Anda di halaman 1dari 8

REVIEW KULIAH

PERMASALAHAN TENTANG KESUBURAN TANAH,


SIKLUS HARA DAN POLA TANAM PADA BEBERAPA
PENGGUNAAN LAHAN

Disusun Oleh:

Nama : Umi Munawaroh


NIM : S651908002

MATA KULIAH KESUBURAN TANAH LANJUTAN


MAGISTER ILMU TANAH
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2019
BAB I
Permasalahan Kesuburan Tanah
Kesuburan tanah merupakan kemampuan tanah untuk menyediakan unsur hara
dalam jumlah yang cukup dan seimbang untuk pertumbuhan dan produktivitas tanaman
agar optimum. Menurut Pinatih et al (2015) tanah yang diusahakan untuk bidang
pertanian memiliki tingkat kesuburan yang berbeda – beda, sehingga pengelolaan tanah
yang tepat merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan pertumbuhan dan hasil
tanaman. Intensifnya penggunaan lahan tanpa adanya pergiliran tanaman dapat
menyebabkan terkurasnya unsur hara esensial dari dalam tanah pada saat panen sehingga
dapat menurunkan kesuburan tanah.
Beberapa faktor yang menyebabkan menurunnya kesuburan tanah diantaranya
adalah pemupukan yang berlebihan, kemasaman tanah, pengangkutan hasil,
penggaraman, akumulasi zat – zat beracun, dll. Penggunaan pupuk secara berlebihan
dapat menurunkan efisiensi pemupukan dan kualitas pemupukan, sehingga pentingnya
dilakukan pemupukan yang berimbang (Suarjana W et al 2015) dan tepat sasaran.
Kemasaman tanah yang tinggi akan memicu peningkatan kelarutan Al dan Fe sehingga
menghambat pertumbuhan tanaman (Subiska dan Husnain 2019). Kelarutan unsur –
unsur beracun juga dapat mengakibatkan defisiensi hara cukup berat karena status hara,
kandungan bahan organic dan kejenuhan basa rendah (Abdurachman et al 2005).
Kegiatan lain yang menurunkan kesuburan tanah, namun secara ekonomis sangat
menguntungkan adalah Penambangan Emas Tanpa Ijin (PETI). Menurut Aryanti dan
Novinta (2019) penambangan emas merupakan kegiatan yang cukup lama dilakukan di
Indonesia namun dalam pelaksanaannya masih dilakukan secara manual menggunakan
metode sederhana. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa sifat kimia tanah di pasca
tambang emas tanpa ijin adalah mempunyai pH masam, KTK, N, P, Fosfor dan K di area
pasca penambangan emas (area C. kynglia, tailing, sedimen terbuka dan hutan alami)
termasuk dalam kategori rendah dan sangat rendah. PETI juga berdampak terhadap
lingkungan hidup terutama menyebabkan berubahnya estetika lingkungan, habitat flora
dan fauna menjadi rusak, penurunan kualitas tanah, penurunan kualitas air penurunan
muka air tanah, timbulnya debu dan kebisingan (Ahyani, 2011).
BAB II
Siklus Hara Dan Pola Tanam Pada Beberapa Penggunaan Lahan

A. Siklus Hara

Hubungan Tanah, tanaman, hara dan air merupakan bagian yang paling dinamis di
dalam ekosistem. Tanaman menyerap hara dan air dari dalam tanah untuk digunakan
dalam proses metabolism di dalam tubuh tanaman, begitu juga sebaliknya tanaman juga
memberikan masukan bahan organik melalui seresah yang tertimbun di permukaan tanah
berupa daun dan ranting yang rontok. Bagian akar tanaman juga memberikan masukan
bahan organik melalui akar – akar dan tudung akar yang mati serta dari eksudasi akar
(Hariah et al 2000). Inilah yang disebut sebagai siklus hara.
Siklus hara merupakan proses penyerapan senyawa – senyawa kimia yang
dibutuhkan untuk metabolisme dan pertumbuhan tanaman (Mengel et al 1987 cit Delvina
2006). Siklus hara dibagi menjadi 2 yaitu siklus hara tertutup dan siklus hara terbuka.
Siklus hara tertutup merupakan suatu sistem yang memiliki efisiensi penggunaan hara
tertinggi dan terjadi secara alami, contohnya adalah hutan alami, talun, dll. Siklus hara
terbuka adalah suatu sistem yang memiliki jumlah kehilangan hara yang besar.
Contohnya adalah pekarangan, sawah, tegal, dll.

