Anda di halaman 1dari 28

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Pengertian Pupuk

Pupuk ialah bahan yang diberikan ke dalam tanah baik yang organik maupun yang

anorganik dengan maksud untuk mengganti kehilangan unsur hara dari dalam tanah dan

bertujuan untuk meningkatkan produksi tanaman dalam keadaan faktor keliling atau

lingkungan yang baik. Menurut Novizan (2005:88) Pupuk didefenisikan sebagai material

yang ditambahkan ke tanah atau tajuk tanaman dengan tujuan untuk melengkapi

ketersediaan unsur hara. Bahan pupuk yang paling awal digunakan adalah kotoran hewan,

sisa pelapukan tanaman, dan arang kayu.

Pupuk merupakan bahan alami atau buatan yang ditambahkan ke tanah dan dapat

meningkatkan kesuburan tanah dengan menambah satu atau lebih hara esensial. Pupuk

dibedakan menjadi 2 macam yaitu pupuk organik dan pupuk anorganik (Maryam dkk.,

2008). Marsono (2011:103) menjelaskan bahwa pupuk anorganik adalah pupuk yang

dibuat oleh pabrik dengan meramu bahan – bahan kimia dan memiliki kandungan hara

yang tinggi.

Pupuk bagi tanaman sama seperti makanan pada manusia. Oleh tanaman, pupuk

digunakan untuk hidup, tumbuh, dan berkembang. Jika dalam makanan manusia dikenal

ada istilah gizi maka dalam pupuk yang beredar saat ini terdiri dari bermacam-macam

jenis, bentuk, warna, dan merek. Namun, berdasarkan cara aplikasinya hanya ada dua jenis

pupuk akar dan pupuk daun. Manfaat pupuk adalah menyediakan unsur hara yang kurang

atau bahkan tidak tersedia di tanah untuk mendukung pertumbuhan tanaman. Namun,

secara lebih terinci manfaat pupuk ini dapat dibagi dalam dua macam, yaitu yang

berkaitan dengan perbaikan sifat fisik dan kimia tanah (Marsono, 2011:104).

7
8

2.2. Klasifikasi pupuk

Pupuk diklasifikasikan menjadi dua yakni sisa-sisa atau seresah tanaman, limbah

atau kotoran hewan, demikian pula kompos, yang dapat diubah di dalam tanah menjadi

bahan-bahan organik tanah, lazim disebut pupuk alam atau pupuk organik. Sedangkan

pupuk yang dibuat di pabrik disebut pupuk buatan atau pupuk anorganik.

2.2.1. Pupuk Organik

Pupuk organik sudah lama dikenal para petani, jauh sebelum Revolusi Hiaju

berlangsung di Indonesia pada tahun 1960-an. Sedangkan pupuk hayati dikenal para

petani sejak proyek intensifikasi kedelai pada tahun 1980-an. Namun sejak Revolusi Hijau

petani mulai banyak menggunakan pupuk buatan karena praktis penggunaannya dan

sebagian besar varientas unggul memang membutuhkan hara makro (NPK) yang tinggi

dan harus cepat tersedia (Yuwono, 2006:136).

Musnawar (2004: 173) secara umum pupuk organik memiliki empat fungsi yang
sangat penting yaitu: (1) Pupuk organik dapat memperbaiki kesuburan tanah.
Adanya penambahan unsur hara, humus, dan bahan organik melalui pupuk organik
ke dalam tanah akan menimbulkan efek residual, yaitu berpengaruh dalam jangka
panjang. (2) Pupuk organik dapat memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah.
Pemberian pupuk organik menyebabkan terjadinya perbaikan struktur tanah.
Akibatnya, sifat fisik dan kimia tanah ikut diperbaiki. Pemberian pupuk organik
pada tanah berpasir menyebabkan daya ikat tanah menjadi meningkat. Pemberian
pupuk organik pada tanah berlempung akan menyebabkan tanah menjadi ringan,
daya ikat air menjadi tinggi, daya ikat tanah terhadap unsur hara meningkat, serta
drainase dan tata udara tanah dapat diperbaiki. Tata udara tanah yang baik dengan
kandungan air yang cukup akan menyebabkan suhu tanah lebih stabil serta aliran
air dan aliran udara tanah lebih baik. (3) Pupuk organik dapat memperbaiki sifat
biologi tanah dan mekanisme jasad renik (mikroorganisme) yang ada menjadi
hidup. Pemberian pupuk organik akan meningkatkan populasi mikroorganisme
yang dapat menekan aktivitas saprofitik dari patogen tanaman. (4) penggunaan
pupuk organik dapat dijamin keamanannya. Pupuk organik tidak akan merugikan
kesehatan para petani ataupun mencemari lingkungan.

Menurut Bawolye dan Syam, (2006:125) Pupuk organik adalah nama kolektif

untuk semua jenis bahan organik asal tanaman dan hewan yang dapat dirombak menjadi
9

hara tersedia bagi tanaman. Pupuk organik adalah pupuk yang sebagian besar atau

seluruhnya terdiri atas bahan organik yang berasal dari tanaman dan hewan yang telah

melalui proses rekayasa, dapat berbentuk padat atau cair yang digunakan mensuplai bahan

organik untuk memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah.

Definisi tersebut menunjukkan bahwa pupuk organik lebih ditujukan kepada

kandungan C-organik atau bahan organik dari pada kadar haranya ; nilai C-organik itulah

yang menjadi pembeda dengan pupuk anorganik. Bila C-organik rendah dan tidak masuk

dalam ketentuan pupuk organik maka diklasifikasikan sebagai pembenah tanah organik.

Sumber bahan organik dapat berupa kompos, pupuk hijau, maupun pupuk

kandang, siswa panen (jerami, brangkasan, tongkol jagung, bagas sabut, dan sabut kelapa),

limbah ternak, limbah industri yang menggunakan bahan pertanian, dan limbah kota.

Pupuk organik/kompos merupakan produk pembusukan dari limbah tanaman dan hewan

hasil perombakan oleh fungsi, aktinomesit, dan cacing tanah. Pupuk hijau/pupuk organik

merupakan keseluruhan tanaman hijau maupun hanya bagian dari tanaman seperti sisa

batang dan tunggul akar setelah bagian atas tanaman yang hijau digunakan sebagai pakan

ternak. Sebagai contoh pupuk hiaju ini adalah sisa-sisa tanaman, kacang-kacangan, dan

tanaman paku air Azolla (Bawolye dan Syam, 2006: 141).

Pupuk kandang merupakan kotoran ternak. Limbah ternak merupakan limbah dari

rumah potong berupa tulang-tulang, darah dan sebagainya. Limbah industri yang

menggunakan bahan pertanian merupakan limbah berasal dari limbah pabrik gula, limbah

pengolahan kelapa sawit, penggilingan padi, limbah bumbu masak, dan sebagainya.

Limbah kota yang dapat menjadi kompos berupa sampah kota yang berasal dari tanaman,

setelah dipisahkan dari bahan-bahan yang tidak dapat dirombak misalnya plastik, kertas,

dan botol.
10

Menurut Novizan, (2007: 48) istilah pupuk hayati digunakan sebagai nama kolektif

untuk semua kelompok fungsional mikroba tanah yang dapat berfungsi sebagai penyedia

hara dalam tanah, sehingga dapat tersedia bagi tanaman. Pemakaian istilah ini relatif baru

dibandingkan dengan saat penggunaan salah satu jenis pupuk hayati komensial pertaman

di dunia yaitu Rhizobium yang sudah lebih dari 100 tahun yang lalu. Pupuk hayati dalam

buku ini dapat didefinisikan sebagai inokulan berbahan aktif organisme hidup yang

berfungsi untuk menambah hara tertentu atau menfasilitasi tersediannya hara dalam tanah

bagi tanaman. Memfasilitasi tersedianya hara ini dapat berlangsung melalui akses tanaman

terhadap hara misalnya oleh cendawan mikroza arbuskuler, pelarutan oleh mikroba pelarut

fosfat, maupun perombakan oleh fungi, aktinomiset atau cacing tanah.

