Anda di halaman 1dari 31

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Di Indonesia, petani banyak menanam berbagai tanaman sayuran, salah satu

jenis sayur yang mudah di budidayakan adalah tanaman pakcoy. Pakcoy merupakan

tanaman asli dari luar negeri, tanaman ini masih jarang dijumpai di daerah pedesaan,

namun di kota-kota besar di Indonesia sudah banyak yang mengkomsumsinya.

Pakcoy ini sebenarnya tanaman yang hampir sama dengan tanaman jenis sawi, tetapi

pakcoy ini mempunyai ciri khas yaitu daunya lebih lebar dan besar, warnanya lebih

hijau dibandingkan dengan jenis sawi lainnya dan batangnya lebih keras (Wibowo,

2013).

Menurut Zulkarnain (2010), pakcoy dapat dikategorikan kedalam sayuran

daun berdasarkan bagian yang dikonsumsi. Setiap 100 g tanaman pakcoy

mengandung mineral, vitamin A 3600 SI, vitamin B1 0,1 mg, vitamin B2 0,1 mg

dan vitamin C 74 mg, protein 1,8 g dan kalori 21 kal. Saat ini pakcoy dengan

mudah diperoleh dipasaran sehingga dapat dipastikan permintaan pasarnya cukup

tinggi, namun kualitas dan kuantitas yang ada di pasar saat ini masih beragam.

Lahan gambut tropis meliputi areal seluas 40 juta ha dan 50% di antaranya

terdapat di Indonesia. Pilihan terhadap lahan gambut sebagai lahan pertanian

awalnya didasari oleh keberhasilan masyarakat lokal dalam pemanfaatannya untuk

pertanian baik tanaman pangan, hortikultura maupun perkebunan. Masyarakat

setempat di lahan gambut tidak mempunyai pilihan lain kecuali berupaya

memberdayakan lahan gambut tersebut sebaik-baiknya untuk memenuhi kebutuhan


2

hidupnya Pemanfaatan lahan gambut didorong oleh karena konversi lahan,

kebutuhan pangan, kebutuhan devisa, kebutuhan energi (biofuel). Pemanfaatan

lahan gambut untuk pertanian, khususnya tanaman hortikultura (sayuran dan buah-

buahan) banyak dikenal pada wilayah transmigrasi dan secara terbatas pada

beberapa wilayah lokal yang tersebar di Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi (Noor,

2001).

Gambut terbentuk dari akumulasi bahan organik yang berasal dari sisa-sisa

jaringan tumbuhan/vegetasi alami pada masa lampau. Tanah gambut biasanya

terbentuk di daerah cekungan atau depresi di belakang tanggul sungai (backswamps)

yang selalu jenuh air dengan drainase terhambat, sehingga proses dekomposisi

terjadi sangat lambat (Subagyo et. al, 2000 dalam CCFPI, 2003).

Berdasarkan tingkat dekomposisinya, gambut dibedakan menjadi tiga jenis

yaitu gambut fibrik, hemik dan saprik. Bila dilihat volume seratnya, fibrik memiliki

serat 2/3 volume, hemik 1/3 - 2/3 volume dan saprik kurang dari 1/3 volume (Noor,

2001).

Lahan gambut dicirikan oleh genangan karena pengaruh gerakan pasang surut

pada rawa pasang surut dan genangan akibat pengaruh curah hujan dan banjir

kiriman dari daerah terestarial  khususnya pada rawa lebak.  Oleh karena itu maka

pemanfaatan lahan gambut untuk pengembangan hortikultura memerlukan penataan

lahan dan pengelolaan air. Penataan lahan dengan model surjan memberikan

peluang bagi pengembangan sayuran di lahan gambut.  Bentuk dan ukuran surjan

disesuaikan dengan sifat-sifat tanah fisik lingkungan seperti tipe luapan, tipologi
3

lahan dan tinggi genangan pada lahan gambut serta kemampuan petani (Noor,

2001).

Menurut Abdurrachman et al (1998), dalam pemanfaatannya untuk pertanian,

lahan gambut mempunyai beberapa masalah yaitu, ketebalan/kedalaman gambut;

sifat kering tidak dapat balik (irreversible drying); kemasaman tanah yang tinggi

(pH rendah); rendahnya tingkat kesuburan dan pengaturan tata air. Menurut Noor et

al. (2013), apabila lahan gambut dimanfaatkan sebagai kawasan budidaya maupun

kawasan lindung atau restorasi, harus dihadapakan pada berbagai permasalahan

yaitu : 1) kerusakan tata hidrologis; 2) degradasi lahan akibat kebakaran; 3) dampak

perubahan iklim; 4) kemiskinan; 5) pembalakan liar, dan perdagangan karbon.

Budidaya pakcoy di lahan gambut sebagaimana yang telah diungkapkan

sebelumnya memerlukan bahan amelioran, pupuk organik dan anorganik.

Pemupukan adalah usaha pemberian pupuk yang bertujuan menambah persediaan

unsur-unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman. Pemupukan dapat dilakukan

melalui akar maupun daun. Pemupukan melalui akar dapat berupa pupuk organik

mupun anorganik dengan tujuan untuk menambah unsur hara ke dalam media

tanam, karena sesungguhnya tanah mempunyai keterbatasan dalam menyediakan

unsur hara yang cukup untuk pertumbuhan tanaman. Sedangkan pemberian pupuk

daun dimaksudkan untuk melengkapi unsur hara yang diberikan melalui tanah

ataupun akar (Sarief, 1998).

