Anda di halaman 1dari 17

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tanah ultisol merupakan tanah yang banyak tersebar didaerah Kalimantan

khususnya Kalimantan Selatan. Tanah ultisol umumnya memiliki sifat tanah yang

masam yaitu pH yang rendah, unsur hara makro dan mikro rendah dan kapasitas

tukar kation yang rendah sehingga kemampuan tanah dalam menyerap unsur hara

juga rendah. Selain itu masalah pada tanah ultisol yaitu keracunan Al dan Fe yang

cukup tinggi membuat kelarutan unsur hara P menjadi defisiensi. Oleh karena itu

dilakukan usaha untuk meningkatkan kesuburan tanah tersebut. Salah satu cara

yang dilakukan dalam meningkatkan kesuburan tanah ini adalah pemberian

pupuk. Pembuatan pupuk dapat diolah dari limbah selain dapat digunakan untuk

mengurangi residu dari hasil suatu kegiatan dapat dimamfaatkan menjadi sesuatu

yang berguna misalnya dalam penelitian ini menggunakan limbah dari feses

(kotoran) dari hewan sapi. Penggunaan kotoran sapi maupun urinnya dapat

digunakan menjadi pupuk dan mengandung bahan organik selain itu dapat

meningkatkan unsur hara N P K setelah dipermentasi menggunakan bioaktivator.

Pemberian bahan organik pada tanah dapat meningkatkan pH tanah dan

dapat memperbaiki sifat tanah berupa sifat kimia, fisika dan biologi tanah

sehingga secara tidak langsung dalam pemberian bahan organik dapat

meningkatkan kesuburan tanah dan juga dapat menyedian unsur hara makro

danmikro pada tanah ultisol.

Seperti yang diketahui sekarang ini kesadaran akan pentingnya

penggunaan pupuk organik mendapat perhatian yang lebih karena semakin


2

merosotnya kualitas lingkungan alam, Pupuk kimia menyebabkan penipisan

unsur-unsur mikro seperti seng, besi, tembaga, mangan, magnesium dan boron,

yang bisa mempengaruhi tanaman, hewan dan kesehatan manusia, dengan

demikian dilakukan usaha untuk memperbaiki tingkat kesuburan tanahnya. Cara

memperbaiki kesuburan tanah ini yaitu salah satunya dengan cara memberikan

pupuk kandang (Nasahi, 2010).

Kuntyastuti dan Rahmania (2001) menyatakan bahwa dalam penggunaan

pupuk organik dalam kegiatan meningkatan produktivitas lahan harus

memerlukan takaran pupuk yang cukup tinggi, sehingga dapat menjadi faktor

pembatas dalam alpikasi skala luas.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh biourin sapi

terhadap pertumbuhan tanaman kangkung pada tanah ultisol.

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah dari penelitian ini

adalah sebagai berikut :

1. Apakah biourin sapi mempengaruhi pertumbuhan tanaman kangkung

darat.

Hipotesis Penelitian
3

Hipotesis dalam penelitian ini adalah biourin sapi dapat meningkatkan

produktivitas tanaman kangkung darat (Ipomoea reptana poir) pada tanah ultisol.

Mamfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini yaitu untuk memberikan informasi kepada

masyarakat tentang biourin sapi terhadap pertumbuhan tanaman kangkung

(Ipomoea reptana poir) pada tanah ultisol.


TINJAUAN PUSTAKA

Bahan Organik

Bahan organik adalah bagian dari tanah yang merupakan semua jenis

senyawa organik yang terdapat di dalam tanah, termasuk serasah, fraksi bahan

organik biomassa mikroorganisme, banan organik terlarut di dalam air, dan bahan

organik yang stabil atau humus (Stevenson, 1994).

Pengaruh bahan organik terhadap kesuburan kimia tanah antara lain

terhadap kapasitas pertukaran kation, kapasitas pertukaran anion, pH tanah, daya

sangga tanah dan tergadap keharaan tanah. Penambahan bahan organik akan

meningkatkan muatan negatif sehingga akan meningkatkan kapasitas tukar kation

(KTK). Bahan organik memberikan konstribusi yang nyata terhadap KTK tanah.