Penyediaan hara ini berlangsung melalui hubungan simbiosis atau nonsimbiosis.

Secara simbiosis berlangsung dengan kelompok tanaman tertentu atau dengan kebanyakan

tanaman, sedangkan dengan nonsimbiosis berlangsung melalui penyerapan hara hasil

pelarutan oleh kelompok mikroba pelarut fosfat, dan hasil perombakan bahan organik oleh

kelompok organism perombak. Kelompok mikroba simbiosis ini terutama meliputi bakteri

bintil akar dan cendawan mikoriza. Penghambatan N2 secara simbiosis dengan tanaman

kehutanan yang bukan legume oleh aktinomisetes genus Frankia diluar cakupan buku ini.

Kelompok cendawan mikoriza yang tergolong ektomikoriza juga di luar cakupan buku ini,

karena kelompok ini hanya bersimbiosis dengan berbagai tanaman kehutanan. Kelompok

organism perombakan bahan organik tidak hanya mikrofauna tetapi ada juga makrofauna

(cacing tanah) Syafrudin (2007:126).

Pembuatan vermikompos melibatkan cacing tanah untuk merombak berbagai

limbah seperti limbah pertanian, limbah dapur, limbah pasar, limbah ternak, dan limbah

industri yang berbasis pertanian. Kelompok organism perombakan ini dikelompokkan

sebagai bioaktivator perombakan bahan organik. Sejumlah bakteri penyedia hara yang
11

hidup pada Rhizosfir akar (rhizobakteri) disebut rhizobakteria pemacu tanaman (plant

growthopromiting rhizobacteria = PGPR). Kelompok ini mempunyai peranan ganda di

samping (1) menghambat N2, juga ; (2) menghasilkan hormon tubuh (seperti IAA,

geberilin, sitokinin, etilen, dan lain-lain); (3) menekan penyakit tanaman asal tanah

dengan memproduksi sederofor glukanse, kitinase, sianida; dan (4) melarutkan p dan hara

lainnya (Cattelan et al.,1999: 210).

Sebenarnya tidak hanya kelompok ini yang memiliki peranan ganda (multifungsi)

tetapi juga kelompok mikroba lain seperti cendawan mikoriza. Cendawan mikoriza ini

selain dapat meningkatkan sarapan hara, juga dapat meningkatkan ketahanan tanaman

terhadap penyakit terbawa tanah, meningkatkan toleransi tanaman terhadap kekeringan,

menstabilkan agregat tanah, dan sebagainya, tetapi berdasarkan hasil-hasil penelitian yang

ada peranan sebagai penyediaan hara lebih menonjol dari pada peranan-peranan lain.

Pertanyaan yang mungkin timbul ialah apakah multifungsi suatu mikroba tertentu apabila

digunakan sebagai inokulan dapat terjadi bersamaan, sehingga tanaman yang inokulan

dapat memperoleh manfaat multifungsi mikroba tersebut (Indriani, 2001:84).

Kebanyakan kesimpulan tersebut berasal dari penelitian-penelitian terpisah,

misalnya pengaruh terhadap serapan hara pada suatu percobaan, dan pengaruh terhadap

toleransi kekeringan pada percobaan lain. Mungkin sekali fungsi-fungsi tersebut hanya

dimiliki spesies tertentu pada suatu kelompok fungsional tertentu, atau mungkin juga

fungsi-fungsi ini hanya dimiliki oleh strain atau strain-strain tertentu dalam suatu spesies,

atau kondisi lingkungan dimana tanaman tersebut tumbuh. Pupuk organic. Subha Rao

(2002:192) menganggap sebenarnya pemakaian inokulan mikroba lebih tepat dari istilah

pupuk hayati. Ia sendiri mengidentifikasi pupuk hayati sebagai preparsi yang mengandung

sel-sel dari strain-strain efektif mikroba penambat nitrogen, pelarut fosfat atau selulolitik

yang digunakan pada biji, tanah atau tempat pengomposan dengan tujuan meningkatkan
12

jumlah mikroba tersebut dan mempercepat proses microbial tertentu untuk menambah

banyak ketersediaan hara dalam bentuk tersedia yang dapat diasimilasikan tanaman pupuk

organik.

2.2.2. Jenis Pupuk Organik

Menurut jenisnya pupuk organik dapat dibedakan menjadi 5 yaitu pupuk organik

buatan, pupuk kandang, pupuk hijau, kompos dan humus (Sadikin, 2008; 67).

1. Pupuk Organik Buatan

Menurut Sadikin, (2008:68) pupuk organik buatan adalah pupuk organik yang

diproduksi di pabrik dengan menggunakan peralatan yang modern. Beberapa manfaat

pupuk organik buatan, yaitu :

1) Meningkatkan kandungan unsur hara yang dibutuhkan tanaman

2) Meningkatkan produktivitas tanaman

3) Merangsang pertumbuhan akar, batang dan daun

4) Mengemburkan dan menyuburkan tanah

Pada umumnya, pupuk organik buatan digunakan dengan cara penyebaran di

sekeliling tanaman, sehingga terjadi peningkatan kandungan unsur hara secara efektif dan

efesien bagi tanaman yang diberi pupuk organik tersebut.

2. Pupuk Kandang

Menurut Sadikin, (2008; 71) pupuk kandang adalah pupuk yang berasal dari

kotoran hewan. Hewan yang kotoronnya sering untuk pupuk kandang adalah hewan yang

bisa dipelihara oleh masyarakat, seperti kotoran kambing, sapi, domba, ayam, dan kerbau.

Selain berbentuk padat, pupuk kandang juga bisa berupa cair yang berasal dari kencing

(urine) hewan. Pupuk kandang mengandung unsur hara makro dan mikro. Pupuk kandang

padat (makro) banyak mengandung unsur fosfor, nitrogen, dan kalium. Unsur hara mikro
13

yang terkandung dalam pupuk kandang antara lain ; kalsium, magnesium, belerang,

natrium, besi, tembaga, dan molibdenum. Kandungan nitrogen dalam urine hewan ternak

tiga kali lebih besar dibandingkan dengan kandungan nitrogen dalam kotoran padat.

3. Pupuk Hijau

Menurut Sadikin, (2008:74) Pupuk hijau adalah pupuk organik yang berasal dari

tanaman atau berupa sisa panen. Bahan tanaman ini dapat dibenamkan pada waktu masih

hijau atau setelah dikomposkan. Sumber pupuk hijau dapat berupa sisa-sisa tanaman (sisa

panen) atau tanaman yang ditanam secara khusus sebagai penghasil pupuk hijau, seperti

sisa-sisa tanaman, kacang-kacangan, dan tanaman paku air (Azolla). Jenis tanaman yang

dijadikan hara yang relatif tinggi, terutama nitrogen dibandingkan dengan jenis tanaman

lainnya. Tanaman legume juga relative mudah terdekomposisi sehingga penyediaan

haranya menjadi lebih cepat. Pupuk hijau bermanfaat untuk meningkatkan kandungan

bahan organik dan unsur hara di dalam tanah, sehingga terjadi perbaikan sifat fisika,

kimia, dan biologi tanah, yang selanjutnya berdampak pada peningkatan produktivitas

tanah dan ketanahan tanah terhadap erosi.

