Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pupuk kimia mulai diperkenalkan pada awal tahun 70-an, untuk meningkatkan hasil pertanian
yang sebelumnya hanya melakukan pemupukan secara tradisional. Pada awalnya tidak banyak
petani yang langsung percaya. Akan tetapi setelah diedukasi melalui penyuluhan-penyuluhan,
bimbingan masyarakat, dan terbukti peningkatan yang signifikan, maka berbondong-bondong
petani mulai mengaplikasikan pupuk kimia, hingga akhirnya diterapkan hampir di seluruh
pelosok nusantara.

Beberapa tahun pertama memang peningkatan panen sangat terasa manfaatnya. Program
modernisasi pertanian mampu menjawab satu tantangan ketersediaan kebutuhan pangan dunia
yang kian hari terus meningkat. Namun setelah belasan tahun penerapan pupuk kimia,
penggunaan pupuk kimia mulai terlihat dampak dan efek sampingnya. Bahan kimia sintetik yang
digunakan dalam pertanian seperti pupuk dan pestisida telah merusak struktur, kimia dan biologi
tanah. Bahan pestisida diyakini telah merusak ekosistem dan habitat beberapa binatang yang
justru menguntungkan petani sebagai predator hama tertentu. Di samping itu pestisida telah
menyebabkan imunitas pada beberapa hama. Lebih lanjut resiko kerusakan ekologi menjadi tak
terhindarkan dan terjadinya penurunan produksi membuat ongkos produksi pertanian cenderung
meningkat. Akhirnya terjadi inefisiensi produksi dan melemahkan kegairahan bertani.
Pupuk kimia yang sebelumnya berhasil meningkatkan produksi pertanian mulai menunjukkan
penurunan hasil. Untuk mengembalikan produktivitas, petani mulai menambah dosis pupuk
kimianya sehingga lama kelamaan biaya operasional jadi meningkat, dan keuntungan petani
semakin merosot. Dari tahun ke tahun hasil produksi menyusut bahkan kini di beberapa daerah
hasil pertanian sudah lebih rendah daripada sebelum menggunakan pupuk kimia saat beberapa
puluh tahun lalu.

1.2 Perumusan masalah


Sebagian besar lahan pertanian di Indonesia telah berubah menjadi lahan kritis akibat
pencemaran dari limbah industri/pabrik dan pemakaian pupuk anorganik/kimia yang terlampau
banyak secara terus menerus sehingga membuat unsur hara tanah semakin menurun.
Lahan pertanian yang sudah masuk dalam kondisi kritis mencapai 66% dari kurang lebih 7 juta
lahan pertanian yang ada di Indonesia. Jika hal ini dibiarkan, produktivitas lahan akan terus
menurun dan akhirnya lahan tersebut sendiri akan mati.

Langkah yang bisa dilakukan untuk mengatasi hal ini adalah dengan penggunaan pupuk organik
untuk mengganti penggunaan pupuk anorganik/kimia pada tanah pertanian. Penggunaan pupuk
organik bermanfaat untuk meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk kimia, sehingga dosis
pupuk & akibat pencemaran lingkungan yang disebabkan penggunaan pupuk kimia bisa
dikurangi.

1.3 Tujuan
Penulis menginginkan para pembaca mengerti mengenai masalah lahan pertanian di Indonesia
yang semakin kritis karena tingginya pemakaian pupuk kimia. Penulis menginginkan para
pembaca mengetahui dampak pencemaran tanah yang disebabkan oleh pupuk kimia secara rinci.
Dan juga supaya para pembaca mengetahui langkah yang harus dilakukan untuk mengatasi
pencemaran tanah, khususnya lahan pertanian karena penggunaan pupuk tersebut.

1.4 Manfaat
Adapun manfaat dari makalah ini yaitu agar kita mengetahui bahaya yang mengancam kesehatan
yang disebabkan oleh penggunaan pupuk kimia yang berlebih.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pupuk Organik


Menurut Sutanto Rachman (2002) pupuk organik adalah pupuk yang tersusun dari materi
makhluk hidup, seperti pelapukan sisa-sisa tanaman, hewan, dan manusia. Pupuk organik dapat
berbentuk padat atau cair yang digunakan untuk memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi
tanah. Pupuk organik mengandung banyak bahan organik daripada kadar haranya. Sumber bahan
organik dapat berupa kompos, pupuk hijau, pupuk kandang, sisa panen (jerami, brangkasan,
tongkol jagung, bagas tebu, dan sabut kelapa), limbah ternak, limbah industri yang menggunakan
bahan pertanian, dan limbah kota (sampah) (Suriadikarta dkk, 2006).