Sekitar 20-70% kapasitas pertukaran tanah pada umumnya bersumber pada

koloid humus, sehingga terdapat korelasi antara bahan organik dengan KTK tanah

(Stevenson, 1982)

Bahan organik terdiri dari bahan organik mati dan bahan organik hidup.

Termasuk kedalam bahan organik hidup adalah organisme yang ada didalam

tanah. Seperti akar tanaman, fauna makro dan meso, protista,fungi dan monera.

Sisa tumbuhan dan binatang pada berbagai tingkat dekomposisi digolongkan

sebagai bahan organik mati (Barchia, 2009).

Bahan organik pada umumnya di temukan di permukaan tanah kurang

lebih 3-5% tetapi pengaruhnya terhadap sifat tanah besar sekali. Peran bahan

organik terhadap sifat-sifat tanah dan juga terhadap pertumbuhan tanaman adalah

sebagai granulator yaitu memperbaiki struktur tanah, menjadi sumber unsur hara

diantaranya yaitu N, P, K dan menambah kemampuan tanah untuk menambah


5

unsur-unsur hara (Kapasitas tukar kation tanah menjadi tinggi) (Fahmi Susilawati

dan Jumberi, 2006).

Pupuk kandang

Pupuk kandang adalah pupuk yang berasal dari campuran kotoran-kotoran

ternak, urin, serta sisa-sisa makanan ternak tersebut. Pupuk kandang ada yang

berupa cair dan ada pula yang berupa padat, tiap jenis pupuk kandang memiliki

kelebihan masing-masingnya. Setiap hewan akan menghasilkan kotoran dalam

jumlah dan komposisi yang beragam. Kandungan hara pada pupuk kandang dapat

dipengaruhi oleh jenis ternak, umur ternak, bentuk fisik ternak, pakan dan air

(Pranata, 2010).

Pupuk kandang sapi merupakan pupuk kandang yang berasal dari kotoran

sapi yang baik untuk memperbaiki kesuburan, sifat fisika, kimia dan biologi

tanah, meningkatkan unsur hara makro dan mikro, meningkatkan daya pegang air

dan meningkatkan kapasitas tukar kation (Hadisumitro, 2002).

Peningkatan dosis pupuk kandang sapi sampai 15 t/ha

meningkatkan kandungan C-organik tanah dari 0,27% menjadi 1,67% atau

meningkat 518,52% dan pemberian pupuk kandang sapi 10 t/ha , 20 t/ha, dan 40

t/ha pada tanaman jahe menyatakan bahwa C-organik tanah setelah panen

meningkat masing-masing sebesar 12,555%, 20,55%, dan 36,51% dibandingkan

tanpa pemupukana (1,586%) (Syukur dan Indah,2006).

BOA (2008) melaporkan bahwa penggunaan bahan organik tidak hanya

menambah ketersediaan hara bagi tanaman, tetapi juga menciptakan kondisi yang
6

sesuai bagi tanaman dengan memperbaiki aerasi, mempermudah penetrasi akar,

dan memperbaiki kapasitas menahan air.

Pupuk Kandang Cair

Anty dan Naswir (2003) menyatakan limbah cair hewan ternak (urin)

mengandung berbagai unsur hara esensial seperti unsur N, P, K dan hormon IAA

atau zat perangsang tumbuh yang dapat digunakan sebagai pengatur tumbuh

diantaranya IAA (indole acetid acid).

Menurut Febrianingsih (2009) bahwa perlakuan dengan pemberian pupuk

cair urin sapi berpengaruh pada pertumbuhan tanaman terutama pertumbuhan

vegetatif (perbanyakan melalui pembentukan pembentukan tunas baru). Hal ini

karena terdapat kandungan unsur nitrogen yang bermanfaat dalam pembentukan

sel-sel baru seperti daun, cabang, dan pergantian sel-sel yang rusak.