4. Kompos

Menurut Sadikin, (2008: 76) Kompos merupakan sisa bahan organik yang

berasal dari tanaman, hewan, dan limbah organik yang telah memahami proses

dekomposisi atau fermentasi. Jenis tanaman yang sering digunakan untuk kompos

diantaranya jerami, sekam padi, tanaman pisang, gulma, sayuran yang membusuk, sisa

tanaman jagung, dan sabut kelapa. Bahan dari ternak sering digunakan untuk kompos di

antaranya kotoran hewan ternak, urine, pakan ternak yang terbuang dan biogas.

5. Humus

Menurut Sadikin, (2008: 77) humus adalah material organik yang berasal dari

degradasi ataupun pelapukan daun-daunan dan ranting-ranting tanaman yang membusuk


14

(mengalami dekomposisi) yang akhirnya mengubah humus menjadi (bunga tanah), dan

kemudian menjadi tanah. Bahan baku untuk humus adalah dari daun ataupun ranting

pohon yang berjatuhan, limbah pertanian dan peternakan, industri makanan, agro industry,

kulit kayu, serbuk gergaji (abu kayu), kepingin kayu, endapan kotoran, sampah rumah

tangga, dan limbah padat perkota.

2.2.3. Pupuk Anorganik

Pupuk anorganik memiliki beberapa keuntungan yaitu pemberiannya dapat terukur

dengan tepat, kebutuhan hara tanaman dapat terpenuhi dengan perbandingan yang tepat,

dan tersedia dalam jumlah yang cukup. Sedangkan kelemahan dari pupuk anorganik yaitu

hanya memiliki unsur hara makro, pemakaian yang berlebihan dapat merusak tanah bila

tidak diimbangi dengan pupuk kandang atau kompos, dan pemberian yang berlebihan

dapat membuat tanaman mati (Marsono, 2011:104).

2.3. Pupuk Kandang

Pupuk kandang merupakan pupuk yang bahan bakunya berasal dari makhluk hidup

baik berupa tumbuhan maupun hewan. Biasanya yang dijadikan bahan baku adalah limbah

tumbuhan seperti daun kering, jerami, maupun tumbuhan lain dan limbah peternakan

seperti kotoran sapi, kotoran kerbau dan kotoran ternak lainnya. Dalam pembahasan

tinjauan ini yang akan dibahas lebih lanjut adalah pupuk organik yang berasal dari kotoran

ternak yang lebih dikenal dengan pupuk kandang.

Pupuk kandang merupakan produk yang berasal dari limbah usaha peternakan

dalam hal ini adalah kotoran ternak (Setiawan, 2010:121). Jenis ternak yang bisa

menghasilkan pupuk organik ini sangat beragam diantaranya sapi, kambing, domba, kuda,

kerbau, ayam dan babi. Adapun fungsi dari pupuk organik sebagai berikut: 1. Sebagai

operator, yaitu memperbaiki struktur tanah. 2. Sebagai penyedia sumber hara makro dan
15

mikro. 3. Menambah kemampuan tanah dalam menahan air. 4. Menambah kemampuan

tanah untuk menahan unsur-unsur hara (melepas hara sesuai kebutuhan tanah). 5. Sumber

energi bagi mikro organisme.

Kualitas pupuk kandang sangat bervariasi, tergantung pada jenis ternak yang

menghasilkan kotoran, umur ternak, jenis pakan yang dikonsumsi, campuran bahan selain

feses, proses pembuatan, serta teknik penyimpanannya. Pupuk kandang mengandung 3

golongan komponen, yaitu litter (kotoran/sampah), ekscreta padat (bahan keluaran padat)

dari binatang, dan ekscreta cair (urin). Sifat/keadaan dan konsentrasi relatif dari

komponen-komponen ini dalam macam-macam pupuk kandang sangat berbeda,

tergantung dari jenis ternaknya, cara pemberian makanan dan pemeliharaannya.

Sisa-sisa tanaman dalam pupuk kandang biasanya tinggi kandungan karbohidrat,

terutama selulosa, dan rendah kandungan nitrogen maupun mineral. Nitrogen dan mineral

terkandung tinggi pada urin, dan kandungan karbohidratnya sangat kecil. Sedangkan

ekscreta padat memiliki kandungan protein yang tinggi, sehingga memberikan suatu

media yang lebih seimbang bagi perkembangan mikro organisme.

Pupuk kandang bisa digunakan untuk berbagai jenis tanaman, seperti tanaman

sayur, tanaman buah, tanaman palawija dan tanaman pangan. Secara aplikasi penggunaan

pupuk kandang dibedakan menjadi penggunaan di sawah dan penggunaan di lahan kering.

Penggunaan di sawah lebih ditekankan pada tanaman padi, sedangkan penggunaan di

lahan kering untuk tanaman sayur dan tanaman buah.

Setiawan (2010:122) mengatakan bahwa cara mengubah kotoran ternak menjadi

pupuk kandang cukup mudah. Sebenarnya dengan hanya membiarkan begitu saja

dikandang, dalam waktu tertentu, kotoran ternak akan berubah menjadi pupuk kandang.

Namun jika tidak ditangani dengan baik, hal ini akan menyebabkan pencemaran

lingkungan dan penyusutan unsur hara dalam kotoran tersebut, dengan demikian
16

diperlukan usaha untuk menanganinya. Cara yang sering dipergunakan untuk mengubah

kotoran ternak menjadi pupuk kandang ada dua macam, yaitu sistem terbuka dan sistem

tertutup. Pada sistem terbuka kotoran ternak ditimbun di tempat terbuka di permukaan

tanah. Tempat penyimpanan berupa tanah yang ditinggikan dan diberi atap. Kelebihan

sistem terbuka adalah kotoran ternak akan cepat matang, namun kelemahannya selama

proses penguraian, bau kotoran akan terbawa angin sehingga penyebarannya lebih jauh.

Pada sistem tertutup kotoran ternak ditimbun di dalam lubang yang diberi atap. Kelebihan

dari sistem tertutup adalah peyebaran bau kotoran ternak dapat dikurangi selama proses

penguraian, namun kelemahannya adalah pupuk kandang yang terbentuk akan

membutuhkan waktu yang lebih lama dan pupuk yang terbentuk tidak kering.

Sedangkan menurut Setiawan (2010:123), pembuatan pupuk kandang secara

konvensional adalah pembuatan pupuk kandang yang dalam proses pembuatannya

berjalan dengan sendirinya, dengan sedikit atau tanpa campur tangan manusia. Manusia

hanya membantu mengumpulkan bahan, menyusun bahan, untuk selanjutnya proses

pengomposan berjalan dengan sendirinya tanpa penambahan bioaktivator. Sistem yang

digunakan untuk pembuatan pupuk kandang secara konvensional ada beberapa macam,

diantaranya adalah sistem wind row, sistem aerated static pile, dan sistem in vessel.

1. Sistem Wind Row

Sistem wind row merupakan proses pembuatan pupuk kandang yang paling sederhana

dan paling murah. Dengan sistem ini, kotoran ternak hanya ditumpuk memanjang

dengan tinggi tumpukan 0,6 – 1 m dan lebar 2 – 5 m. Sementara panjangnya dapat

mencapai 40 - 50 m. Sistem ini memanfaatkan sirkulasi udara secara alami.