2.2 Pupuk Anorganik


Pupuk anorganik adalah pupuk yang dibuat oleh pabrik-pabrik pupuk dengan meramu bahan-
bahan kimia anorganik berkadar hara tinggi. Misalnya urea berkadar N 45-46% (setiap 100 kg
urea terdapat 45-46 kg hara nitrogen) (Lingga dan Marsono, 2000).
Pupuk anorganik atau pupuk buatan dapat dibedakan menjadi pupuk tunggal dan pupuk
majemuk. Pupuk tunggal adalah pupuk yang hanya mengandung satu unsur hara misalnya pupuk
N, pupuk P, pupuk K dan sebagainya. Pupuk majemuk adalah pupuk yang mengandung lebih
dari satu unsur hara misalnya N + P, P + K, N + K, N + P + K dan sebagainya (Hardjowigeno,
2004).

BAB III
HASIL

3.1 Sejarah Pupuk


Proses penambahan zat untuk tanah untuk meningkatkan kapasitasnya semakin dikembangkan
pada hari-hari awal pertanian. Petani kuno tahu bahwa hasil pertama pada sebidang tanah jauh
lebih baik daripada tahun-tahun berikutnya. Hal ini menyebabkan mereka pindah ke yang baru,
digarap daerah, yang kembali menunjukkan pola yang sama dari hasil berkurang dari waktu ke
waktu. Akhirnya ditemukan bahwa pertumbuhan tanaman di sebidang tanah dapat ditingkatkan
dengan menyebarkan hewan kotoran seluruh tanah.

Seiring berjalannya waktu, teknologi pupuk menjadi lebih halus. Zat baru yang meningkatkan
pertumbuhan tanaman ditemukan. Orang Mesir diketahui telah menambahkan abu dari
membakar gulma ke tanah. Tulisan-tulisan Yunani dan Romawi kuno menunjukkan bahwa
kotoran hewan yang digunakan, tergantung pada jenis tanah atau tanaman tumbuh. Itu juga
diketahui saat ini bahwa tumbuh tanaman polongan di lahan sebelum penanaman gandum adalah
menguntungkan. Jenis lain dari bahan ditambahkan termasuk kerang laut, tanah liat, limbah
sayuran, limbah dari proses manufaktur yang berbeda, dan lain berbagai macam sampah.

Penelitian disusun dalam teknologi pupuk dimulai pada awal abad ketujuh belas. Awal ilmuwan
seperti Francis Bacon dan Johann Glauber menjelaskan efek menguntungkan dari penambahan
sendawa ke tanah. Glauber mengembangkan pupuk mineral lengkap pertama, yang merupakan
campuran sendawa, kapur, asam fosfat, nitrogen, dan kalium. Seperti teori-teori ilmiah yang
dikembangkan kimia, kebutuhan kimia tanaman ditemukan, yang menyebabkan komposisi
pupuk ditingkatkan. Organik kimia Justus von Liebig menunjukkan bahwa tanaman
membutuhkan unsur mineral seperti nitrogen dan fosfor untuk tumbuh. Industri pupuk kimia bisa
dikatakan memiliki awal dengan paten yang dikeluarkan untuk Sir John Lawes, yang diuraikan
metode untuk memproduksi suatu bentuk fosfat yang merupakan pupuk yang efektif. Industri
pupuk sintetis mengalami pertumbuhan yang signifikan setelah Perang Dunia Pertama, ketika
fasilitas yang telah menghasilkan amonia dan nitrat sintetis untuk bahan peledak dikonversi
menjadi produksi nitrogen pupuk berbasis.

