36.400 46.400 30.640
20 34.000 38.800 38.800 47.800 52.400 42.360
22 9.400 9.400 9.400 43.000 67.600 27.760
24 24.800 24.800 31.000 66.600 76.200 44.680
26 30.200 30.200 30.200 45.800 62.000 39.680
28 30.800 32.000 31.400 40.200 49.400 36.760
30 35.600 35.600 35.600 30.400 51.000 37.640
Rata-rata 21.907 a
24.840 ab
27.920 ab
36.013 bc
41.053 c
30.346,67

Berdasarkan Tabel 4, rata-rata kelimpahan fitoplankton pada masing-

masing perlakuan, yaitu P0 21.907 sel.L-1 , P1 24.840 sel.L-1 , P2 27.920 sel.L-1,

P3 36.013 sel.L-1 dan P4 41.053 sel.L-1. Secara keseluruhan rata-rata kelimpahan

fitoplankton terbaik pada P4, yaitu 41.053 sel.L-1. Hal ini diduga ada

hubungannya dengan perbedaan ketersediaan unsur hara dalam bentuk nitrat yang

terdapat dalam air akibat pemberian Biofertilizer dengan dosis yang berbeda pada

setiap perlakuan, serta adanya proses nitrifikasi yaitu oksidasi ammonia menjadi

nitrit dan nitrat yang mudah sekali larut sehingga dapat dimanfaatkan oleh

fitoplankton untuk tumbuh. Fenomena ini menyebabkan komunitas fitoplankton

dalam suatu badan air mempunyai struktur dan dominansi jenis yang berbeda

dengan air lainnya (Reynolds dalam Irawan, 2009).

Hasil ANAVA diketahui bahwa pemberian dosis Biofertilizer yang

berbeda memberi pengaruh nyata terhadap kelimpahan fitoplankton (P<0,05),


30

dengan kata lain hipotesa diterima. Secara statistik, dari hasil uji lanjut diketahui

bahwa perlakuan P4 berbeda nyata dengan P0, P1, P2 dan P3 (Lampiran 9).

Puncak kelimpahan fitoplankton selama penelitian dapat dilihat pada


Gambar 4.
90000
80000
70000
Kelimpahan fitoplankton

60000
50000 P0
(sel.L-1)

40000 P1
P2
30000
P3
20000 P4
10000
0
2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30

Waktu sampling (Hari ke-)

Gambar 4. Grafik rata-rata kelimpahan fitoplankton (sel.L-1) menurut


perlakuan

Gambar 4 menunjukkan bahwa puncak kelimpahan tertinggi terjadi pada

perlakuan P4 yaitu pada hari ke-24 dengan kelimpahan mencapai 44.680 sel.L-1,

peningkatan terjadi secara kontinu, sedangkan perlakuan yang lainnya banyak

terjadi penurunan dan peningkatan kelimpahan secara signifikan. Hal ini

dipengaruhi oleh kandungan nutrien yang semakin berkurang karena sebagian

besar dimanfaatkan untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan fitoplankton

tersebut. Hal ini diperkuat oleh Mintardjo (1985) dalam Sukmawardi (2011)

bahwa penurunan kandungan nitrat disebabkan oleh penggunaan nitrogen dalam

bentuk nitrat oleh fitoplankton untuk kebutuhan nutrisi. Selain ketersediaan

unsure hara, faktor lain yang mempengaruhi kelimpahan fitoplankton adalah

aktifitas pemangsa fitoplankton oleh zooplankton. Hal ini dilihat pada saat
31

pengamatan selalu ditemukan zooplankton yang memanfaatkan fitoplankton

sebagai makanannya. Hubungan antara waktu penyamplingan dengan kelimpahan

fitoplankton dalam wadah media tanah gambut adalah berhubungan sangat erat.

Hubungan antara waktu penyamplingan dengan kelimpahan fitoplankton,

nilai Nitrat dan Orthoposfat dapat dilihat pada gambar 5.

P4
25000 10
9
Kelimpahan fitoplankton (sel/L)

20000 8
7
15000 6 Kelimpahan
Nitrat
5
Orhoposfat
10000 4
3
5000 2
1
0 0
0 7 14 21 28
Hari ke-

Gambar 5. Grafik hubungan antara kelimpahan fitoplankton dengan Nitrat


dan Orthoposfat berdasarkan waktu pada perlakukauan p4
dengan dosis Biofertilizer 750 g/m2.

Grafik diatas menunjukkan kelimpahan fitoplankton dalam setiap minggu

mengalami kenaikan namun, untuk nilai Nitrat Orthoposfat mengalami kenaikan

pada hari ke-14, namun mengalami penurunan pada hari ke-21 dan hari ke-28.

Penurunan kandungan Nitrat air pada penelitian ini terjadi karena penggunaan

nitrogen dalam bentuk Nitrat oleh fitoplankton sebagai unsure hara untuk

kehidupannya. Sehingga pemanfaatan Nitrat lebih banyak daripada penambahan

Nitrat dan semakin lama kandungan Nitrat akan berkurang. Nitrat dalam air

mempunyai pengaruh terhadap proses pertumbuhan dan perkembangan hidup


32

organism perairan. Hal ini sesuai dengan pendapat Mintardjo et al., (1985) dalam

Sukmawardi (2011) bahwa penurunan kandungan Nitrat disebabkan oleh plankton

untuk kebutuhan nutrisi.

4.1.2. Indeks Keanekaragaman dan Indeks Dominansi Jenis Fitoplankton

Indeks keragaman menunjukkan hubungan antara jumlah spesies dengan

jumlah individu yang menyusun suatu komunitas, nilai keanekaragaman yang

tinggi menunjukkan lingkungan yang stabil sedangkan nilai keanekaragaman yang

rendah menunjukkan lingkungan yang tidak stabil. Indeks dominansi digunakan

untuk melihat ada tidaknya suatu jenis tertentu yang mendominasi dalam suatu

jenis populasi Widyastuti (2002) dalam Dinata (2017). Berdasarkan hasil

perhitungan indeks keragaman dan indeks dominansi pada setiap perlakuan

selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Indeks keragaman (H’) dan indeks dominansi (C) jenis fitoplankton
P0 P1 P2 P3 P4
Hari ke-
H' C H' C H' C H' C H' C
2,01 0,31 2,29 0,58 1,90 0,32 1,00 0,67 2,07 0,32
2
2,93 0,20 2,34 0,32 2,70 0,24 1,08 0,65 2,49 0,24
4
2,52 0,22 2,04 0,14 2,37 0,28 1,38 0,55 2,71 0,15
6
2,80 0,27 3,51 0,11 2,80 0,27 2,04 0,39 3,16 0,17
8
2,73 0,20 2,44 0,25 2,44 0,25 2,04 0,44 3,34 0,16
10
2,58 0,26 2,18 0,34 2,18 0,34 2,15 0,39 3,64 0,13
12
2,93 0,22 2,93 0,22 2,93 0,22 2,11 0,38 3,53 0,13
14
3,09 0,15 2,48 0,28 2,48 0,28 2,35 0,36 3,33 0,16
16
3,10 0,19 3,03 0,20 3,03 0,20 2,58 0,32 3,32 0,20
18
3,11 0,19 2,99 0,02 2,99 0,20 3,07 0,20 3,43 0,72
20
3,17 0,13 3,17 0,13 3,17 0,13 3,15 0,20 4,19 0,30
22
3,69 0,12 3,69 0,12 3,69 0,12 3,12 0,20 4,24 0,30
24
3,85 0,13 3,85 0,13 3,85 0,13 2,99 0,19 4,50 0,16
26
3,85 0,11 3,85 0,11 3,85 0,11 2,93 0,25 3,68 0,17
28
3,35 0,26 3,35 0,26 3,35 0,26 2,74 0,26 3,66 0,17
30
Rata-rata 3,05 0,20 2,94 0,21 2,91 0,22 2,31 0,36 3,42 0,23
33

Berdasarkan Tabel 5. Rata-rata indeks keanekaragaman (H’) masing-

masing perlakuan P0 3,05, P1 2,94, P2 2,91, P3 2,31 dan P4 3,42. Indeks

Keanekaragamaan tertinggi terdapat pada P4 yaitu 3,42. Menurut Shanon dan

Wiener dalam Pamukas (2014), indeks keanekaragaman kurang dari 1 maka

sebaran individu tidak merata (keanekaragamannya rendah), indeks

keanekaragaman 1-3 maka sebaran individu sedang (keanekaragaman sedang),

dan indeks keanekaragaman besar dari 3 berarti sebaran individu tinggi atau

keanekaragamannya tinggi, berarti lingkungan tersebut belum mengalami

gangguan (tekanan), struktur organisme yang ada dalam keadaan baik.

Rata-rata indeks dominasi (C) pada setiap perlakuan berbeda-beda, yaitu

pada P0 0,20 pada P1 0,21 pada P2 0,22 pada P3 0,36 dan pada P4 0,23. Rata-

rata indeks dominansi setiap perlakuan tergolong rendah secara keseluruhan untuk

semua perlakuan tidak ada jenis yang mendominasi. Indeks dominansi (C) untuk

semua perlakuan mendekati nol, artinya tidak ada organisme yang mendominansi

sehingga penyebaran fitoplankton lebih merata karena ditemukannya beragam

jenis organisme yang hidup pada masing-masing perlakuan. Hal ini sesuai dengan

pendapat Krebs dalam Widyastuti (2002) nilai C (indeks dominansi) jenis berkisar

antara 0-1, apabila nilai C mendekati 0 berarti tidak ada jenis yang mendominasi

dan apabila nilai C mendekati 1 berarti ada jenis yang dominan muncul di perairan

tersebut, hal ini berarti perairan mengalami gangguan. Jadi dapat dikatakan bahwa

biofertilizer yang diberikan ini masih dalam batas yang dapat ditoleransi oleh

organisme dalam media tanah gambut.

