Anda di halaman 1dari 41

Tugas mikrobiologi

Nama : Mohamad Rizaldi


Npm : 1022019010
Prodi : agroteknologi
JURNAL NASIONAL
"Manfaat pupuk organik hayati, kompos dan biochar
pada pertumbuhan bawang merah dan pengaruhnya
terhadap biokimia tanah pada percobaan pot
menggunakan tanah ultisol"
Abstrak
Ultisol mendominasi sekitar 25% dari total luas lahan di Indonesia. Ultisol memiliki
potensi digunakan untuk
lahan pertanian dan tanaman bawang merah memiliki prospek yang cukup besar
untuk dibudidayakan di tanah
ultisol. Ultisol memerlukan beberapa perawatan khusus karena kandungan nutrisi
yang rendah, yang
disebabkan oleh proses pencucian intensif dan selama ini penangannya belum
tepat. Salah satu upaya untuk
mengatasi masalah kualitas tanah yang terjadi di tanah ultisol ( keasaman tanah
tinggi, rata-rata pH <4,50,
saturasi Al tinggi, dan kandungan makronutrien rendah seperti P, K, Ca, Mg, dan
kandungan bahan organik)
dapat ditangani dengan penggunaan pembenah tanah seperti penyediaan bahan
organik dalam bentuk kompos
dan biochar.
Pendahuluan
Ultisol termasuk kedalam tanah pertanian
utama di Indonesia karena menempati areal
yang paling luas setelah inceptisol. Sebaran luas
ultisol di Indonesia mencapai 45.794.000 ha
atau sekitar 25% dari total luas daratan
Indonesia (Subagyo dkk. 2004 dalam Prasetyo
& Suriadikarta 2006). Tanah ultisol yang
memiliki luasan yang cukup besar, memiliki
potensi untuk dijadikan lahan pertanian dan
tanaman bawang memiliki prospek yang cukup
Ultisol termasuk kedalam tanah pertanian
utama di Indonesia karena menempati areal
yang paling luas setelah inceptisol. Sebaran luas
ultisol di Indonesia mencapai 45.794.000 ha
atau sekitar 25% dari total luas daratan
Indonesia (Subagyo dkk. 2004 dalam Prasetyo
& Suriadikarta 2006). Tanah ultisol yang
memiliki luasan yang cukup besar, memiliki
potensi untuk dijadikan lahan pertanian dan
tanaman bawang memiliki prospek yang cukup
besar untuk dikembangkan di tanah ultisol. Tanah
ultisol di Indonesia belum tertangani dengan baik,
tanah ultisol masih memiliki kekurangan untuk
dijadikan lahan pertanian yaitu rendahnya
kandungan
hara yang disebabkan karena proses pencucian yang
berlangsung intensif. Proses pelapukan dan
pencucian yang intensif pada tanah ultisol dapat
melepaskan unsur hara yang hilang menyisakan
produk akhir pelapukan dengan unsur hara yang
rendah bagi tanaman (Hairiah et al. 2000).
Dalam tanah biochar menyediakan
media tumbuh yang baik bagi mikroba. Metode
pemupukan alternatif seperti penggunaan pupuk
organik hayati menjadi pilihan (Mahanty et al.
2017). Pupuk organik hayati merupakan pupuk
organik yang terbuat dari ekstrak tauge, tepung
ikan, tepung jagung, air kelapa dan bahan-bahan
lainnya.
Metode
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian
ini meliputi tanah ultisol yang terdapat di daerah
Cibinong Science Center LIPI Cibinong, kompos
merupakan hasil dekomposisi serasah dan limbah
taman, biochar dari bahan baku tempurung kelapa,
dan POH (Pupuk Organik Hayati) merupakan
produksi LIPI (Paten terdaftar 00201601284 ),
dan bibit bawang merah lokal dari Brebes.
Perlakuan terdiri dari aplikasi biochar,
pupuk organik hayati. Terdapat 8 perlakuan
(Tabel 1) disusun dalam rancangan acak
lengkap (RAL) dengan tiga ulangan. Tahapan
penelitian meliputi pengambilan sampel tanah,
analisis dasar, persiapan kompos dan biochar,
persiapan media tanam, persiapan penanaman
bawang merah, persiapan aplikasi pupuk organik
hayati, dan analisis tanah di laboratorium.
Analisa tanah dilakukan untuk mengetahui
aktivitas mikroorganisme tanah yang meliputi total
populasi bakteri tanah, respirasi mikroorganisme
tanah, aktivitas enzim fosfomonoesterase, serta
sifat kimia tanah yang meliputi C-Organik, P-
tersedia dan pH.