Tanaman hortikultura umumnya menghendaki pH 6-7 dan ketersediaan hara

N, P, dan K yang cukup. Oleh karena itu pemanfaatan lahan gambut untuk budidaya
4

tanaman pertanian, termasuk sayuran memerlukan bahan amelioran (seperti kapur

atau dolomit,  fosfat alam),  pupuk organik dan anorganik (Noor, 2001).

Untuk mengembangkan tanaman pakcoy di lahan gambut maka diperlukan

amelioran seperti pupuk organik. Menurut Kusuma (2010), berdasarkan komponen

utama penyusunnya, pupuk terbagi dua yaitu: pupuk organik dan pupuk anorganik.

Pupuk organik dapat berupa pupuk padat dan cair. Pupuk cair umumnya hasil

ekstrak bahan yang sudah dilarutkan dengan pelarut seperti air. Aplikasi pupuk cair

biasanya dilakukan dengan menyemprotkan pupuk ke daun tanaman dan dapat juga

dilakukan dengan menyiramkan langsung keperakaran tanaman. Kelebihan pupuk

organik cair antara lain mempunyai jumlah kandungan nitrogen, fosfor, kalium dan

air lebih banyak, mengandung zat perangsang tumbuh yang dapat digunakan sebagai

pengatur tumbuh. Pupuk organik cair lebih mudah tersedia, tidak merusak tanah dan

tanaman, serta mempunyai larutan pengikat sehingga jika diaplikasikan dapat

langsung digunakan oleh tanaman, selain itu dapat diberikan melalui akar maupun

daun tanaman karena unsur haranya sudah terurai sehingga mudah diserap oleh

tanaman.

Peran bahan organik terhadap sifat biologis tanah adalah meningkatkan

aktivitas mikroorganisme yang berperan pada fiksasi nitrogen dan transfer hara

tertentu seperti N, P, dan S. Peran bahan organik terhadap sifat kimia tanah adalah

meningkatkan kapasitar tukar kation sehingga mempengaruhi serapan hara oleh

tanaman. Peran bahan organik terhadap sifat fisik tanah di antaranya adalah untuk

merangsang granulasi, memperbaiki aerasi tanah serta meningkatkan kemampuan

menahan air (Nugroho, 2014).


5

Salah satu bahan untuk pembuatan pupuk organik cair yang mudah didapat

dan berlimpah serta biaya relatif murah adalah limbah dari kulit nanas. Limbah kulit

nanas banyak ditemukan di Kecamatan Basarang, Kabupaten Kapuas, Kalimantan

Tengah yang memang sudah menjadi daerah sentra nanas sejak sekitar 50 tahun

yang lalu. Menurut Laporan Badan Restorasi Gambut (2016), di Kabupaten Kapuas

terdapat berbagai macam olahan berbahan dasar nanas, yaitu selai, kripik, dan

lainnya yang di produksi setiap hari. Banyak sekali kulit buah nanas hanya dibuang

dan dibiarkan begitu saja hingga menjadi tumpukan sampah. Limbah industri dari

kulit nanas ini juga dapat digunakan sebagai pupuk untuk pertanaman yang dapat

diaplikasikan dalam bidang pertanian.

Berdasarkan kandungan nutrisinya, kulit buah nanas mengandung karbohidrat

dan gula yang cukup tinggi. Menurut Wijana (1991), kulit nanas mengandung 81,72

% air; 20,87 % serat kasar; 17,53 % karbohidrat; 4,41 % protein dan 13,65 % gula

reduksi. Mengingat kandungan karbohidrat dan gula yang cukup tinggi tersebut

maka kulit nanas memungkinkan untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku

pembuatan pupuk organik cair.

Penentuan dosis pupuk cair berdaarkan hasil dari penelitian Fadli (2017),

bahwa konsentrasi pupuk organik cair dari limbah cair nanas meningkatkan

pertumbuhan, hasil dan kualitas pakcoy dengan konsentrasi terbaik 150 ml/L air.

Berdasarkan uraian diatas, perlu diadakan penelitian untuk mencari

konsentrasi POC dari limbah kulit nanas pada tanaman pakcoy di lahan gambut.
6

Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Apakah pemberian beberapa konsetrasi pupuk cair kulit nanas akan berpengaruh

terhadap pertumbuhan dan hasil pakcoy?

2. Apakah ada konsentrasi pupuk cair kulit nanas yang memberikan pertumbuhan

dan hasil pakcoy yang terbaik?

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Untuk mengetahui pengaruh pemberian beberapa konsentrasi pupuk cair kulit

nanas terhadap pertumbuhan dan hasil pakcoy pada tanah gambut.

2. Untuk mengetahui konsentrasi pupuk cair kulit nanas yang memberikan

pertumbuhan dan hasil pakcoy yang terbaik.

Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian ini adalah :

1. Pemberian beberapa konsentrasi pupuk cair kulit nanas berpengaruh terhadap

pertumbuhan dan hasil pakcoy pada tanah gambut.

2. Ada konsentrasi pupuk cair kulit nanas yang memberikan pertumbuhan dan hasil

pakcoy yang terbaik.


7

Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai bahan informasi

kepada masyarakat bahwa limbah kulit nanas bisa dijadikan sebagai pupuk organik

cair khususnya tanaman pakcoy di tanah gambut dan diharapkan bisa dijadikan

sebagai rujukan penelitian selanjutnya.


TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Pakcoy (Brassica rapa L.)