3.2 Bahan Baku Pupuk


Pupuk diuraikan di sini adalah senyawa pupuk terdiri dari pupuk primer dan sekunder nutrisi. Ini
hanya mewakili satu jenis pupuk, dan tunggal lainnya nutrisi jenis juga dibuat. Bahan baku,
dalam bentuk padat, dapat diberikan kepada produsen pupuk dalam jumlah massal ribu ton,
jumlah drum, atau wadah drum logam dan tas.
Pupuk utama termasuk zat yang berasal dari nitrogen, fosfor, dan kalium. Berbagai bahan baku
yang digunakan untuk memproduksi senyawa ini. Ketika amonia digunakan sebagai sumber
nitrogen dalam pupuk, salah satu metode produksi sintetik memerlukan penggunaan gas alam
dan udara. Komponen fosfor dibuat menggunakan belerang, batubara, dan batu fosfat. Sumber
kalium berasal dari kalium klorida, komponen utama kalium.

Nutrisi sekunder ditambahkan ke beberapa pupuk untuk membantu membuat mereka lebih
efektif. Kalsium diperoleh dari batu gamping, yang berisi kalsium karbonat, kalsium sulfat, dan
kalsium magnesium karbonat. Sumber magnesium dalam pupuk berasal dari dolomit. Sulfur
merupakan bahan yang ditambang dan ditambahkan ke pupuk. Bahan ditambang lainnya
termasuk besi dari besi sulfat, tembaga, dan molibdenum dari molibdenum oksida.
Penggunaan pupuk kimia an-organik yang tidak terkendali menjadi salah satu penyebab
penurunan kualitas kesuburan fisik dan kimia tanah. Keadaan ini semakin diperparah oleh
kegiatan pertanian secara terus-menerus (intensif), sedang pengembalian ke tanah pertanian
hanya berupa pupuk kimia Urea, TSP, dan KCl (unsur N, P, K saja), bahkan pada keadaan
ekstrim hanya unsur N lewat pemberian pupuk Urea saja dan hanya sangat sedikit unsur-unsur
organik yang dikembalikan ke dalam tanah. Hal ini mengakibatkan terdegradasinya daya dukung
dan kualitas tanah pertanian di Indonesia, sehingga produktivitas lahan semakin turun.

Penumpukan sisa atau residu pupuk kimia an-organik merupakan salah satu penyebab utama
mengerasnya daripada sisa bahan organik. Jika tanah semakin keras maka tanah semakin tidak
responsif terhadap pupuk kimia an-organik tanah-tanah pertanian. Keadaan ini banyak terjadi di
sentra-sentra pertanian terutama di Pulau Jawa. Residu pupuk kimia an-organik di dalam tanah
ini mengakibatkan terhambatnya proses dekomposisi secara alami oleh mikroba di dalam tanah.
Hal ini dikarenakan sifat bahan kimia an-organik yang lebih sukar terurai, sehingga berapapun
banyaknya tanah diberi pupuk kimia an-organik hasilnya tetap tidak optimal. Mengerasnya tanah
pertanian juga akan mengakibatkan porositas tanah menurun, sehingga ketersediaan oksigen bagi
tanaman maupun mikrobia tanah menjadi sangat berkurang. Dampak lainnya adalah terhadap
pertumbuhan tanaman. Terbatasnya penyebaran akar dan terhambatnya suplai oksigen ke akar
mengakibatkan fungsi akar tidak optimal, yang pada gilirannya menurunkan produktivitas
tanaman.

3.3 Pemakaian Pupuk Kimia di Pertanian


Pada awalnya penggunaan pupuk kimia mampu meningkatkan hasil panen, akan tetapi lama
kelamaan hasil panen makin merosot dan kondisi tanah makin lama makin tidak subur. Dari
berbagai penelitian yang mendalam dan memakan waktu lama akhirnya diketahui bahwa
kekurangan unsur biologilah salah satunya yang menyebabkan tanah semakin lama semakin
tidak subur. Unsur biologi tanah dibagi menjadi dua, yaitu mikroba tanah dan hormon
pertumbuhan pada tumbuhan.

Pupuk organik secara temporer telah meningkatkan hasil pertanian akan tetapi keuntungan hasil
panen akhirnya berkurang banyak dengan adanyapenggunaan pupuk ini karena adanya sesuatu
yang timbul akibat adanya degradasi (pencemaran) lingkungan pada lahan pertanian.
Pencemaran kimia dari pupuk merupakan pencemaran unsur-unsur hara tanaman.Tanah-tanah
yang dipindahkan oleh erosi umumnya mengandung unsur hara yang lebih tinggi daripada tanah
yang ditinggalkan karena lapisan tanah yang tererosi umumnya adalah lapisan atas yang subur.
Akibat pencemaran dari pemakaian pupuk organik yang terlalu banyak secara terus-menerus
akan menyebabkan unsur hara yang ada dalam tanah menurun.

