Anda di halaman 1dari 4

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ultisol merupakan ordo tanah di Indonesia penyebarannya di beberapa
pulau besar dengan luas sekitar 45.794.000 ha atau 25% dari luas wilayah daratan
Indonesia. Tanah ini berkembang pada berbagai topografi, mulai dari
bergelombang hingga bergunung dengan curah hujan yang tinggi (Subagyo et al.,
2004). Ultisol tergolong lahan marginal dengan tingkat produktivitas rendah,
kandungan unsur hara rendah karena pencucian basa secara intensif, kandungan
bahan organik rendah karena proses dekomposisi berjalan cepat. Ultisol memiliki
permeabilitas lambat hingga sedang, dan kemantapan agregat rendah sehingga
sebagian besar tanah ini mempunyai daya memegang air yang rendah dan peka
terhadap erosi (Prasetyo et al, 2007).
Agregat tanah merupakan karakteristik tanah yang sensitif terhadap dari
pengolahan tanah. Kualitas dan kuantitas agregat tanah dipengaruhi oleh bahan
organik pada tanah dan bagaimana tanah tersebut diolah. Retakan tanah yang terjadi
dan dimantapkan oleh pengikat (sementasi), baik yang terjadi secara kimia, maupun
biologis akan membentuk agregat yang baik. Agregat tanah dapat terbentuk jika
diantara partikel-partikel tanah menyatu membentuk suatu unit-unit yang lebih
besar. Mustoyo et al.,(2013) Kemantapan agregat tanah dipengaruhi dengan
meningkatnya kandungan Corganik tanah, KTK, serta semakin tinggi kandungan
liat dalam tanah biasanya tanah akan memiliki stabilitas agregat yang mantap.
Tanah juga akan memiliki ruang pori yang tinggi serta mempunyai daya
menyimpan air yang tinggi.
Agregat yang kurang stabil dan bahan organik rendah menyebabkan tanah
mudah hancur, sehingga dapat menurunkan jumlah pori-pori tanah yang
berpengaruh terhadap ketersediaan air bagi tanaman. Upaya yang dilakukan untuk
memperbaiki sifat Ultisol adalah dengan cara pengapuran untuk menaikkan pH
tanah, penambahan bahan organik untuk memperbaiki sifat fisika. kimia, dan
biologi tanah, serta pemupukan untuk penyediaan unsur hara makro seperti fosfor.
Pemberian bokashi dari kotoran ternak sering dilakukan sebagai upaya
memperbaiki kandungan bahan organik dan agregat tanah.
Bokashi berperan sebagai soil conditioner dalam pembentukan agregat
tanah atau berperan sebagai granulator (pembentukan struktur tanah berbentuk
granular) yang menyebabkan struktur tanah menjadi gembur, mudah diolah dan
mempunyai pori-pori yang cukup untuk kandungan air dan udara tanah. Bokashi
juga dapat menyediakan air dan udara untuk kebutuhan tanaman dan berbagai
makluk hidup lainnya di dalam tanah. (Alibasyah., 2016)
Bokashi dihasilkan dari fermentasi bahan organik dengan teknologi EM
(Effective Microorganism), yang merupakan kultur campuran berbagai organisme
yang bermanfaat sebagai pengurai bahan organik. Penggunaan Effective
Microorganism dalam pembuatan bokashi selain memperbaiki kualitas tanah juga
dapat meningkatkan produksi tanaman (Nasir. 2007). Bokashi biasa dibuat dengan
bahan dasar kotoran sapi yang dihasilkan dari proses fermentasi bahan organik
dengan teknologi Effective Microorganism 4 (EM4).
Bokashi kotoran sapi merupakan salah satu alternatif dalam penerapan
teknologi pertanain organik yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan.
Kotoran sapi merupakan bahan organik yang mempunyai prospek yang baik untuk
dijadikan pupuk organik, karena mempunyai kandungan unsur hara yang cukup
tinggi yaitu C organik 18,76 %, N 1,06 %, P 0,52 %, K 0,95 %, Ca 1,06 %, Mg 0,86
%, Na 0,17 %, Fe 5726 ppm, Cr 6 ppm, C/N 17,69 %, Kadar air 24,21 %
(Yuliprianto, 2006).
Menurut Maizar, (2015) mengatakan bahwa potensi dari perkebunan kelapa
sawit yang bisa digunakan sebagai bahan pembuat kompos adalah hasil kastrasi
berupa pelepah kelapa sawit. Bahan ini biasanya hanya ditempatkan di lahan sawit
yang penguraiannya secara fisik dan biologi memakan waktu yang lama. Setiap
bulannya satu pohon kelapa sawit menghasilkan sekitar 20 kg daun, atau sekitar 2,2
ton per hektar. Sehingga pada penelitian ini digunakan campuran bokashi antara
kotoran sapi dan pelepah kelapa sawit.