Pakcoy (Brassica rapa L.) adalah jenis tanaman sayur-sayuran yang

termasuk keluarga Brassicaceae. Tumbuhan pakcoy berasal dari China dan telah

dibudidayakan setelah abad ke-5 secara luas di China selatan dan China pusat

serta Taiwan. Sayuran ini merupakan introduksi baru di Jepang dan masih se

famili dengan Chinese vegetable. Saat ini pakcoy dikembangkan secara luas di

Filipina, Malaysia, Indonesia dan Thailand. (Setiawan 2014).

Adapun klasifikasi tanaman sawi pakcoy adalah sebagai berikut : (Setiawan

2014).

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Kelas : Dicotyledonae

Ordo : Rhoeadales

Famili : Brassicaceae

Genus : Brassica

Spesies : Brassica rapa L.

Daun - daun pakcoy halus (tidak berbulu) dan tidak mampu membentuk

krop (telur). Daun Pakcoy bertangkai, berbentuk oval, berwarna hijau tua, dan

mengkilat, tidak membentuk kepala, tumbuh agak tegak atau setengah mendatar,

tersusun dalam spiral rapat, melekat pada batang yang tertekan. Tangkai daun,

berwarna putih atau hijau muda, gemuk dan berdaging, tanaman mencapai tinggi
9

15–30 cm. Pakcoy mempunyai kecocokan terhadap iklim, cuaca dan tanah di

Indonesia sehingga bagus untuk dikembangkan. Tanaman pakcoy termasuk dalam

jenis sayur sawi yang mudah diperoleh dan cukup ekonomis. Saat ini pakcoy

dimanfaatkan oleh masyarakat dalam berbagai masakan. Hal ini cukup

meningkatkan kebutuhan masyarakat akan tanaman pakcoy. Tanaman pakcoy

cukup mudah untuk dibudidayakan. Perawatannya juga tidak terlalu sulit

dibandingkan dengan budidaya tanaman yang lainnya. Budidaya tanaman pakcoy

dapat dilakukan sendiri oleh masyarakat dengan menggunakan media tanam

dalam polibag. Media tanam dapat dibuat dari campuran tanah dan kompos dari

sisa limbah. (Prasasti 2014).

Syarat Tumbuh Tanaman Pakcoy

Tanaman pakcoy dapat tumbuh baik di tempat yang bersuhu panas maupun

bersuhu dingin, sehingga dapat diusahakan dari dataran rendah maupun dataran

tinggi. Meskipun demikian pada kenyataannya hasil yang diperoleh lebih baik di

dataran tinggi (Setiawan 2014). Daerah yang baik ditanami pakcoy terletak pada

ketinggian 1.000 dpl walaupun secara umum sangat baik tumbuh di ketinggian

100 – 500 dpl. Tanaman Pakcoy umumnya sangat baik jika ditanam di daerah

yang berhawa sejuk dan lembab serta kisaran suhu antara 150 – 250 C (Rukmana,

1994). Pertumbuhan pakcoy yang baik membutuhkan suhu udara berkisar antara

19oC – 21oC. Kelembaban udara yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman pakcoy

berkisar antara 80% - 90%. Apabila lebih dari 90% berpengaruh buruk terhadap

pertumbuhan tanaman. Tanaman pakcoy dapat ditanam sepanjang musim, curah


10

hujan yang sesuai untuk budidaya tanaman pakcoy adalah 200 mm/bulan. Pakcoy

membutuhkan air yang cukup untuk pertumbuhan, akan tetapi tanaman ini juga

tidak senang pada air yang tergenang, hal ini dapat menyebabkan tanaman mudah

busuk dan terserang hama dan penyakit (Cahyono, 2013).

Kebutuhan Hara Pakcoy

Pakcoy merupakan tanaman sayuran yang memerlukan bnyak unsur hara

nitrogen. Kebutuhan pupuk per hektar yaitu 300kg urea (138kg N), 200kg SP-36

(72kg P), dan 100kg KCL (Sunarjono, 2013).

Pupuk biasanya diberikan dalam budidaya hanya unsur N (urea) dan P

(SP-36) dengan perbandingan 2:1. Pemupukan unsur N diberikan bertahap

sebanyak 2 kali, sedangkan P diberikan 1 kali bersama pemupukan pertaman N

(Setyaningrum dkk, 2011).

Tanah Gambut

Secara alami, tanah gambut terdapat pada lapisan tanah paling atas. Di

bawahnya terdapat lapisan tanah aluvial pada kedalaman yang bervariasi. Disebut

sebagai lahan gambut apabila ketebalan gambut lebih dari 50 cm. Dengan

demikian, lahan gambut adalah lahan rawa dengan ketebalan gambut lebih dari 50

cm (Najiyati et al, 2005).

Secara umum, gambut yang berasal dari tumbuhan berbatang lunak lebih

subur dari pada gambut yang berasal dari tumbuhan berkayu. Gambut yang lebih

matang lebih subur dari pada gambut yang belum matang. Gambut yang mendapat
11

luapan air sungai atau air payau lebih subur dari pada gambut yang hanya

memperoleh luapan atau curahan air hujan. Gambut yang terbentuk di atas lapisan

liat/lumpur lebih subur dari pada gambut dalam (Najiyati et al., 2005).