Hasil
Perlakuan POH pada pot percobaan baik
yang tunggal maupun kombinasi dengan kompos,
biochar ataupun yang kombinasi memberikan
tendensi yang konsisten akan peningkatan populasi
bakteri selama periode pertumbuhan tanaman.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa
perlakuan dengan penambahan kompos dan
perlakuan Pupuk Organik Hayati (POH) dan
biochar menunjukkan peningkatan aktivitas
enzim PME-ase pada 0 HST, 6 MST dan 10
MST secara konsisten namun dari hasil sidik
ragam menunjukan pengaruh yang tidak nyata
(p>0,05).
Dengan adanya krisis kandungan C-organik
tanah pada umum kondisi lahan di Indonesia, data
hasil penelitian ini memiliki arti yang sangat penting.
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan
aplikasi penambahan kompos serta penambahan
biochar dan pupuk organik hayati (POH)
memberikan pengaruh sangat nyata (p<0,001)
terhadap kandungan C-organik tanah pada 6
MST dan 10 MST.
Keberadaan bahan organik dan biochar pada
tanah dapat menentukan tingkat pH tanah. Hasil sidik
ragam menunjukkan bahwa perlakuan dengan
penambahan kompos, Pupuk Organik Hayati (POH)
dan biochar menunjukkan pengaruh yang sangat
berbeda nyata (p<0,01) terhadap nilai pH tanah pada
6 MST dan 10 MST. Rata-rata pH tanah.
Tinggi tanaman pada 2 MST menunjukkan
bahwa tanaman yang mendapatkan perlakuan
tanah ultisol, kompos, POH dan biochar
mengalami pertumbuhan yang jauh lebih pesat
dibandingkan dengan perlakuan lain, dengan
hasil tertinggi pada perlakuan M1P3 (tanah +
kompos + POH dan biochar) yaitu 30,22 cm, dan
nilai terendah terdapat pada perlakuan M0P0
(tanpa perlakuan) yaitu 26,82 cm.
Pembahasan
Penambahan POH dan bahan organik berupa
kompos dapat meningkatkan total populasi bakteri
pada tanah seperti yang terlihat pada perlakuan
penelitian jika dibandingkan dengan kontrol.
Pada penelitian ini, penambahan bahan
organik berupa kompos didalam tanah dapat
diindikasikan menjadi sumber karbon tanah
yang dapat dimanfaatkan oleh mikroorganisme
tanah dalam menunjang metabolismenya. Bahan
organik merupakan sumber energi bagi makro
dan mikro-fauna tanah. Selain penambahan
kompos, tingginya total respirasi tanah juga dapat
dikarenakan oleh aplikasi pupuk organik hayati
(POH).
Penambahan pupuk organik hayati yang
didalamnya terdapat mikroorganisme bermanfaat
yaitu bakteri pelarut fosfat yang dapat membantu
proses pelarutan fosfat dari bahan organik yang
ditambahkan. Sesuai dengan penelitian Isnaini
(2006), yang mengatakan bahwa perubahan fosfor
organik menjadi fosfor anorganik dilakukan oleh
mikroorganisme.
Peningkatan pH tanah
dipengaruhi oleh dekomposisi bahan organik, dimana
proses dekomposisi bahan organik menghasilkan
asam-asam organik yang bersifat amfoter sehingga
mampu menetralkan pH tanah (Rocana 2011).
Menurut Darrman (2006) biochar mengandung
gugus karboksil yang berperilaku sebagai asam
dan gugus amino yang berlaku sebagai basa
(tergantung pada keadaan tanah), dapat bermuatan
positif atau negatif.
Salah satu peran penting bahan organik dan
biochar dalam aplikasi ini adalah memperbaiki
sifat fisika fisika tanah, seperti juga diungkapkan
oleh Elisabeth et al. (2013) bahwa bahan organik
membentuk granular-granular yang mengikat liat,
akibatnya tanah menjadi porus. Tanah yang
porus ini mudah di tembus akar sehingga umbi
lebih besar dan lebih banyak.
Kesimpulan
Pemanfaatan aplikasi pupuk organik hayati
(POH), kompos dan biochar pada percobaan pot
tanaman bawang merah dengan menggunakan
tanah ultisol dapat meningkatkan kualitas
biokimia tanah dan akhirnya meningkatkan
produktivitas bawang merah.
Aplikasi kompos
+ POH dan biochar ( M1P3) dapat
meningkatkan aktivitas mikroorganisme tanah
berupa populasi bakteri sebesar 75 % pada 6
MST dan sifat kimia tanah berupa C-organik
tanah sebesar 33,5 % pada 6 MST dan 67 %
pada 10 MST, pH tanah sebesar 13,5 % pada 10
MST. Kombinasi aplikasi kompos dan POH
(M1P1) meningkatkan respirasi tanah sebesar
188 % dan P-tersedia sebesar 54,51 %.