Provinsi Jambi merupakan salah satu daerah penghasil kelapa sawit di
Indonesia. Kelapa sawit menjadi salah satu komoditas unggulan perkebunan di
provinsi Jambi. Pengembangan kelapa sawit di Jambi berdampak positif dalam
perekonomian dan berperan dalam penyerapan tenaga kerja. Hal ini mendorong
pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan pembangunan untuk mendorong
pengembangan kelapa sawit secara baik (BPS Provinsi Jambi. 2019). Pelepah
kelapa sawit berpotensi sebagai bahan kompos berdasarkan komponen penyusun
bahan kimia pelepah kelapa sawit, potensi pelepah kelapa sawit dan kandungan
unsur hara yang terdapat di dalamnya. Pemanfaatan pelapah kelapa sawit
dihadapkan pada kendala proses dekomposisi yang cukup lama, untuk
mempercepat proses pengomposan yaitu dengan cara penambahan EM-4.
Sunarti et al, (2017) mengemukakan bahwa kendala yang dihadapi pada
tanaman kelapa sawit adalah pelepah sawit yang keras sehingga petani kesulitan
menghancurkannya. Menggunakan mesin pencacah atau chopper kendala ini bisa
teratasi. Chopper akan mencacah pelepah sawit dengan ukuran yang bisa disesuaikan.
Menurut Pahan (2008) pelepah sawit mengandung 2,4-2,8% nitrogen, 0,15-0,18
phosphor, 0,90-1,20% kalium dan 0,25-0,4% unsur Magnesium serta unsur hara
lainnya. Kandungan haranya yang lengkap akan menghasilkan pupuk organik yang
bermutu untuk mensuplai kebutuhan tanaman.
Tanaman yang dibudidayakan untuk melihat pengaruh pemberian campuran
bokashi kotoran sapi dan pelepah kelapa sawit berupa tanaman cabai. Tanaman
cabai merupakan salah satu jenis tanaman holtikultura yang dibudidayakan secara
komersial, hal ini disebabkan karena cabai memiliki kandungan gizi yang cukup
lengkap juga memiliki nilai ekonomis tinggi yang banyak digunakan baik untuk
konsumsi rumah tangga maupun untuk keperluan industri (Nurlenawati et
at.,2010). Menurut catatan dari BPS Provinsi Jambi (2017) luas lahan cabai di
Provinsi Jambi 7.776 Ha dan hasil produksi ± 399.241 ton, untuk memenuhi
kebutuhan bulanan masyarakat perkotaan diperlukan luas area panen cabai sekitar
11.000 ha/bulan, sedangkan pada musim tertentu luas area panen cabai yang harus
tersedia berkisar antara 12.100-13.300 ha/bulan. Kebutuhan cabai untuk
masyarakat pedesaan atau kota-kota kecil serta untuk bahan baku olahan. Untuk
memenuhi seluruh kebutuhan cabai tersebut perlu tersedia pasokan cabai yang
mencukupi. Sehingga dari catatan BPS Provinsi Jambi tersebut menunjukkan
kurangnya produksi cabai sedangkan permintaan meningkat maka akan terjadi
kenaikan harga. Sebaliknya apabila pasokan cabai melebihi kebutuhan maka harga
akan turun oleh karena itu untuk memenuhi permintaan pasar maka diperlukan
tindakan yang efektif dalam budidaya tanaman cabai yaitu dengan cara mencari
kombinasi yang tepat dari kebutuhan pupuk organik dan anorganik.
Membudidayakan cabai membutuhkan kondisi tanah yang gembur,
kandungan bahan organik yang tinggi, struktur tanah yang baik dan ketersediaan
air yang cukup. Berdasarkan uraian permasalahan tersebut, memanfaatkan Ultisol
untuk mingkatkan produksi cabai dengan memperbaiki kemantapan agregat, yaitu
dengan pemberian pupuk campuran bokashi kotoran sapi dan pelepah kelapa sawit
yang merupakan salah satu alternatif dalam penerapan teknologi pertanian organik
yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan. Oleh karena itu di perlukan
penelitian tentang “Pengaruh Pemberian Campuran Bokashi Kotoran Sapi dan
Bokashi Pelepah Kelapa Sawit Terhadap Kemantapan Agregat Ultisol dan
Hasil Cabai Merah ”
1.2 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian campuran
bokashi kotoran sapi dan bokashi pelepah kelapa sawit terhadap kemantapan
agregat Ultisol dan hasil cabai merah.
1.3 Manfaat Penelitian
Penelitian ini merupakan salah satu syarat bagi penulis dalam
menyelesaikan studi tingkat sarjana (S1) di Fakultas Pertanian Universitas Jambi.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pemberian
campuran bokashi kotoran sapi dan bokashi pelepah kelapa sawit terhadap
kemantapan agregat Ultisol dan hasil cabai.
1.4 Hipotesis
Campuran bokashi kotoran sapi dan bokashi pelepah kelapa sawit dapat
memperbaiki kemantapan agregat Ultisol dan hasil cabai merah

Anda mungkin juga menyukai