Keanekaragaman dan dominansi erat kaitannya, hal ini ditandai oleh

banyaknya spesies yang membentuk suatu komunitas, semakin banyak jumlah


34

spesies maka semakin tinggi keanekaragamannya. Keanekaragaman spesies

memiliki dua komponen utama, yaitu kekayaan spesies (Species Richness) dan

kelimpahan relatif (Relative Abundance). Sehingga keanekaragaman spesies

dalam suatu komunitas sangat berkaitan dengan kelimpahan spesies tersebut

dalam area tertentu. Selain itu, keanekaragaman spesies merupakan suatu

karakteristik ekologi yang dapat diukur dan khas untuk organisasi ekologi pada

tingkat komunitas. Keanekaragaman spesies suatu komunitas terdiri dari berbagai

macam organisme berbeda yang menyusun suatu komunitas (Campbell, 2010)

dalam Dinata (2017).

Keanekaragaman pada suatu ekosistem berbeda-beda. Faktor yang

mempengaruhi keanekaragaman adalah waktu, heterogenitas ruang, kompetisi,

dan Produktifitas. Pada penelitian ini, perbedaan nilai indeks keragaman dan

indeks dominasi lebih disebabkan karena adanya perbedaan jenis dan kelimpahan

fitoplankton pada masing-masing perlakuan. Selain itu, perbedaan nilai kualitas

air dan tanah juga menjadi faktor pembatas terjadinya perbedaan indeks

keragaman dan dominansi.

4.2. Kualitas Air

Komposisi dan kelimpahan fitoplankton akan berubah pada berbagai

tingkatan sebagai respon terhadap perubahan-perubahan kondisi lingkungan baik

fisik, kimia, maupun biologi. Selama penelitian, pemberian jenis biofertilizer

dengan dosis berbeda dapat memberikan pengaruh terhadap kelimpahan

fitoplankton pada setiap perlakuan. Hal ini diduga biofertilizer yang digunakan

merupakan jenis pupuk hayati dengan kandungan organisme hidup yang mampu

memperbaiki kesuburan tanah dan air.


35

4.2.1. Pengukuran Suhu

Pengukuran suhu secara keseluruhan selama penelitian, yaitu 26-32 0C,

perubahan suhu perairan pada setiap perlakuan tidak berbeda jauh, dapat

dikatakan bahwa pemberian biofertilizer dengan dosis yang berbeda tidak

mempengaruhi suhu dalam wadah selama penelitian. Untuk lebih jelasnya dapat

dilihat pada Tabel 6 (Lampiran 10).

Tabel 6. Kisaran hasil pengukuran suhu air gambut (oC) selama penelitian

Perlakuan Pengukuran (oC) Baku mutu (Boyd, 1979)

P0 26-30
P1 26-31 26-320C
P2 26-30
P3 26-32
P4 26-30
Ketersngsn : P0 : Tanpa pemberian biofertilizer formulasi (kontrol)
P1 : Pemberian biofertilizer formulasi 300 g/m2 P3 : Pemberian biofertilizer formulasi 600 g/m2
P2 : Pemberian biofertilizer formulasi 450 g/m2 P4 : Pemberian biofertilizer formulasi 750 g/m2

Hasil pengukuran suhu pada masing-masing perlakuan tidak berbeda

selama penelitian. Perbedaan suhu disebabkan oleh keadaan cuaca seperti panas,

hujan dan lamanya sinar matahari yang masuk ke dalam wadah penelitian yang

diletakkan di luar ruangan. Berdasarkan Tabel 6 hasil Pengukuran suhu air selama

penelitian, yaitu 26-32 0C. Kisaran suhu tersebut sudah tergolong baik, karena

menurut Boyd (1979) dalam Hasibuan et al, (2013) menyatakan bahwa

perbedaan suhu yang tidak melebihi 100C masih tergolong baik dan kisaran suhu

yang baik untuk organisme di daerah tropik adalah 25- 320C. Hal ini diperkuat

oleh pendapat Boyd (1979) dalam (Putri et al., 2017) menyatakan bahwa kisaran

suhu yang baik untuk mendukung kehidupan fitoplankton berkisar antara 26-32
0
C. berarti hasil pengukuran suhu selama penelitian masih tergolong suhu tropis

dan masih tergolong dalam kondisi normal.


36

4.2.2. Pengukuran pH

Pengukuran derajat keasaman air (pH air) dilakukan sekali dalam dua hari,
selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 7 dan Lampiran 11.
Tabel 7. Kisaran hasil pengukuran pH air selama penelitian

Perlakuan Pengukuran Baku mutu (Kordi, 2010)*

P0 4-6
P1 6-8 6-9
P2 6-8
P3 6-8
P4 6-8
Ketersngsn : P0 : Tanpa pemberian biofertilizer formulasi (kontrol)
P1 : Pemberian biofertilizer formulasi 300 g/m2 P3 : Pemberian biofertilizer formulasi 600 g/m2
P2 : Pemberian biofertilizer formulasi 450 g/m2 P4 : Pemberian biofertilizer formulasi 750 g/m2
* Baku mutu (Kordi, 2010)

pH air menunjukkan kadar asam atau basa dalam suatu larutan, melalui

konsentrasi ion Hidrogen (H+). Air dapat bersifat asam atau basa, tergantung pada

besar kecilnya pH air atau besarnya konsentrasi ion Hidrogen di dalam air. Air

normal yang memenuhi syarat untuk suatu kehidupan mempunyai pH berkisar

antara 6,5-7,5 Wardhana, (2004) dalam Dinata (2017). Sebagian besar biota

akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 7-8,5. Nilai

pH sangat mempengaruhi proses biota kimiawi perairan, misalnya proses

nitrifikasi akan berakhir jika pH rendah (Effendi, 2003) dalam Putri (2017). Nilai

pH rendah bersamaan dengan rendahnya kandungan mineral yang ada, dimana

mineral tersebut digunakan sebagai nutrient di dalam siklus produksi perairan, dan

pH juga dipengaruhi oleh aktifitas fotosintesis oleh kehidupan tanaman dalam

badan air.

Hasil pengukuran pH air selama penelitian pada setiap perlakuan berkisar

antara 6-8. Nilai pH pada perlakuan P0 merupakan pH gambut yang umum yaitu

mempunyai tingkat kemasaman yang relatif tinggi dengan kisaran pH 3-5.

Sedangkan untuk perlakuan lainnya merupakan tingkat kemasaman yang optimum


37

untuk kegiatan budidaya (6-8). sebagaimana yang dikemukakan oleh Kordi et al.

(2009) dalam Hasibuan et al, (2013) bahwa pH air yang baik untuk usaha

budidaya adalah pH 6,5–9.0 dan kisaran optimal adalah pH 7,5–8,7.

Peningkatan pH selain disebabkan adanya kegiatan penambahan kapur,

juga disebabkan oleh pengaruh tanah dasar dari wadah penelitian, kandungan

bahan organik tanah gambut, dan proses perombakan bahan organik dalam tanah

gambut. Penurunan pH air diduga karena ada reaksi kesetimbangan antara

amoniak dengan ammonium. Selain hal tersebut, penurunan pH disebabkan oleh

faktor cuaca di lokasi penelitian (terjadi hujan) selain itu juga disebabkan oleh

proses perombakan bahan organik oleh mikroorganisme yang menghasilkan CO 2

di perairan. Syafriadiman (2009) dalam Dinata (2017) menambahkan bahwa pH

air yang bersifat netral akan lebih baik dan produktif bila dibandingkan dengan air

yang bersifat asam atau basa. Perbandingan antara konsentrasi antara amoniak

dengan ammonium akan mengikat apabila pH menurun, sehingga kisaran pH 6-7

pada air dalam penelitian ini masih berada pada kondisi yang cukup mendukung

untuk berlangsungnya kehidupan beberapa jenis plankton dan organisme lainnya.

4.2.3. Pengukuran DO

Hasil rata-rata pengukuran DO air selama penelitian berkisar antara 5,0-

5,8 mg/L seperti pada Tabel 8 dan Lampiran 12. Oksigen terlarut atau DO adalah

banyaknya oksigen yang terlarut di dalam air yang dinyatakan sebagai mg/L

(Syafriadiman, 2009). Adanya oksigen terlarut di dalam air adalah sangat penting

untuk menunjang kehidupan ikan dan organisme air lainnya. Kemampuan air

untuk membersihkan pencemaran secara alamiah banyak tergantung pada cukup

tidaknya kadar oksigen terlarut. Oksigen terlarut di dalam air berasal dari udara
38

dan dari proses fotosintesis tumbuh-tumbuhan air. Terlarutnya di dalam air

tergantung kepada temperatur, tekanan barometer udara dan kadar mineral dalam

air.

Tabel 8. Rata-rata pengukuran DO selama penelitian (mg/L)


Perlakuan Pengukuran (mg/L) Baku mutu (Kordi, 2010)*

P0 5,05
P1 5,64 >2
P2 5,78
P3 5,66
P4 5,36
Ketersngsn : P0 : Tanpa pemberian biofertilizer formulasi (kontrol)
P1 : Pemberian biofertilizer formulasi 300 g/m2 P3 : Pemberian biofertilizer formulasi 600 g/m2
P2 : Pemberian biofertilizer formulasi 450 g/m2 P4 : Pemberian biofertilizer formulasi 750 g/m2
* Baku mutu (Kordi, 2010)

Berdasarkan Tabel 8 dapat diketahui bahwa kandungan oksigen terlarut

pada masing-masing perlakuan berbeda, hal ini disebabkan oleh adanya

perbedaan kepadatan plankton, cuaca, siang dan malam, sehingga menyebabkan

kebutuhan oksigen untuk perombakan bahan organik juga berbeda. Kisaran rata-

rata oksigen terlarut selama penelitian tergolong baik hal ini sesuai dengan

pendapat Wardoyo dalam Tarkus et al. (2014) kadar oksigen yang baik bagi

kehidupan organisme perairan adalah antara 2-10 mg/L.