Di Indonesia sendiri, sebagian besar lahan pertanian menjadi lahan kritis. Lahan pertanian yang
telah masuk dalam kondisi kritis mencapai 66% dari total 7 juta hektar lahan pertanian yang ada
di Indonesia. Kesuburan tanah di lahan-lahan yang menggunakan pupuk anorganik dari tahun ke
tahun menurun.
Keberhasilan diukur dan ditentukan dari berapa banyaknya hasil dari panen yang dihasilkan,
bukan diukur dari kondisi dan keadaan tanah serta hasil panennya. Semakin banyak hasil panen,
maka pertanian akan dianggap semakin maju. Bahan organik merupakan salah satu komponen
tanah yang sangat penting bagi ekosistem tanah, dimana bahan organik merupakan sumber
pengikat hara dan substrat bagi mikrobia tanah. Bahan organik tanah merupakan bahan penting
untuk memperbaiki kesuburan tanah, baik secara fisik, kimia maupun biologi. Usaha untuk
memperbaiki dan mempertahankan kandungan bahan organik untuk menjaga produktivitas tanah
mineral masam di daerah tropis perlu dilakukan.

Bahan organik yang berasal dari sisa tumbuhan dan binatang yang secara terus menerus
mengalami perubahan bentuk karena dipengaruhi oleh proses fisika, kimia dan biologi. Bahan
organik tersebut terdiri dari karbohidrat, protein kasar, selulose, hemiselulose, lignin dan lemak.
Penggunaan pupuk organik dapat memperbaiki struktur tanah dan mendorong perkembangan
populasi mikroorganisme tanah. Bahan organik secara fisik mendorong granulasi, mengurangi
plastisitas dan meningkatkan daya pegang air. Apabila tidak ada masukan bahan organik ke
dalam tanah akan terjadi masalah pencucian sekaligus kelambatan penyediaan hara. Pada kondisi
seperti ini penyediaan hara hanya terjadi dari mineralisasi bahan organik yang masih terdapat
dalam tanah, sehingga mengakibatkan cadangan total C tanah semakin berkurang. Pupuk
memiliki kandungan nitrogen di dalamnya. Unsur nitrogen yang ada dalam pupuk ini mudah
larut. Pemberian nitrogen berlebih di samping menurunkan efisiensi pupuk, juga dapat
memberikan dampak negatif di antaranya meningkatkan gangguan hama dan penyakit akibat
nutrisi yang tidak seimbang.

Oleh karena itu, perlu upaya perbaikan guna mengatasi masalah tersebut,sehingga pengolahan
sumber daya secara efektif, efisien dan aman lingkungan dapat diberlakukan. Selain disebabkan
oleh adanya penggunaan pupuk an-organik yang tidak sesuai takaran secara rutin. Hal ini juga
disebabkan pemalsuan pupuk yang dijual kepada para petani. Pupuk palsu ini adalah pupuk yang
dipalsukan atau disamarkan kandungan zat dan kadar zat di dalamnya. Hal ini menyebabkan
tanaman dan tanah mendapat nutrisi yang tidak tepat dan dapat mengganggu keadaan tanah
maupun tanaman tersebut.

3.4. Dampak Dari Pupuk Kimia pada Tanah


Alasan utama kenapa pupuk kimia dapat menimbulkan pencemaran pada tanah karena dalam
prakteknya, banyak kandungan yang terbuang. Penggunaan pupuk buatan (an-organik) yang
terus-menerus akan mempercepat habisnya zat-zat organik, merusak keseimbangan zat-zat
makanan di dalam tanah, sehingga menimbulkan berbagai penyakit tanaman.
Pupuk kimia adalah zat substansi kandungan hara yang dibutuhkan oleh tumbuhan. Akan tetapi
seharusnya unsur hara tersebut ada di tanah secara alami dengan adanya siklus hara tanah
misalnya tanaman yang mati kemudian dimakan binatang pengerat/herbivora, kotorannya atau
sisa tumbuhan tersebut diuraikan oleh organisme seperti bakteri, cacing, jamur dan lainnya.
Siklus inilah yang seharusnya dijaga, jika menggunakan pupuk kimia terutama bila berlebihan
maka akan memutuskan siklus hara tanah tersebut terutama akan mematikan organisme tanah,
jadinya akan hanya subur di masa sekarang tetapi tidak subur di masa mendatang.