Optimalisasi lebar, tinggi dan panjangnya tumpukan sangat dipengaruhi oleh keadaan

bahan baku, kelembapan, ruang pori, dan sirkulasi udara untuk mencapai bagian

tengah tumpukan bahan baku. Idealnya tumpukan bahan baku ini harus dapat
17

melepaskan panas untuk mengimbangi pengeluaran panas yang ditimbulkan sebagai

hasil proses dekomposisi bahan organik oleh mikroba.

Sistem wind row ini merupakan sistem komposting yang baik yang telah berhasil

dilakukan di banyak tempat untuk memproses pupuk kandang, sampah kebun, lumpur

selokan, sampah kota, dan bahan lainnya. Untuk mengatur temperatur, kelembapan,

dan oksigen dilakukan proses pembalikan secara periodik. Pembalikan juga dapat

menghambat bau yang mungkin timbul. Pembalikan dapat dilakukan baik secara

mekanis maupun manual. Dengan hanya membalik bahan pupuk kandang secara

periodik, pupuk kandang akan mengalami proses dekomposisi dengan sendirinya

sehingga bisa menghemat biaya. Sementara kelemahan dari sistem ini adalah

memerlukan areal lahan yang cukup luas.

2. Sistem Aeratic Static Pile

Sistem pembuatan pupuk kandang lainnya yang lebih maju adalah sistem aeratic static

pile. Secara prinsip, proses pembuatan pupuk kandang ini hampir sama dengan sistem

wind row, namun pada proses pembuatan pupuk kandang dengan sistem ini

memerlukan pipa yang dilubangi untuk mengalirkan udara. Udara ditekan memakai

blower. Oleh karena ada sirkulasi udara maka tumpukan bahan baku yang sedang

diproses dapat lebih tinggi dari 1 m. Proses itu sendiri diatur dengan pengaliran

oksigen. Apabila temperatur terlalu tinggi, aliran oksigen dihentikan sebaliknya

apabila temperatur turun, aliran oksigen ditambah. Untuk mencegah bau yang timbul,

pipa dilengkapi dengan exhaust fan. Dalam sistem ini tidak ada proses pembalikan

bahan. Oleh karenanya, kotoran ternak dan sisa pakan harus tercampur secara

homogen sejak awal. Dalam pencampuran harus ada rongga udara yang cukup.

Bahan-bahan yang terlalu besar dan panjang (terutama sisa pakan yang berupa

hijauan) harus dipotong-potong mencapai ukuran 4 – 10 cm.


18

3. Sistem In Vessel.

Sistem ketiga yang biasa digunakan untuk membuat pupuk kandang adalah sistem in

vessel. Untuk membuat pupuk kandang dengan sistem ini diperlukan container

sebagai wadah dekomposisi. Wadah ini bisa berupa silo atau parit memanjang. Proses

dekomposisi berlangsung secara mekanik. Dengan dibatasi oleh struktur container,

sistem ini mampu mengurangi pengaruh bau yang tidak sedap dari kotoran ternak

selama proses pengomposan. Sistem ini juga mempergunakan pengaturan udara, sama

seperti sistem aerated static pile. Suhu dan konsentrasi oksigen perlu dikontrol selama

proses pengomposan. Pemasukan bahan pupuk kandang dan pengeluaran pupuk

kandang yang sudah jadi dilakukan dari pintu yang berbeda.

2.4. Kotoran Ayam

Kotoran ayam merupakan salah satu limbah yang dihasilkan baik ayam petelur

maupun ayam pedaging yang memiliki potensi yang besar sebagai pupuk organik.

Komposisi kotoran sangat bervariasi tergantung pada sifat fisiologis ayam, ransum yang

dimakan, lingkungan kandang termasuk suhu dan kelembaban.

Kotoran ayam merupakan salah satu bahan organik yang berpengaruh terhadap

sifat fisik, kimia dan pertumbuhan tanaman. Kotoran ayam mempunyai kadar unsur hara

dan bahan organik yang tinggi serta kadar air yang rendah. Setiap ekor ayam kurang lebih

menghasilkan ekskreta per hari sebesar 6,6% dari bobot hidup. Kotoran ayam memiliki

kandungan unsur hara N 1%, P 0,80%, K 0,40% dan kadar air 55% (Lingga, 2010:67).

Hasil analisis yang dilakukan oleh Suryani, dkk (2010:134), bakteri yang ditemukan pada

kotoran ternak ayam antara lain Lactobacillus achidophilus, Lactobacillus reuteri,

Leuconostoc mensenteroides dan Streptococcus thermophilus, sebagian kecil terdapat

Actinomycetes dan kapang. Raihan (2000:68), menyatakan bahwa penggunaan bahan


19

organik kotoran ayam mempunyai beberapa keuntungan antara lain sebagai pemasok hara

tanah dan meningkatkan retensi air.

Apabila kandungan air tanah meningkat, proses perombakan bahan organik akan

banyak menghasilkan asam-asam organik. Anion dari asam organik dapat mendesak fosfat

yang terikat oleh Fe dan Al sehingga fosfat dapat terlepas dan tersedia bagi tanaman.

Penambahan kotoran ayam berpengaruh positif pada tanah masam berkadar bahan organik

rendah karena pupuk organik mampu meningkatkan kadar P, K, Ca dan Mg tersedia.

Beberapa hasil penelitian aplikasi pupuk kandang ayam selalu memberikan respon

tanaman terbaik pada musim pertama. Hal ini terjadi karena pupuk kandang ayam yang

lebih cepat terdekomposisi serta mempunyai kadar hara yang cukup pula jika

dibandingkan dengan jumlah unit yang sama dengan pupuk kandang lainnya ( Widiowati

dkk, 2005:44).

Tabel 2.1 Kandungan hara kotoran ayam

Jenis analisis Kadar (%) Jenis analisis Kadar (%)


Kadar Air 57
Bahan Organik 29
N 1,5
P2O5 1,3
K2O 0,8
CaO 4,0
Nisbah C/N 9-11
Sumber : Widiowati dkk, (2005:45).

2.5. Tanaman Cabai (Capsicum annuum L)

Cabai (Capsicum annuum L) adalah tanaman yang termasuk ke dalam keluarga

tanaman Solanaceae. Cabai mengandung senyawa kimia yang dinamakan capsaicin (8-

methyl-N-vanillyl-6-nonenamide). Selain itu, terkandung juga berbagai senyawa yang

mirip dengan capsaicin, yang dinamakan capsaicinoids. Sedangkan Buah cabai

merupakan buah buni dengan bentuk garis lanset, merah cerah, dan rasanya pedas. Daging
20

buahnya berupa keping-keping tidak berair. Bijinya berjumlah banyak serta terletak di

dalam ruangan buah (Setiadi, 2008:128).

2.6. Tanaman Cabai Rawit

Tanaman Cabai pada dasarnya terbagi atas dua golongan utama, yaitu cabai

besar (Capsicum annum L.) dan cabai rawit (Capsicum frutescens L.) Cabai besar terbagi

menjadi dua golongan, yaitucabai pedas (hot pepper) dan cabai paprika (sweet pepper).