Menurut Effendi (2003) dalam Putri (2017) sumber oksigen terlarut dalam

perairan berasal dari atmosfer dan aktifitas fotosintesis oleh tumbuhan air,

fitoplankton dan zooplankton. Sedangkan penurunan kandungan oksigen adalah

akibat dari pemanfaatan oksigen oleh mikroorganisme untuk perombakan bahan-

bahan organik, baik yang berasal dari perlakuan yang diberikan, dan juga

perombakan bahan organik yang terdapat dalam tanah. Kandungan oksigen

terlarut lebih rendah pada pagi hari dibandingkan dengan pada sore hari, hal ini

diduga pada pagi hari lebih banyak proses pemanfaatan oksigen untuk respirasi

fitoplankton karena belum adanya sinar matahari sehingga membuat fitoplanton


39

tersebut tidak dapat memproduksi oksigen secara langsung. Syafriadiman et., al

(2005) dalam Dinata (2017) menambahkan pada malam hari, fotosintesis berhenti

tetapi respirasi tetap berlangsung. Pola perubahan oksigen ini mengakibatkan

terjadinya fluktuasi harian oksigen.

4.2.4. Pengukuran Nitrat Air

Hasil pengukuran nitrat air setiap perlakuan selama penelitian berkisar

antara 1-5 mg/L. Kisaran kandungan nitrat air terdapat pada Tabel 9 dan Lampiran

13.

Tabel 9. Rata-rata pengukuran Nitrat air (mg/L) selama penelitian


Hari ke-
Perlakuan Rata-rata
0 7 14 21 28
P0 0,76 1,41 2,54 2,15 1,91 1,76a
P1 0,76 2,22 3,41 2,65 2,30 2,27ab
P2 0,76 2,42 3,71 2,95 2,60 2,49ab
P3 0,76 2,65 4,01 3,25 2,90 2,71ab
P4 0,76 2,88 4,31 3,55 3,20 2,94b
Ketersngsn : P0 : Tanpa pemberian biofertilizer formulasi (kontrol)
P1 : Pemberian biofertilizer formulasi 300 g/m2 P3 : Pemberian biofertilizer formulasi 600 g/m2
P2 : Pemberian biofertilizer formulasi 450 g/m2 P4 : Pemberian biofertilizer formulasi 750 g/m2
*Vollenweider dalam Jummariani (1994) menyatakan 1-5 (mg/L) kesuburan sedang

Berdasarkan Tabel 9 menjelaskan bahwa rata-rata kandungan nitrat air

selama penelitian berkisar antara, yaitu P0 1,76 mg/L, P1 2,27 mg/L, P2 2,49

mg/L, P3 2,71 mg/L dan pada P4 2,94 mg/L. Berdasarkan Tabel 9 diketahui

bahwa terjadi kenaikan kandungan nitrat air pada setiap perlakuan. Nilai rata-rata

nitrat air tertinggi terdapat pada perlakuan P4 sebesar 2,94 mg/L dan terendah

pada perlakuan P0 sebesar 1,76 mg/L kisaran nitrat sudah tergolong baik menurut

Hasibuan et al. (2012) dalam Dinata (2017) Fluktuasi konsentrasi nitrat terlarut di

dalam air kolam yang diberi perlakuan kapur menunjukkan kisaran 1,0-13,1 mg/L

sedangkan pada kolam kontrol berkisar 1,0-5,8 mg/L.


40

Vollenweider dalam Dinata (2017) menyatakan bahwa kriteria kesuburan

perairan berdasarkan kandungan nitrat yaitu : nilai nitrat 0,0-0,1 mg/L

dikategorikan perairan yang kurang subur, 1,0-5,0 mg/L dikatergorikan perairan

yang mempunyai kesuburan sedang dan nilai nitrat 5,0-50,0 mg/L merupakan

ketegori perairan yang sangat subur. Berdasarkan hasil uji ANAVA (Lampiran

14) menunujukkan bahwa pemberian dosis biofertilizer formulasi yang berbeda

dapat memberikan pengaruh terhadap kandungan Nitrat air (P<0,005) hasil uji

lanjut menunjukkan bahwa P0 berbeda nyata terhadap P4.

4.2.5. Pengukuran Orthoposfat Air

Hasil rata-rata pengukuran kandungan orthoposfat tertinggi terdapat pada

P4, yaitu 3,28 mg/L dan yang terendah pada P0 yaitu 1,76 mg/L untuk lebih jelas

dapat dilihat pada Tabel 10 dan Lampiran 15.

Tabel 10. Rata-rata pengukuran Orthoposfat air (mg/L) selama penelitian


Hari ke-
Perlakuan Rata-rata
0 7 14 21 28
P0 1,41 1,51 2,24 2,02 1,61 1,76a
P1 1,41 2,28 3,31 3,07 2,41 2,49b
P2 1,41 2,94 3,39 3,17 3,15 2,81b
P3 1,41 2,98 3,45 3,19 3,19 2,85b
P4 1,41 3,80 4,33 3,56 3,40 3,28c
Standar >0,201
pengukuran Sangat baik
* sekali
Ketersngsn : P0 : Tanpa pemberian biofertilizer formulasi (kontrol)
P1 : Pemberian biofertilizer formulasi 300 g/m2 P3 : Pemberian biofertilizer formulasi 600 g/m2
P2 : Pemberian biofertilizer formulasi 450 g/m2 P4 : Pemberian biofertilizer formulasi 750 g/m2
* Purnomo dan Hanafiah (1992) dalam Riwaty (2011)

Berdasarkan Tabel 10 dapat dilihat bahwa terjadi penurunan diakhir

pengamatan pada setiap perlakuan, namun kisaran tersebut masih tergolong tinggi.

Tingginya nilai orthopospfat diduga disebabkan oleh biofertilizer yang

mengandung bakteri Azotobacter sp. Ortofosfat adalah bentuk fosfat anorganik

yang paling banyak terdapat dalam siklus fosfat. Menurut Nurmas et al., (2014)
41

bahwa isolat-isolat Azotobacter potensial sebagai pupuk hayati karena memiliki

kemampuan melarutkan fospat. Kandungan fosfat yang optimal bagi pertumbuhan

fitoplankton berada pada kisaran 0,27-5,51 ppm, sedangkan kandungan fosfat

kurang dari 0,02 ppm akan menjadikan faktor pembatas (Rumanti et al., 2014).

Berdasarkan hasil uji ANAVA ( Lampiran 16 ) menunujukkan bahwa pemberian

dosis biofertilizer formulasi yang berbeda dapat memberikan pengaruh terhadap

kandungan Orthoposfat air (P<0,005) hasil uji lanjut menunjukkan bahwa P0

berbeda nyata terhadap P1, P2, P3 dan P4.

4.3. Ikan Gabus (Channa sp.)

Pertumbuhan ikan adalah perubahan ukuran baik panjang, bobot maupun

volume ikan dalam jangka waktu terentu. Dari hasil penelitian yang telah

dilakukan selama 30 hari maka didapat hasil pertumbuhan ikan Gabus (Channa

sp.) sebagai berikut:

4.3.1. Pertumbuhan Berat Mutlak

Hasil rata-rata pertumbuhan berat mutlak pada ikan Gabus (Channa sp.)

dapa dilihat dalam Tabel 11 dan Lampiran 17.

Tabel 11. Rata-rata pertumbuhan berat mutlak ikan Gabus (Channa sp.)
Pertumbuhan berat mutlak (g)
Ulangan
P0 P1 P2 P3 P4
1 4.99 6.5 5.07 6.08 8.95
2 4.11 6.64 3.67 6.19 9.74
3 5.22 5.02 4.23 6.4 7.06
4 4.94 5.3 5 7.73 8.19
Rata-rata 4.82a±0,49 5.87ab±0,82 4.49a±0,67 6.60b±0,38 8.49c±0,57
Keterangan : Ketersngsn : P0 : Tanpa pemberian biofertilizer formulasi (kontrol)
P1 : Pemberian biofertilizer formulasi 300 g/m2 P3 : Pemberian biofertilizer formulasi 600 g/m2
P2 : Pemberian biofertilizer formulasi 450 g/m2 P4 : Pemberian biofertilizer formulasi 750 g/m2
Huruf abc menunjukkan perbedaan yang nyata antar perlakuan

Tabel 11 menunjukkan nilai rata-rata tertinggi pertumbuhan berat mutlak

ikan Gabus (Channa sp.) yang diberi dosis biofertilizer formulasi dengan dosis
42

yang berbedayaitu P4 dengan nilai 8,49 g, diikuti dengan P3 6,60 g, P1 5,87 g, P0

4,82g, sedangkan yang terendah pada P2 yaitu 4,49. Setelah dilakukan Ananlisis

Variansi (ANAVA) (Lampiran 18) terhadap pertumbuhan berat mutlak

menunjukkan bahwa pemberian biofertilizer dengan dosis yang berdeda

berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan berat ikan Gabus (Channa sp.)

(P<0,05). Hasil uji lanjut Student-Newman-Keuls menunjukan bahwa antara

perlakuan P4 (dosis biofertilizer 750 g/m2) berbeda nyata terhadap perlakuan P0,

P1, P2 dan P3.

Prihadi (2007) dalam Hidayat, et all (2013), menyatakan pertumbuhan

dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor dari dalam dan faktor dari luar,

adapun faktor dari dalam meliputi sifat keturunan, ketahanan terhadap penyakit

dan kemampuan dalam memanfaatkan makanan, sedangkan faktor dari luar

meliputi sifat fisika, kimia dan biologi perairan. Faktor makanan dan suhu

perairan merupakan faktor utama yang dapat mempengaruhi pertumbuhan ikan.

4.3.2. Laju Pertumbuhan Spesifik Ikan Gabus (Channa sp.)

Setelah panjang rata-rata individu diketahui, maka dapat ditentukan Laju

Pertumbuhan Spesifik ikan Gabus (Channa sp.) dari tiap perlakuan selama

penelitian. Data Laju Pertumbuhan Spesifik tersaji pada Tabel 12 (Lampiran 19).