Kriteria Lahan Gambut

Lahan gambut adalah lahan yang memiliki lapisan tanah yang kaya bahan

organik(C-organik > 18%) dengan ketebalan 50 cm atau lebih. Bahan organik

penyusup tanah gambut terbentuk dari sisa – sisa tanaman yang belum melapuk

sempurna karena kondisi lingkungan jenuh air dan miskin hara. Dalam klasifikasi,

tanah gambut dikelompokkan dalam ordo Histosol. Menurut sistem klasifikasi ini,

disebut tanah gambut jika memenuhi kriteria sebagai berikut :

1. Jika dalam keadaan jenuh air dengan genangan dalam periode yang lama dan

menghilangkan akar – akar tanaman hidup, mengandung :

a. 18% bobot karbon organik (setara dengan 30% bahan organik) atau lebih

jika mengandung fraksi lempung (clay) sebesar 60% atau lebih.

b. 12% bobot karbon organik (setara dengan 30% bahan organik) atau lebih

jika tidak ada kandungan fraksi lempung, atau

c. 12% + (lempung dengan kelipatan 0,1 kali) persen bobot karbon organik

atau lebih, jika tidak mengandung fraksi lempung < 60%.

2. Jika tidak pernah tergenang, kecuali beberapa hari dan mengandung 20% bobot

atau lebih karbon organik (Noor, 2001).

Gambut diklasifikasikan lagi berdasarkan berbagai sudut pandang yang

berbeda; dari tingkat kematangan, kedalaman, kesuburan dan posisi


12

pembentukannya. Berdasarkan tingkat kematangannya, gambut dibedakan

menjadi: (Agus et. al., 2008)

 Gambut saprik (matang) adalah gambut yang sudah melapuk lanjut dan

bahan asalnya tidak dikenali, berwarna coklat tua sampai hitam, dan bila

diremas kandungan seratnya < 15%.

 Gambut hemik (setengah matang) adalah gambut setengah lapuk, sebagian

bahan asalnya masih bisa dikenali, berwarna coklat, dan bila diremas

bahan seratnya 15 – 75%.

 Gambut fibrik (mentah) adalah gambut yang belum melapuk, bahan

asalnya masih bisa dikenali, berwarna coklat, dan bila diremas >75%

seratnya masih tersisa.

Berdasarkan tingkat kesuburannya, gambut dibedakan menjadi:

 Gambut eutrofik adalah gambut yang subur yang kaya akan bahan mineral

dan basa-basa serta unsur hara lainnya. Gambut yang relatif subur

biasanya adalah gambut yang tipis dan dipengaruhi oleh sedimen sungai

atau laut.

 Mesotrofik adalah gambut yang agak subur karena memiliki kandungan

mineral dan basa-basa sedang.

 Gambut oligotrofik adalah gambut yang tidak subur karena miskin mineral

dan basa-basa. Bagian kubah gambut dan gambut tebal yang jauh dari

pengaruh lumpur sungai biasanya tergolong gambut oligotrofik


13

Karakteristik Fisik

Karakteristik fisik gambut yang penting dalam pemanfaatannya untuk

pertanian meliputi kadar air, berat isi (bulk density, BD) daya menahan beban

(bearing capacity), penurunan permukaan (subsiden), dan mengering tidak balik

(irriversible drying). Beberapa sifat fisik yang perlu diperhatikan kaitannya

dengan konservasi tanah gambut adalah kadar air serta kapasitas memgang air.

Kadar air tanah gambut berkisar antara 100 – 1.300% dari berat keringnya (13 kali

bobotnya) menyebabkan BD menjadi rendah. Bulk density terkait dengan tingkat

kematangan dan kandungan bahan mineral, dimana semakin matang dan semakin

tinggi kandungan bahan mineral maka BD akan semakin besar dan tanah gambut

semakin stabil (tidak mudah mengalami kerusakan) (Ratmini, 2012).

Rendahnya BD gambut menyebabkan daya menahan atau menyangga beban

(bearing capacity) menjadi sangat rendah. Hal ini menyulitkan beroperasinya

peralatan mekanisasi karena tanahnya yang empuk. Sifat fisik tanah gambut

lainnya adalah sifat mengering tidak balik. Gambut yang telah mengering, kadar

air <100% (berdasarkan berat), tidak bisa menyerap air lagi kalau

dibasahi.Gambut yang mengering ini sifatnya sama dengan kayu kering yang

mudah hanyut dibawa aliran air dan mudah terbakar dalam keadaan kering (Agus

et al., 2008).
14

Karakteristik Kimia

Karakterstik kimia lahan gambut di Indonesia sangat ditentukan oleh

kandungan mineral, ketebalan, jenis mineral pada substratum (di dasar gambut),

dan tingkat dekomposisi gambut. Kandungan mineral gambut di Indonesia

umumnya kurang dari 5% dan sisanya adalah bahan organik. Fraksi organik

terdiri dari senyawa – senyawa humat sekitar 10 hingga 20% dan sebagian besar

lainnya adalah 10 senyawa lignin, selulosa, hemiselulosa, lilin, tannin, resin,

suberin, protein, dan senyawa lainnya (Wiwik et al., 2001).

Lahan gambut yang ada di Kalimantan didominasi oleh bahan kayu –

kayuan, oleh karena itu komposisi bahan organiknya sebagian besar adalah lignin

yang umumnya melebihi 60 % dari bahan kering, sedangkan kandungan

komponen lainnya seperti selulosa, hemiselulosa, dan protein umunya tidak

melebihi 11%. Lahan gambut umumnya mempunyai tingkat kemasaman yang

relatif tinggi dengan kisaran pH 3-5 (Wiwik et al., 2001).