Cabe merupakan tanaman perdu dari famili terong-terongan yang memiliki nama ilmiah

Capsicum sp. Cabe berasal dari benua Amerika tepatnya daerah Peru dan menyebar ke

negara-negara benua Amerika, Eropa dan Asia termasuk Negara Indonesia.Tanaman cabe

banyak ragam tipe pertumbuhan dan bentuk buahnya. Diperkirakan terdapat 20 spesies

yang sebagian besar hidup di negara asalnya. Masyarakat pada umumnya hanya

mengenal beberapa jenis saja, yakni Cabe besar, cabe keriting, cabe rawit dan paprika

(Santika, 2009: 94).

Menurut Setiadi, (2007: 152) cabai rawit atau Capsicum frutescens L adalah

tanaman yang sangat populer diseluruh dunia. Sebagai salah satu tanaman holtikultura,

cabai rawit merupakan komoditi tanaman buah semusim yang berbentuk perdu. Tanaman

dari famili solanaceae ini merupakan tanaman budidaya yang juga sering di tanam di

pekarang sebagai tanaman sayur. Di Indonesi tanaman cabai rawit ada berbagai macam

jenis. Cabai rawit mempunyai tiga varietas yaitu cabai rawit leutik atau cengek leutik,

cengek domba atau cengek bodas dan ceplik.

Cabai rawit mempunyai banyak fungsi yang sangat banyak selain dijadikan

penyedap dalam masakan, cabai rawit juga dapat digunakan untuk mengobati berbagai

macam penyakit karena cabai rawit mempunyai kandungan gizi yang cukup baik. Cabai

rawit dapat ditanam di lahan mana saja seperti lahan sawah, tegalan, dan tempat yang
21

terlindungi oleh pepohonan sekalipun asalkan pesyaratan tumbuhnya terpenuhi

(Padmiarso, 2009: 79)

2.6.1. Taksonomi Tanaman Cabai Rawit

Tanaman cabai memiliki banyak nama populer di berbagai negara. Namun secara

umum tanaman cabai disebut sebagai pepper atau chili. Nama pepper lebih umum

digunakan untuk menyebut berbagai jenis cabai besar, cabai manis, atau paprika.

Sedangkan chili, biasanya digunakan untuk menyebut cabai pedas, misalnya cabai rawit.

Di Indonesia sendiri, penamaan cabai juga bermacam-macam tergantung daerahnya. Cabai

sering disebut dengan berbagai nama lain, misalnya, lombok, mengkreng, rawit, cengis,

cengek, dan masih banyak lagi sebutan lainnya.

Menurut Setiadi (2003: 59), “tanaman cabai rawit merupakan salah satu bentuk

tanaman perdu dan merupakan tanaman musiman, tinggi tanaman ini mencapai 50-100

cm, tanaman ini memiliki dahan dan ranting yang penuh ditumbuhi oleh buah dan bunga”.

Adapun klasifikasi dari tanaman cabai rawit adalah sebagai berikut:

1. Kingdom : Plantae
2. Subkingdom : Tracheobionta
3. Super Divisi : Spermatophyta
4. Divisi : Magnoliophyta
5. Kelas : Magnoliopsida
6. Sub Kelas : Asteridae
7. Ordo : Solanales
8. Famili : Solanaceae
9. Genus : Capsicum
10. Spesies : Capsicum frutescens L.

Tanaman cabai rawit menyukai daerah kering, dan ditemukan pada ketinggian 0,5-

1.250 m dpl. Perdu setahun, percabangan banyak, tinggi 50-100 cm. Batangnya berbuku-
22

buku atau bagian atas bersudut. Daun tunggal, bertangkai, letak berselingan. Helaian daun

bulat telur, ujung meruncing, pangkal menyempit, tepi rata, pertulangan menyirip, panjang

5-9,5 cm, lebar 1,5-5,5 cm, berwarna hijau. Bunga keluar dari ketiak daun, mahkota

bentuk bintang, bunga tunggal atau 2-3 bunga letaknya berdekatan, berwarna putih, putih

kehijauan, kadang-kadang ungu. Buahnya buah buni, tegak, kadang-kadang merunduk,

berbentuk bulat telur, lurus atau bengkok, ujung meruncing, panjang 1-3 cm, lebar 2,5-12

mm, bertangkai panjang, dan rasanya pedas. Buah muda berwarna hijau tua, putih

kehijauan, atau putih, buah yang masak berwarna merah terang. Bijinya banyak, bulat

pipih, berdiameter 2-2,5 mm, berwarna kuning kotor. Cabai rawit terdiri dari tiga varietas,

yaitu cengek leutik yang buahnya kecil, berwarna hijau, dan berdiri tegak pada

tangkainya; cengek domba (cengek bodas) yang buahnya lebih besar dari cengek leutik,

buah muda berwarna putih, setelah tua menjadi jingga; dan ceplik yang buahnya besar,

selagi muda berwarna hijau dan setelah tua menjadi merah. Buahnya digunakan sebagai

sayuran, bumbu masak, acar, dan asinan. Daun muda dapat dikukus untuk lalap. Cabai

rawit dapat diperbanyak dengan biji (Sarpian, 2000: 147).

Cabai rawit dikenal orang dengan nama bermacam-macam, misalnya: cabai rawit

cabai setan, lombok rawit, cengek, cabai cengek, cabai leutik, cengek boas, cengek

domba, ceplik, lombok jampling, lombok jemprit, dan lombok rawit. Cabai rawit termasuk

famili Solanaceae, terdapat di seluruh Indonesia, buahnya kecil rasanya lebih pedas

daripada cabai panjang, warna buah cabai rawit yang muda hijau, yang tua merah. Ketika

buah itu masih muda warnanya putih, setelah tua warna putih itu menjadi jingga. Ada pula

cabai rawit yang buahnya lebih besar dari cabai rawit biasa. Warnanya hijau bila buah itu

masih muda, kemudian menjadi merah bila buah itu masak. Cabai rawit berguna untuk

rempah-rempah dan juga untuk dijadikan sambal. Orang yang mendirita penyakit usus,

sakit mata, dan sakit kerongkongan janganlah makan cabai rawit. Cabai rawit ditanam dan
23

dipelihara orang di pekarangan rumah, di tegal dan di tanam di tanah bekas hutan. Cabai

rawit tumbuh di tempat yang kering dan di tempat yang banyak turun hujan (Atjung,

2004:87).

2.6.2. Syarat Tumbuh

Tanaman cabai merupakan tanaman yang cocok tumbuh didaerah datarn rendah,

dataran menengah dan dataran tinggi sekitar 2.500 m dari permukaan laut, yang

memepunyai iklim tidak terlalu dingin dan terlalu lembab. Temperatur yang baik untuk

pertumbuhan tanaman cabai adalah antarara 240 -270 C dan untuk pembentukan buah pada

kisaran 160-230 C (Eryani, 2005:143).

Menurut Wirayanta (2002:22), mengatakan bahwa kelembaban relatif yang

diperlukan untuk pertumbuhan tanaman cabai adalah 80 %. Pada musim hujan,

kelembapan akan tinggi, sehingga menanam cabai pada musim ini akan menghadapi

resiko terkenan serangan cendawan. Sedangkan menurut Samadi (2001:21), curah hujan

yang dikehendaki antara 600-1250 mm yang tersebar merata disepanjang masa

pertumbuhannya.