Tabel 12. Rata-rata Laju Pertumbuhan Spesifik ikan Gabus (Channa sp.)
Laju Pertumbuhan Spesifik (%)
Ulangan
P0 P1 P2 P3 P4
1 4,33 4,96 4,36 4,86 5,84
2 3,93 5,04 3,74 4,49 5,91
3 4,70 4,55 3,21 5,15 4,59
4 4,3 4,79 3,97 5,46 5,96
Rata-rata 4,32±0,16 4,83±0,11 3,82±0,24 4,99±0,21 5,58±0,33
Keterangan : Ketersngsn : P0 : Tanpa pemberian biofertilizer formulasi (kontrol)
P1 : Pemberian biofertilizer formulasi 300 g/m2 P3 : Pemberian biofertilizer formulasi 600 g/m2
P2 : Pemberian biofertilizer formulasi 450 g/m2 P4 : Pemberian biofertilizer formulasi 750 g/m2
43

Dari Tabel 12 dapat dilihat bahwa laju pertumbuhan spesifik ikan gabus

tertinggi diperoleh pada perlakuan P4 dengan pemberian dosis biofertilizer

formulasi 750 g/m2 diikuti dengan perlakuan P3 Pemberian biofertilizer formulasi

600 g/m2, P1 Pemberian biofertilizer formulasi 300 g/m2 , P0 Tanpa pemberian

biofertilizer formulasi (kontrol) dan P2 Pemberian biofertilizer formulasi 450

g/m2.

Dari hasil uji Analisis Variansi (ANAVA) (Lampiran 20) menunjukan

bahwa pemberian biofertilizer formulasi dengan dosis yang berbeda berpengaruh

nyata terhadap pertumbuhan spesifik ikan Gabus (Channa sp.) (P < 0.05). Hasil

uji lanjut Student-NewmanKeuls menunjukan bahwa antara perlakuan P1, P2, P3

dan P4 tidak berbeda nyata, namun dapat dideskriptifkan bahwa perlakuan yang

tinggi adalah yang terbaik, yaitu pada perlakuan P4 dengan laju pertumbuhan

spesifik 5,58 %.

Dari hasil yang didapat tentang laju pertumbuhan spesifik ikan gabus

dengan pemberian jumlah pakan yang berbeda, menghasilkan laju pertumbuhan

spesifik yang berbedabeda. Laju pertumbuhan spesifik menjelaskan bahwa ikan

mampu memanfaatkan nutrien pakan untuk disimpan dalam tubuh dan

mengkonversinya menjadi energi. Energi ini digunakan oleh benih ikan gabus

untuk metabolisme dasar, pergerakan, respirasi dan pertumbuhan. Huet (1971)

dalam Sobirin (2017) menyatakan bahwa jumlah dan jenis makanan sangat

menentukan pertumbuhan ikan, sementara Hickling (1971) dalam Sobirin (2017)

menambahkan bahwa laju pertumbuhan spesifik ikan dipengaruhi oleh makanan,

suhu dan umur ikan.


44

4.3.3. Tingkat Kelulushidupan (SR) Ikan Gabus (Channa sp.)

Dari hasil pengamatan terhadap kelulushidupan ikan gabus yang diberi

pakan Tubifex sp dengan jumlah berbeda selama penelitian, maka diketahui

tingkat kelulushidupan dalam Tabel 13 dan Lampiran 21.

Tabel 13. Rata-rata Tingkat Kelulushidupan (SR) ikan Gabus (Channa sp.)
Laju Pertumbuhan Spesifik (%)
Ulangan
P0 P1 P2 P3 P4
1 60 50 54 60 76
2 68 68 72 66 72
3 68 74 66 60 78
4 60 70 68 72 74
Rata-rata 64 66 65 65 75
Keterangan : Ketersngsn : P0 : Tanpa pemberian biofertilizer formulasi (kontrol)
P1 : Pemberian biofertilizer formulasi 300 g/m2 P3 : Pemberian biofertilizer formulasi 600 g/m2
P2 : Pemberian biofertilizer formulasi 450 g/m2 P4 : Pemberian biofertilizer formulasi 750 g/m2

Pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa persentase kelulushidupan ikan gabus

untuk setiap perlakuan selama penelitian, yang tertinggi pada P4 pemberian

biofertilizer formulasi 750 g/m2 (75 %) diikuti dengan P1 pemberian biofertilizer

formulasi 300 g/m2 (66 %), P3 pemberian biofertilizer formulasi 600 g/m2, P2

pemberian biofertilizer formulasi 450 g/m2 dan P0 tanpa pemberian biofertilizer

formulasi (kontrol) (64 %).

Berdasarkan hasil uji Analisis Variansi (ANAVA) (Lampiran 22)

menunjukan pemberian biofertilizer dengan dosis berbeda tidak berpengaruh

nyata terhadap kelulushidupan ikan Gabus (Channa sp.) (P > 0.05). Namun dapat

dinyatakan secara deskriptif berdasarkan nilai Kelulushidupan yang tertinggi

adalah yang terbaik diantara yang lain yaitu perlakuan P4 dengan pemberian

biofertilizer formulasi 750 g/m2 (75 %).

Kematian benih ikan gabus selama peneitian diduga berkaitan dengan

setres akibat peroses penyamplingan, persaingan antar jenis, kualitas air dan
45

kanibalisme dari ikan gabus sendiri sehingga beberapa diantaranya mati. Suhu

mempengaruhi kelulushidupan ikan, jika perubahan suhu sering terjadi setiap hari

bisa menyebabkan ikan setres, nafsu makan ikan berkurang sehingga menghambat

pertumbuhan dan sebagian mengalami kematian.

Wijayanti (2010) dalam Sobirin (2017) menyatakan bahwa mortalitas juga

dapat terjadi karena ikan mengalami kelaparan berkepanjangan, akibat tidak

terpenuhinya energi untuk pertumbuhan dan mobilitas karena kandungan gizi

pakan yang tidak mencukupi sebagai sumber energi. Salah satu upaya untuk

mengatasi rendahnya tingkat kelangsungan hidup yaitu dengan pemberian pakan

yang tepat baik dalam ukuran, jumlah dan kandungan gizi dari pakan yang

diberikan.
46

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Pemberian dosis biofertilizer formulasi memberikan pengaruh terhadap

kelimpahan fitoplankton dan pertumbuhan ikan gabus (Channa sp.). Pemberian

biofertilizer formulasi 750 g/m2 (P4) adalah perlakuan terbaik dikarenakan dapat

meningkatkan unsure hara seperti Nitrat dan Orthoposfat sehingga berpengaruhi

positif terhadap kelimpahan fitoplankton dan pertumbuhan ikan Gabus (Channa

sp.). Hasil dari pemberian dosis tersebut yaitu kelimpahan fitoplankton 41.053

sel.L-1. Nilai indeks keanekaragaman (H’) adalah 3,42, nilai dominansi jenis ( C )

adalah 0,23. Sedangkan untuk kualitas air yang meliputi suhu berkisar antara 26-

30oC, pH berkisar antar 6-8, DO berkisar 5,36 mg/L, Nitrat air berkisar 2,94

mg/L, Orthoposfat air berkisar 3,28 mg/L. Pemberian biofertilizer formulasi ini

berdampak positif terhadap pertumbuhan ikan gabus (Channa sp.) yang dipelihara

selama 30 hari, yaitu dengan pertumbuhan berat mutlak 8,49 g, laju pertumbuhan

spesifik 5,58 % serta kelulushidupan 75%.

5.2. Saran

Untuk meningkatkan kelimpahan fitoplankton sebagai produksi primer

dan pakan alami ikan Gabus disarankan menggunakan biofertilizer formulasi

dengan dosis 750 g/m2 (P4). Kemudian, diperlukan penelitian lanjutan dengan

ikan lainnya yang cocok dengan perairan gambut. Sehingga gambut yang banyak

di provinsi Riau dapat termanfaatkan secara maksimal.


47

DAFTAR PUSTAKA

Basmi, H. J. 2000. Planktonologi: Plankton Sebagai Bioindikator Kualitas


Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Ilmu Pertanian Bogor.
Hlm 32- 42.

Dinata, H.S,. 2017.Kelimpahan Fitoplankton Dalam Media Tanah Gambut yang


Diberi Vermikompos Berbeda. Skripsi Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan Universitas Riau. 91 hlm.

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan
Lingkungan Perairan. Yogyakarta: Kanisius. Halaman.168-169.pp.

Effendie, M. I. 2002. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama. Yogyakarta.


163 hlm.

Fadhli. 2011. Studi Kelimpahan Fitoplankton dalam Wadah Tanah Gambut Yang
diberi Pupuk Berbeda. Skripsi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Riau. 86 hlm.

Gam, L-H., C-Y. Leow dan S. Baie. 2006. Proteomic analysis of snakehead fish
(Channa striata) muscle tissue. Malaysian Journal of Biochemistry and
Molecular Biology, 14(1): 25–32.

Garno, Y. S. 2008. Kualitas Air dan Dinamika Fitoplankton di perairan Pulau


Harapan. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Jurnal Hidrosfir
Indonesia Vol. 3, No. 2, 87-94 pp.

Gustiano R, Oktaviani T, Soelistyowati DT, Kusmini I, Wahyutomo, Huwoyon G.


2013. Analisa ragam genotip RAPD dan fenotip truss morphometric pada
tiga populasi ikan gabus (Channa striata). Berita Biologi, 12 (3) : 325-333

Hakim, N., MY. Nyakpa, A. M. Lubis. S. G. Nugroho, M. R. Saul, M. A. Diha, G.


B. H. Onhg dan H. Bailey. 1986. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Universitas
Lampung . Lampung. 120 hlm.

Handayani, D. 2009. Kelimpahan dan Keanekaragaman Plankton di Perairan


Pasang Surut Tambak Blanakan, Subang. Skripsi. UIN Syarif
Hidayatullah. Jakarta.

Hasibuan, S., Syafriadiman dan Tardilus. 2012. Penggunaan Kapur CaCO3 pada
Tanah Dasar Kolam Ikan Berbeda Umur di Desa Koto Mesjid Kabupaten
Kampar. Jurnal Berkala Perikanan Terubuk Vol 40 No.2. 34-46 hlm.

Hasibuan, S. 2013. Produktivitas Tanah Dasar. Universitas Riau Press.


Pekanbaru. 139 hlm.
48

Hatta, M. 2007. Hubungan Antara Produktifitas Primer Dengan Unsur Hara Pada
Kedalaman Secci Di Perairan Waduk PLTA Koto Panjang Riau. Sekolah
Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 92 hlm.