Untuk itu sebenarnya perlu dijaga dengan pola tetap menggunakan pupuk organik bukan pupuk
kimia. Dampaknya zat hara yang terkandung dalam tanah menjadi diikat oleh molekul-molekul
kimiawi dari pupuk sehingga proses regenerasi humus tak dapat dilakukan lagi. Akibatnya
ketahanan tanah/daya dukung tanah dalam memproduksi menjadi kurang hingga nantinya
tandus. Tak hanya itu penggunaan pupuk kimiawi secara terus-menerus menjadikan menguatnya
resistensi hama akan suatu pestisida pertanian. Masalah lainnya adalah penggunaan Urea
biasanya sangat boros. Selama pemupukan Nitrogen dengan urea tidak pernah maksimal karena
kandungan nitrogen pada urea hanya sekitar 40-60% saja. Jumlah yang hilang mencapai 50%
disebabkan oleh penguapan, pencucian (leaching) serta terbawa air hujan (run off).

Efek lain dari penggunaan pupuk kimia juga mengurangi dan menekan populasi mikroorganisme
tanah yang bermanfaat bagi tanah yang sangat bermanfaat bagi tanaman. Lapisan tanah yang saat
ini ada sudah parah kondisi kerusakannya oleh karena pemakaian pupuk kimia yang terus
menerus dan berlangsung lama, sehingga mengakibatkan:
a. Kondisi tanah menjadi keras
b. Tanah semakin lapar dan haus pupuk
c. Banyak residu pestisida dan insektisida yang tertinggal dalam tanah
d. Mikroorganisme tanah semakin menipis
e. Banyak Mikroorganisme yang merugikan berkembang biak dengan baik
f. Tanah semakin miskin unsur hara baik makro maupun mikro
g. Tidak semua pupuk dapat diserap oleh tanaman.

3.5 Pencemaran tanah


Tanah merupakan tempat hidup berbagai jenis tumbuhan dan makhluk hidup lainnya termasuk
manusia. Kualitas tanah dapat berkurang karena proseserosi oleh air yang mengalir sehingga
kesuburannya akan berkurang. Selain itu, menurunnya kualitas tanah juga dapat disebabkan
limbah padat yang mencemari tanah. Pencemaran tanah adalah keadaan di mana bahan kimia
buatan manusia masuk dan merubah lingkungan tanah alami.

Pencemaran ini biasanya terjadi karena: kebocoran limbah cair atau bahan kimia industri atau
fasilitas komersial; penggunaan pestisida; masuknya air permukaan tanah tercemar ke dalam
lapisan sub-permukaan kecelakaan kendaraan pengangkut minyak, zat kimia, atau limbah; air
limbah dari tempat penimbunan sampah serta limbah industri yang langsung dibuang ke tanah
secara tidak memenuhi syarat (illegal dumping). Ketika suatu zat berbahaya/beracun telah
mencemari permukaan tanah, maka ia dapat menguap, tersapu air hujan dan atau masuk ke
dalam tanah. Pencemaran yang masuk ke dalam tanah kemudian terendap sebagai zat kimia
beracun di tanah. Zat beracun di tanah tersebut dapat berdampak langsung kepada manusia
ketika bersentuhan atau dapat mencemari air tanah dan udara di atasnya.

Berbagai dampak ditimbulkan akibat pencemaran tanah, diantaranya:


1.Pada kesehatan
Dampak pencemaran tanah terhadap kesehatan tergantung pada tipe polutan, jalur masuk ke
dalam tubuh dan kerentanan populasi yang terkena. Kromium, berbagai macam pestisida dan
herbisida merupakan bahan karsinogenik untuk semua populasi. Timbal sangat berbahaya pada
anak-anak, karena dapat menyebabkan kerusakan otak, serta kerusakan ginjal pada seluruh
populasi.
Paparan kronis (terus-menerus) terhadap benzena pada konsentrasi tertentu dapat meningkatkan
kemungkinan terkena leukemia. Merkuri (air raksa) dan siklodiena dikenal dapat menyebabkan
kerusakan ginjal, beberapa bahkan tidak dapat diobati. PCB dan siklodiena terkait pada
keracunan hati. Organofosfat dan karmabat dapat menyebabkan gangguan pada saraf otot.
Berbagai pelarut yang mengandung klorin merangsang perubahan pada hati dan ginjal serta
penurunan sistem saraf pusat. Terdapat beberapa macam dampak kesehatan yang tampak seperti
sakit kepala, pusing, letih, iritasi mata dan ruam kulit untuk paparan bahan kimia yang disebut di
atas. Yang jelas, pada dosis yang besar, pencemaran tanah dapat menyebabkan Kematian.