Untuk pertumbahan yang optimal tanaman cabai membutuhkan intensitas cahaya

matahari sekurang-kurangnya selama 10-12 jam perhari untuk fotosintesis, pembutukan

bunga dan buah, serta pemasakan buah. Karena itu, lokasi penanaman yang dipilih harus

bebas dari tanaman-tanaman pelindung yang dapat menghalangi sinar (Wirayanta dalam

Eryani, 2005:145). Bila ditanam ditempat terlindung, tanaman akan mengalami etiolasi

dan pembentukan cabang-cabang terhambat (Eryani, 2005: 147). Cabai rawit termasuk

tanaman berhari netral, artinya dapat berbunga sepanjang tahun baik pada hari-hari pendek

maupun hari-hari panjang.


24

Tanaman cabai rawit dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah seperti allauvial,

podsolik, lotosol dan organosol asalkan syarat tumbuh yang dikehendaki dapat terpenuhi

Untuk mendapatkan kuantitas dan kualitas hasil cabai yang baik, maka cabai menghendaki

tanah yang subur, gembur kaya akan bahan organik, tidak mudah becek atau menggenangi

air, bebas dari cacing atau nematoda atau penyakit ular tanah (Eryani, 2005: 150).

Menurut Rukmana (2002: 26), kisaran pH tanah yang ideal adalah antara 5,5-6,8,

karena pada pH dibawah 5,5 atau diatas 6,8 hanya akan mengahasilkan produksi yang

sedikit atau rendah. Bagi pH dibawah 5,5 dapat diperbaiki keadaanya dengan cara

pengapuran, sehingga pHnya naik mendekati normal.

Untuk menghindari menggenangnya air, menanam cabai rawit pada musim hujan

paling bagus dilakukan diokulasi atau lahan yang agak miring, tetapi tidak lebih dari 350.

Jika lahan yang akan di tanamani cabai terlalu datar, perlu dibuat saluran pembuangan air

sewaktu mengolahan lahan (Eryani, 2005: 152).

2.7. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman

Menurut (Hasan Basri Jumin, 2005: 20) Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan

tanaman terdiri dari faktor dalam dan faktor luar sebagaimana dijelaskan berikut ini:

2.7.1. Faktor Dalam

Faktor dari dalam tanaman yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman adalah

faktor gen dan hormon. Gen adalah sifat yang diwariskan dari generasi ke generasi atau

dengan kata lain gen adalah suatu sifat yang turun temurun. Sedangkan hormon

merupakan suatu zat yang merangsang pertumbuhan tanaman. Hormon-hormon yang

mempengaruhi pertumbuhan tanaman yaitu hormon auksin, giberelin dan sitokinin.

Hormon auksin yaitu zat yang dihasilkan oleh ujung tumbuhan dan yang berpengaruh

besar terhadap pertumbuhan, Auksin banyak di susun di jaringan-jaringan maristem


25

didalam ujung-ujung tanaman seperti, tunas, kucup bunga, dan pucuk daun serta ujung

akar dapat membentuk auksin.

Giberelin mempunyai fungsi menyebabkan tanaman menghasilkan bunga sebelum

waktunya, menyebabkan tanaman yang kerdil menjadi tanaman subur, mempercepat

tanaman sayuran dan dapat menyingkat waktu panen. Hormon sitokinin mempunyai

fungsi ssebagai hormon yang merangsang pembelahan sel, pembentukan tunas pada

batang dan mempercepat pertumbuhan memanjang.

2.7.2. Faktor luar

Faktor luar yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman adalah suhu, cahaya, unsur

hara, dan air.

1. Suhu

Tanaman dalam melagsungkan pertumbuhan sangat dipengaruhi oleh suhu. Hal ini

karean proses fisiologi di dalam tubuh tanaman dikendalikan oleh suhu, dan selanjutnya

akan mengendalikan proses yang berhubungan pertumbuhan tanaman (Hasan Basri Jumin,

2005: 20).

2. Cahaya

Setiap jenis tanaman membutuhkan cahaya dalam batas-batas tertentu, dengan kata

lain cahaya yang diperoleh oleh tumbuhan tidak boleh lebih dan tidak boleh kurang.

Apabila cahaya yang diperoleh oleh tumbuhan terlalu sedikit, maka akan menyebabkan

pertumbuhan yang tidak optimal dari tumbuhan tersebut (Hasan Basri Jumin, 2005: 25).

3. Air

Air merupakan faktor penting bagi pertumbuhan tanaman. Kekurangan air dapat

menyebabkan perubahan fisiologi dalam tanaman. Defisiensi air yang terus menerus akan
26

menyebabkan perubahan pada tanaman dan pada akhirnya dapat menyebabkan tanaman

mati (Hasan Basri Jumin, 2005: 27).

4. Unsur hara

Kandungan unsur hara yang cukup sangat dibutuhkan oleh tanaman untuk tumbuh.

Dengan demikian kandungan unsur hara dalam tanah sangat berpengaruh bagi proses

pertumbuhan tanaman. Unsur Nitrogen merupakan salah satu unsur hara makro yang

relatif banyak dibutuhkan oleh tanaman mentinun untuk pertumbuhannya. Peranan utama

dari unsur Nitrogen adalah untuk memacu pertumbuhan tanaman secara umum terutama

pada fase vegetatif. Nitrogen juga berperan dalam pembentukan klorofil, membentuk

lemak, protein dan persenyawaan lain. Jika tanaman kekurangan unsur nitrogen, maka

gejala yang akan ditimbulkan yaitu daun menguning lalu mengering, jaringan tanaman

mongering dan mati, buah mengecil kekuning-kuningan serta cepat matang (Marsono,

2005:13).

Selain Nitrogen, Fospor juga merupakan unsur hara makro yang esensial bagi

tanaman. Peran utama Forpor yaitu sebagai perangsang pertumbuhan dan perkembangan

akar. Selain itu Fosfor juga berperan sebagai bahan dasar protein (ATP dan ADP),

membantu asimilasi dan respirasi, mempercepat proses pembungaan dan pembuahan, serta

pemasakan biji dan buah. Gejala yang ditimbulkan bila kekurangan fospor padaa tanaman

yaitu daun berubah warna menjadi tua atau tampak mengkilap kemerahan, tepi daun,

cabang, dan batang berwarna merah ungu lalu berubah menjadi kuning, serta buah

menjadi kecil, jelek, dan lekas matang (Marsono, 2005:15).

2.8. Peranan Pupuk untuk Kesuburan Tanah dan Peranan Unsur Hara bagi
Tanaman.

Pupuk adalah setiap bahan yang diberikan ke dalam tanah/media tanaman

/disemprotkan pada tanaman dengan maksud menambahkan hara yang dibutuhkan


27

tanaman (Syarif, 2004:75). Selanjutnya Sudianto dkk (2005: 371) mengemukakan bahwa

yang dimaksud dengan pupuk semua bahan yang diberikan pada tanah. Sedangkan

menurut Sosrosedirjo (2002: 9) yang dimaksud dengan pupuk adalah semua bahan yang

diberikan ke dalam kompleks tanah tumbuh-tumbuhan secara langsung atau tidak

langsung dapat menambah zat-zat makanan tanaman yang tersedia. Selanjutnya Sarief,

(2004: 75) menyatakan bahwa “pupuk adalah setiap bahan yang diberikan ke dalam tanah

atau disemprot pada tanaman dengan maksud untuk menambah unsur hara yang

diperlukan tanaman”.

Dengan demikian maka dapat diambil pengertian bahwa yang dimaksud dengan

pupuk adalah bahan makanan yang diberikan ke dalam tanah atau disemprotkan ke dalam

tanaman dengan tujuan untuk menambah zat makanan tanaman dan untuk meningkatkan

kesuburan tanah secara keseluruhan sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik.