Hidayat, Deny., A.D.Sasanti dan Yulismar. 2013. Kelangsungan Hidup,


Pertumbuhan Dan Efisiensi Pakan Ikan Gabus (Channa Striata) Yang Diberi
Pakan Berbahan Baku Tepung Keong Mas (Pomacea sp.).Jurnal Akuakultur
Rawa Indonesia, 1(2) :161-172 (2013). ISSN : 2303-2960.Indralaya.

Irawan, A. 2009. Perkembangan Jenis dan Kelimpahan Fitoplankton yang


Diberi Pupuk Humic Acid (HA) pada Dosis yang Berbeda. Skripsi
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau. (tidak
diterbitkan).

Kolar, L. Vanek, V., Kuzel, S., Stindl, P., Sindelarova, M.2005. The demand of
calcareous substances considering labileorganic substancesin soil, CO2
production and buffering systemofsoilandsoilwater. 25, No. 4.517-534 p.

Kordi, M. G. H. K. 2010. Pengelolaan Kualitas Air Dalam Budidaya Perairan.


Penerbit Rineka Cipta. Jakarta. 208 hlm.

Lisanti. 2000. Distribusi Plankton Disungai Jujuhan Desa Batu Kangkung Taman
Nasional Kerinci Seblat Kabupaten Sawahlunto Sijunjung Propinsi
Sumatera Barat. Skripsi Fakultas Perikanan Universitas Bung Hatta
Padang.

Micelia, H. 2006. Pemanfaatan Fly Ash Untuk Menurunkan Kandungan


Aluminium (Al) dan Besi (Fe) Pada Tanah Gambut.Skripsi Fakultas
Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Riau. Pekanbaru hak (tidak
diterbitkan)

Minggawati, I. dan Saptono. 2012. Parameter Kualitas Air untuk Budidaya Ikan
Patin (Pangasius pangasius) di Karamba Sungai Kahayan, Kota
Palangkaraya. Jurnal Vol. 1. No 1.

Muthmainnah, D. Syarifah, N dan Solekha, A. 2012. Budidaya Ikan Gabus


(Channa Striata) Dalam Wadah Keramba di Rawa Lebak, Makalah
Disampaikan Pada INSINASA di Pasca Sarjana Universitas Sriwijaya,
Palembang

Muthmainnah, D. 2013. Growout of striped snakehead (Channa striata) in swamp


water system using fences and cages. 2013. Proceeding of 4th
International Conference on Biology, Environment and Chemistry.
IPCBEE vol. V (2013) IACSIT Press, Singapore.

Nita dan S,Eddy. 2015. Struktur Komunitas Fitoplankton Di Danau Opi


Jakabaring Kota Palembang.Jurnal Sainmatika Volume 12, No.1 56-66
49

Pamukas, N. A. 2014. Penuntun Praktikum Planktonologi. Jurusan Budidaya


Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau [tidak
diterbitkan].

Pamungkas, R. 2014. Pengaruh Pemberian Pupuk Faeces Terhadap Perubahan


Parameter Fisika-Kimia Pada Media Tanah Gambut. Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan UNRI. Skripsi (tidak diterbitkan).

Poulsen, A., D. Griffiths, S. Nam dan N.T. Tung. 2008. Capture-based aquaculture
of Pangasiid catfishes and snakeheads in the Mekong River Basin.
Capture-based aquaculture. Global overview. FAO Fisheries Technical
Paper. No. 508. Rome, FAO.

Pratiwi, L. 2013. Perkembangan Kelimpahan Fitoplankton pada Media Tanah


Kolam yang Dikapur dengan CaCO3. Jurnal Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan Universitas Riau. 12 hlm.

Puspitasari, Fajar D., Maya Shovitri, dan Nengah Dwianita Kuswytasari. 2012.
Isolasi dan Karakterisasi Bakteri Aerob Proteolitik dari Tangki Septik.
Jurnal Sains Dan Seni. Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS). vol 1.
No 1. ISSN 2301-928x. Surabaya.

Putri,. A. T.,S. Hasibuan dan Syafriadiman. 2017. Kelimpahan Fitoplankton Pada


Kolam Tanah Gambut Yang Diberi Biofertilizer Berbeda.Jurnal Fakultas
Perikanan dan Kelautan Universitas Riau.Pekanbaru.14 hlm.

Rizki, B., 2005. Pengaruh Metode Pengasapan Terhadap Mutu Abon Ikan Gabus
(Channa striata) Asap selama Penyimpanan. SkripsiFakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan. Pekanbaru : Universitas Riau 64 (4) hlm.

Rumanti, M., Siti Rudayanti, Mustafa. 2014. Hubungan Antara Kandungan Nitrat
Dan Fosfat Dengan Kelimpahan Fitoplankton Di Sungai Bremi
Kabupaten Pekalongan. Diponegoro. Journal Of Maquares. Vol. 3, No. 1,
168-176 hlm

Sembiring. 2008. Keanekaragaman dan Kelimpahan Ikan serta Kaitannya dengan


faktor Fisik Kimia. Diambil dari www.repository.usu.ac.id

Serajuddin, M. L. Prasad dan B.C. Pathak. 2013. Comparative study of length-


weight relationship of freshwater murrel, Channa punctatus (Bloch, 1793)
from lotic and lentic environments. Jurnal, 5 (2): 233-238.

Siregar, M. R., N. A. Pamukas dan Syafriadiman. 2011. Perkembangan


Kelimpahan Fitoplankton pada Media Rawa Gambut Dengan Pemberian
Pupuk Bokashi. Skripsi pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Riau. 93 hlm.

Soeparman. 2002. Pembuangan Tinja dan Limbah Cair. Jakarta; EGC;


50

Soeseno, S. 1988. Budidaya ikan dan udang dalam tambak. PT. Gramedia.
Djakarta; 179 hlm.

Sudjana, 1991. Desain dan analisis eksperimen. Edisi 1. Tarsito. Bandung. 42


hlm.

Sukmawardi. 2011. Studi Parameter Fisika Kimia Kualitas Air Pada Wadah Tanah
Gambut Yang Diberi Pupuk Berbeda. Skripsi Fakultas Perikanan Dan
Ilmu Kelautan Universitas Riau. Pekanbaru.

Sukmeri. 2002. Penuntun Praktikum Pemeriksaan Kwalitas Air. Politeknik Kesehatan.


Padang.

Susilo, E. 2010. Klasifikasi Pediastrum. Atp J Alex. Malang. December 20, 2016
at 10:00 pm

Sutariati, G. A., Andi Khaeruni, Muhidin. 2014. Biofertilizer Solusi Teknologi


Pengembangan Lahan Sub Optimal. Unhalu Press. Kendari. 159 hlm

Syafriadiman. 2005. Teknik Pengelolaan Data Statistik. Mm Press. CV Mina


Mandiri. Pekanbaru. 132hlm.

Syafriadiman, Saberina dan N.A. Pamukas. 2005. Prinsip DasarPengelolaaan


Kualitas Air. MM Press. Pekanbaru. 132 hlm.

Syafriadiman dan N. A. Pamukas. 2015. Effect Of Fecal Fertilizer On Physical-


Chemical Parameter Change On Peat Land Media. FacultyOf Fisheries
And Marine Sciences. Riau University.

Syafriadiman 2016.Dasar-dasar Manajemen Kualitas Air Budidaya Perairan.


MM Pressi. Pekanbaru, Cetakan Pertama. 95 p

Syafriadiman dan S. Harahap. 2017. Increased Produtivity Of Peat Soil Ponds


With Bioferilizer Techniques And Nitrogen Fixing Bacteria And
Earthworms As Decomposer Organism. Internasional Journal Of
Scientific Research And Management Studies (IJSRMS). Vol :4, No.9-
19.

Weber, M. & Beaufort, L.F.D. 1922. The Fishes of the IndoAustralian


Archipelago. Vol IV. p 312—330.

Wee, K.L. 1982. Snakeheads: their biology and culture, pp. 181–213. In: Muir R,
ed. Recent advances in aquaculture. Westview, Boulder, CO.

Wibowo, H. 2010. Laju Infiltrasi pada Lahan Gambut yang Dipengaruhi Air
Tanah. Jurnal Belian Vol. 9 No. Fakultas TeknikUniversitasTanjungpura
Pontianak.
51

Widyastuti. H. 2002. Study Mikro Alga Epilitik di Sumber Air Panas Desa
Rambah Tengah Kec. Rambah Kab. Rokan Hulu. Skripsi Fakultas
Perikanan Universitas Riau. 52 hlm.

Yanasari, N., J., Samiaji dan S. H. Siregar. 2017. Struktur Komunitas Fitoplankton
di Perairan Muara Sungaitohor Kabupaten Kepulauan Meranti Provinsi
Riau. Jurnal Fakultas Perikanan dan Kelautan. Universitas Riau. 11 hlm
52

LAMPIRAN
53

Lampiran 1. Alat dan bahan yang digunakan saat penelitian

Kolam beton Plankton net Indikator pH

Thermometer Timbangan DO Meter

Mikroskop Pipet tetes Objek gelas dan cover

Alat tulis Botol sampel Kamera


54

Cangkul Ayakan tanah Tangguk

Tissue Ember Buku identifikasi

Penggaris KMnO4 Tanah dasar kolam

Kapur CaCO3 Lugol Air gambut


55

Lampiran 2. Pengacakan Wadah Penelitian


a. PerlakuanBiofertilizer Formulasi
Ulangan
Perlakuan Biofertilizer
Formulasi U1 U2 U3 U4
P0 P0U1 P0U2 P0U3 P0U4
P1 P1U1 P1U2 P1U3 P1U4
P2 P2U1 P2U2 P2U3 P2U4
P3 P3U1 P3U2 P3U3 P3U4
P4 P4U1 P4U2 P4U3 P4U4

b. Kombinasi Pengacakan Biofertilizer Formulasi

P0U2 P1U3 P0U1 P2U4

P1U1 P3U1 P2U1 P2U1

P0U3 P4U3 P3U3 P1U4

P1U2 P4U1 P2U3 P4U2

P3U4 P4U2 P0U4 P3U2


56

Lampiran 2. Lanjutan …

c. Penentuan dosis biofertilizer

Penentuandosis Biofertilizer formulasi menggunakan dosisyang merujuk

hasil laporan Syafriadiman dan harahap (2016) bahwa dosis penggunaan

Biofertilizer terbaik yaitu 750 g m-2.