Gambar 2.1 Sistem Hara pada Agroforestry


(Sistem Hara Terbuka dan Sistem Hara Tertutup)
Gambar 1 menunjukkan bahwa pada sistem Agroforestry berada diantara siklus
hara terbuka dan siklus hara tertutup. Siklus hara terbuka (sebelah kiri) dan Siklus hara
tertutup (sebelah kanan).
Menurut Harfiah et al (2000), ada 3 proses utama yang terlibat dalam siklus hara
agroforestry yaitu :
1. Fiksasi Nitrogen dari udara yaitu peningkatan jumlah nitrogen pembatan dari udara
bila tanaman legume yang ditanam
2. Mineralisasi bahan organik : peningkatan jumlah hara dari hasil mineralisasi seresah
dan dari pohon yang telah mati
3. “Serap ulang” hara : peningkatan jumlah serapan hara dari lapisan bawah oleh akar
pepohonan yang menyerap cukup dalam.

B. Beberapa Tipe Penggunaan Lahan


a. Talun
Tanaman yang ditanampun bervariasi mulai dari yang paling rendah, merambat,
pohon yang tingginya sedang sampai pohon yang mahkotanya tinggi, yang diatur
sedemikian rupa sehingga seluruh permukaan tertutup rapat dan hasilnya dapat
dipanen terus – menerus. Pola ini cocok diterapkan pada lahan dengan kemiringan 15–
45 % dan umumnya agak jauh dari rumah.

b. Tegal / Pekarangan
Suatu pengelolaan lahan dengan budidaya tanaman untuk mencukupi kebutuhan
pangan dengan tanaman semusim, tanpa meninggalkan tanaman tahunan/keras yang
dapat memberikan hasil tanaman tahunan yang ditanam secara teratur disepanjang
galengan. Pola ini sangat sesuai diterapkan pada lahan dengan kemiringan lereng
kurang dari 15% dan biasanya dekat dengan rumah.

Gambar 2.2 Talun Gambar 2.3 Tegal/ Pekarangan


c. Budidaya lorong Alley Croping
Bentuk pola tanam ini merupakan kombinasi row intercropping dan strip
intercropping. Tanaman legumanosae ditanam secara berbaris (row) dan tanaman
semusim ditanaman secara beralur (strip). Pada pola tanam ini tanaman semusim
ditanam diantara barisan tanaman leguminosae yang berbentuk pohon atau tegakan.
Tanaman leguminoseae secara periodik dipangkas dan ketinggiannya dipertahankan
75 - 100 cm untuk mengurangi nauangan sekaligus bisa digunakan sebagai mulsa
atau pakan ternak.

Gambar 2.4 Budidaya Lorong


d. Budidaya Agroforestry
Agroforestry ialah suatu sistem pengolahan lahan secara optimal dimana
tanaman kayu (kehutanan) dikombinasikan dengan tanaman pertanian (tahunan atau
semusim) dengan atau tanpa ternak yang ditanam secara bersama-sama atau
berurutan pada unit-unit lahan yang sama, dan yang memberikan keuntungan lebih
besar daripada jika hanya tanaman pertanian atau kehutanan saja. Secara umum
Agroforestry didefinisikan sebagai sistem pertanian yang berbasis pohon.
Keberadaan pohon dapat berpengaruh positif atau negatif (Hairiah et al 2003).
Menurut Pitaloka (2018) manfaat pohon yang menguntungkan pada sistem ini
adalah :
1. Penambahan bahan organik dan seresah dari daun pepohonan yang gugur
2. Mengurangi penguapan dan memperbaiki kelembaban tanah
3. Mengurangi pertumbuhan gulma dan resiko kebakaran pada musim kemarau
akibat terjadinya naungan
4. Perakaran dapat memperbaiki siklus hara dalam peranannya sebagai
penyimpan dan pengambil hara , karena akar pohon berfungsi untuk :
a. Jaring penyelamat hara, yaitu penyerap hara yang tercuci kelapisan bawah,
karenanya dangkalnya akar tanaman pangan
b. Pemompa hara, yaitu penyerap unsur hara hasil pelapukan bahan induk di
lapisan bawah dan mengembalikannya ke permukaan tanah sebagai
seresah
5. Pohon jenis leguminoceae dapat meningkatkan N melalui fiksasi udara
sehingga dapat mengurangi pemupukan N
6. Menyediakan Iklim mikro yang stabil, mengurangi kecepatan angin,
meningkatkan kelembabab tanah, memberingan naungan partial
7. Mengurangi erosi melalui perbaikan struktur dan porositas tanah secara
berkelanjutan.