Pupuk Organik Cair

Pupuk organik cair merupakan pupuk organik yang dihasilkan melalui

proses fermentasi dan disempurnakan dengan teknologi pengayaan/penambahan

nutrisi. Produk ramah lingkungan ini, selain mengandung unsur hara esensial,

juga mengandung berbagai mikroorganisme bermanfaat yang mampu

meningkatkan dan menjaga kesuburan tanah, menekan pertumbuhan bakteri

penyakit, sehingga akar, batang, daun dan bunga akan tumbuh dan berkembang
15

secara baik dan optimal. Pupuk organik cair memiliki kandungan hara yang

lengkap, bahkan juga terdapat senyawa–senyawa organik lain yang bermanfaat

bagi tanaman, seperti asam humik, asam fulvat, dan senyawa–senyawa organic

lain. Nutrisi yang terdapat dalam pupuk organik cair sebagian besar terdiri atas

gugus gula sederhana dan protein dengan reaksi lanjutan berupa asam amino,

asam organik, vitamin, hormon pertumbuhan (auxin dan giberlin) yang terdiri dari

unsur hara makro dan mikro. Unsur-unsur tersebut sangat dibutuhkan untuk

mendorong pertumbuhan dan kesehatan tanaman yang optimal dan berkelanjutan,

hingga dapat meningkatkan hasil panen (Pranata, 2004).

Ditambahkan oleh Purwendro dan Nurhidayat (2007), adapun manfaat dari

pupuk organik cair ini adalah:

1) Memperbaiki, menjaga dan meningkatkan kesuburan tanah serta

memperpanjang siklus unsur hara dalam tanah.

2) Mengurangi pencemaran lingkungan oleh residu kimia sintetis.

3) Meningkatkan mutu dan bobot hasil panen.

4) Menekan pertumbuhan bakteri penyakit.

5) Meningkatkan daya tahan tanaman terhadap hama/penyakit, baik pada tanaman

maupun media tanam (tanah).

6) Memperbanyak jumlah, daya serap dan kekuatan akar, merangsag

pertumbuhan pucuk baru serta memacu pertumbuhan daun, bunga/buah.

7) Menghemat penyerapan hara/nutrisi dan menjaga ketersediaan NPK dan unsur

lain.
16

8) Meningkatkan keragaman populasi mikroorganisme yang bermanfaat bagi

tanah dan tanaman.

9) Menekan biaya produksi dan penggunaan pupuk kimia sampai dengan 50%.

Bahan pupuk organik cair yang akan dibuat dalam penelitian ini adalah

berasal dari limbah kulit nanas yang banyak terbuang sia – sia oleh masyarakat.

Kulit Nanas

Tanaman nanas berbentuk semak dan hidupnya bersifat tahunan (perennial).

Tanaman nanas terdiri dari akar, batang, daun, bunga, buah dan tunas. Kulit nanas

mengandung air 81,72%, karbohidrat 17,53%, protein 4,41%, gula pereduksi

13,65%, 0,02 % lemak, abu 0,48%, serat basah 1,66%, dan serat kasar 20,87%.

Kandungan karbohidrat dan gula cukup tinggi dalam kulit dan bongol nanas

tersebut dapat dimanfaatkan menjadi bahan baku pembuatan pupuk organic

(Wijana, 1991).

Secara ekonomi kulit nanas masih bermanfaat untuk diolah menjadi pupuk.

Berdasarkan kandungan nutrisinya, kulit buah nanas mengandung karbohidrat dan

gula yang cukup tinggi. Pada limbah kulit nanas diduga terdapat senyawa

alkaloid, yaitu sebuah golongan senyawa basa bernitrogen yang kebanyakan

heterosiklik dan terdapat di tumbuhan. Hampir seluruh alkaloid berasal dari

tumbuhan dan tersebar luas dalam berbagai jenis tumbuhan. Secara organoleptik,

daun-daunan yang berasa sepat dan pahit, biasanya teridentifikasi mengandung

alkaloid. Selain pada daun, senyawa alkaloid dapat ditemukan pada akar, biji,

ranting, dan kulit kayu. Fungsi alkaloid sendiri dalam tumbuhan sejauh ini belum
17

diketahui secara pasti, beberapa ahli pernah mengungkapkan bahwa alkaloid

diperkirakan sebagai pelindung tumbuhan dari serangan hama dan penyakit,

pengatur tumbuh, atau sebagai basa mineral untuk mempertahankan

keseimbangan ion (Mustikawati, 2006).

Mengingat kandungan karbohidrat dan gula yang cukup tinggi tersebut

maka kulit nanas memungkinkan untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku

pembuatan pupuk organik cair melalui proses pengomposan dan ekstraksi untuk

mengambil senyawa-senyawa yang terdapat dalam kulit nenas tersebut. Senyawa-

senyawa tersebut diduga merupakan kelompok senyawa humat dan senyawa

lainnya, yang diduga dapat berperan sebagai zat perangsang tumbuh (ZPT)

tanaman, seperti kelompok giberelin, sitokinin, dan auksin (Mustikawati, 2006).

Menurut hasil penelitian Winarti (2013), pupuk organik cair yang berasal

dari 1 L larutan kulit nanas + EM4 10 ml + gula merah 100 gram merupakan

kandungan yang terbaik dalam menghasilkan pupuk organik cair dengan

kandungan unsur hara tertentu. Lebih lanjut hasil penelitian Susi (2018), larutan

kulit nanas yang ditambahkan air kelapa, air cucian beras dan gula merah

mengandung hara yang dibutuhkan tanaman. Adapun hara yang dikandungnya

adalah Phosphat (23,63 ppm), Kalium (8,25 ppm), Nitrogen (1,27 %). Menurut

penelitian Kusuma (2018), semakin tinggi konsentrasi pupuk organik cair

kombinasi limbah kulit nanas dan eceng gondok maka semakin tinggi pula

parameter pertumbuhan (tinggi tanaman, jumlah daun, panjang akar dan bobot

kering tanaman) pada tanaman tomat dan cabai.


BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat

Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

Benih pakcoy. Benih pakcoy yang digunakan merupakan varietas Nauli F1

yang akan dijadikan sebagai bahan tanam. Deskripsi varietas dapat dilihat pada

lampiran 1.

Kulit nanas. Kulit nanas sebanyak 12 kg digunakan sebagai bahan dasar

pupuk organik cair yang di peroleh dari Kecamatan Basarang, Kabupaten Kapuas,

Kalimantan Tengah.

Air kelapa. Air kelapa sebanyak 6 L digunakan sebagai bahan campuran

pembuatan pupuk organik cair kulit nanas.

Air cucian beras. Air cucian beras sbanyak 6 L digunakan sebagai bahan

campuran pembuatan pupuk organik cair kulit nanas.

Gula aren. Gula aren sebanyak 3,6 digunakan sebagai sebagai bahan

campuran pembuatan pupuk organik cair kulit nanas.

Air sumur. Air sumur digunakan sebagai pelarut pupuk organik cair kulit

nanas.

EM4. EM4 sebanyak 1800 ml digunakan sebagai bahan fermentasi dalam

pembuatan pupuk organik cair.

Tanah gambut. Tanah gambut digunakan sebagai bahan media tanam, yang

didapat di desa Sukamaju, Landasan ulin barat, Liang anggang kota Banjarbaru.
19

Pupuk Urea. Pupuk urea digunakan sebagai bahan pupuk dasar.

Pupuk SP-36. Pupuk SP-36 digunakan sebagai bahan pupuk dasar.

Pupuk KCL. Pupuk KCL digunakan sebagai bahan pupuk dasar.

Pupuk kandang kotoran ayam. Pupuk kandang kotoran ayam digunakan

sebagai campuran media persemaian.

Alat

Ember. Ember digunakan sebagai tempat penampungan dalam proses

dekomposisi pupuk cair kulit nanas.

Polybag. Polybag digunakan untuk media tanam tanaman pakcoy berukuran

30x30cm.

Blender. Blender digunakan untuk menghancurkan kulit nanas sampai

menghasilkan larutan kulit nanas.

Gelas ukur. Gelas ukur digunakan untuk mengukur dosis cairan pupuk

organik cair sebelum diaplikasikan.

Saringan. Saringan digunakan untuk menyaring atau memisahkan ampas

dan larutan dari kulit nanas.

Pisau dan talenan. Pisau dan talenan digunakan untuk mencincang kulit

nanas sebelum di blender dan mencincang gula merah.

Sendok. Sendok digunakan untuk mengaduk larutan dari kulit nanas.

Timbangan. Timbangan digunakan untuk menimbang kulit nanas.

Neraca analitik. Neraca analitik digunakan untuk menimbang berat basah

dan kering pakcoy.

Cangkul. Cangkul digunakan untuk mengambil tanah gambut.


20

Try semai. Try semai digunakan sebagai media persemaian.

Penggaris. Penggaris digunakan untuk mengukur tinggi tanaman pakcoy.

Kamera dan alat tulis. Kamera dan alat tulis digunakan untuk

mendokumentasikan semua proses penting selama penelitian.

Metode penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) faktor tunggal

dengan perlakuan konsentrasi pupuk organik cair kulit nanas sebanyak 6 (enam)

taraf dan diulang sebanyak 4 (empat) kali, sehingga diperoleh 24 satuan

percobaan. Setiap satuan percobaan terdiri dari 2 polybag sehingga terdapat 48

polybag (tanaman).

Adapun taraf perlakuan konsentrasi pupuk organik cair kulit nanas yang

terdiri dari :

p0 : Kontrol

p1 : 100 ml POC kulit nanas/L

p2 : 150 ml POC kulit nanas/L

p3 : 200 ml POC kulit nanas/L

p4 : 250 ml POC kulit nanas/L

p5 : 300 ml POC kulit nanas/L


21

Pelaksanaan penelitian

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca jurusan BDP, Fakultas

Pertanian, Universitas Lambung Mangkurat, Banjarbaru. Penelitian ini

berlangsung dari bulan Juli sampai bulan September 2019,mulai dari persiapan

sampai dengan panen

Pembuatan Pupuk Organik Cair Kulit Nanas

Pembuatan pupuk organik cair ini mengikuti cara pembuatan yang

dilakukan oleh Susi (2018) sebagai berikut :

Larutan dari kulit nanas diperoleh dengan cara memblender kulit nanas

sampai menghasilkan larutan. Pada saat memblender limbah kulit nanas dibantu

dengan mencampur sedikit dengan air sumur agar mempermudah alat blender

bekerja. Kemudian larutan yang diperoleh disaring dengan menggunakan saringan

dari bahan plastik. Hasil saringan ditempatkan pada wadah ember plastik sebagai

larutan penelitian. Kemudian ditambahkan EM4, air kelapa, air cucian beras dan

gula aren. Semua bahan diaduk sampai tercampur rata dan tutup wadah ember

dengan penutup dan diberi lubang untuk aerasi. Semua bahan kemudian

difermentasi selama 2 minggu. Tanda pembuatan pupuk organik cair berhasil

adalah saat dicium beraroma seperti tape.


22

Persiapan Media Persemaian

Sebelum ditanam, benih perlu disemai terlebih dahulu, proses semai diawali

dengan penyiapan media  berupa campuran tanah dan pupuk kandang dengan

perbandingan 1:1. Masukkan media semai berupa campuran tanah dan pupuk

kandang kedalam tray semai kemudian siram air dengan cara di semprot secara

merata. Setelah itu buat lubang semai sedalam 0,5 cm, masukkan satu benih pada

tiap lubang semai kemudian tutup kembali.