Keterangan :
P0 = P0U1 :Tanpa “biofertilizer”
P0U2 :Tanpa “biofertilizer formulasi”/m2
P0U3 :Tanpa “biofertilizer formulasi”/m2
P0U4 :Tanpa “biofertilizer formulasi”/m2

P1 = P1U1:300 g “biofertilizer formulasi”/m2


P1U2:300 g “biofertilizer formulasi”/m2
P1U3:300 g “biofertilizer formulasi”/m2
P1U4:300 g “biofertilizer formulasi”/m2

P2 = P2U1:450 g “biofertilizer formulasi”/m2


P2U2:450 g “biofertilizer formulasi”/m2
P2U3:450 g “biofertilizer formulasi”/m2
P2U4:450 g “biofertilizer formulasi”/m2
P3 = P3U1:600 g “biofertilizer formulasi”/m2
P3U2:600 g “biofertilizer formulasi”/m2
P3U3:600 g “biofertilizer formulasi”/m2
P3U4:600 g “biofertilizer formulasi”/m2

P4 = P4U1: 750 g “biofertilizer formulasi”/m2


P4U2: 750 g “biofertilizer formulasi”/m2
P4U3: 750 g “biofertilizer formulasi”/m2
P4U4: 750 g “biofertilizer formulasi”/m2
57

Lampiran 3. Tabel Kebutuhan Kapur Boyd (1979)


pH pH lumpur + air + bufer
lumpur
+ air 7,9 7,8 7,7 7,6 7,5 7,4 7,3 7,2 7,1 7
5,7 91 181 272 363 454 544 635 726 817 908
5,6 126 252 378 504 630 756 882 1008 1134 1260
5,5 202 404 604 806 1008 1210 1411 1612 1814 2016
5,4 290 580 869 1160 1449 1738 2029 2318 2608 2898
5,3 340 680 1021 1360 1701 2042 2381 2722 3062 3402
5,2 391 782 1172 1562 1948 2344 2734 3124 3515 3906
5,1 441 882 1323 1765 2205 2646 3087 3528 3969 4410
5 504 1008 1512 2016 2520 3024 3528 4032 4536 5040
4,9 656 1310 1966 2620 3276 3932 4586 5242 5980 6552
4,8 672 1344 2016 2688 3360 4032 4704 5390 6048 6720
4,7 706 1412 2116 2822 3528 4234 4940 5644 6350 7056

Dari hasil pengukuran diketahui :


pH (tanah +air) = 5,7
pH (tanah + air + buffer) = 7
Luas wadah = 1 m2
Kebutuhan kapur menurut Tabel Boyd (1979) = 908 kg/ha
908 kg
Jadi dosis kapur yang dibutuhkan = x 1 m2
10.000 m2

= 0,0908 kg
= 90 g (per satukolam)
Total kebutuhankapursecarakeseluruhan = 90 g x 20wadah
= 1800 g
= 1,8 kg (untuksemuakolam)
58

Lampiran 4. Skema Biofertilizer Formulasi

a. Pembuatan biofertilizer
Perhitungan biofertilizer formulasi
Diketahui :
Volume tong : 200 L : 0,20 m3
Molase : 1L : 0,001 m3
EM4 : 1L : 0,001 m3
Berapakah fly ash kelapa sawit dan feses manusia, jika perbandingannya 1:3 ?
V . tong−molase−EM4
f ly ash kelapa sawit =
4
0,20-0,001-0,001
=
4
3
= 0,0495 m
feses manusia = 3 x fly ash kelapa sawit
=3 x 0,0495
¿ 0 , 1485m3
Jadi, hasil perbandingan antara fly ash dan feses manusia ialah 1:3 dengan

hasil fly ash 0,0495 m3 dan feses manusia0,1485 m3.

Fly ash 0,0495 m3, feses manusia 0,1485 m3, EM 4 1


liter, molase 1 liter

Di campurkan, didiamkan selama 21 hari, ditutup


rapat

Biofertilizer dikatakan berhasil, ketika baunya


seperti tapai

Biofertilizer formulasi
59

Lampiran 4. Lanjutan…

Jadi, untuk penentuan dosis Biofertilizer formulasi menggunakan dosis yang

merujuk hasil laporan Syafriadiman dan harahap (2016) bahwa dosis penggunaan

Biofertilizer terbaik yaitu 750 g m-2.

b. Persiapan wadah

KMnO4 Wadah bak Tanah Filter


dasar kolam
10%

6
Penebaran Bak Tanah Keringkan
benih ikan
Penelitian bersih
Gabus 2

5 4 3

Biofertilize Air gambut Kapur


r formulasi CaCo3
60

Lampiran 5. Foto kegiatan saat penelitian

Pengayakan tanah Penimbangan kapur Pengapuran

Persiapan biofertilizer Penimbangan biofertilizer Pengukuran suhu

Penyamplingan fitoplankton
61

Identifikasi fitoplankton

Lampiran 6. Pengukuran Parameter kualitas Air gambut


1. Pengukuran Suhu

Pengukuran suhu dilakukan menggunakan thermometer yaitu dengan

dicelupkan ke dalam air sampai batas skala baca, biarkan 2-5 menit sampai skala

suhu pada thermometer menunjukkan angka yang stabil, pembacaan skala

termometer harus dilakukan tanpa mengangkat lebih dahulu termometer (SNI,

1994).

2. Pengukuran pH

Pengukuran pH dilakukan dengan metode kolorimetri yaitu memasukkan

kertas indicator universal kedalam air kemudian lihat perubahan warna indicator

pada suatu jenjang pH tertentu. (SNI, 1994).

3. Pengukuran DO

Pengukuran DO dilakukan menggunakan DO meter, yaitu dengan

memasukkan probe DO ke dalam media uji hingga probe terendam. Gerakkan

elektroda di dalam media ke atas atau ke bawah kemudian baca sebagai mg/l

(Alaert dan Santika, 1984).

4. Pengukuran Nitrat

Pengukuran nitrat dilakukan menurut metode Naphtyl yaitu dengan cara:

1) sampel air terlebih dahulu disaring hingga jernih dengan menggunakan kertas

whatman, 1) Tambahkan 6 tetes larutan EDTA ke dalam 10 ml sampel air. 2)

Lewati larutan melalui kolo reduktor cd dengan kecepatan elasi 7 ml per menit. 3)

tambahkan larutan N-Naphtyl 3 tetes. 4) kemudian ditambahkan larutan sulfanil

lamit 3 tetes, intensitasnya diukur dengan menggunakan spektrofotometer pada


62

panjang gelombang 420 nm. 5) Selanjutnya dibuat larutan standar nitrat dengan

konsentrasi 0,1; 0,5; 1; 2; 3 ppm dengan cara melakukan pengenceran dari larutan

Lampiran 6. Lanjutan...

standar nitrat 100 ppm. 6) selanjutnya diambil 10 ml dari masing-masing standar

tersebut kemudian dibuat kurva kalibrasi antara absorban dengan konsentrasi.

Dari kurva kalibrasi tersebut ditentukan kemiringannya (ppm NO 3/unit absorban).

Kemudian dilakukan perhitungan konsentrasi nitrat.

Konsentrasi nitrat (ppm) = A x S

Dimana :

A = absorban sampel

S = kemiringan kurva kalibrasi

5. Pengukuran Orthofosfat

Pengukuran konsentrasi Orthofosfat dengan menggunakan alat

Spektrofotometer yaitu dengan cara sebagai berikut; 1) air sampel disaring dengan

milipore sebanyak 12.5 ml, 2) air yang sudah disaring diambil kemudian

dimasukkan ke dalam tabung reaksi, 3) kemudian ditambahkan Amonium

molibdate sebanyak 0.5 ml, diaduk dan ditambahkan SnCl2 sebanyak 2 tetes,

diaduk dan didiamkan selama 10 menit. Selanjutnya dibuat larutan blanko dari 25

ml aquades. Dilakukan prosedur 2 dan 3. Selanjutnya dibuat larutan standar

orthofosfat dengan konsentrasi 0,01; 0.05; 0,1; 0,25; 0,5; 0,75; dan 1,00 ppm-p

dari larutan standar 5 ppm P dilakukan prosedur 2 dan 3. setelah didiamkan

selama 10 menit dan sebelum 12 menit, air sampel dan larutan standar diukur

dengan alat spektrofotometer pada panjang gelombang 690 μm dengan mencatat

nilai absorban dan transmitan yang terbaca di spektronik, selanjutnya dibuat


63

persamaan regresi untuk menentukan kadar orthofospat air sampel (Fakultas

Perikanan IPB, 1992).

Lampiran 7. Fitoplankton yang didapat selama penelitian

Chlamydomonas sp. Dinobryon sp.

Closterium sp. Pleudarina sp.

Pediastrum sp. Coelastrum sp.


64

Botryococcus sp. Strombomonas sp.

Phacus lobgicauda Vorticella sp.