Menurut Sarief, (2004:77) fungsi humus (bunga tanah) humus ini untuk

mempertahankan struktur tanah sehingga tanah mudah diolah dan banyak berisi oksigen.

Dalam waktu yang cukup lama pupuk masih dapat memberikan hasil yang baik.

1) Sebagai sumber hara N,P, & K yang penting bagi pertumbuhan tanaman unsur-unsur

tersebut berada dalam keadaan seimbang.

2) Mampu menaikan daya untuk menahan air, tanah akan lebih mampu menahan

banyak air. Sehingga air hujan tidak langsung mengalir ke tempat yang lebih rendah

atau meresap ke dalam tanah dan akan memudahkan bulu-bulu akar tanaman

menyerap bahan-bahan yang terurai.

3) Banyak mengandung mikro organisme, sehingga dapat menghancurkan sampah

yang ada dalam tanah.

Tanah yang produktif kalau tidak di berikan pupuk akan menurun atau merosot

kadar bahan organik lebih dari 45% hal ini berakibat menurunnya produksi tanaman.
28

(Harjadi, 1998: 21) mengatakan bahwa pupuk adalah bahan organik dan an-organik baik

yang dihasilkan oleh alam lingkungan yang dapat bahan makanan bagi tumbuhan . Pupuk

berperan dalam meningkatkan bahan-bahan nutrien (unsur hara dalam tanah) sampai

dengan jumlah yang sesuai untuk tanaman tertentu atau organisme. Peran pupuk jelas

untuk meningkatkan kesuburan tanah dan mengembalikan banhan organik tanah sehingga

suhu PH tanah menjadi stabil.

2.9. Peran Unsur Hara Bagi Tanaman

Tanaman memerlukan zat makanan untuk kelangsungan hidupnya. Tanaman tentu

mempunyai jaringan yang tersusun dari karbohidrat, protein dan lemak, serta enzim-enzim

yang berperan dalam berbagai reaksi biokimia. Dengan demikian tumbuhan memerlukan

sejumlah zat makanan untuk menyusun jaringan tersebut dari sekian banyak unsur hara

yang diperlukan tanaman, unsur C, H, O, N, S, P, K dan Ca merupakan unsur yang banyak

diperlukan tanaman (Dwijoseputro, 2003: 25).

Berdasarkan sumbernya unsur hara makro digolongkan ke dalam tiga golongan,

yaitu unsur hara dari udara, air dan tanah. Unsur karbon (C) dan oksigen (O) diperoleh

tanaman dari udara. Unsur hidrogen (H) di peroleh tanaman dari air. Selain dari unsur

tersebut, semua diperoleh tanaman dari tanah (termasuk unsur mikro). Pertumbuhan

tanaman tidak terhambat oleh unsur-unsur hara yang bersumber dari udara dan air, karena

unsur-unsur hara tersebut selalu tersedia bagi tanaman, asalkan terhindar dari kekeringan

udara dingin dan penyakit. Tetapi pertumbuhan tanaman sering terhambat oleh unsur-

unsur hara dari tanah, karena kurang tersedia ataupun tidak dalam bentuk tersedia bagi

tanaman. Oleh karena itu, unsur hara inilah yang perlu mendapat perhatian dalam usaha

meningkatkan pertumbuhan tanaman (Sarief, 2004: 109).


29

Penggunaan unsur-unsur hara tanah oleh tanaman tidak sama jumlahnya, ada yang

digunakan dalam jumlah yang sedikit. Hal ini tergantung pada penggunaan dan fungsi dari

unsur-unsur hara (Dwijoeseputro, 2003: 30). Diantara sekian banyak unsur hara yang

terdapat dalam tanah, yang paling banyak diperlukan tanaman adalah unsur N,P,K unsur

tersebut merupakan jaringan tubuh semasa pertumbuhan (Sarief, 2004: 110).

Berdasarkan sumber penyerapannya, unsur hara dipilahkan menjadi dua, yakni

unsur hara yang diserap dari udara dan unsur hara yang diserap dari tanah:

2.9.1. Diserap Dari Udara

Menurut Sarief, (2004: 112) Unsur hara yang di serap dari udara adalah C, O, dan

S, yaitu berasal dari CO2 , O2, dan SO2. Senyawa CO2 diasimilasikan dengan proses

karboksilasi dan terbentuk karboksilat bersama-sama penyerap O2 dan H2O. Unsur H

diserap dalam bentuk H2O dan direduksi menjadi H+ dan kemudian di transfer kedalam

senyawa nikotinamide adenosine dinukleotida (NADP+) menjadi NADPH. Senyawa ini

merupakan senyawa penting bagi tanaman sebagai koenzim dasar dalam proses aksidasi

reduksi.

2.9.2. Diserap Dari Tanah

Penyerapan unsur hara dilakukan oleh akar tanaaman dan diambil dari kompleks

jerapan tanah atau pun dari larutan tanah berupa kantion atau an-ion. Adapula yang dapat

diserap dalam bentuk khelat (khelation), yaitu ikatan kation logam dengan senyawa

organik. Dewasa ini kebanyakan unsur mikro diberikan lewat daun (foliar application).

1. Unsur Nitogen (N)

Ntrogen sangat berpengaruh pada pertumbuhan tanaaman, bila dibandingkan

dengan unsur P dan K karena nitrogen merupakan unsur pokok dalam sistematis protein

dan asam nukleat. Dengan demikian sebagai penyusun sitoplasma secara keseluruhan,
30

nitrogen tidak hanya berperan sebagai bahan baku dalam penyususnan protein dan asam

nukleat, tetapi juga berperan terhadap penyerapan unsur hara lainnya (Bukman dan Brady,

2001: 531).

Apabila unsur nitrogen yang tersedia lebih banyak dari unsur lainnya, maka tanaman

dapat menggunakan nitrogen tersebut untuk mensinesis protein dalam jumlah yang

banyak. Di samping nitrogen juga sangat diperlukan untuk pembentukan atau

pertumbuhan bagian tanaman seperti daun, batang, dan akar.

Berdasarkan pengaruhnya bagi tanaman, maka apabila tanaman kekurangan nitrogen

akan menunjukkan gejala-gejala tertentu, seperti tanaman tumbuh kerdil dan memiliki

sistem perakaran yang terbatas (Bukman dan Brady, 2001: 531). Selain itu kekurangan

nitrogen juga mengakibatkan daun tidak tampak hijau dan segar, melainkan agak

kekuning-kuningan dan apabila kekurangan terjadi secara terus menerus, daun bawah

menjadi kering dan gugur.

Secara fisiologis keperluan tanaman akan unsur hara dalam jumlah yang optimum.

Pada keadaan ini tanaman akan menunjukkan respon yang baik. Apabila keadaan ini tidak

terpenuhi (kekurangan atau kelebihan), maka tanaman akan menunjukkan gejala yang

merugikan.

Dalam keadaan normal, udara mengandung 80% nitrogen, persediaan sebanyak itu

tidak dapat dipergunakan secara langsung oleh tanaman, melainkan harus berada dalam

bentuk yang tersedia, yaitu bentuk ION. NO3 & NH4+, selain dari bentuk tersebut tidak

dapat digunakan tanaman (Indranada, 2004:52).

Pupuk nitrogen mengandung hara tanaman N. Bentuk senywa berupa nitrat,

amonim,amin, dan sianida. Contoh: kalium nitrat (KN3), amonium posfat (NH4)3, urea

(NH2CONH2), dan kalsium sianida (CaCN2). Bentuk pupuk N ini berupa Kristal, prill,

pellet, tablet, ataupun cair.