Gambar 2.7 Agroforestry

Gambar 2.8 Manfaat Sistem Agroforestry


BAB III
KESIMPULAN

Kesuburan tanah merupakan kemampuan tanah untuk menyediakan hara yang


tersedia bagi tanaman dalam jumlah yang seimbang. Namun hara yang tersedia untuk
tanaman mengalami penurunan karena ada beberapa faktor seperti pemupukan yang
berlebihan, adanya pengangkutan hasil yang tidak dikembalikan, penggaraman,
akumulasi zat – zat beracun, dan masih banyak lagi kegiatan manusia yang dapat
mempengaruhi kesuburan tanah.
Pengharaan dibagi menjadi dua yaitu siklus tertutup dan siklus terbuka. Siklus
tertutup terjadi secara alami, sehingga dapat dikatakan dari alam dan kembali ke alam
sehingga efisiensi keharaannya masih tinggi. Siklus terbuka merupakan suatu sistem
yang memiliki keharaan rendah karena tidak terjadi secara alami, sehingga ada
pengangkutan hasil yang tidak dikembalikan ke alam, ada penambahan pupuk, dll
DAFTAR PUSTAKA

Abdurachman, A., A. Dariah, dan A. Mulyani. 2005. Strategi dan teknologi pengelolaan
lahan kering mendukung pengadaan pangan nasional.
http://pustaka.litbang.pertanian.go.id/ publikasi
Ahyani, M. 2011. Pengaruh kegiatan penambangan emas terhadap kondisi kerusakan
tanah pada wilayah pertambangan rakyat di Bombana Provinsi Sulawesi
Tenggara. Tesis. Semarang: Universitas Diponegoro.
Aryanti E dan Novita H .2019. Sifat kimia tanah area pasca tambang emas: (studi kasus
pertambangan emas tanpa izin di Kenegerian Kari Kecamatan Kuantan Tengah,
Kabupaten Kuantan Singingi). J Agroteknologi 9(2): 21- 26
Delvina 2006. Siklus hara (Faktor penting bagi pertumbuhan pohon dalam
pengembangan hutan tanaman industry). USU Repository
Hairiah K, Widianto, S R Utami, D Suprayogo, Sunaryo, SM Sitompul, B. Lusiana, R
Mulia, M van Noordwijk dan G Cadisch, 2000. Pengelolaan Tanah Masam
Secara Biologi: Refleksi Pengalaman dari Lampung Utara. ICRAF SE Asia,
Bogor, 182 p.
Hairiah, K., Sarjono, MA., dan Sabrnudin, S. 2003. Pengantar Agroforestry, Bogor.
Ajaran Agroforestri 1 World Agroforestry Centre (ICRAF). Bogor. Indonesia
Pinatih IDAS, Tati B K, Ketut D S. 2015. Evaluasi status kesuburan tanah pada lahan
pertanian di Kecamatan Denpasar Selatan. E – Jurnal Agroekoteknologi Tropika
4(4) : 282 – 292
Pitaloka D 2018. Lahan kering dan pola tanam untuk mempertahankan kelestarian alam.
F Saintek Unira Malang 2(1): 22 – 28
Suarjana I W, A.A Nyoman S, I Dewa M A. 2015. Kajian status kesuburan tanah sawah
untuk menentukan anjuran pemupukan berimbang spesifik lokasi tanaman padi
Di Kecamatan Manggis. E – Jurnal Agroekoteknologi Tropika 4(4) :
314 – 323
Subiksa IGM dan Husnain. 2019. Pengaruh pembenah tanah organomineral pada lahan
kering masam terhadap sifat kimia tanah dan pertumbuhan jagung J Penelitian
Pertanian Tanaman Pangan.3(1) :23 – 30

Anda mungkin juga menyukai