2. Pada Ekosistem
Pencemaran tanah juga dapat memberikan dampak terhadap ekosistem. Perubahan kimiawi tanah
yang radikal dapat timbul dari adanya bahan kimia beracun/berbahaya bahkan pada dosis yang
rendah sekalipun. Perubahan ini dapat menyebabkan perubahan metabolisme dari
mikroorganisme endemik dan antropoda yang hidup di lingkungan tanah tersebut.
Akibatnya bahkan dapat memusnahkan beberapa spesies primer dari rantai makanan yang dapat
memberi akibat yang besar terhadap predator atau tingkatan lain dari rantai makanan tersebut.
Bahkan jika efek kimia pada bentuk kehidupan terbawah tersebut rendah, bagian bawah piramida
makanan dapat menelan bahan kimia asing yang lama-kelamaan akan terkonsentrasi pada
makhluk-makhluk penghuni piramida atas. Banyak dari efek-efek ini terlihat pada saat ini,
seperti konsentrasi DDT pada burung menyebabkan rapuhnya cangkang telur, meningkatnya
tingkat Kematian anakan dan kemungkinan hilangnya spesies tersebut.
Dampak pada pertanian terutama perubahan metabolisme tanaman yang pada akhirnya dapat
menyebabkan penurunan hasil pertanian. Hal ini dapat menyebabkan dampak lanjutan pada
konservasi tanaman di mana tanaman tidak mampu menahan lapisan tanah dari erosi. Beberapa
bahan pencemar ini memiliki waktu paruh yang panjang dan pada kasus lain bahan-bahan kimia
derivatif akan terbentuk dari bahan pencemar tanah utama.

3.6 Penanggulangan pencemaran tanah


Ada beberapa langkah penangan untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh pencemaran
tanah, diantaranya :
1. Remediasi
Kegiatan untuk membersihkan permukaan tanah dikenal dengan remediasi. Sebelum melakukan
remediasi, hal yang perlu diketahui:
a) Jenis pencemar (organic atau anorganik), terdegradasi/tidak, berbahaya/tidak
b) Berapa banyak zat pencemar yang telah mencemari tanah tersebut,
c) Perbandingan karbon (C), nitrogen (N), dan Fosfat (P),
d) Jenis tanah,
e) Kondisi tanah (basah, kering),
f) Telah berapa lama zat pencemar terendapkan di lokasi tersebut,
g) Kondisi pencemaran (sangat penting untuk dibersihkan segera/bisa ditunda).

Ada dua jenis remediasi tanah, yaitu in-situ (atau on-site) dan ex-situ (atau off-site). Pembersihan
on-site adalah pembersihan di lokasi. Pembersihan ini lebih murah dan lebih mudah, terdiri dari
pembersihan, venting (injeksi), dan bioremediasi.
Pembersihan off-site meliputi penggalian tanah yang tercemar dan kemudian dibawa ke daerah
yang aman. Setelah itu di daerah aman, tanah tersebut dibersihkan dari zat pencemar.
Caranya yaitu, tanah tersebut disimpan di bak/tanki yang kedap, kemudian zat pembersih
dipompakan ke bak/tangkitersebut. Selanjutnya zat pencemar dipompakan keluar dari bak yang
kemudian diolah dengan instalasi pengolah air limbah. Pembersihan off-site ini jauh lebih mahal
dan rumit.