Menurut hasil penelitian Elisabeth (2013) kandungan nutrisi yang terdapat

pada pupuk cair urin sapi cukup banyak salah satunya ialah Nitrogen. Nitrogen ini

bermanfaat bagi pertumbuhan fase vegetatif tanaman.

Hasil penelitian Taufika Rahmi (2011) menunjukkan bahwa dosis terbaik

untuk panjang umbi wortel adalah 0 ml pupuk organik cair per tanaman,

sedangkan untuk variabel pengamatan yang lain berpengaruh tidak nyata. Dosis

pupuk organik cair 135 ml per tanaman memberikan pengaruh yang nyata

terhadap bobot segar umbi per tanaman, produksi umbi per plot dan produksi
7

umbi per hektar kecuali pada tinggi tanaman, jumlah daun, panjang umbi dan

diameter umbi.

Soetejo dan Kartasapoetra (1991) menyebutkan bahwa waktu aplikasi juga

menentukan pertumbuhan tanaman. Berbedanya waktu aplikasi akan memberikan

hasil yang tidak sesuai dengan pertumbuhan tanaman. Pemberian pupuk melalui daun

dengan interval waktu yang terlalu sering dapat menyebabkan pemborosan pupuk.

Sebaliknya, bila interval pemupukan terlalu jarang dapat menyebabkan kebutuhan

hara tanaman kurang terpenuhi. Interval waktu pemberian pupuk organik cair urin

sapi dianjurkan yaitu 7-10 hari sekali.

Urine sapi yang difermentasi memiliki kadar nitrogen, fosfor, dan kalium

lebih tinggi dibanding dengan sebelum difermentasi, sedangkan kadar C-organik

pada urine sapi yang telah difermentasi menurun (Rinekso, Sutrisno, Sumiyati

2014).

Aktivitas mikroba juga dapat meningkatkan kemampuan tanah dalam

menyimpan air, sehingga unsur hara lebih mudah diserap oleh tanaman (Asroh,

2010).

Adijaya (2009) mendapatkan pemanfaatan 7.500 l/ha biourin sapi yang

dikombinasikan dengan pupuk kandang sapi 5,0 t/ha mampu meningkatkan hasil

bawang merah sebesar 60,8%, sedangkan pemberian biourin sapi 15.000 l/ha

meningkatkan hasil sebesar 31,7% dibanding tanpa pemupukan yang hanya

menghasilkan umbi bawang sebanyak 6,45 t/ha.

Pada penelitian Herul, dkk. (2015), pupuk organik cair urine sapi dengan

dosis 60 ml/l air memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah
8

cabang, umur berbunga yang lebih cepat, jumlah tandan dan jumlah buah tanaman

tomat.

Penelitian Supriyanto, dkk. (2014), bahwa pupuk organik cair urin sapi

dengan dosis 150 ml/l berpengaruh dalam meningkatkan tinggi tanaman, jumlah

daun, diameter batang, berat basah dan berat kering semai tanaman jabon merah.

Tanah Ultisol

Tanah Ultisol mempunyai sebaran yang cukup luas yaitu 29,7% dari total

daratam di Indonesia, sehingga menjadikan tanah ini memiliki peranan yang

sangat penting dalam pengembangan pertanian lahan kering di Indonesia. Tanah

Ultisol memiliki berbagai kendala berat untuk budidaya tanaman yang saling

berkaitan. Hal ini menuntukan penangan yang kompleks, dimana kendala yang

muncul pada jenis tanah ini bersumber dari proses pembentukannya. Tanah ini

dibentuk dari proses pelapukan dan pembentukan tanah yang sangat intensif

karena berlangsung dalam lingkungan iklim tropika dan subtropika yang bersuhu

panas dan bercurah hujan tinggi (Abdul, 2014).

Kalimantan selatan dengan luas wilayah 3.689.555 Ha memiliki lahan

kering seluas 1.256.648 Ha. Lahan kering ini didominasi oleh tanah mineral asam

diantaranya tanah Ultisol seluas 838.321 Ha atau sekitar 66.71 % dari seluas lahan

kering yang ada. Tanah ini berpotensi untuk dikembangkan sebagai lahan

pertanian namun ada beberapa kendala yang harus diatasi (Subagyo et al., 2004).