Persiapan Media Tanam

Media tanam yang digunakan pada peneltian ini adalah tanah gambut yang

telah dicangkul, dibersihkan dan digunakan sebanyak 5kg pada masing – masing

polybag berukuran 30 x 30 cm yang telah diberi label perlakuan. Pupuk dasar

seperti pupuk urea, SP-36 dan KCL diberikan 1 minggu sebelum tanam dengan

dosis pupuk urea sebanyak 0,1725 g, SP-36 sebanyak 0,09 g, dan KCL sebanyak

0,125 g/polybag. Adapun jarak antar polybag adalah 25 cm.

Penanaman

Bibit pakcoy yang siap dipindahkan ke media polybag berumur sekitar 14

HSS (Hari Setelah Semai) atau daunnya berjumlah sekitar 4-5 helai. Setelah

persemaian dapat dipindahkan pada polybag perlakuan. Pada tahap penanaman,

bibit yang dipilih yaitu bibit yang baik dengan batang yang tumbuh tegak, daun

bewarna hijau segar dan tidak terserang hama atau penyakit.


23

Aplikasi Pupuk Organik Cair Kulit Nanas

Pupuk organik cair kulit nanas diaplikasikan sebanyak 4 kali pengaplikasian

yaitu pada hari ke 7, 14, 21, dan 28 hari setelah tanam (HST) dengan cara

disiramkan disekitar perakaran tanaman sebanyak 250 ml sesuai konsentrasi yang

digunakan dalam perlakuan.

Pemeliharaan

Pemeliharaan tanaman terdiri dari penyulaman, penyiraman, penyiangan dan

pengendalian hama tanaman. Penyulaman dilakukan pada tanaman yang

kondisinya tidak memungkinkan memiliki pertumbuhan yang baik. Tujuan

penyulaman untuk menggantikan tanaman yang layu, mati atau tidak tumbuh.

Penyiraman dilakukan setiap pagi dan sore hari disesuaikan dengan kondisi tanah

dan curah hujan. Sedangkan untuk penyiangan dilakukan apabila ada gulma di

sekitar tanaman dengan cara mencabut gulma yang berada diantara sela-sela

tanaman.

Pengendalian hama tanaman dilakukan dengan cara mekanik dan kimia.

Cara mekanik yaitu dengan langsung mengambilnya dengan tangan. Sedangkan

cara kimia yaitu dengan menggunakan menggunakan Insektisida dalam

menangani hama ulat dan pengendalian hayati. Adapun hama yang biasa

menyerang pada tanaman pakcoy adalah ulat grayak (Spodoptera litura), ulat

perusak daun (Plutella xylostella), dan kutu daun (Aphids sp.). Penyakit yang
24

biasa menyerang pada tanaman pakcoy adalah penyakit busuk daun (Phytoptora

sp.)

Panen

Tanaman pakcoy dipanen pada umur 30 hari setelah pindah tanam (HSPT).

Ciri - cirinya yaitu daun pakcoy dewasa berbentuk oval melebar, tangkai daunnya

bewarna hijau cerah, bentuknya relatif pendek. Pakcoy dapat dipanen dengan

mencabut seluruh bagian tanaman. Tanaman pakcoy yang dipanen adalah yang

memiliki daun yang tumbuh subur dan bewarna hijau segar, serta pangkal daun

tampak sehat.

Pengamatan

Pengamatan yang dilakukan meliputi :

Tinggi tanaman (cm). Tinggi tanaman diamati dengan mengukur tanaman

hingga bagian ujung tanaman, dihitung dari hari ke 7, 14, 21, dan 28 hari setelah

tanam (HST).

Jumlah daun (helai). Jumlah daun perbatang diperoleh dengan menghitung

banyaknya daun dari hari ke 7, 14, 21, dan 28 hari setelah tanam (HST) hingga

tanaman dipanen. Daun yang dihitung adalah daun yang pada saat kondisi

perhitungan dalam keadaan segar dan tidak kering.

Bobot segar atas tanaman total (g). Bobot segar atas tanaman total

ditimbang mulai pangkal batang sampai ujung daun pada saat panen dengan

menggunakan timbangan neraca analitik.


25

Bobot kering atas tanaman total (g). Bobot kering atas tanaman total

dihitung mulai dari pangkal batang sampai ujung daun setelah pengovenan

sampai berat konstan pada suhu 80ºC dengan menggunakan timbangan neraca

analitik.

Berat segar akar total (g). Berat segar akar total ditimbang pada saat panen

dengan menggunakan timbangan neraca analitik.

Berat kering akar total (g). Bobot kering akar total dihitung setelah

pengovenan sampai berat konstan pada suhu 80ºC dengan menggunakan

timbangan neraca analitik.

Analisis Data

Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh beberapa dosis pupuk organik cair

kulit nanas terhadap variabel yang diamati digunakan analisis ragam, sebelumnya

dilakukan pemeriksaan terhadap asumsi kehomogenan ragam, yaitu dengan

menggunakan uji kehomogenan ragam Bartlett. Jika data homogen, maka

dilanjutkan dengan analisis ragam Anova. Tetapi jika tidak homogen, maka

dilakukan transformasi data hingga data homogen dan selanjutnya dilakukan

analisis ragam. Analisis ragam untul RAL 1 faktor dapat dilihat pada Tabel 1.