2. Bioremediasi
Bioremediasi adalah proses pembersihan pencemaran tanah dengan menggunakan
mikroorganisme (jamur, bakteri). Bioremediasi bertujuan untuk memecah atau mendegradasi zat
pencemar menjadi bahan yang kurang beracun atau tidak beracun (karbon dioksida dan air). Ada
4 teknik dasar yang biasa digunakan dalam bioremediasi:
a) stimulasi aktivitas mikroorganisme asli (di lokasi tercemar) dengan penambahan nutrien,
pengaturan kondisi redoks, optimasi pH, dsb.
b) inokulasi (penanaman) mikroorganisme di lokasi tercemar, yaitu mikroorganisme yang
memiliki kemampuan biotransformasi khusus
c) penerapan immobilized enzymes
d) penggunaan tanaman (phytoremediation) untuk menghilangkan atau mengubah pencemar.
Proses bioremediasi harus memperhatikan temperatur tanah, ketersediaan air, nutrien (N, P, K),
perbandingan C : N kurang dari 30:1, dan ketersediaan oksigen. Selain proses remediasi dan
bioremediasi, saat ini telah dikembangan teknologi pemupukan dengan mikroorganisme
indogeneous. Teknologi ini akan memperbaiki kesuburan lahan. Karena itu, teknologi ini disebut
juga dengan AGPI yang bermanfaat untuk memperbaiki sifat kimia, fisika dan biologi tanah
sehingga struktur dan tekstur tanah menjadi serasi dan sehat, yang berarti dapat memperbaiki
pertumbuhan tanaman.

BAB IV
PENUTUP

4.1. Kesimpulan
Pertanian yang sebelumnya hanya melakukan pemupukan secara tradisional. akan tetapi setelah
diedukasi melalui penyuluhan-penyuluhan, bimbingan masyarakat, dan terbukti peningkatan
yang signifikan, maka berbondong-bondong petani mulai mengaplikasikan pupuk kimia.
Beberapa tahun pertama memang peningkatan panen sangat terasa manfaatnya. Namun setelah
belasan tahun penerapan pupuk kimia, penggunaan pupuk kimia mulai terlihat dampak dan efek
sampingnya.
Penggunaan pupuk kimia an-organik yang tidak terkendali menjadi salah satu penyebab
penurunan kualitas kesuburan fisik dan kimia tanah. Keadaan ini semakin diperparah oleh
kegiatan pertanian secara terus-menerus (intensif), sedang pengembalian ke tanah pertanian
hanya berupa pupuk kimia Urea, TSP, dan KCl (unsur N, P, K saja),
Hal ini mengakibatkan terdegradasinya daya dukung dan kualitas tanah pertanian di Indonesia,
sehingga produktivitas lahan semakin turun.

Dalam melakukan budidaya tanaman, perlakuan dengan pemberian pupuk sangatlah penting. Hal
ini disebabkan karena kandungan unsur hara pada tanah sering mengalami pencucian oleh air
hujan maupun pemakaian oleh tanaman yang tumbuh sebelumnya. Selain itu, kebutuhan
tanaman terhadap unsur hara pada setian fase pertumbuhannya yang berbeda-beda sehingga
perlu dilakukan pemupukan.

4.2. Saran
Badan Pengawas Pupuk seharusnya memeriksa lebih ketat kandungan zat pada pupuk kimia
karena pada kenyataannya di lapangan banyak pupuk kimia yang memiliki kandungan yang
kurang ataupun berbahaya.
Para petani hendaknya tidak menggunakan pupuk kimia dengan berlebihan dan memadukan
penggunaan pupuk kimia dengan pupuk organic.
Pemerintah juga sepatutnya mengadakan penyuluhan mengenai penggunaan pupuk bagi para
petani dan menghimbau pemakaian pupuk organic pada tanaman dan lahan pertanian.

DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Isnaini, M. 2006. Pertanian Organik untuk Keuntungan Ekonomi & Kelestarian Bumi.
Yogyakarta: Kreasi Wacana Yogyakarta
Suriadikarta, Didi Ardi., Simanungkalit, R.D.M. (2006).Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. Jawa
Barat:Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian.
Sutanto, Rachman. (2002). Pertanian organik: Menuju Pertanian Alternatif dan Berkelanjutan.
Jakarta:Kanisius.
Webside :
http://pupukkuncitani.blogspot.com/2013/03/sejarah-pupuk-kimia-di-indonesia-dan.html
http://tanonmandiritaniorganik.blogspot.com/2011/12/sejarah-perkembangan-pupuk.html
http://pengaruh-pupuk.blogspot.com/2013/03/dampak-negatif-penggunaan-pupuk-kimia.html
http://annisawahyuningtya.blogspot.com/2013/03/dampak-pencemaran-tanah-terhad

Anda mungkin juga menyukai