31

1) Amonium Sulfat (NH4)2SO4.

Pupuk ini dikenal dengan nama zwavelzuure amoniak (ZA) dan sampai sekarang

masih banyak beredar di masyarakat, umumnya pupuk ini berupa Kristal putih dan

hampir seluruhnya larut air. Kadang-kadang pupuk tersebut diberi warna (misalnya

pink) kadar N sekitar 20%-21% dengan kemurnian sekitar 97%. Kadar asam

biasanya maksimum 0,4% sifat pupuk ini adalah:

a. Larut air

b. Dapat diserap oleh tanah

c. Reaksi fisiologi asam

d. Mempunyai gaya pengusir Ca dari kompleks jerapan

e. Mudah mengumpal tetapi dapat dihancurkan kembali

f. Asam bebasnya kalau terlalu tinggi akan meracuni tananama

2) Anhidrous Amonia (NH2)

Pupuk ini dianggap yang paing tinggi kadar N-nya (83%). Pupuk ini disimpan dalam

bentuk cair. Pengunaanya dilakukan dengan injeksi kedalam tanah atau dilarutkan

dalam air kemudian dipompa. Pupuk ini dapat juga dilarutkan dalam air pengairan,

akan tetapi ada resiko kehilangan N yang terbawa air pengairan dan penguapan

terutama pada tanah da air yang mempunyai reaksi alkalis. Jumlah yang hilang

tergantug pada tekstur tanah, reaksi, dan cara pemberiannya dalam injeksi tanah.

(Indranada, 2004:57).

3) Amonium klorida (NH4Cl)

Kadar N dalam ammonium klorida (ACl) sekitar 26%. Pada sebagian tanaman,

pengaruh pupuk ACl lebih baik daripada amonium sulfat (ZA), terutama untuk

tanaman yang memerlukan unsur Cl. Untuk tanaman yang di harapkan kadar
32

proteinnya tinggi sebaiknya menggunakan pupuk ZA karena S berperan dalam

pembentukan protein.

4) Amonium nitrat (NH4NO3)

Kadar N dalam pupuk amonium nitrat sekitar 32%-33,5% kalau dicampur dengan

kapur di sebut amonium lime (ANL).

2. Unsur posfat (P)

Sama halnya dengan unsur nitrogen, posfat dapat di serap tanaman dalam bentuk

yang tersedia yaitu H2PO4. Unsur posfat memegang peranan penting dalam kehidupan

tanaman, terutama dalam pembentukan pospolipida dan nukleo protein selain itu juga

merangsang pertumbuhan akar tanaman, mempercepat pertumbuhan tanaman,

mempercepat pembuahan dan pematangan buah (syarief, 2004:13). Posfat juga

bepengaruh pada pembiakan generatif, yaitu pembentukan bunga, tangkai sari, kepala sari,

butir tepung sari, dan bakal biji (Sosrosudirjo, 2002: 23).

Berdasarkan fungsi dan peranannya bagi pertumbuhan tanaman, maka apabila

tanaman kekurangan posfat akan menunjukkan gejala-gejala seperti tehambatnya

pertumbuhan, daun berwarna hijau tua, kadang-kadang terjadi pembentukan antosiamin

yang berlebihan, pada pelebaran daun terjadi bagian mati dan akhirnya rontok.

Kekurangan posfat juga menimbulkan warna hijau tua, keliatan mengkilap kemerahan.

Daun tua kadang-kadang kloris (kekuningan) dan tanaman kerdil (Sosrosudirdjo,

2002:42).

1) Enkel superposfat

Sejak zaman Belanda, ES sudah popular digunakan sebagai pupuk P. Pupuk ini

sering disebut single superphosphate. Pupuk ini dibuat dengan dengan menggunakan

bahan baku bantuan posfat (apatit) dan diasamkan dengan asam sulfat untuk

mengubah P yang tidak tersedia menjadi tersedia untuk makanan. Pupuk ini
33

digunakan sebagai pupuk dasar sebelum ada tanaman agar pada saat tanaman mulai

tumbuh, unsur P sudah dapat diserap oleh akar tanaman. Pupuk ES masih

mengandung gips (CaSO4) cukup tinggi dan untuk berbagai jenis tanah sering

menyebabkan struktur tanah menjadi menggumpal seperti padas dan kedap air.

2) Doubel Super posfat (DS)

Berbeda dengan ES, pupuk ini dianggap tidak mengandung gipsum. Pembuatan

pupuk ini menggunakan asam posfat yang berfungsi sebagai pengasam dan untuk

meningkatkan kadaar P. Pupuk ini berwarna abu-abu cokelat muda, sabagian P larut

air, reaksi fisiologis, sedikit asam. Bahaya meracuni tanaman, sulfat relatif dan

sulfidanya yang berasal dari reduksi slfat juga rendah. Pupuk ini bekerja lambat dan

kemungkinan pengendalian juga rendah.

3) Tripel super posfat (TSP)

Sifat umum pupuk tripel super posfat (TSP), pembuatan pupuk TSP menggunakan

sistem wet proses.

4) Fused Manesium Posfat (FMP)

Pupuk ini tidak higroskopis, seingga mudah untuk disimpan. Karena tidak larut

dalam air, pupuk ini sebaiknya diberikan kedalam tanah sebagai pupuk dasar

sebelum ada tanaman dan pada saat tanam.

5) Amaphos (SS=super stikphos)

Pupuk ini sebenarnya sama dengan ammonium monoposfat (AMP). Saat ini

perbandingan dan grade N dan P2O5 sangat beraneka untuk memenuhi keperluan

jenis tanaman yang memerlukan perbandingan tertentu dan untuk jenis tanah yag

berbeda-beda.
34

3. UnsurKalium (K)

Unsur hara makro tanah ketiga yang paling penting bagi tanaman adalah unsur (K).

Unsur ini juga diserap tanaman dalam bentu ION K. Adapun peran kalium bagi tanaman

ialah menambah ketahanan tanaman terhadap penyakit, meningkatkan sistem perakaran,

memperoleh tanaman berperan dalambentuk klorofil. Kalium juga berperan dalam

fotosintesis Karena apabila terjadi kekurangan kalium dalam daun maka kecepatan

asimilasi CO2 akan menurun (Sarief, 2004:17). Jumlah dengan jenis pupuk yang khusus

mengandung kalium relatif sedikit. Umumnya, unsur kalium sudah dicampur dengan

pupuk atau unsur lain menjadi pupuk majemuk. Dengan demikian, pupuk tersebut sudah

mengandung kalium, nitrogen dan posfor (dua ata leih hara tanaman).

1) Muriate (KCL)

Pupuk ini dianggap memiliki kadar hara K tinggi. Nama muriate berasal dari asam

murit, sama dengan asam klorida, pupuk ini memiliki kadar K2O.

2) Kalium Sulfat (Zwavelzuure kali=ZK)

Pupuk ini banyak digunakan baik perkebunan maupun petani kecil.

3) Kalium Magesium Sulfat

Pupuk ini memiliki kadar K2O berkisar 22%-23% dan kadar MgO berkisar 18-19%

4) Kalium Nitrat (Niter)

Selain mengandung unsur K, pupuk ini juga mengandung unsur N.

5) Kainit

Kainit merupakan pupuk kalium hasil dari samping dari tempat penggaraman

sehingga banyak bercampur kotoran dan tidak murni.

Anda mungkin juga menyukai