Model linier adiktif yang digunakan untuk menganalisis peubah yang

diamati adalah : Y ij = µ + ti + Ɛij

Dimana :

i = 1,2,3,4,5,6 (takaran POC kulit nanas)

j = 1,2,3,4 (ulangan)
26

Yij = Respon satuan percobaan yang menerima perlakuan takaran POC kulit nanas
ke-i pada ulangan ke-j

µ = Rata – rata umum

α = Pengaruh perlakuan takaran POC kulit nanas taraf ke-i

Ɛij = Tambahan karena pengaruh galat acak pada perlakuan takaran POC kulit
nanas ke-I dan ulangan ke- j

Tabel 1. Analisis ragam untuk RAL 1 faktor

Sumber Derajat Bebas Jumlah F-Tabel


F-hitung
Keragaman (db) Kuadrat (JK) 0,05 0,01
Perlakuan 6-1 = 5 JK P KT P/
Galat 6(4-1) = 18 JK E KT E 2,77 4,25
Total 6(4-1) = 23 JK T

Analisis ragam data kuantitatif yang dilakukan dengan uji F. Apabila

dalam uji F perlakuan berpengaruh nyata atau sangat nyata, maka akan

dilanjutkan denganuji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 5% untuk mengetahui

perlakuan mana yang memberikan perlakuan terbaik. Analisis data menggunakan

software Minitab.
Lampiran 1. Deskripsi Varietas Pakcoy

Asal : PT. East West Seed`Thailand

Silsilah : PC-201 (F) x PC-186 (M)

Golongan varietas : hibrida silang tunggal

Bentuk tanaman : tegak

Tinggi tanaman : 25 – 28 cm

Bentuk penampang : bulat


batang

Diameter batang : 8,0 – 9,7 cm

Warna daun : hijau

Bentuk daun : bulat telur

Panjang daun : 17 – 20 cm

Lebar daun : 13 – 16 cm

Bentuk ujung daun : bulat

Panjang tangkai daun : 8 – 9 cm

Lebar tangkai daun : 5 – 7 cm

Warna tangkai daun : hijau

Kerapatan tangkai : rapat


daun

Warna mahkota : kuning


bunga

Warna kelopak bunga : hijau

Warna tangkai bunga : hijau

Umur panen : 25 – 27 hari setelah tanam

Umur sebelum : 45 – 48 hari setelah tanam


pembungaan (bolting)
28

Berat per tanaman : 400 – 500 g

Rasa : tidak pahit

Warna biji : hitam kecoklatan

Bentuk biji : bulat

Tekstur biji : halus

Bentuk kotiledon : bulat panjang melebar

Berat 1.000 biji : 2,5 – 2,7 g

Daya simpan pada : 2 – 3 hari setelah panen (29 – 31 oC siang, 25 – 27 oC malam)


suhu kamar

Hasil : 37 – 39 ton/ha

Populasi per hektar : 93.000 tanaman

Kebutuhan benih per : 350 – 450 g


hektar

Keterangan : beradaptasi dengan baik di dataran tinggi dengan ketinggian 900 –


1.200 m dpl
Pengusul : PT. East West Seed`Indonesia

Peneliti : Gung Won Hee (PT. East West Seed`Thailand), Tukiman Misidi,
Abdul Kohar (PT. East West Seed`Indonesia)

Sumber : Lampiran Keputusan Menteri pertanian

NOMOR : 390/Kpts/SR.120/1/2009

TANGGAL : 23 Januari 2009


Lampiran 2. Skema pembuatan Pupuk Organik Cair Kulit Nanas

Persiapan Bahan Dasar POC

Penghalusan Bahan Dasar

Pencampuran Semua Bahan POC

Pembuatan Lubang Aerasi

Fermentasi
U

Lampiran 3. Bagan Tata Letak Satuan Percobaan

20 P4(2) P2(1)
P0(2) P1(1) P5(3) P3(3)
25cm
P2(3) P4(4) P3(2) P0(4) P4(1) P0(1)
25cm

S
P2(2) P0(3) P3(1) P4(3) P5(4) P1(4)

P5(2) P1(2) P1(3) P2(4) P5(1) P3(4)

Keterangan : Tiap satuan percobaan terdiri dari 2 polybag

P0 : Kontrol

P1 : 100 ml POC kulit nanas/L

P2 : 150 ml POC kulit nanas/L

P3 : 200 ml POC kulit nanas/L

P4 : 250 ml POC kulit nanas/L

P5 : 300 ml POC kulit nanas/L


Lampiran 4. Perhitungan dosis pemupukan dasar tanaman pakcoy per polybag

Diketahui :

Rekomendasi kebutuhan pupuk untuk sawi yaitu :

138 kg N, 72 kg P, 100 kg KCL (Setyaningrum, 2011)

1 ha = 100 m x 100 m = 10.000 m2/ha

Volume tanah = 20 cm  0,2 m

= 0,2 m x 10.000 m2/ha

= 2000 m2/ha  2.000.000.000 cm3

Berat tanah per ha = 0,2 g/cm3 x 2.000.000.000 cm3

= 400.000.000 g  400.000 kg

Berat tanah dalam polybag = 5 kg

a) Kebutuhan urea perpolybag

5 kg
x 138 kg = 0,001725 kg  0,1725 g
400.000 kg

b) Kebutuhan SP-36 perpolybag

5 kg
x 72 kg=0,0009 Kg  0,09 g
400.000 kg

c) Kebutuhan KCL perpolybag

5 kg
x 100 kg=0,00125 kg  0,125 g
400.000 kg

Anda mungkin juga menyukai