Tanah berordo Ultisol kebanyakan memiliki sifat tanah yang masam

karena material di dalam profil tanah banyak mengandung mineral kuarsa seperti

besi (Fe) dan aluminium (Al), sementara mineral-mineral lainnya amat sedikit.
9

Mineral-mineral tersebut memiliki kapasitas menahan hara (KTK) yang rendah.

Dipihak lain kandungan unsur Al sangat tinggi, sehingga mengakibatkan

terjadinya keracunan bagi tanaman yang tumbuh didaerah ini (Hakim, dkk, 1986).

Tanah mineral masam seperti Ultisol, didaerah tropika yang tidak subur

merupakan faktor pembatas utama terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman.

Untuk menyakatan ketidak suburan tanah ini umumnya dapat diamati dari adanya

masalah defisiensi unsur hara. Kendala lain yang tidak kalah pentingnya adalah

rendahnya kandungan bahan organik dan muatan-muatan negatif yang rendah

pada tanah ultisol (Subagyo, Suharta, dan Siswanto 2004).

Produktivitas tanah Ultisol yang rendah ini harus diiringi dengan

pemupukan yang berimbang untuk mendapatkan hasil yang optimum. Bila tidak

dilakukan perbaikan kesuburan tanahnya, produksi tanaman yang diusahakan pada

tanah mineral masam ini sangat rendah. Hal ini terlihat dari produktivitas tanaman

pangan yang ditanam pada tanah Ultisol tanpa perlakuan pemupukan berimbang

(Barchia, 2009).

Tanah yang memiliki horizon argilik dengan kejenuhan basa rendah <36%

yang menurun sesuai dengan kedalaman tanah tidak mempunyai lidah-lidah yang

menembus horizon albik atau oksik. Tanah ini sudah berkembang lanjut dibentang

lahan yang tua dan stabil atau bahan induk yang terlapuk lanjut. Tanah yang

ekuivalen adalah tertik cokelah-kemerahan dan podsolik merah-kuning (Sutanto,

2005).

Tanaman Kangkung

Kangkung dapat tumbuh dengan cepat dan memberikan hasil dalam waktu
10

sampai 6 minggu sejak dari pembenihan. Kangkung mampu beradaptasi dengan

berbagai macam iklim dan kondisi tanah. Temperatur ideal untuk pertumbuhan

kangkung yaitu 25-30°C sedangkan temperatur dibawah 10°C dapat merusak

sayuran kangkung (Palalada, 2006).

Budidaya sayuran ini dapat dilakukan dengan cara menebarkan benih

secara langsung pada media tanaman. Penyiraman, pemupukan, pencegahan hama

dan penyakit perlu diperhatikan untuk memperoleh hasil yang optimal. Sayuran

yang terawat dengan baik dapat menghasilkan 10-16 ton/ha dalam setahun

(Sutarya dkk, 2002).

METODE PENELITIAN

Bahan dan Alat

Bahan

Bahan digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

Biji kangkung; digunakan sebagai indikator dalam mengetahui pertumbuhan

tanaman setelah diberi perlakuan

Urin sapi; digunakan sebagai perlakuan dan pupuk organik cair


11

EM4; digunakan sebagai perombak dalam permentasi proses pupuk organik padat

maupun cair

Pupuk kandang,digunakan untuk pupuk dasar dalam penelitian

Gula; digunakan sebagai makanan organisme dalam EM4 dalam proses

permentasi

Tanah ultisol; digunakan sebagai tanah dalam penelitian

Aquades,digunakan untuk larutan mencampur urin sapi saat permentasi

Alat

alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Cangkul; digunakan sebagai alat dalam pengambilan tanah

Ayakan dan tumbukan; digunakan untuk mengayak sampel dan menumbuk

sampel tanah

Meteran; digunakan sebagai alat mengukur tinggi pertumbuhan tanaman

Timbangan dan neraca analitik; digunakan untuk menimbang tanah

Wadah plastik; digunakan sebagai wadah dalam permentasi biourin sapi

Polybag; digunakan sebagai tempat dan wadah yang diisi tanah untuk tanaman

Kamera; digunakan dalam mengambil foto untuk dokumentasi

Alat tulis; digunakan sebagai tulis menulis dan mencatat parameter yang diamati

dalam penelitian

Alat-alat laboratorium; digunakan dalam penetapan parameter pengamatan

Waktu dan Tempat


12

Penelitian dilaksanakan mulai bulan maret 2018 hingga juli 2018. Lokasi

penelitian adalah di rumah kaca dan Laboratorium Kimia dan Fisika Jurusan Ilmu

Tanah Fakultas Pertanian Universitas Lambung Mangkurat, Banjarbaru.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Susunan

perlakuan terdiri atas 6 perlakuan yaitu (biourin dengan konsentrasi 0%, biourin

dengan konsentrasi 0.5%, biourin dengan konsentrasi 1%, biourin dengan

konsentrasi 1,5%, biourin dengan konsentrasi 2%, biourin dengan konsentrasi

2,5%) memiliki 4 ulangan sehingga terdapat 24 satuan percobaan.

Perlakuan konsentrasi pupuk kandang adalah sebagai berikut:

P0 = (Pupuk kandang sapi 5 ton/ha + tanpa biourin)

P1 = (Pupuk kandang sapi 5 ton/ha + biourin dengan konsentrasi 0,5% )

P2 = (Pupuk kandang sapi 5 ton t/ha + biourin dengan konsentrasi 1%)

P3 = (Pupuk kandang sapi 5 ton t/ha + biourin dengan konsentrasi 1,5%)

P4 = (Pupuk kandang sapi 5 ton t/ha + biourin dengan konsentrasi 2%)

P5 = (Pupuk kandang sapi 5 ton t/ha + biourin dengan konsentrasi 2,5%)

Persiapan

a. Pembuatan larutan stok/standar

Pembuatan larutan stok yaitu pencampuran urin sapi yang dipermentasi dengan

EM4 1 tutup botol dan gula aren kemudian dicampur dengan aquades.

Pengolahan 500 ml urin sapi dan 500 ml aquades. Cara pembuatan bahan-

bahan yang sudah disiapkan di campur dan dimasukan kedalam wadah


13

kapasitas 1 liter kemudaian ditutup rapat selama 3-4 minggu, setiap harinya

ember dibuka dan diaduk agar-gas yang dihasikan dari perombakan keluar,

dibuka minimal 1 menit kemudian ciri-ciri pupuk cair ini sudah siap digunakan

ketika baunya sudah tidak menyengat lagi dan warnanya kecoklatan. Kemudian

nantinya larutan stok diambil sebanyak konsentrasi yang dibutuhkan.

b. Pengambilan sampel tanah

Pengambilan sampel tanah dilakukan di Kelurahan Cempaka Kecamatan

Banjarbaru Kalimantan Selatan pada kedalaman 0-30 cm pada beberapa titik

sampling yang kemudian dikomposit.

Pelaksanaan

a. Analisis Tanah

Sebelum dilakukan penanaman, dilakukan analisis tanah untuk mengetahui N

total, P tersedia, K total, K-dd, pH tanah, dan C-organik. Sampel tanah diambil

dan dikering anginkan hingga lolos ayakan 2 mm. Tanah yang telah diayak

dibawa ke laboratorium untuk diuji tingkat kesuburannya analisis N total

dilakukan menggunakan metode Kjedhal; P tersedia dengan metode Bray; K

total, K-dd, pH tanah dengan metode Electrode Hydydrogen ; dan C-organik

dengan metode Welkey Black.

a. Analisis Pupuk urin sapi

Pupuk cair urin sapi dianalisis terlebih dahulu sebelum digunakan, untuk

mengetahui kandungan nitrogen, posfor, kalium serta C-organik pupuk

tersebut. Analisis C-organik dengan menggunakan metode Welkey Black serta

anlisis pH tanah dengan metode Electrode Hydydrogen.