Paramecium sp. Arcella vulgaris


65
66
67
68
69
70

Lampiran 9. ANAVA kelimpahan fitoplankton


71
72
73
74

Lampiran 12. Pengukuran DO selama penelitian


Ulangan
Hari ke- Perlakuan
1 2 3 4
P0 4.7 4.2 3.7 4.7
P1 3.9 3.7 4.5 4.5
0 P2 5.2 5.3 5 5.5
P3 4.4 6.5 5.3 3.4
P4 4.2 5.3 3.9 4.2
P0 4.5 4.1 3.9 4.6
P1 4 3.9 4.7 4.3
2 P2 5.1 5.2 5.1 5.5
P3 4.5 6.3 5.5 3.6
P4 4.2 5.1 3.8 4.2
P0 4.7 3.9 3.5 4.7
P1 3.9 4.2 4.3 5.2
4 P2 5.3 5.5 5.4 5.5
P3 5 5.9 5.5 3.9
P4 4.2 6.1 3.9 5
P0 5.2 4.8 3.6 3.1
P1 5.3 3.1 5 3.2
6 P2 3.1 3.1 3.4 4.4
P3 4.5 3.1 3.1 4.7
P4 3.7 5.7 5.7 3.4
P0 7.3 7.1 6.7 5.3
P1 7.1 7.1 7.7 3.7
8 P2 3.6 4.7 4.7 7.9
P3 7.1 7 4.7 7.1
P4 5.5 6.2 5.9 4.7
10 P0 5.9 5.3 5.8 6.7
75

P1 7.6 7.8 5.9 7.6


P2 3.6 6.5 6.7 7.9
P3 3.7 7.2 4.7 7.1
P4 5 6.2 5.9 7.4
P0 5.2 5.9 6.4 5.9
P1 5.9 6.4 5.5 5.7
12 P2 6.9 5.8 5.7 6.3
P3 5.2 5.9 6.3 6.7
P4 4.8 5.3 5.3 6.1
P0 5.3 4.8 6 5.5
P1 6.1 3.9 4.9 5.1
14 P2 6.5 5.3 5.5 5.9
P3 4.9 5.5 5.8 6.5
P4 5.3 5 4.4 6.7
P0 6.1 6.7 6.8 6.8
P1 7 5.7 5.7 5.7
16 P2 5.7 7.1 7.1 5.5
P3 7.1 6.7 7 6.3
P4 6.8 6.3 6.8 5.3
P0 5.1 6.3 6.1 5.8
P1 7.1 7 6.7 6.5
18 P2 6.2 5.7 7 7.1
P3 5.7 5.8 6.2 7.1
P4 6.1 6 6.3 7.2
P0 4,0 5,8 5,8 7,1
P1 3,8 5,3 5,9 3,9
20 P2 5,5 3,9 5,7 5,2
P3 6,2 7,2 7,3 6,8
P4 6,7 6,6 7,5 5,5
P0 4,8 4,8 3,8 6,5
P1 6,4 6,9 4,6 3,3
22 P2 4,8 6,2 7,5 5,2
P3 6,2 6,3 3,8 5,4
P4 5,1 4,3 3,4 5,1
P0 4,5 5,8 4,2 6,3
P1 5,8 6,2 5,6 4,4
24 P2 4,8 5,9 6,9 6,2
P3 5,9 6,3 4,2 5,8
P4 5,6 4,7 4,9 5,6
P0 5,5 5,7 5,3 6,3
P1 5,6 4,6 5,7 6,8
26 P2 7,0 6,7 6,9 6,1
P3 5,4 6,3 6,2 5,6
P4 5,4 5,9 4,7 6,1
28 P0 5,4 6,2 5,7 6,1
P1 6,6 6,5 7,1 6,1
P2 7,0 7,1 5,4 5,9
P3 6,8 6,2 6,1 6,3
76

P4 7,1 6,0 7,1 5,8

Lampiran 13. Pengukuran Nitrat Air Selama Penelitian


Hari ke-
Perlakuan
1 2 14 28
0.6792 0.515 0.7907 0.2427
U1
P0 0.6792 0.5343 0.7054 0.6357
U2
0.6792 0.5757 0.9876 0.5304
U3
0.6792 0.5417 0.8279 0.4696
Rata-rata
0.6792 1.8053 2.0125 1.4922
U1
P1 0.6792 2.2478 2.4588 1.7431
U2
0.6792 1.8478 1.953 1.6148
U3
0.6792 1.9670 2.1414 0.8861
Rata-rata
0.6792 1.6151 3.3667 1.658
U1
P2 0.6792 2.4937 3.1563 2.075
U2
0.6792 2.3855 2.6542 1.9867
U3
0.6792 2.1648 3.0591 1.9066
Rata-rata
0.6792 1.7427 2.3657 1.9922
U1
P3 0.6792 1.6543 2.3136 1.7431
U2
0.6792 2.703 1.8243 1.8648
U3
0.6792 2.0333 2.1679 1.8667
Rata-rata
77

0.6792 2.6157 3.6425 2.616


U1
P4 0.6792 2.7447 3.4553 2.7444
U2
0.6792 2.7726 4.2134 2.6772
U3
0.6792 2.7110 3.7704 2.6792
Rata-rata
78

Lampiran 14. Hasil ANAVA Nitrat Air

Lampiran 14. Hasil analisis ANAVA Nitrat air


Descriptives

NITRAT

95% Confidence Interval for

Mean

N Mean Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound Minimum Maximum

P0 4 1.7550 .43317 .21658 1.0657 2.4443 1.24 2.30

P1 4 2.2700 .49099 .24549 1.4887 3.0513 1.67 2.87

P2 4 2.4900 .49099 .24549 1.7087 3.2713 1.89 3.09

P3 4 2.7100 .49099 .24549 1.9287 3.4913 2.11 3.31

P4 4 2.9400 .49099 .24549 2.1587 3.7213 2.34 3.54

Total 20 2.4330 .59599 .13327 2.1541 2.7119 1.24 3.54

Test of Homogeneity of Variances


nitrat

Levene Statistic df1 df2 Sig.

.018 4 15 .999

ANOVA

nitrat

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 3.293 4 .823 3.574 .031


Within Groups 3.456 15 .230
Total 6.749 19
79

nitrat
Student-Newman-Keuls a

Subset for alpha = 0.05

perlakuan N 1 2

P0 4 1.7550
P1 4 2.2700 2.2700
P2 4 2.4900 2.4900
P3 4 2.7100 2.7100
P4 4 2.9400
Sig. .057 .241

Means for groups in homogeneous subsets are


displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000.

Lampiran 15. Pengukuran Orthoposfat Air Selama Penelitian


Hari ke- Rata-
Perlakuan
0 7 14 21 28 rata
U1 1,41 1,41 1,79 1,49 1,44 1,51
U2 1,41 1,41 1,88 1,79 1,49 1,60
P0
U3 1,41 1,41 2,32 2,19 1,58 1,78
U4 1,41 1,80 2,98 2,60 1,92 2,14
Rata-rata 1,41 1,51 2,24 2,02 1,61 1,76
U1 1,41 1,81 3,20 3,03 1,92 2,27
U2 1,41 2,20 3,30 3,03 2,35 2,46
P1
U3 1,41 2,21 3,35 3,10 2,35 2,48
U4 1,41 2,89 3,37 3,11 3,02 2,76
Rata-rata 1,41 2,28 3,31 3,07 2,41 2,49
U1 1,41 2,92 3,38 3,16 3,11 2,80
U2 1,41 2,92 3,39 3,17 3,16 2,81
P2
U3 1,41 2,95 3,39 3,18 3,16 2,82
U4 1,41 2,95 3,40 3,18 3,17 2,82
Rata-rata 1,41 2,94 3,39 3,17 3,15 2,81
U1 1,41 2,95 3,40 3,18 3,18 2,82
U2 1,41 2,98 3,40 3,18 3,18 2,83
P3
U3 1,41 2,98 3,41 3,20 3,20 2,84
U4 1,41 3,01 3,60 3,21 3,20 2,89
Rata-rata 1,41 2,98 3,45 3,19 3,19 2,85
U1 1,41 3,01 3,78 3,32 3,21 2,88
U2 1,41 3,04 3,79 3,34 3,33 2,98
P4
U3 1,41 4,49 4,79 3,69 3,44 3,56
U4 1,41 4,65 4,90 3,89 3,60 3,69
Rata-rata 1,41 3,80 4,32 3,56 3,40 3,28
80

Lampiran 16. Hasil Analisis ANAVA Orthoposfat Air


81

Lampiran 17. Hasil Pengukuran Berat Mutlak Ikan Gabus


Pertambahan Bobot Badan
Perlakuan
Awal (g) Akhir (g) Bobot Mutlak (g)
P0U1 2.11 7.10 4.99
P0U2 2.05 6.16 4.11
P0U3 1.91 7.13 5.22
P0U4 2.12 7.06 4.94
Rata-rata 2.05 6.86 4.82
P1U1 2.16 8.66 6.50
P1U2 2.14 8.78 6.64
P1U3 1.95 6.97 5.02
P1U4 1.88 7.18 5.30
Rata-rata 2.03 7.90 5.87
P2U1 2.12 7.19 5.07
P2U2 1.98 5.65 3.67
P2U3 2.90 7.13 4.23
P2U4 2.45 7.45 5.00
Rata-rata 2.36 6.86 4.49
P3U1 2.10 8.18 6.08
P3U2 2.46 8.65 6.19
P3U3 1.98 8.38 6.40
P3U4 2.14 9.87 7.73
Rata-rata 2.17 8.77 6.60
P4U1 2.17 11.12 8.95
P4U2 2.30 12.04 9.74
P4U3 2.70 9.76 7.06
82

P4U4 1.90 10.09 8.19


Rata-rata 2.27 10.75 8.49
83

Lampiran 18. Hasil Analisis ANAVA Berat Mutlak Ikan Gabus


Analisis Deskriptif Bratt Mutlak

Uji Homogenitas Varian

Uji Analisis Of Variance (ANAVA)

Uji Lanjut S-N-K


84

Lampiran 19. Hasil Pengukuran Laju Pertumbuhan Spesifik Ikan Gabus


Berat ikan Laju Pertumbuhan
Perlakuan
Awal (g) Akhir (g) Spesifik (%)
P0U1 2.11 7.10 4.33
P0U2 2.05 6.16 3.93
P0U3 1.91 7.13 4.70
P0U4 2.12 7.06 4.3
Rata-rata 2.05 6.86 4.32
P1U1 2.16 8.66 4.96
P1U2 2.14 8.78 5.04
P1U3 1.95 6.97 4.55
P1U4 1.88 7.18 4.79
Rata-rata 2.03 7.90 4.83
P2U1 2.12 7.19 4.36
P2U2 1.98 5.65 3.74
P2U3 2.90 7.13 3.21
P2U4 2.45 7.45 3.97
Rata-rata 2.36 6.86 3.82
P3U1 2.10 8.18 4.86
P3U2 2.46 8.65 4.49
P3U3 1.98 8.38 5.15
P3U4 2.14 9.87 5.46
Rata-rata 2.17 8.77 4.99
P4U1 2.17 11.12 5.84
P4U2 2.30 12.04 5.91
P4U3 2.70 9.76 4.59
P4U4 1.90 10.09 5.96
Rata-rata 2.27 10.75 5.58
85