Aplikasi biochar dan pupuk organik hayati
memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan
bawang merah. Aplikasi kompos, POH dan biochar
(M1P3) mampu meningkatkan tinggi tanaman pada
6 MST sebesar 27,44 %, jumlah daun pada 2 MST
sebesar 26,05 %, berat basah umbi sebesar 28 %,
dan berat kering umbi sebesar 20% jika
dibandingkan dengan perlakuan M0P0 (tanpa
perlakuan).
JURNAL INTERNASIONAL

"Reaksi fraksi karbon organik tanah, komposisi


komunitas mikroba dan mineralisasi karbon menjadi
pupuk dengan input tinggi praktek dibawah
pertanian intensif sistem".
Abstrak
Mekanisme mikroba yang terkait dengan
dekomposisi karbon organik tanah (SOC) buruk
mengerti. Kami bertujuan untuk mengetahui efek
pupuk anorganik dan organik pada labil tanah
kolam karbon (C), struktur komunitas mikroba dan
laju mineralisasi C secara intensif
sistem tanam ganda gandum-jagung di Cina Utara.
Sedangkan penggunaan jerami dalam hubungannya
dengan pupuk kimia (NPS) menjadi tambahan
Pasokan substrat labil yang menurunkan batasan C,
merangsang pertumbuhan semua yang berhubungan
dengan PLFA
komunitas mikroba, dan menghasilkan mineralisasi
kumulatif C 53% lebih tinggi dibandingkan
dengan CK. SOC dan fraksi labilnya menjelaskan
78,7% varian mikroba
struktur komunitas.
Minerali- kumulatif
Zasi C lebih tinggi 85% pada pemupukan NPSM
dibandingkan dengan CK. Khususnya,
Perawatan NPSM meningkatkan tingkat mineralisasi
kolam tahan. Ini harus hati-hati
diperhitungkan saat menetapkan tujuan yang
realistis dan efektif untuk stabilisasi C tanah jangka
panjang.
Pendahuluan
Karbon organik tanah (Soil organic carbon / SOC)
dikenal sebagai reservoir karbon terestrial (C)
terbesar dan memiliki
mendapat banyak perhatian karena pentingnya bagi
kesuburan tanah, produktivitas tanaman, dan iklim
perubahan mitigasi. Pemupukan merupakan penentu
penting jumlah SOC dalam
lahan pertanian karena dapat mengubah
keseimbangan antara input C primer dan
dekomposisi C.
Perubahan komunitas mikroba tanah di bawah rezim
pemupukan yang berbeda mungkin terjadi
berkontribusi terhadap perubahan karakteristik lingkungan,
seperti kadar air tanah, suhu
suhu, pH dan ketersediaan media. Isi dan kualitas SOC
dipertimbangkan
menemukan faktor-faktor kunci yang mempengaruhi
komunitas mikroba tanah. Namun, peningkatan konten SOC
setelah penambahan pupuk mungkin membutuhkan waktu
yang cukup lama. Akibatnya, terjadi perubahan
SOC tidak dapat sepenuhnya dan cepat mencerminkan
pengaruh bahwa kompleksitas bahan organik
pon mungkin memiliki proses mikrobiologi yang mengontrol
ketersediaan nutrisi
Penanaman ganda jagung musim dingin-gandum
musim panas adalah sistem penanaman utama di
Cina bagian utara, seluas 16 juta hektar, dimana
outputnya mencapai sekitar a
seperempat dari total produksi pangan nasional.
Dalam beberapa tahun terakhir, produktivitas tanah
dalam sistem pertanaman ini telah menurun sebagai
akibat dari praktek pertanian yang tidak
berkelanjutan,
seperti pengolahan tanah yang sering, penghilangan
sisa tanaman, dan aplikasi pupuk mineral yang
berlebihan.
Metode
Eksperimen lapangan dengan gandum musim dingin
(Triticum aestivum L.) dan jagung musim panas (Zea
mays
L.) Sistem tanam ganda telah dilakukan sejak tahun
2007 di Pertanian Niujiawa
Pertanian Eksperimental terletak di kota Yuncheng,
provinsi Shanxi, Cina (35˚110 N, 111˚050 E).
Beriklim sedang monsoonal dengan suhu tahunan
rata-rata 13,3˚C dan an
curah hujan tahunan rata-rata 525 mm.