14

b. Teknik Penanaman Kangkung

Penanaman dilakukan dengan cara benih kangkung ditanam dalam polibag

sedang yang telah dilubangi sedalam 1 cm, kemudian ditutup dengan tanah dan

disiram sampai lembab. Untuk menjaga kelembagaan setiap hari disiram

sebanyak 2 kali pagi dan sore hari.

c. Pemupukan

Pada saat penanaman tanah dalam polybag dicampur dengan pupuk kandang

sapi. Pada perlakuan

Pengamatan :

1. N tersedia

2. pH tanah

3. Berat kering dan berat basah

Analsis Data

Data hasil pengamatan dianalisis terlebih dahulu dengan uji kehomogenan

ragam Barlet. Jika data homogen langsung dilanjutkan dengan analisis ragam

(ANOVA), tetapi jika data tidak homogen dilakukan transformasi log X sehingga

data menjadi homogen selanjutnya dapat dilakukan analisis ragam (ANOVA).

Analisis ragam dilakukan terhadap data hasil pengamatan dengan

menggunakan uji F-hitung dan jika diantara perlakuan terdapat perbedaan sangat

nyata, maka dilanjutkan dengan Uji BNT/LSD (Leas Significant Defference) pada

taraf.. Data semua parameter pengamatan diuji statistik menggunakan analisis


15

keragaman (Anova) metode satu faktor. Perbedaan anatar-perlakuan ditentukan

dengan LSD pada taraf uji α = 0,05.


DAFTAR PUSTAKA

Abdul A.A. 2014. Dinamika Fosfor Pada Tanah Ultisol Ynag Diberi Kompos
Dan Batuan Phosphat. Jurusan Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian
Universitas Hassanuddin. Makassar

Barchia Faiz Muhammad. 2009. Agroekosistem Tanah Mineral Masam. Gajah


Mada University Press

BOA. 2008. Pertanian Organik Penyelamat Ibu Pertiwi. Denpasar. Bali Organic
Association

Fahmi, A. A. Susilawati, dan A Jumberi. 2006. Dinamika Unsur Besi, Sulfat Dan
Posfor Serta Hasil Padi Akibat Pengolahan Tanah, Saluran Kemalir Dan
Pupuk Organik Dilahan Sulfat Masam. J. Tanah Trop.12 (1). 11-19

Hakim. N..N. Yusuf. G. Sutopo.D. Amin. Go Ban Hong dan Bailey. 1986. Dasar-
Dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung.

Parnata, A. S. 2010. Meningkatkan Hasil Panen dengan Pupuk Organik.


Agromedia. Jakarta. 146 hal. Dalam skripsi Simson Gunawan Silalahi,
2013. Pengaruh Konsentrasi Urine Sapi Dengan Dua Interval
penyemprotan terhadap Pertumbuhan Tanaman Sawi Hijau (Brassica
Junceal.). http://repository.uin_suska.ac.id/id/sprint/3202 diakses pada
tanggal 25 januari 2018. Pukul 09.30.

Rachim, A. Djunaedi dan Arifin Mahfud. 2011. Dasar-Dasar Klasifikasi


Taksonomi Tanah. Reka Cipta. Bandung

Rinekso, K., B. E. Sutrisno dan S. Sumiyati. 2014. Studi Pembuatan Pupuk


Organik Cair dari Fermentasi Urin Sapi (Ferisa) dengan Variasi Lokasi
Peternakan yang Berbeda. Jurnal Program Studi Teknik Lingkungan 3
(2):1-11.

Subagyo. H. N. suharta, dan A.B. Siswanto. 2004. Tanah-Tanah Pertanian Di


Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah Dan Agroklimat.
Bogor

Sutanto Rachman. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Kanisius Yogyakarta.

Stevenson, F. J. 1994. Humus Chemistry. Genesis, Composition, Reaction. John


Wiley and Son Inc. New York. USA. 496 p

Anda mungkin juga menyukai