Lampiran 20. Hasil Analisis ANAVA Laju Pertumbuhan Spesifik Ikan


Gabus
Analisis Deskriptif Laju Pertumbuhan Spesifik

Uji Homogenitas Varian

Uji Analisis Of Variance (ANAVA)

Uji Lanjut S-N-K


86

Lampiran 21. Hasil Pengukuran Kelulushidupan Ikan Gabus


Kelulushidupan ikan gabus
Perlakuan
Awal (ekor) Akhir (ekor) Kelulushidupan (%)
P0U1 50.00 30.00 60
P0U2 50.00 34.00 68
P0U3 50.00 34.00 68
P0U4 50.00 30.00 60
Rata-rata 50.00 32.00 64
P1U1 50.00 25.00 50
P1U2 50.00 34.00 68
P1U3 50.00 37.00 74
P1U4 50.00 35.00 70
Rata-rata 50.00 32.75 66
P2U1 50.00 27.00 54
P2U2 50.00 36.00 72
P2U3 50.00 33.00 66
P2U4 50.00 34.00 68
Rata-rata 50.00 32.50 65
P3U1 50.00 30.00 60
P3U2 50.00 33.00 66
P3U3 50.00 30.00 60
P3U4 50.00 36.00 72
Rata-rata 50.00 32.25 65
P4U1 50.00 38.00 76
P4U2 50.00 36.00 72
P4U3 50.00 39.00 78
P4U4 50.00 37.00 74
Rata-rata 50.00 37.50 75
87

Lampiran 22. Hasil Analisis ANAVA Kelulushidupan Ikan Gabus


Analisis Deskriptif Kelulushidupan

Uji Homogenitas Varian

Uji Analisis Of Variance (ANAVA)


88

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulisucapkan kepadaAllah SWT, karena atas Rahmat dan

Karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan hasil penelitian dengan judul

“Pengaruh dosis biofertilizer formulasi terhadap kelimpahan fitoplankton

pada media tanah gambut yang dipelihara ikan Gabus (Channa sp.)”.

Penulis pada kesempatan ini ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada

semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung

dalam penyelesaian laporan hasil penelitian ini, yaitu Prof.Dr.Ir.Syafriadiman,

M.Sc dan Dr.Saberina Hasibuan,S.Pi,M.T selaku Dosen Pembimbing, serta

kepada semua pihak yang telah membantu hingga selesainya hasil penelitian ini.

Penulis telah berusaha semaksimal mungkin, oleh karena itu kritik dan saran

yang bersifat membangun sangat diharapkan demi penyempurnaan laporan hasil

penelitian ini dan dapat digunakan sebagaimana mestinya. Demikian laporan hasil

penelitian ini dibuat, atas segala perhatian penulis ucapan terima kasih.

Pekanbaru, Januari 2019

Sri Yusnita
89

DAFTAR ISI

Isi Halaman

KATA PENGANTAR............................................................................... i

DAFTAR ISI.............................................................................................. ii

DAFTAR TABEL..................................................................................... iii

DAFTAR LAMPIRAN............................................................................. iv

I.PENDAHULUAN
I.1.Latar Belakang............................................................................... 1
I.2.Rumusan Masalah.......................................................................... 2
I.3.Tujuan dan Manfaat Penelitian...................................................... 2
I.4.Hipotesis........................................................................................ 3
II.TINJAUAN PUSTAKA
II.1.Tanah Gambut.............................................................................. 4
II.2.Kapur CaCO3................................................................................ 5
II.3.Biofertilizer................................................................................... 6
II.4.Fitoplankton ................................................................................. 8
II.5.Kualitas Air Gambut..................................................................... 9
2.5.1. Parameter fisika................................................................. 10
2.5.2. Parameter kimia................................................................. 10
2.5.3. Parameter biologi............................................................... 12
2.6. Ikan Gabus.................................................................................... 12
2.6.1. Klasifikasi dan morfologi ikan Gabus (Channa sp.).......... 13
2.6.2. Habitat dan kebiasaan hidup ikan Gabus (Channa sp.)...... 14
2.6.3. Lingkungan......................................................................... 14
III.METODE PENELITIAN
III.1.......................................................................Waktu dan Tempat
..................................................................................................16
III.2.............................................................................Alat dan Bahan
..................................................................................................16
III.3..............................................Metode Dan Rancangan Penelitian
..................................................................................................17
III.4..........................................................................................Asumsi
..................................................................................................18
III.5.......................................................................Prosedur Penelitian
..................................................................................................18
III.5.1..........................................Persiapanwadah tanah gambut
.......................................................................................18
III.5.2........................................................................Pengapuran
.......................................................................................19
90

III.5.3......................................Persiapan biofertilizer formulasi


.......................................................................................19
III.5.4....................Persiapan dan aklimatisasi benih ikan gabus
.......................................................................................20
III.5.5............................Pemeliharaan ikan Gabus (Channa sp.)
.......................................................................................20
III.5.6.....................................................Pengukuran kualitas air
.......................................................................................21
III.5.7....................Penyamplingan dan identifikasi fitoplankton
.......................................................................................21
III.5.8.............................Pertumbuhan ikan Gabus (Channa sp.)
.......................................................................................24
III.6. Analisis Data.............................................................................. 25
IV.HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1................................................................................ Fitoplankton
...................................................................................................26
IV.1.1...................................Jenis dan kelimpahan fitoplankton
.......................................................................................26
IV.1.2............Indeks keanekaragan dan indeks dominansi jenis
.......................................................................................32
IV.2.................................................................................. Kualitas air
...................................................................................................34
IV.2.1...............................................................Pengukuran suhu
.......................................................................................35
IV.2.2.................................................................Pengukuran pH
.......................................................................................36
IV.2.3................................................................Pengukuran DO
.......................................................................................37
IV.2.4........................................................Pengukuran Nitrat air
.......................................................................................39
IV.2.5..............................................Pengukuran Orthoposfat air
.......................................................................................40
IV.3..............................................................Ikan Gabus (Channa sp.)
...................................................................................................41
IV.3.1................................................Pertumbuhan berat mutlak
.......................................................................................41
IV.3.2............................Laju pertumbuhan spesifik ikan Gabus
.......................................................................................42
IV.3.3...Tingkat kelulushidupan (SR) ikan Gabus (Channa sp.)
.......................................................................................44
V.KESIMPULAN DAN SARAN
V.1................................................................................... Kesimpulan
...................................................................................................46
V.2..............................................................................................Saran
...................................................................................................46
DAFTAR PUSTAKA
91

LAMPIRAN

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Alat yang digunakan untuk penelitian.................................................. 16

2. Bahan yang digunakan untuk penelitian............................................... 17

3. Jenis dan rata-rata kelimpahan fitoplankton (sel.L-1) menurut perlakuan 27

4. Kelimpahan fitoplankton (sel.L-1) setiap perlakuan selama penelitian. 29

5. Indeks keragaman (H’) dan indeks dominansi (C) jenis fitoplankton. . 32

6. Kisaran hasil pengukuran suhu air gambut (oC) selama penelitian....... 35

7. Kisaran hasil pengukuran pH air selama penelitian.............................. 36


92

8. Rata-rata pengukuran DO selama penelitian........................................ 38

9. Rata-rata pengukuran Nitrat air (mg/L) selama penelitian................... 39

10. Rata-rata pengukuran Orthoposfat air (mg/L) selama penelitian......... 41

11. Rata-rata pertumbuhan berat mutlak ikan Gabus (Channa sp.)............ 42

12. Rata-rata Laju Pertumbuhan Spesifik ikan Gabus (Channa sp.).......... 44

13. Rata-rata Tingkat Kelulushidupan (SR) ikan Gabus (Channa sp.)....... 42

DAFTAR GAMBAR

1. Benih ikan Gabus (Channa sp.).............................................................. 13

2. Fly ash..................................................................................................... 20

3. Biofertilizer............................................................................................. 20

4. Grafik rata-rata kelimpahan fitoplankton (sel.L-1) menurut perlakuan. . 30

5. Grafik hubungan kelimpahan fitoplankton, Nitrat dan Orthoposfat....... 31


93

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Alat dana bahan...................................................................................... 53


2. Pengacakan wadah penelitian................................................................ 55
3. Tabel kebutuhan kapur Boyd (1979)...................................................... 57
4. Skema biofertilizer formulasi................................................................. 58
5. Foto kegiatan pada saat penelitian ........................................................ 60
6. Pengukuran parameter kualitas air......................................................... 61
7. Fitoplankton yang didapat...................................................................... 63
8. Jenis dan kelimpahan fitoplankton......................................................... 65
9. ANAVA kelimpahan fitoplankton......................................................... 70
94

10.Pengukuran suhu ................................................................................... 71


11. Pengukuran pH...................................................................................... 72
12. Pengukuran DO..................................................................................... 74
13.Pengukuran Nitrat air............................................................................. 76
14. Hasil ANAVA Nitrat air....................................................................... 77
15. Pengukuran Orthoposfat....................................................................... 78
16. Hasil ANAVA Orthoposfat air............................................................. 79
17. Hasil pengukuran bobot mutlak............................................................ 80
18. Hasil ANAVA bobot mutlak................................................................ 81
19. Hasil pengukuran laju pertumbuhan spesifik........................................ 82
20. Hasil ANAVA laju pertumbuhan spesifik............................................ 83
21.Hasil pengukuran Kelulushidupan......................................................... 84
22. Hasil ANAVA kelulushidupan............................................................. 85

RINGKASAN

SRI YUSNITA (1404119239) Pengaruh Dosis Biofertilizer Formulasi


Terhadap Kelimpahan Fitoplankton Pada Media Tanah Gambut Yang
Dipelihara Ikan Gabus (Channa sp.) Dibawah Bimbingan
Prof.Dr.Ir.Syafriadiman,M.sc dan Dr.Saberina Hasibuan, S.Pi M.T.
95

Anda mungkin juga menyukai