Eksperimen lapangan dilakukan berdasarkan
rancangan acak lengkap dengan tiga rancangan
ulangan dari setiap perlakuan. Luas setiap plot adalah
60 m2
. Empat perlakuan tersebut adalah CK, kontrol tidak
dibuahi; NP, pupuk N dan P anorganik; NPS, mineral N
dan P pupuk-
izers dalam kombinasi dengan jerami jagung; dan
NPSM, pupuk N dan P mineral dalam kombinasi
disiram dengan jerami jagung dan kotoran ayam.
Untuk perawatan NP, NPS dan NPSM,
Pupuk mineral N dan P diaplikasikan dalam bentuk
urea dan kalsium super-fosfat,
yang total memasok 450 kg N ha-1 thn-1 dan 148,5 kg
P ha-1 thn-1 untuk dua tanaman.
Percobaan inkubasi dilakukan pada 25˚C dan 60%
kapasitas menahan air untuk 124
hari. Singkatnya, setiap sampel tanah segar sebanyak
25 g dimasukkan ke dalam toples kaca 250 ml.
Setelah satu minggu a
masa pra inkubasi, sampel CO2 diambil setelah 1, 3,
6, 9, 13 hari, kemudian setiap 7 hari.
interval hingga 27 hari, 14 hari hingga 55 hari dan
kemudian 24 hari hingga 124 hari inkubasi.
Hasil
Setelah sembilan tahun aplikasi pupuk organik,
jerami dengan pupuk kandang (NPSM) atau jerami
saja
(NPS) secara substansial meningkatkan konten SOC
masing-masing sebesar 143% dan 71% (P <0,05)
Pemberian pupuk kimia saja tidak mempengaruhi
kadar SOC dibandingkan dengan CK
(Gambar 1). Pengaruh pemupukan terhadap C
organik labil tanah menunjukkan kecenderungan
yang sama dengan SOC total
Terdapat korelasi antara struktur komunitas mikroba
dan fraksi C organik labil
dianalisis dengan plot RDA. Fraksi labil tanah
digunakan sebagai variabel lingkungan.
Sumbu pentahbisan pertama dan kedua
menyumbang 75,33% dan 3,38%) dari total variasi
antara fraksi C tanah dan komposisi komunitas
mikroba dinilai dengan PLFAs. C
Pembahasan
Perubahan fraksi C organik yang labil dapat lebih merespons
praktik pengelolaan tanah
cepat dari total konten SOC. Telah diterima secara luas bahwa
aplikasi organik
pupuk kandang secara nyata meningkatkan fraksi C organik
labil, yang konsisten dengan kami
temuan. DOC bersifat mobile dalam larutan tanah dan
dengan demikian dianggap paling bio-
sumber substrat C yang tersedia untuk populasi mikroba.
Namun, hasil kami dan itu
dari Li et al.
Meskipun semua tanah dari lokasi lapangan telah
diinkubasi selama satu minggu, kami tetap
melakukannya
mengamati aliran awal emisi CO2, kemungkinan
besar berasal dari penipisan cepat dengan mudah
fraksi C organik yang dapat terurai. Untuk lebih
memahami proses mineralisasi,
kami memilih untuk memodelkan data dengan
menggunakan model kinetik urutan pertama-plus-
nol-paralel.
Kesimpulan
Studi ini secara jelas menunjukkan bahwa sembilan tahun
penggunaan berbagai pupuk organik cukup signifikan
peningkatan total kandungan SOC dan fraksi C organik labil
(DOC, LFOC dan MBC) di
tanah budaya. Selain itu, peningkatan terbesar diamati pada
pengobatan dengan kombinasi
aplikasi kotoran ayam, jerami dan pupuk mineral. Penerapan
pupuk organik-
Izers secara signifikan meningkatkan kelimpahan semua
komunitas mikroba terkait PLFA termasuk
Bakteri G +, bakteri G-, aktinomisetes, jamur saprofit dan FMA
Pemupukan organik juga
sedikit mengubah komposisi komunitas mikroba.
Selanjutnya penerapan
Pupuk organik menghasilkan mineralisasi kumulatif C.
Labil C tanah 53% -85% lebih besar
fraksi dan komunitas mikroba tanah terutama
menentukan varians di C
alisasi, sedangkan rasio C / N fraksi labil tidak
berpengaruh signifikan terhadap mineralisasi C.
dalam sistem pertanian saat ini.
Penelitian ini memberikan informasi tentang
mineralisasi
tingkat kolam C tahan, yang lebih tinggi di bawah
rezim pemupukan organik. Ini harus
diperhitungkan secara cermat saat menetapkan
tujuan yang realistis dan efektif untuk tanah jangka
panjang C
stabilisasi.
SEKIAN DAN TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai