Anda di halaman 1dari 139

SKRIPSI

PENGARUH KONSENTRASI YEAST DAN JENIS EMULSIFIER PADA


FROZEN DOUGH

Oleh :
RERIEL ANANTRIA SOEKOTJO
F24052317

2010
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

PENGARUH KONSENTRASI YEAST DAN JENIS EMULSIFIER PADA


FROZEN DOUGH

SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor

Oleh :
RERIEL ANANTRIA SOEKOTJO
F24052317

2010
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

Reriel Anantria Soekotjo. F24052317. Pengaruh Konsentrasi Yeast dan Jenis


Emulsifier pada Frozen Dough. Di bawah bimbingan M.Arpah dan Wati. 2010.
RINGKASAN
Frozen dough adalah produk adonan beku yang diproses dengan
menggunakan teknologi air blast freezer dengan suhu (-30C). Adonan dari
frozen dough memiliki keuntungan antara lain dapat diproduksi secara
sentralisasi, mudah dalam distribusi atau transportasi, dan umur simpan produk
lebih panjang. Kelemahan frozen dough yaitu penurunan retensi gas CO2 selama
proofing dan penurunan volume potongan roti akibat kematian sel-sel khamir.
Penelitian ini bertujuan untuk merancang formulasi frozen dough dan proses
produksi dari awal hingga akhir serta untuk mengetahui pengaruh yeast dan jenis
emulsifier dalam pembuatan roti dari frozen dough.
Penelitian dilakukan dalam tiga tahap yaitu penelitian tahap pertama,
kedua, dan ketiga. Penelitian tahap pertama untuk menentukan formulasi dan
proses pembuatan roti manis, penelitian tahap kedua untuk menentukan formulasi
dan proses pembuatan roti manis dari frozen dough, dan penelitian tahap ketiga
untuk melakukan analisis adonan yang telah dibekukan dalam air blast freezer
dan analisis produk dari frozen dough. Analisis yang dilakukan meliputi analisis
pada adonan dan produk akhir. Analisis pada adonan yaitu potensi pengembangan
adonan, volume spesifik adonan, dan analisis ekstensograf, sedangkan analisis
pada produk roti yaitu analisis bread firmness, volume spesifik adonan, analisis
warna crust dan crumb dengan chromameter, dan uji organoleptik.
Hasil formulasi terpilih untuk pembuatan produk roti manis meliputi
bahan-bahan sebagai berikut tepung terigu (100 g), air es (40-50g), yeast (1-2g),
garam (1-2g), gula pasir (20-25g), susu bubuk (2-4g), telur (10-15g), lemak (1015g), dan bread improver (1-1.5g). Produk yang dihasilkan dari formulasi tersebut
memiliki rasa aroma susu yang khas dan teksturnya lembut. Hasil analisis
diperoleh potensi pengembangan adonan roti manis yaitu pada menit ke-50
sampai menit ke-160. Volume spesifik adonan roti manis yaitu sebesar 29.60
0.5657 cm3 / 30 gram adonan. Berdasarkan uji ekstensograf, maksimum resistensi
peregangan adonan roti manis pada menit ke-45 sebesar 657.5 BU menjadi 410
BU pada menit ke-135, sedangkan ekstensibilitas adonan pada menit ke-45
sebesar 16.6 cm menjadi 14.2 cm pada menit ke-135. Untuk analisis produk roti
manis, nilai bread firmness sebesar 0.496 gf, volume spesifik roti sebesar 160.50
0.7071 cm3 / 30 gram adonan, warna crust dengan nilai L sebesar 45.19, nilai a
sebesar 18.27, dan nilai b sebesar 27.03. sedangkan nilai L untuk warna crumb
sebesar 77.95, nilai a sebesar -1.54, dan nilai b sebesar 27.69.Hasil uji organoletik
(uji hedonik) pada 25 orang panelis tidak terlatih dengan skala penilaian 5 tingkat
(1= sangat tidak suka. 2= tidak suka, 3= netral, 4= suka, 5= sangat suka )
diperoleh level of acceptance sebesar 3.40, dengan nilai rata-rata aroma sebesar
3.24, tekstur sebesar 3.38, rasa keseluruhan 3.44, aftertaste 3.52.
Hasil formulasi untuk frozen dough terdiri dari tepung terigu (100g), air
es (60-65g), yeast (4,4.5, 5 g), garam (1-2g), gula pasir (20-25g), susu bubuk (24g), lemak (10-15g), emulsifier A atau B (0.3g), dan antioksidan (100-200 ppm).
Kombinasi antara konsentarsi yeast dan jenis emulsifier menghasilkan 6 formulasi

perlakuan adonan. Keseluruhan perlakuan disimpan dalam freezer suhu -20C


selama 0 hari, 7 hari, 14 hari, dan 21 hari.
Proses pembuatan frozen dough sendiri dimulai dari penimbangan bahan,
kemudian pencampuran bahan menjadi adonan, resting, pembekuan adonan dalam
air blast freezer, penyimpanan beku dalam freezer. Apabila frozen dough diubah
menjadi produk roti, maka melewati proses seperti thawing, proofing, dan terakhir
proses pemanggangan adonan menjadi produk roti.
Untuk analisis adonan pada frozen dough, berdasarkan hasil potensi
pengembangan adonan, jumlah yeast yang banyak dan jenis emulsifier B lebih
cepat mengembang. Demikian juga dengan volume spesifik adonan, jumlah yeast
yang lebih banyak dan jenis emulsifier B akan memiliki volume spesifik adonan
yang lebih tinggi. Untuk analisis resistensi regangan dan ekstensibilitas frozen
dough, dengan adanya penyimpanan beku akan menurunkan nilai keduanya.
Untuk analisis pada produk roti dari frozen dough, volume spesifik produk roti
dari frozen dough menurun dengan semakin lama waktu penyimpanan untuk
semua perlakuan. Sedangkan untuk analisis bread firmness, nilai bread firmness
semakin meningkat dengan semakin lama waktu penyimpanan. Jenis emulsifier A
mampu menghambat peningkatan firmness dari produk roti dari frozen dough
tersebut. Nilai L pada analisis warna crust dan crumb menunjukkkan crust yang
terang dan crumb yang cerah dengan perlakuan emulsifier B. Hasil uji
organoleptik pada parameter aroma menunjukkan jumlah yeast yang sedikit
menghasilkan produk roti yang kurang beraroma khas ragi. Pada parameter
tekstur, jenis emulsifier A dinilai memiliki tekstur yang lebih baik selama
penyimpanan. Pada parameter rasa, emulsifier B dinilai memiliki rasa yang lebih
baik dan pada parameter aftertaste, jumlah yeast yang semakin banyak
memberikan nilai aftertaste yang kurang baik (rasa asam).

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Probolinggo, Jawa Timur pada tanggal 08


April 1987. Penulis adalah anak bungsu dari tiga bersaudara,
dari pasangan Ir. Kotot Soekotjo dan Hj. Ir. Loraine Moenir
(Almh). Penulis menempuh jenjang pendidikan di TK
Bhayangkari (1991-1993), pendidikan dasar di SDN Sukabumi
II Probolinggo (1993-1999), kemudian melanjutkan pendidikan menengah
pertama di SLTPN 1 Probolinggo hingga tahun 2002. Penulis menamatkan
pendidikan menengah atas di SMAN 1 Probolinggo pada tahun 2005. Penulis
kemudian melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi di Institut Pertanian
Bogor, melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2005 dan
pada tahun 2006 diterima di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas
Teknologi Pertanian.
Selama menjalani studi di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif di
berbagai kegiatan dan organisasi kemahasiswaan, diantaranya menjadi anggota
FMP IPB (Forum Mahasiswa Probolinggo), pengurus Forum Bina Islami (FBI-F)
sebagai staf Kajian Pangan Halal (2006-2007), pengurus LS. Bina Desa BEM KM
IPB dan Leadership and Enterpreneur School (LES) BEM KM IPB, anggota Food
Processing Club Himitepa serta berbagai kepanitian seperti panitia Lomba Cepat
Tepat Ilmu Pangan (LCTIP) XV tahun 2007 dan Masa Perkenalan Departemen
ITP (BAUR) tahun 2007.
Selama

masa

kuliah,

penulis

mendapatkan

beasiswa

dari

PPA

(Peningkatan Prestasi Akademik) pada tahun 2005 sampai lulus dan Woman
International Club (WIC) pada tahun 2009. Untuk menyelesaikan tugas akhirnya,
penulis menyusun skripsi dengan judul Pengaruh Konsentrasi Yeast dan Jenis
Emulsifier pada Frozen Dough di bawah bimbingan Dr.Ir. M. Arpah, M.Si dan
Wati,STP.

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbilalamin. Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat


Allah SWT atas segala limpahan karunia, rahmat, dan hidayahNya sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa
hanya dengan pertolongan dan kemudahan dari-Nya skripsi yang berjudul
Pengaruh Konsentrasi Yeast dan Jenis Emulsifier pada Frozen Dough ini dapat
terselesaikan. Ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya
penulis sampaikan kepada sejumlah pihak yang telah berkontribusi secara
langsung maupun tidak langsung dalam penyelesaian karya ini. Perkenankanlah
penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tiada terhingga kepada:
1. Almh.Mama tercinta, Papa, Kakak-kakak tersayang (Mas Temmy dan Mas
Nikko) atas perhatian, dukungan moril dan materiil, kasih sayang dan
kesabarannya. Terima kasih atas pengorbanan dan inspirasi-inspirasi yang
selalu kalian berikan sepanjang hidup penulis, i love you all !
2. Dr. Ir. M. Arpah, MSi selaku pembimbing pertama, atas perhatian,
motivasi dan bimbingannya kepada penulis sehingga tugas akhir ini dapat
terselesaikan
3. PT Tudung Putra Putri Jaya yang sudah memberikan kesempatan dan
membiayai penulis untuk melakukan magang penelitian.
4. Iwan Surjawan, Ph.D selaku Innovation and Technology Development
Manager- PT Tudung Putra-Putri Jaya atas kesempatan yang diberikan
kepada penulis untuk menyelesaikan tugas akhir di perusahaan
5. Wati, STP selaku pembimbing lapang atas saran dan pengertian yang
diberikan kepada penulis selama magang.
6. Dr. Ir Yadi Haryadi, M.Sc sebagai dosen penguji. Terima kasih atas waktu
dan kesediaannya serta masukan-masukan berarti demi perbaikan skripsi
ini.
7. Teman-teman seperjuangan magang, Wita, Cany, Mellisa, Juanda, Glenn,
dan teman satu bimbingan Resna Nur Apriani atas hiburan, dukungan, dan
kebersamaan yang dijalin sehingga magang terasa lebih hidup.

8. Kepada sahabat-sahabat penulis selama di Bogor yaitu Ike, Galih Ika,


Retno, Susan, Upik, Fitri, Dilla, Icha, Tami dan teman-teman ITP42 The
Golden Generation lainnya yang tidak dapat disebutkan satu-persatu,
namun tidak mengurangi rasa terima kasih penulis kepada kalian. Semoga
persahabatan kita selalu terjalin.
9. Penghuni Kostan WJ : Sherly, Theo, Nedia, Restu, Vivin, Tri, Elmi, dan
yang tidak dapat disebutkan satu-persatu. Terima kasih atas kenangan dan
canda tawa yang tak terlupakan sehingga selalu memberikan kehangatan
dan kecerian di hati penulis.
10. Rekan-rekan di ITD: Mbak Cimung, Mas Deffi, Pak Rahadi, Mbak Ochid,
Mas Asep dan Mas Fallik atas bantuannya.
11. Labtech divisi ITD (Mba Nita, Mba Eni, dan Utie), divisi biskuit (Mba
Putri, Mba Anita, Mba Sundari, Mas No, dan Mas Wenda), divisi snack
(Mas Haris, Mas Novi, Mba Titin, Mba Lince, dan Herlina), dan divisi
beverages (Mba Tuti, Mba Fifah,Mba Dina, Mba Nanda, dll)
12. Rekan-rekan di lab sentral Mba Ratih, Mba Tri, Mba Susan, Mas Willi,
dan Mba Delita.
13. Pak Iyas, Pak Jun, Pak Nur atas segala bantuan yang diberikan selama
penulis melakukan penelitian.
14. Woman International Club (WIC) yang telah memberikan beasiswa
kepada penulis. Beasiswa ini sangat membantu penulis dalam studi.
15. Pustakawan-pustakawan PITP, PAU, dan LSI, terima kasih atas segala
bantuannya.
16. Serta seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih
atas bantuannya sehingga tugas akhir ini dapat terselesaikan dengan baik.

Akhir kata, dengan segala kelebihan dan kekurangannya, penulis berharap


semoga karya tulis ini dapat bermanfaat dan berkontribusi pada perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi pangan pada khususnya.
Bogor,

Januari 2010

Reriel Anantria Soekotjo

ii

DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ..................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ............................................................................................ vi
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... ix
I. PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
A. LATAR BELAKANG .......................................................................... 1
B. TUJUAN ............................................................................................... 3
C. MANFAAT ........................................................................................... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 4
A. FROZEN DOUGH ............................................................................... 4
B. BAHAN BAKU FROZEN DOUGH .................................................... 5
1. Bahan Utama .................................................................................... 5
a. Tepung terigu ............................................................................... 5
b. Ragi (yeast) .................................................................................. 9
c. Garam .......................................................................................... 14
d. Air ................................................................................................ 15
e. Gula.............................................................................................. 15
2. Bahan Tambahan ............................................................................. 16
a. Lemak .......................................................................................... 16
b. Telur ............................................................................................ 17
c. Susu bubuk................................................................................... 17
d. Emulsifier .................................................................................... 17
e. Oxidizing agent ............................................................................ 19
C. PROSES PRODUKSI .......................................................................... 20
1. Penimbangan Bahan-Bahan ............................................................. 20
2. Dough Mixing .................................................................................. 20
3. Rounding .......................................................................................... 23
4. Molding ............................................................................................ 24

iii

5. Pembekuan ....................................................................................... 24
6. Penyimpanan beku .......................................................................... 24
7. Thawing dan proofing ...................................................................... 24
8. Pemanggangan ................................................................................. 25
III. METODOLOGI PENELITIAN ............................................................ 28
A. BAHAN DAN ALAT .......................................................................... 28
B. METODE PENELITIAN .................................................................... 28
1. Penelitian Tahap Pertama................................................................. 28
2. Penilitian Tahap Kedua .................................................................... 29
3. Penelitian Tahap Ketiga ................................................................... 31
C. ANALISIS ........................................................................................... 31
1. Analisis Adonan ............................................................................... 31
a. Potensi pengembangan adonan .................................................... 31
b. Volume spesifik adonan .............................................................. 31
c. Analisis ekstensograf ................................................................... 31
d. Analisis ekstensograf untuk frozen dough .................................. 32
2. Analisis Produk Roti ........................................................................ 33
a. Analisis bread firmness ............................................................... 33
b. Volume spesifik roti .................................................................... 33
c. Analisis warna crust dan crumb .................................................. 33
d. Uji organoleptik ......................................................................... 34
D. UJI STATISTIK ................................................................................. 34
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................ 35
A. PENELITIAN TAHAP PERTAMA ................................................... 35
1. Formulasi Roti Manis ...................................................................... 35
2. Proses Pembuatan Roti Manis ......................................................... 35
3. Analisis Adonan Roti Manis ............................................................ 37
a. Potensi pengembangan adonan .................................................... 37
b. Volume spesifik adonan .............................................................. 38
c. Analisis ekstensograf ................................................................... 39
4. Analisis Produk Roti Manis ............................................................. 39
a. Analisis bread firmness .............................................................. 39

iv

b. Volume spesifik roti manis .......................................................... 40


c. Analisis warna crust dan crumb .................................................. 40
d. Uji organoleptik ........................................................................... 41
B. PENELITIAN TAHAP KEDUA ......................................................... 42
1. Formulasi Frozen Dough ................................................................. 42
2. Proses Pembuatan Frozen Dough .................................................... 43
3. Analisis Adonan ............................................................................... 44
a. Potensi Pengembangan adonan.................................................... 44
b. Volume spesifik adonan .............................................................. 45
C. PENELITIAN TAHAP KETIGA ........................................................ 47
1. Analisis ekstensograf ....................................................................... 47
2. Analisis Produk ................................................................................ 51
a. Volume spesifik produk............................................................... 51
b. Analisis bread firmness ............................................................... 52
c. Analisis warna crust dan crumb .................................................. 54
d. Uji organoleptik ........................................................................... 60
V. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 66
A. KESIMPULAN ..................................................................................... 66
B. SARAN ................................................................................................. 67
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 68
LAMPIRAN ..................................................................................................... 72

DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1. Syarat Mutu Tepung Terigu sebagai Bahan Makanan .......................

Tabel 2. Beberapa sifat gliadin dan glutenin ....................................................

Tabel 3. Prinsip penambahan emulsifier dalam frozen dough ......................... 18


Tabel 4. Formulasi roti manis .......................................................................... 35
Tabel 5. Settingan texture analyzer .................................................................. 40
Tabel 6. Hasil uji hedonik roti manis ............................................................... 41
Tabel 7. Formulasi frozen dough ..................................................................... 42
Tabel 8.Formulasi frozen dough dengan berbagai variasi yeast dan
emulsifier ........................................................................................... 43

vi

DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 1.

Jenis tepung terigu.......................................................................

Gambar 2.

Saccharomyces cerevisiae........................................................... 10

Gambar 3.

Compressed yeast ........................................................................ 12

Gambar 4.

Active dry yeast dan instant dry yeast ......................................... 14

Gambar 5.

Pembuatan metode no time dough .............................................. 21

Gambar 6.

Pembuatan metode straight dough .............................................. 22

Gambar 7.

Pembuatan metode sponge and dough ........................................ 23

Gambar 8.

Kerangka penelitian ................................................................... 28

Gambar 9.

Flow proses pembuatan roti manis ............................................. 29

Gambar 10. Flow proses frozen dough .......................................................... 30


Gambar 11. Roti manis .................................................................................. 37
Gambar 12. Grafik potensi pengembangan adonan roti manis ....................... 38
Gambar 13. Texture Analyzer TA XT Plus ..................................................... 39
Gambar 14. Grafik potensi pengembangan frozen dough............................... 45
Gambar 15. Data volume spesifik adonan frozen dough ................................ 46
Gambar 16. Nilai

maximum

resistensi

frozen

dough

selama

penyimpanan ............................................................................... 47
Gambar 17. Ekstensibilitas frozen dough selama penyimpanan ..................... 49
Gambar 18. Volume

spesifik

roti

dari

frozen

dough

selama

penyimpanan ............................................................................... 51
Gambar 19. Nilai bread firmness selama penyimpanan ................................. 53
Gambar 20. Nilai L pada crust selama penyimpanan ..................................... 54
Gambar 21. Nilai a pada crust selama penyimpanan ...................................... 55
Gambar 22. Nilai b pada crust selama penyimpanan ..................... 56
Gambar 23. Nilai L pada crumb selama penyimpanan .................................. 57
Gambar 24. Nilai a pada crumb selama penyimpanan ................................... 58
Gambar 25. Nilai b pada crumb selama penyimpanan .................................. 59
Gambar 26. Nilai rata-rata aroma selama penyimpanan ................................. 61
Gambar 27. Nilai rata-rata tekstur selama penyimpanan ................................ 62

vii

Gambar 28. Nilai rata-rata rasa selama penyimpanan .................................... 63


Gambar 29. Nilai rata-rata aftertaste selama penyimpanan ........................... 64

viii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran 1.

Data potensi pengembangan adonan roti manis ...................... 73

Lampiran 2.

Hasil pengukuran volume spesifik adonan roti manis ............. 74

Lampiran 3.

Data pengukuran uji ekstensograf ............................................ 74

Lampiran 4.

Hasil pengukuran volume spesifik produk roti manis ............. 74

Lampiran 5.

Hasil analisis warna crust dan crumb roti manis dengan


chromameter............................................................................. 75

Lampiran 6.

Hasil uji organoleptik roti manis .............................................. 75

Lampiran 7a. Data potensi pengembangan frozen dough F1 ......................... 76


Lampiran 7b. Data potensi pengembangan frozen dough F2 ......................... 77
Lampiran 7c. Data potensi pengembangan frozen dough F3 ......................... 78
Lampiran 7d. Data potensi pengembangan frozen dough F4 ......................... 79
Lampiran 7e. Data potensi pengembangan frozen dough F5... ...................... 80
Lampiran 7f. Data potensi pengembangan frozen dough F6 ......................... 81
Lampiran 8a. Hasil sidik ragam ANOVA volume spesifik adonan frozen
dough ........................................................................................ 82
Lampiran 8b. Hasil uji Duncan terhadap volume spesifik adonan frozen
dough ........................................................................................ 82
Lampiran 9.

Data uji ekstensograf frozen dough ......................................... 83

Lampiran 10a. Hasil analisis ragam ANOVA maksimum resistensi regangan


setelah 45 menit........................................................................ 84
Lampiran 10b. Hasil uji Duncan maksimum resistensi regangan setelah 45
menit terhadapa perlakuan adonan .......................................... 84
Lampiran 10c. Hasil uji Duncan maksimum resistensi regangan setelah 45
menit terhadap lama penyimpanan........................................... 85
Lampiran 11a. Hasil uji ANOVA maksimum resistensi regangan setelah 135
menit......................................................................................... 86
Lampiran 11b. Hasil uji Duncan maksimum resistensi regangan setelah 135
menit terhadap perlakuan adonan............................................. 86

ix

Lampiran 11c. Hasil uji Duncan maksimum resistensi regangan setelah 135
menit terhadap lama penyimpanan........................................... 87
Lampiran 12a. Hasil uji ANOVA ekstensibilitas setelah 45 menit ................. 88
Lampiran 12b.Hasil uji lanjut Duncan ekstensibilitas setelah 45 menit
terhadap perlakuan adonan....................................................... 88
Lampiran 12c. Hasil uji lanjut Duncan ekstensibilitas setelah 45 menit
terhadap lama penyimpanan..................................................... 88
Lampiran 13a. Hasil uji ANOVA ekstensibilitas setelah 135 menit .............. 89
Lampiran 13b.Hasil uji Duncan ekstensibilitas setelah 135 menit terhadap
perlakuan adonan .................................................................... 89
Lampiran 13c. Hasil uji Duncan ekstensibilitas setelah 135 menit terhadap
lama penyimpanan ................................................................... 89
Lampiran 14. Data volume spesifik roti dari frozen dough selama
penyimpanan ............................................................................ 90
Lampiran15a. Hasil uji ANOVA volume spesifik produk roti dari frozen
dough ........................................................................................ 91
Lampiran 15b.Hasil uji Duncan volume spesifik roti dari frozen dough
terhadap perlakuan adonan....................................................... 91
Lampiran 15c. Hasil uji Duncan volume spesifik roti dari frozen dough
terhadap lama penyimpanan..................................................... . 91
Lampiran 16. Data bread firmness roti dari frozen dough selama
penyimpanan ............................................................................ 92
Lampiran 17a. Hasil analisis sidik ragam bread firmness ............................... 92
Lampiran 17b. Hasil uji Duncan untuk bread firmness terhadap perlakuan
adonan ..................................................................................... 92
Lampiran 17c. Hasil uji Duncan untuk bread firmness terhadap lama
penyimpanan ........................................................................... 93
Lampiran 18. Data hasil L,a, b pada warna crust selama penyimpanan ........ 94
Lampiran 19. Data hasil L,a, b pada warna crumb selama penyimpanan ...... 96
Lampiran 20a. Hasil uji ANOVA nilai L pada crust produk roti dari frozen
dough ........................................................................................ 98

Lampiran 20b. Hasil uji Duncan nilai L pada crust produk roti dari frozen
dough terhadap perlakuan adonan............................................ 98
Lampiran 20c. Hasil uji Duncan nilai L pada crust produk roti dari frozen
dough terhadap lama penyimpanan .......................................... 98
Lampiran 21a. Hasil uji ANOVA nilai a pada crust produk roti dari frozen
dough ........................................................................................ 99
Lampiran 21b.Hasil uji Duncan nilai a pada crust produk roti dari frozen
dough terhadap perlakuan adonan............................................ 99
Lampiran 21c. Hasil uji Duncan nilai a pada crust produk roti dari frozen
dough terhadap lama penyimpanan .......................................... 99
Lampiran 22a. Hasil uji ANOVA nilai b pada crust produk roti dari frozen
dough ....................................................................................... 100
Lampiran 22b.Hasil uji Duncan nilai b pada crust produk roti dari frozen
dough terhadap perlakuan adonan............................................ 100
Lampiran 22c. Hasil uji Duncan nilai b pada crust produk roti dari frozen
dough terhadap lama penyimpanan .......................................... 100
Lampiran 23a. Hasil uji ANOVA nilai L pada crumb produk roti dari frozen
dough ........................................................................................ 101
Lampiran 23b. Hasil uji Duncan nilai L pada crumb produk roti dari frozen
dough terhadap perlakuan adonan............................................ 101
Lampiran 23c. Hasil uji Duncan nilai L pada crumb produk roti dari frozen
dough terhadap lama penyimpanan .......................................... 101
Lampiran 24a. Hasil uji ANOVA nilai a pada crumb produk roti dari frozen
dough ........................................................................................ 102
Lampiran 24b. Hasil uji Duncan nilai a pada crumb produk roti dari frozen
doughterhadapa perlakuan adonan ........................................... 102
Lampiran 24c. Hasil uji Duncan nilai a pada crumb produk roti dari frozen
doughterhadapa lama penyimpanan ......................................... 102
Lampiran 25a. Hasil uji ANOVA nilai b pada crumb produk roti dari frozen
dough ........................................................................................ 103
Lampiran 25b.Hasil uji Duncan nilai b pada crumb produk roti dari frozen
doughterhadap perlakuan adonan............................................. 103

xi

Lampiran 25c. Hasil uji Duncan nilai b pada crumb produk roti dari frozen
doughterhadap lama penyimpanan ........................................... 103
Lampiran 26a. Hasil uji ANOVA terhadap aroma dengan lama penyimpanan
0 hari......................................................................................... 104
Lampiran 26b.Hasil uji Duncan terhadap aroma dengan lama penyimpanan
0 hari......................................................................................... 104
Lampiran 27a. Hasil

uji

ANOVA

terhadap

tekstur

dengan

lama

penyimpanan 0 hari .................................................................. 105


Lampiran 27b.Hasil uji Duncan terhadap tekstur dengan lama penyimpanan
0 hari......................................................................................... 105
Lampiran 28a. Hasil uji ANOVA terhadap rasa dengan lama penyimpanan 0
hari............................................................................................ 106
Lampiran 28b.Hasil uji Duncan terhadap rasa dengan lama penyimpanan 0
hari............................................................................................ 106
Lampiran 29a. Hasil

uji

ANOVA terhadap

aftertaste dengan

lama

penyimpanan 0 hari .................................................................. 107


Lampiran 29b.Hasil

uji

Duncan

terhadap

aftertaste

dengan

lama

penyimpanan 0 hari .................................................................. 107


Lampiran 30a. Hasil uji ANOVA terhadap aroma dengan lama penyimpanan
7 hari......................................................................................... 108
Lampiran 30b.Hasil uji Duncan terhadap aroma dengan lama penyimpanan
7 hari......................................................................................... 108
Lampiran 31a. Hasil

uji

ANOVA

terhadap

tekstur

dengan

lama

penyimpanan 7 hari .................................................................. 109


Lampiran 31b.Hasil uji Duncan terhadap tekstur dengan lama penyimpanan
7 hari......................................................................................... 109
Lampiran 32a. Hasil uji ANOVA terhadap rasa dengan lama penyimpanan 7
hari............................................................................................ 110
Lampiran 32b.Hasil uji Duncan terhadap rasa dengan lama penyimpanan 7
hari............................................................................................ 110
Lampiran 33a. Hasil

uji

ANOVA terhadap

aftertaste dengan

lama

penyimpanan 7 hari .................................................................. 111

xii

Lampiran 33b.Hasil

uji

Duncan

terhadap

aftertaste

dengan

lama

penyimpanan 7 hari .................................................................. 111


Lampiran 34a. Hasil uji ANOVA terhadap aroma dengan lama penyimpanan
14 hari....................................................................................... 112
Lampiran 34b.Hasil uji Duncan terhadap aroma dengan lama penyimpanan
14 hari....................................................................................... 112
Lampiran 35a. Hasil

uji

ANOVA

terhadap

tekstur

dengan

lama

penyimpanan 14 hari ................................................................ 113


Lampiran 35b.Hasil uji Duncan terhadap tekstur dengan lama penyimpanan
14 hari....................................................................................... 113
Lampiran 36a. Hasil uji ANOVA terhadap rasa dengan lama penyimpanan
14 hari....................................................................................... 114
Lampiran 36b.Hasil uji Duncan terhadap rasa dengan lama penyimpanan 14
hari............................................................................................ 114
Lampiran 37a. Hasil

uji

ANOVA terhadap

aftertaste dengan

lama

penyimpanan 14 hari ................................................................ 115


Lampiran 37b.Hasil

uji

Duncan

terhadap

aftertaste

dengan

lama

penyimpanan 14 hari ................................................................ 115


Lampiran 38a. Hasil uji ANOVA terhadap aroma dengan lama penyimpanan
21 hari....................................................................................... 116
Lampiran 38b.Hasil uji Duncan terhadap aroma dengan lama penyimpanan
21 hari....................................................................................... 116
Lampiran 39a. Hasil

uji

ANOVA

terhadap

tekstur

dengan

lama

penyimpanan 21 hari ................................................................ 117


Lampiran 39b.Hasil uji Duncan terhadap tekstur dengan lama penyimpanan
21 hari....................................................................................... 117
Lampiran 40a. Hasil uji ANOVA terhadap rasa dengan lama penyimpanan
21 hari....................................................................................... 118
Lampiran 40b.Hasil uji Duncan terhadap rasa dengan lama penyimpanan 21
hari............................................................................................ 118
Lampiran 41a. Hasil

uji

ANOVA terhadap

aftertaste dengan

lama

penyimpanan 21 hari ................................................................ 119

xiii

Lampiran 41b.Hasil

uji

Duncan

terhadap

aftertaste

dengan

lama

penyimpanan 21 hari ................................................................ 119


Lampiran42. Data nilai rata-rata uji organoleptik selama penyimpanan ....... 120

xiv

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Roti adalah makanan pokok yang dibuat dan dikonsumsi hampir di
seluruh dunia khususnya wilayah Eropa Barat. Roti menurut Standar
Nasional Indonesia (SNI) didefinisikan sebagai produk yang diperoleh dari
adonan tepung terigu yang diragikan dengan ragi roti dan dipanggang,
dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan makanan yang
diizinkan. Bahan utama dalam pembuatan roti terdiri dari tepung, air, ragi
roti, dan garam, sedangkan bahan pembantu dan tambahannya antara lain
gula, susu, lemak, telur, dan bread improver (Pomeranz dan Shellenberger,
1971)
Jenis dan bentuk roti tergantung dari formulasi adonan dan cara
pembuatannya. Menurut U.S. Wheat Associates (1983), berdasarkan
formulasi roti, adonan dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu adonan roti
manis, adonan roti tawar, dan adonan soft rolls. Adonan roti manis adalah
adonan yang dibuat dari formulasi yang banyak menggunakan gula, lemak,
dan telur. Adonan roti tawar adalah adonan roti yang menggunakan
sedikit/tanpa gula, susu skim, dan lemak, sedangkan soft rolls adalah adonan
roti yang dibuat dari formula yang menggunakan gula dan lemak relatif lebih
banyak dari adonan roti tawar.
Di banyak negara produk roti umumnya dikonsumsi dalam bentuk
fresh bread. Fresh bread ini memiliki ciri-ciri penampakan crust coklat
keemasan, aroma panggang yang menyenangkan, karakteristik slicing yang
baik, tekstur crumb yang lembut dan elastik, dan mouthfeel yang lembut.
Produk fresh bakery ini memiliki umur simpan yang relatif pendek selama
penyimpanan. Hal ini dikarenakan terjadi perubahan fisik dan kimia pada
produk yang dikenal dengan staling (Selomulyo dan Zhou, 2007). Akibat dari
staling ini, kualitas roti mengalami penurunan freshness dan crispiness secara
perlahan-lahan, sementara crumb firmness dan kekerasan meningkat (Ashgar
et al, 2006). Berbagai cara telah dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut,
mulai dari menambahkan bahan tambahan ke dalam produk sampai

mengembangkan teknologi baru agar dapat mencegah staling dan


memperpanjang umur simpan
Beberapa tahun belakangan ini, dikembangkan suatu teknologi yang
dapat memproduksi dan mengawetkan produk bakeri, salah satunya adalah
teknologi pembekuan (frozen dough). Frozen dough ini berkembang pesat di
pasar makanan (food market) (Giannou dan Tzia, 2007). Frozen dough
adalah produk adonan beku yang diproses dengan menggunakan teknologi
blast freezer dengan temperatur (-30C) (Sutanto, 2008). Pengunaan blast
freezer adalah untuk mempercepat proses pembekuan produk sehingga
bakteri tidak berkembang biak dalam produk. Menurut Yi dan William
(2009), jika dibandingkan dengan conventional breadmaking, frozen dough
lebih

ekonomis

dalam

industri

bakeri.

Conventional

breadmaking

membutuhkan waktu yang lama dan tenaga kerja ahli serta peralatan yang
spesial, sedangkan frozen dough dapat diproduksi secara sentralisasi. Dengan
adanya produksi secara sentralisasi, kualitas dari produk dapat distandarisasi.
Selain itu, produk frozen dough dapat dibuat menjadi fresh bread setiap
waktu apabila dibutuhkan.
Kualitas roti yang dibuat dari frozen dough dipengaruhi oleh
formulasi adonan dan parameter proses seperti waktu pengadukan adonan,
laju pembekuan, lama penyimpanan dan laju proses thawing (Selomulyo dan
Zhou, 2007). Ada beberapa masalah di dalam frozen dough untuk industri
bakeri yaitu (1) efek pembekuan terhadap viabilitas ragi (khamir) roti ; (2)
pembentukan kristal es dalam proses freezing sehingga mempengaruhi
struktur gluten ; (3) penurunan retensi gas CO2 selama proofing ; dan (4)
penurunan volume roti.
Viabilitas ragi roti dapat dipertahankan dengan penggunaan jenis
yeast yang resisten terhadap suhu pembekuan. Jika digunakan yeast yang
tidak resisten terhadap pembekuan maka banyak sel khamir yang mati. Sel
khamir yang mati akan menyebabkan penurunan kekuatan pembentukan gas
dan penurunan secara bertahap kekuatan adonan (Ribota et al., 2003).
Menurut Lucas et al (2005), kerusakan struktur gluten juga akan berpengaruh

terhadap retensi gas sehingga adonan kurang mengembang dan volume roti
menurun
Dari beberapa permasalahan yang telah disebutkan, maka diperlukan
suatu sistem yang cukup kompleks dan lebih sensitif terutama berkaitan
dengan formulasi dan kondisi proses. Oleh karena itu, penelitian ini
dilakukan untuk melihat pengaruh yeast dan emulsifer dalam frozen dough
terhadap kualitas produk roti yang dihasilkan.

B. TUJUAN
Tujuan penelitian magang ini adalah untuk merancang formulasi
frozen dough dan parameter proses produksi dari awal hingga akhir dan untuk
mengetahui pengaruh yeast dan emulsifier dalam pembuatan roti dari frozen
dough terhadap kualitas produk.

C. MANFAAT
Manfaat dari penelitian ini adalah mendapatkan formulasi dan flow
proses pembuatan frozen dough yang tepat sehingga diharapkan dapat
memberikan informasi kepada perusahaan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. FROZEN DOUGH
Frozen dough adalah adonan hasil pembekuan. Frozen dough
umumnya digunakan pada produk bakeri seperti roti, pizza, rolls, dan lainlain. Bahan-bahan yang dicampurkan dalam pembuatan frozen dough sama
seperti bahan-bahan yang dicampurkan untuk adonan produk bakeri tanpa
proses pembekuan. Perbedaannya hanya terletak pada ada atau tidaknya
proses pembekuan sebelum adonan dipanggang.
Ada dua aplikasi utama frozen dough di pasaran, yaitu adonan dijual
ke supermarket/galeri bakeri yang langsung mengolah adonan menjadi
produk akhir atau adonan dijual langsung ke konsumen yang akan
memanggang adonan tersebut sendiri di rumah. Penggunaan frozen dough
sebagai cadangan bahan sangat tidak ekonomis dan membuang waktu karena
penyimpanan beku jangka panjang memakan banyak tempat dibandingkan
dengan penyimpanan pada suhu refrigerasi untuk jangka pendek (Matz,
1992).
Keuntungan dari frozen dough yaitu kemudahan dalam distribusi
atau transportasi. Misalnya, ketika adonan disiapkan dalam jumlah yang
besar di pabrik sentral pembuatan adonan dengan unit proses yang lengkap
dan

canggih

maka

adonan

tersebut

didistribusikan

di

instalisasi

pemanggangan atau toko yang menjual produk bakeri. Toko tersebut dapat
langsung memproses adonan menjadi produk akhir sehingga quality control
dapat terjaga (Matz, 1992). Selain itu, konsumen juga dapat langsung
menikmati produk akhir (freshly baked) tanpa perlu susah-susah untuk
melakukan tahapan proses dari penimbangan bahan,

pencampuran,

fermentasi hingga pemanggangan.


Beberapa hal yang mungkin terjadi dalam metode pencampuran
frozen dough, yaitu (1) jika adonan dimixing dengan metode straight dough,
waktu fermentasi yang singkat memungkinkan tidak terjadinya kehilangan
viabilitas dan kemampuan gas selama penyimpanan beku yang cukup berarti

dan (2) adonan yang dimixing dengan metode sponge dan dough tidak stabil
pada kondisi pembekuan (Tressler et al, 1968).
Permasalahan yang mungkin timbul dalam pembuatan frozen dough
adalah adonan menjadi lembek dan kendur dan kurang retensi gasnya ketika
diproofing (Kline dan Sugihara, 1967 di dalam Tressler et al, 1968). Hal ini
berhubungan dengan adanya senyawa reduksi yang dikeluarkan oleh sel yeast
yang mati. Untuk meniadakan senyawa reduksi tersebut biasanya dalam
praktek dilakukan penambahan bromat atau senyawa oxidizing agents (Anon,
1965 ; Kline dan Sugihara, 1967 di dalam Tressler et al, 1968).

B. BAHAN BAKU FROZEN DOUGH


Bahan baku pembuatan frozen dough sebenarnya hampir mirip
dengan pembuatan conventional dough, yang terdiri dari dua macam yaitu
bahan utama dan bahan tambahan. Bahan baku utama terdiri dari tepung
terigu, ragi, garam, gula, dan air. Sedangkan bahan tambahannya adalah
lemak, telur, susu bubuk, emulsifier, dan oxidizing agents.
1. Bahan Utama
a. Tepung Terigu
Tepung terigu adalah salah satu bahan baku utama dalam proses
pembuatan suatu adonan seperti frozen dough yang diperoleh dari olahan
biji gandum. Dari pengolahan biji gandum ini dihasilkan dua jenis
tepung, yaitu tepung terigu putih dan tepung whole wheat (gandum utuh).
Tepung terigu putih selanjutnya disebut tepung terigu yang dihasilkan
dari endosperm biji gandum. Ada beberapa jenis tepung terigu
berdasarkan kandungan protein/glutennnya. Manley (1983) membagi
tepung terigu menjadi tiga jenis berdasarkan kandungan proteinnya, yaitu
:
1. Terigu keras (hard wheat) : terigu dengan kadar protein minimal 12 %.
Cocok digunakan dalam pembuatan roti. Contoh : terigu Cakra
Kembar

2. Terigu sedang : terigu yang memiliki kadar protein 1011 %. Biasanya


digunakan dalam pembuatan cake dan pastry. Contoh : terigu Segitiga

Biru
3. Terigu lunak (soft wheat): terigu yang memiliki kadar protein 79 %.
Cocok digunakan dalam pembuatan kue kering, cracker, dan sponge

cake. Contoh : terigu Kunci Biru

Gambar 1. Jenis tepung terigu (www.kamusdapurku.blogspot.com


(www.kamusdapurku.blogspot.com)
Tepung whole wheat (gandum utuh) atau tepung whole meal,
dihasilkan dari biji gandum utuh. Tepung ini berwarna kecoklatan dan
teksturnya agak kasar. Whole wheat memiliki umur simpan yang terbatas
karena kandungan lemak germ dalam tepung dapat mempercepat

ketengikan.
Adonan beku atau frozen dough sebaiknya menggunakan tepung
terigu dengan kandungan protein berkisar 12-14 % (Anon et al., 2002).
Jumlah dan kualitas protein berpengaruh terhadap sifat penyerapan air
yang dapat ditunjukkan oleh kemampuan tepung untuk menyerap dan
menahan air dari pencampuran adonan sampai ke proses pemanggangan
akhir dari produk. Selain itu, kandungan protein yang tinggi dalam tepung
terigu akan meningkatkan kemampuan untuk memerangkap dan menjaga
gas karbon dioksida sehingga volume roti
roti mengembang (Cauvain et al,

2000).
Syarat mutu tepung terigu sesuai SNI 01-3751-2006, dapat dilihat

pada Tabel 1 berikut ini :

Tabel 1. Syarat Mutu Tepung Terigu sebagai Bahan Makanan


No.
1
1.1
1.2
1.3
2
3

Jenis Uji
Satuan
Keadaan
Bentuk
Bau
Warna
Benda asing
Serangga dalam semua
bentuk stadia dan
potongan-potongannya
yang tampak
4
Kehalusan, lolos ayakan
%
212m No. 70 (b/b)
5
Kadar air (b/b)
%
6
Kadar abu (b/b)
%
7
Kadar protein (b/b)
%
8
Keasaman
Mg KOH/100g
9
Falling number (atas
detik
dasar kadar air 14%)
10 Besi (Fe)
mg/kg
11 Seng (Zn)
mg/kg
12 Vitamin B1 (Thiamin)
mg/kg
13 Vitamin B2 (riboflavin)
mg/kg
14 Asam folat
mg/kg
15 Cemara logam
15.1 Timbal (Pb)
mg/kg
15.2 Raksa (Hg)
mg/kg
15.3 Tembaga (Cu)
mg/kg
16 Cemaran arsen
mg/kg
17 Cemaran Mikroba
17.1 Angka Lempeng Total
Koloni/g
17.2 E.coli
APM/g
17.3 Kapang
Koloni/g
Sumber : Badan Standardisasi Nasional

Persyaratan
Serbuk
Normal
Putih, khas terigu
Tidak ada
Tidak ada

Min 95
Maks 14.5
Maks 0.6
Min 7.0
Maks 50
Min 300
Min 50
Min 30
Min 2.5
Min 4
Min 2
Maks 1.00
Maks 0.05
Maks 10
Maks 0.50
Maks 106
Maks 10
Maks 104

Komponen terpenting dari tepung yang juga berpengaruh dalam


pembuatan adonan adalah gluten. Warna dari gluten bervariasi dari
kuning pucat sampai hijau abu-abu. Gluten yang lemah biasanya
berwarna kuning, sedangkan warna yang semakin abu-abu menandakan
bahwa gluten semakin kuat (Daniel, 1978). Gluten terbentuk bila glutenin
dan gliadin bercampur dengan air. Glutenin menentukan struktur produk
roti dan memberikan kekuatan pada adonan untuk menahan gas dari
aktivitas ragi. Gliadin memberikan elastisitas dan kekuatan untuk
peregangan terhadap gluten. Sifat-sifat fisik gluten yaitu elastis dan
7

ekstensibel sehingga memungkinkan adonan dapat menahan gas


pengembang dan adonan dapat menggelembung seperti balon. Hal ini
yang memungkinkan jika adonan dipanggang menjadi produk roti akan
dihasilkan produk dengan struktur yang berongga-rongga halus. Selain
itu, gluten juga mampu membentuk adonan yang viskoelastis dan kohesif
jika bergabung dengan lemak (Anon et al., 2002). Sifat-sifat dari gliadin
dan glutenin dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Beberapa sifat gliadin dan glutenin
Sifat

Gliadin

Glutenin

Berat molekul

rendah

tinggi

etanol 70%

asam dan basa

Ekstensibilitas

tinggi

rendah

Elastisitas

rendah

tinggi

Larut dalam

Sumber : Khan dan Bushuk (1979)


Belitz et al.,(1986) yang diacu Harianto (1994) menyatakan bahwa
elemen struktural yang berperan terhadap sifat-sifat istimewa gluten
adalah ikatan disulfida, ikatan ionik, interaksi antara prolamin dan
glutenin, dan sekuen yang mengandung glisin tinggi (glysin rich
sequence)
Bloksma (1975) yang diacu Harianto (1994) menunjukkan adanya
hubungan antara ikatan disulfida dan kekuatan gluten. Reduksi ikatan
disulfida melemahkan gluten. Reduksi ikatan disulfida ini dihubungkan
dengan berkurangnya jumlah fraksi protein yang ber-BM tinggi.
Kekuatan gluten semakin tinggi jika fraksi protein yang ber-BM tinggi
juga meningkat. Ini menunjukkan bahwa ikatan disulfida berperan
terhadap pembentukan sifat reologi adonan.
Ikatan ionik juga penting untuk interaksi antara protein gluten dan
kekuatan gluten. Peranan ikatan ionik ini dapat diperlihatkan oleh efek
ion bipolar, seperti asam amino terhadap sifat reologi gluten. Asam amino
glisin mengakibatkan kenaikan yang signifikan pada kekuatan gluten,
asam dikarboksilat menguatkan gluten tetapi diamin melemahkan gluten.
Asam amino dapat berperan menambah ikatan ionik yang menguatkan
jaringan 3 dimensi protein, karena asam amino tersebut menambah ikatan
8

silang. Oleh karena itu, pada saat pencampuran ditambahkan bread


improver yang mengandung asam amino agar adonan terbentuk lebih
kuat.
Pembentukan gluten saat tepung dibasahi disebabkan oleh interaksi
spesifik antar 2 fraksi protein : prolamin yang non polar (gliadin) dan
glutelin yang lebih polar (glutenin). Jadi prolamin berfungsi sebagai
solven bagi glutelin. Penambahan prolamin dapat juga melemahkan
gluten karena peningkatan solven menyebabkan lemahnya sifat
elastisitas. Jadi, interaksi prolamin dan glutelin ini juga berperan terhadap
sifat reologi gluten.
Peranan sekuen yang ber-BM tinggi dapat dilihat dari gandum
durum (terigu lemah). Terigu lemah memiliki gluten yang lemah karena
tidak memiliki sekuen ini. Sebaliknya terigu kuat memiliki sekuen ini.
Pati adalah komponen penting lain dalam tepung. Polisakarida akan
berperan dalam proses penyerapan air dalam pembuatan roti. Kerusakan
granula pati dalam jumlah besar biasanya terjadi ketika penggilingan
(Cauvain et al, 2000). Oleh karena itu, dalam pembuatan roti yang berasal
dari frozen dough direkomendasikan bahwa tepung tidak boleh
mengandung lebih dari 7% pati yang rusak. Karena kelebihan tingkat pati
yang rusak menyebabkan kapasitas penyerapan tepung terhadap air
meningkat sehingga akan menimbulkan masalah selama penanganan
adonan dan fermentasi (Pomeranz, 1988 di dalam Anon et al., 2002).
Beberapa tepung yang dimasukkan dalam adonan biasanya dicampur
dengan air dingin untuk mendapatkan sampel dari pati gandum (Daniel,
1978).
b. Ragi (yeast)
Ragi adalah mikroorganisme hidup yang dapat ditemukan dimanamana. Ragi berasal dari keluarga fungus bersel satu (sugar fungus) dari
genus Saccharomyces, spesies cereviseae, dan memiliki ukuran sebesar
6-8 mikron. Dalam 1 gram ragi padat (compressed yeast) terdapat kurang
lebih 10 milyar sel hidup. Ragi ini berbentuk bulat telur, dan dilindungi
oleh dinding membran yang semi berpori (semi permeable), melakukan

reproduksi dengan cara membelah diri (budding), dan dapat hidup di


lingkungan tanpa oksigen (anaerob) maupun dengan oksigen (aerob)
(Sukamulyo, 2007)

Gambar 2. Saccharomyces cereviseae (www.bio.miami.edu)


Semua jenis ragi untuk roti merupakan spesies dari Saccharomyces
cereviseae, yang berasal dari kata saccharo (Latin) : gula, myces (Latin) :
makan, cereviseae (Greek/Yunani) : berkembang biak. Berarti ragi adalah
spesies yang hidup dan berkembang biak dengan memakan gula (Lange
dan Bogasari Baking Center, 2004).
Ragi mengkonsumsi karbohidrat untuk hidup dan memiliki dua
tujuan dalam kehidupannya, yaitu reproduksi sel-sel yang lebih banyak
dan fermentasi. Fungsi utama ragi dalam suatu adonan adalah untuk
memfermentasi adonan (gula) sehingga menghasilkan gas karbon
dioksida (CO2) dan etanol dan menghasilkan produk bakeri yang
mempunyai volume dan tekstur yang baik. Yeast memproduksi gas
karbon dioksida yang dapat mengembangkan adonan pada variasi proses
khususnya selama proofing dan proses awal pemanggangan (Cauvain,
2000). Gula-gula sederhana seperti glukosa dan fruktosa digunakan
sebagai substrat penghasil CO2. Gas CO2 yang terbentuk menyebabkan
adonan roti mengembang dan alkohol berkontribusi dalam membentuk
aroma roti (Wahyudi, 2003).
Menurut Daniel (1978), reaksi yang terjadi selama berlangsungnya
fermentasi adalah
C12H22O6 + H2O

2 C6H12O6

sukrosa

gula inversi

C6H12O6
glukosa

2 C2H5OH + 2 CO2
etanol

10

Etanol yang dihasilkan sebagian besar akan hilang pada saat


pemanggangan. Sedangkan gas karbon dioksida yang dihasilkan akan
ditangkap atau ditahan oleh gluten dari tepung sehingga menyebabkan
adonan menjadi mengembang. Kondisi yang ideal untuk pertumbuhan
ragi adalah jumlah air yang cukup, suhu yang tepat, adanya karbohidrat
(gula) dan nutrient lainnya seperti nitrogen, phosphor, potassium dan
beberapa trace element.
Ragi berperan dalam menentukan laju fermentasi, yaitu ragi akan
melakukan fermentasi secara optimal pada kisaran suhu 35-40C,
dengan suhu ideal adalah 38C pada kelembapan 80%. Pada suhu di
bawah 28C dan di atas 43C fermentasi ragi menurun. Bahkan pada suhu
55-60C ragi akan mati (Lange dan Bogasari Baking Center, 2004).
Proses fermentasi oleh ragi juga berhubungan dengan aktivitas
enzim yang terdapat pada ragi. Menurut Wahyudi (2003), enzim yang
terdapat pada ragi adalah invertase, maltase dan zymase. (1) Invertase
mengubah sukrosa menjadi invert sugar (glukosa dan fruktosa) yang
difermentasi secara langsung oleh ragi. Sukrosa dalam adonan akan
diubah menjadi glukosa pada tahap akhir mixing. (2) Maltase mengubah
malt sugar atau maltosa yang ada pada malt syrup menjadi dekstrosa.
Dekstrosa difermentasi secara langsung oleh yeast. (3) Zymase mengubah
invert sugar dan dekstrosa menjadi gas karbon dioksida yang akan
menyebabkan adonan menjadi mengembang dan terbentuk alkohol.
Pembekuan dapat menyebabkan kematian sel khamir (ragi) dan
merusak kapasitas produksi CO2. Ragi yang telah lama atau mati akibat
pembekuan akan menghasilkan enzim proteolitik yang dapat menyerang
atau merusak gluten dari tepung dan menurunkan kualitas roti. Karena
itu, perlu ditambahkan ekstrak yeast yang resisten terhadap suhu
pembekuan. Senyawa yang dapat digunakan untuk melindungi yeast dari
suhu pembekuan yaitu salah satunya trehalose ( Coutinho et al., 1988 ;
Meric et al., 1995 di dalam Anon et al., 2002). Trehalose merupakan jenis
karbohidrat yang efektif sebagai agen protektif terhadap pencegahan
integritas membran dan struktur intraseluler. Meric et al., 1995 di dalam

11

Anon et al., 2002, menunjukkan kandungan trehalose minimum 5% dapat


meningkatkan resistensi yeast terhadap pembekuan.
Bentuk-bentuk yeast yang biasanya dipakai dalam industri bakeri

adalah bentuk cair (cream), solid (compressed yeast), active dry yeast,
instant dry yeast, dan frozen yeast (ragi beku).

Ragi cair (liquid yeast)


Ragi cair (liquid yeast) diproduksi dari yeast cream yang
berlangsung pada tahap proses industri (mengandung 1520% materi
kering). Untuk penyimpanan, yeast cair ini sebaiknya disimpan pada suhu

46C dan umur simpan bentuk yeast ini hanya 2 minggu.


Compressed yeast
Compressed yeast mengandung sekitar 28-30% bahan kering
(Cauvain, 2000), berbentuk blok-blok persegi , dan harus disimpan pada

suhu 2-6C (Sukamulyo, 2007). Compressed yeast yang disimpan pada


suhu dingin, 42F, akan kehilangan aktivitasnya sekitar 10% dalam 4
minggu. Pada suhu penyimpanan lebih tinggi, yeast akan cepat
kehilangan kekuatan mengembangnya dan berubah menjadi bau yang
tidak menyenangkan (unpleasant odors) dan membuat roti menjadi lebih
coklat pada bagian pinggirnya. Compressed yeast yang mempunyai
kandungan karbohidrat tinggi dan kandungan protein rendah dianggap
lebih resisten terhadap pembusukan akibat suhu penyimpanan (Matz,

1992).

Gambar 3. Compressed yeast (www.lesaffre.com)


Kelebihan penggunaan compressed yeast adalah harga yang relatif
murah (karena sebagian besar terdiri dari air saja) dan dapat digunakan
pada banyak aplikasi (resep). Sedangkan kekurangannya adalah sensitif
terhadap kelembaban (humidity), suhu dan cuaca hangat seperti Negara
Indonesia yang tropis, serta memerlukan
memerlukan kondisi penyimpanan pada suhu

12

rendah (2-6C) yang menyebabkan kesulitan dalam pendistribusiannya


(Sukamulyo, 2007).
Yeast yang dalam kondisi dorman sepenuhnya dapat disimpan
dalam suhu dingin tanpa kerusakan. Tetapi jika yeast aktif berfermentasi
pada waktu dibekukan mungkin beberapa yeast akan mati. Karena alasan
inilah, maka waktu fermentasi adonan yang dibekukan haruslah minimum
absolute (Matz, 1992). Compressed yeast toleran pembekuan yang lambat
(< 1C/menit) dan menjaga performancenya setelah disimpan pada suhu 18C dan ketika akan digunakan maka dithawing terlebih dahulu pada
suhu positif (C) dan langsung digunakan dalam 24 jam (Poitrenaud,
2006). Penggunaan compressed yeast dalam frozen dough bekisar 6-10 %
dari berat tepung (Tressler et al, 1968).
Active Dry Yeast
Active dry yeast terdiri dari dua macam, yaitu regular active dry
yeast dan instant dry yeast. Active dry yeast terbuat dari yeast cream yang
dipanaskan hingga didapatkan 92-93% bahan kering. Ragi ini berbentuk
butiran kering (granular form) (Sukamulyo, 2007). Dalam aplikasinya,
active dry yeast harus direhidrasi dengan air dengan suhu 105-110F jika
menginginkan aktivitas fermentasi yang maksimum. Sebaiknya tidak
merehidrasi regular active dry yeast dengan air dingin atau air panas (
Matz, 1992). Kelebihan menggunakan active dry yeast adalah
meringankan biaya transportasi dan penyimpanan tidak sulit (suhu ruang),
sedangkan kekurangannya adalah memerlukan proses rehidrasi dengan air
hangat.
Sedangkan instant dry yeast dibuat dari yeast cream yang
dipanaskan dan dikeringkan hingga mengandung 94-95% materi kering,
berbentuk vermicelli (seperti potongan pasta yang sangat pendek,
mendekati butiran kecil yang halus) (Sukamulyo, 2007). Aplikasinya
tidak perlu dilakukan rehidrasi terlebih dahulu. Tetapi, langsung
ditambahkan ke dalam adonan untuk dicampur dengan bahan-bahan
lainnya. Instant active dry yeast ini stabil pada suhu ruang, tetapi pada
suhu di bawah 20C akan kehilangan aktivitas fermentasinya (Poitrenaud,

13

2006).

Penggunaan

active

dry

yeast

dalam

frozen

dough

direkomendasikan sebesar 3-5% dari berat tepung (Tressler et al, 1968).

Gambar 4. Active dry yeast dan instant dry yeast (www.lesaffre.com)


Frozen Yeast (ragi beku),

Jenis ragi ini mengandung 90% materi kering yang didinginkan


pada suhu ekstrim setelah dikeringkan (frozen). Aktifitas ragi ini menjadi
lambat selama pengadukan (mixing), sehingga dapat dihasilkan tingkat
stabilitas adonan yang tinggi. Ragi ini biasanya khusus untuk pembuatan
adonan roti melalui proses frozen dough. Memiliki umur kadaluarsa 2
tahun bila disimpan pada freezer suhu -18C. Apabila ragi jenis ini telah

dithawing (dilunakkan), sebaiknya jangan membekukan kembali ragi


tersebut. Ragi ini mengkombinasikan keunggulan dari ragi basah dan ragi
instan. Ragi ini juga memberikan start up lebih cepat serta memiliki
stabilitas dan konsistensi untuk mengoptimalkan fermentasi, ragi ini
mudah digunakan karena bentuknya yang free thawing sehingga

memberikan kemudahan pengukuran, keakuratan, hemat waktu, dan


meminimalkan kesalahan dalam pembuatan roti.

c.

Garam
Alasan utama penggunaan garam dalam pembuatan adonan adalah
untuk mengontrol fermentasi dan meningkatkan keliatan gluten (daya
regang) dan daya absorpsi air dari tepung. Selain itu, garam juga
mempunyai efek penting dalam sifat fisik adonan dan fermentasi serta
secara tidak langsung juga berpengaruh terhadap warna crust dan crumb
(Matz, 1992). Garam yang ditambahkan ke dalam adonan berkisar 1-

2.5% dari berat tepung (Matz, 1992). Penambahan garam yang tepat akan
meningkatkan kekuatan gluten tetapi jumlah garam yang terlalu banyak
akan menurunkan kemampuan gluten dalam menahan gas karena
menghambat aktivitas ragi dan laju fermentasi. Sebaliknya, jika terlalu

14

sedikit garam yang digunakan akan menyebabkan adonan menjadi


hambar, warnanya pucat, dan mengurangi volume adonan karena gluten
tidak mempunyai daya regang yang cukup. Jika tidak ada garam yang
ditambahkan ke dalam adonan maka kulit adonan akan terlihat sangat
pucat dan terjadi pengerutan pada roti dan rasanya tidak akan memuaskan
(Wahyudi, 2003).
d.

Air
Air merupakan bahan yang paling murah dalam pembuatan adonan
atau roti, tetapi sangat vital dan besar peranannya. Air mempunyai
banyak fungsi antara lain memungkinkan terbentuknya gluten, berperan
dalam mengontrol konsistensi adonan, melarutkan garam, membasahi dan
mengembangkan pati serta menjadikannya dapat dicerna. Air juga
memungkinkan terjadinya kegiatan enzim. Air dengan protein dari tepung
(glutenin dan gliadin) membentuk gluten. Air sangat menentukan
konsistensi

dan

karakteristik

reologi

adonan

yang

menentukan

kemudahan adonan untuk ditangani. Hal ini pada akhirnya akan


menentukan mutu produk yang dihasilkan.
Penentuan jumlah air yang optimum untuk adonan dilakukan
dengan cara memeriksa/melihat konsistensi adonan secara visual selama
pengadukan atau dengan menggunakan alat misalnya brabender
farinograf. Jika penggunaan air terlalu banyak, maka adonan akan
menjadi lengket dan susah untuk ditangani selama proses pembuatan
adonan. Sebaliknya, jika terlalu sedikit air yang digunakan akan membuat
produk akhir roti menjadi keras setelah dipanggang (Wahyudi, 2003).
e. Gula
Fungsi gula pada pembuatan frozen dough adalah sebagai bahan
atau nutrisi untuk fermentasi oleh yeast, membantu mempertahankan
kadar air dan memperpanjang masa simpan. Sukrosa dan dekstrosa
merupakan jenis gula yang baik digunakan dalam frozen dough (Tressler
et al, 1968). Penambahan gula ke dalam adonan roti bervariasi jumlahnya
yaitu berkisar 6% dari berat tepung (Cauvain, 2001). Kelebihan
penambahan gula akan menambah waktu proofing (Tressler et al, 1968).

15

Gula dapat memperlambat aktivitas yeast karena gula meningkatkan


tekanan osmotik dari adonan sehingga perlu dilakukan penambahan ragi
untuk menjamin kecukupan gas yang diproduksi. Di dalam proses mixing
pembuatan adonan, pencampuran gula harus merata karena gula yang
tidak merata akan menyebabkan bintik-bintik hitam pada kulit roti.
2. Bahan Tambahan
a. Lemak
Lemak yang biasa digunakan dalam industri bakeri adalah mentega,
margarin, dan shortening atau sering disebut sebagai mentega putih.
Mentega dibuat dari lemak hewani (lemak susu). Mentega merupakan
emulsi air dalam minyak, yaitu kira-kira 18% air terdispersi di dalam
80% lemak dengan sejumlah kecil protein yang bertindak sebagai zat
pengemulsi. Margarin dibuat dari minyak nabati, yaitu minyak kelapa,
minyak kelapa sawit, minyak jagung, minyak kedelai, dan lain-lain.
Sedangkan shortening diperoleh dari hasil pencampuran dua macam
lemak atau lebih atau dengan cara hidrogenasi (Ketaren, 1986).
Fungsi lemak dalam pembuatan produk bakeri adalah untuk
memperbaiki cita rasa, tekstur, keempukan produk, memperbesar volume
produk, sebagai stabilizer, pembentuk krim serta meningkatkan nilai gizi.
Selama proses pemanggangan, komponen pati pada tepung terigu
akan mencair dan bersama-sama gluten membentuk roti

yang

mengembang.

akan

Setelah

pemanggangan,

perlahan-lahan

pati

mengalami kristalisasi jika roti didinginkan. Roti akan berubah menjadi


kering dan keras bila proses kristalisasi berlangsung cepat. Dengan
adanya lemak, kristalisasi berlangsung lambat dan roti pun lebih empuk
karena lemak akan melapisi pati.
Peranan lemak dalam memperbesar volume produk berhubungan
dengan

kemampuannya

menyerap

udara.

Tiap

partikel

lemak

mengandung gelembung-gelembung udara yang bergabung dengan lemak


selama proses pencampuran. Gelembung udara dalam adonan merupakan
tempat akumulasi uap air dan gas CO2 yang dihasilkan pada proses
fermentasi. Pada waktu adonan dipanggang, gelembung udara yang berisi

16

uap air dan CO2 akan memuai dan mendesak dinding di sekitarnya.
Akibatnya volume ruang udara yang terbentuk besar. Makin banyak
jumlah gelembung udara yang diserap oleh lemak dalam adonan, maka
makin besar volume produk.
b. Telur
Telur

pada

produk

roti

berfungsi

memberi

rasa

gurih,

mempengaruhi tekstur, sebagi emulsifier dan meningkatkan nilai gizi.


Adanya penambahan telur ke dalam adonan akan meningkatkan
kemampuan lemak untuk menyerap udara.
Telur terdiri dari putih dan kuning telur. Putih telur mempengaruhi
mutu struktur, yaitu penampakan dan sifat teksturnya. Pada telur yang
bermutu baik, putih telurnya dapat memperbaiki aroma dan tekstur yang
keras. Sedangkan kuning telur mengandung 30% lesitin, yang merupakan
emulsi yang sangat berguna (Lange dan Bogasari Baking Center, 2004).
Penggunaan kuning telur yang banyak pada adonan akan membuat roti
menjadi lebih lembut dan berwarna kuning (Ismayani, 2009).
Telur juga dapat digunakan sebagai bahan pengoles roti yang akan
dipanggang. Pengolesan ini bertujuan untuk memberi warna dan
penampakan yang lebih baik pada produk yang dihasilkan.
c. Susu bubuk
Susu mengandung protein (kasein), gula laktosan dan mineral
kalsium. Susu memberikan efek terhadap kulit dan memperkuat gluten
karena kandungan kalsiumnya. Menurut Ismayani (2009), susu juga
berfungsi memberi rasa yang lebih gurih , aroma yang khas, dan
menambah gizi. Penggunaan susu bubuk biasanya 4-6% dari total tepung.
d. Emulsifier
Fungsi utama dari emulsifier dalam pembuatan adonan adalah untuk
memberikan kelembutan, meningkatkan volume dan kekuatan adonan.
Emulsifier memberikan berbagai keuntungan baik terhadap adonan
maupun terhadap roti setelah dipanggang. Keuntungan emulsifier
terhadap adonan, antara lain : (1) meningkatkan keliatan gluten untuk
meningkatkan ekstensibilitas, (2) meningkatkan penyerapan air, (3)

17

mempercepat

waktu

fermentasi

dan

meningkatkan

volume,

(4)

meningkatkan ketahanan terhadap variasi kualitas tepung dan bahanbahan lainnya, dan (5) mempermudah penanganan dan mengurangi
mixing time.
Tabel 3. Prinsip penambahan emulsifier dalam frozen dough
Emulsifier

Efek penambahan

Gluten 2%

Meningkatkan kekuatan adonan

SSL 0.5 %

Mengurangi efek pembekuan


dalam volume roti

DATEM 0.6 %

Meningkatkan volume roti

Campuran sukrosa, ester asam

Menghindari efek pembekuan

lemak, DATEM, asam lemak

terhadap kualitas produk bakeri

monogliserida, dan sugar


Campuran gums, agen tensiaktif,

Menghindari efek pembekuan

dan protein pembentuk film

terhadap kualitas produk bakeri

Campuran gluten, emulsifier, dan

Menghambat pembusukan dan

senyawa polimerik

mengurangi kerusakan akibat


pembentukan kristal es.

Enzim yang memproduksi

Mencegah penurunan volume

maltotriosa, dan glukosa oksidase

akibat pembekuan

Gliserol 0.75-1 %

Meningkatkan struktur crumb

Sukrogliserida

Melindungi yeast dari efek


pembekuan

Lesitin 0.2-0.3 %

Kekuatan tepung

Alfa-amilase 0.05-0.1 %

Memproduksi karbohidrat yang


fermentable

Susu skim-whey protein 2.2 %

Menghasilkan kelembaban dalam


produk bakeri dan menghindari
penggunaan gluten yang dapat
mengubah sifat organoleptik.

Sumber : Anon et al (2002)

18

Di dalam frozen dough, emulsifier yang biasa digunakan untuk


meningkatkan kulaitas produk yaitu SSL (sodium stearoyl-2-lactylate)
dan DATEM (diacetyl tartaric acid esters of monogicerides) (Wolt dan
DAppolonia, 1984 di dalam Anon et al, 2002). Penambahan SSL dapat
mengurangi terjadi kehilangan kualitas akibat pembekuan, sedangkan
penambahan DATEM dapat meningkatkan volume, ratio bentuk, dan
kualitas roti (Sahlstrom et al, 1999 di dalam Anon et al, 2002).
e. Oxidizing agents
Peranan oxidizing agents dalam pembuatan roti maupun adonan
adalah penting karena dapat meningkatkan kekuatan gluten dan
pengembangan volume roti yang baik. Dalam pembuatan roti via frozen
dough, penambahan oksidan merupakan hal utama karena dapat
melemahkan matriks protein yang disebabkan oleh aksi mekanis dari es
dan efek dari pelepasan senyawa reduksi dari sel khamir yang mati (Anon
et al., 2002). Selain itu, oxidizing agent dapat berinteraksi dengan aksi
reduksi dari glutation. Glutation adalah senyawa reduksi yang
dikeluarkan dari yeast yang dikeringkan (dried yeast) ketika yeast
direhidrasi. Glutation ini menyebabkan adonan menjadi lunak, lembek,
dan sedikit menyimpan gas (Matz, 1992).
Di Amerika Serikat, tepung untuk proses pembuatan roti via frozen
dough umumnya ditambahkan sebesar 45 ppm potassium bromida yang
dikombinasikan dengan 100 ppm asam askorbat (Stauffer, 1993 di dalam
Anon et al., 2002). Ketika penambahan potassium bromida ke dalam
proses pembuatan roti di seluruh dunia dilarang, azodicarbonamida
sebagai pengganti. Penambahan azodicarbonamida dikombinasikan
dengan asam askorbat dan enzim seperti lipoksigenase atau kompleks
enzimatik dalam tepung kedelai.
Aksi potassium bromide dan asam askorbat dapat menambah
kualitas adonan dan roti. Tetapi kualitas roti yang ditambahkan asam
askorbat

lebih

tinggi

dibandingkan

dengan

potassium

bromida.

Azodicarbonamida adalah oksidan dengan aksi cepat, sangat sensitif

19

terhadap glutation dan senyawa lain yang dikeluarkan oleh sel khamir
(yeast) yang mati.

C. PROSES PRODUKSI
Proses produksi frozen dough terdiri dari penimbangan bahan-bahan,
pencampuran (dough mixing), pembagian adonan, rounding, molding, dan
pembekuan (freezing). Apabila selanjutnya ingin membuat produk roti dari
adonan beku maka prosesnya yaitu thawing adonan beku, proofing, dan
pemanggangan.
1. Penimbangan bahanbahan
Dalam pembuatan adonan, tahap penimbangan bahan-bahan
memegang peranan yang sangat penting. Penimbangan bahan-bahan
harus dilakukan secara tepat. Jika kelebihan atau kekurangan dalam
penimbangan bahan maka akan berdampak terhadap kualitas adonan yang
dihasilkan.
2. Dough mixing
Tujuan utama dari mixing adalah untuk mendistribusikan bahanbahan supaya merata dan memaksimumkan pembentukan gluten.
Pencampuran dianggap selesai bila adonan sudah menjadi kalis yaitu
lembut, elastis, kering, serta resisten terhadap peregangan (tidak mudah
sobek). Cara pengujian kecukupan pengadukan yang umum dilakukan
adalah dengan meregangregang segumpal adonan membentuk lembaran
tipis. Untuk memperoleh efek tersebut, pengaduk harus menekan,
meregang dan melipat adonan.
Metode yang digunakan dalam proses mixing bermacam-macam,
diantaranya adalah metode no time dough, straight dough , dan sponge
and dough
a. Metode no time dough
Metode no time dough merupakan metode pembuatan roti yang
paling cepat sehingga dalam waktu sekitar 3 jam bisa dihasilkan. Ciriciri dari metode ini adalah pengadukan satu kali, peragian atau
fermentasi sekitar 45 menit. Keuntungan dari metode no time dough

20

adalah waktu produksi sangat singkat karena proses fermentasi yang


cepat, lebih sedikit tenaga yang dibutuhkan untuk perawatan
peralatan, tidak membutuhkan tempat yang banyak, sedikit peralatan
yang dibutuhkan, dan efisiensi dari segi waktu. Sedangkan
kerugiannya adalah daya awet dan aroma produk yang dihasilkan
lebih rendah (Santoni, 2009)
Seluruh bahan ditambahkan

Pencampuran adonan

Pembentukan
(dividing, rounding, intermediate
proofing, dan moulding)

Fermentasi akhir
(60 menit)

Pemanggangan
Gambar 5. Pembuatan metode no time dough (Subarna, 1992)
b. Metode straight dough
Metode straight dough adalah metode pembuatan roti dimana
seluruh bahan dicampur kemudian diaduk sampai kalis. Proses
pencampuran ini dilakukan sampai massa adonan menjadi halus dan
elastik. Suhu adonan pada saat pencampuran harus di antara 78
sampai 82oF (Desrosier, 1988). Adapun ciri-ciri dari metode ini
adalah pengadukan satu kali, fermentasi sekitar 1 sampai 3 jam, hasil
cukup bagus, dan daya tahan roti sekitar 4-5 hari. Keuntungan dari
metode straight dough adalah mempunyai toleransi yang lebih baik
terhadap waktu, waktu produksi lebih pendek, lebih sedikit
kehilangan berat karena fermentasi serta baking, dan sedikit peralatan
serta karyawan yang diperlukan. Sedangkan kerugiannya adalah

21

toleransi waktu fermentasi rendah, kesalahan susah dikoreksi bila


terjadi dalam proses pengadukan, dan cita rasa produk yang
dihasilkan lebih lemah dibandingkan metode sponge dan dough
(Santoni, 2009).
Seluruh bahan ditambahkan

Pencampuran adonan

Fermentasi awal
(60 menit)

Pembentukan
(dividing, rounding, intermediate
proofing, dan moulding)

Fermentasi akhir
(60 menit)

Pemanggangan
Gambar 6. Pembuatan metode straight dough (Subarna, 1992)
c. Metode sponge and dough
Metode sponge and dough adalah metode pembuatan roti dengan
dua kali pengadukan dan fermentasi. Ciri-ciri dari metode ini adalah
pengadukan dua kali, yaitu pengadukan pertama untuk biang atau
sponge dan pengadukan kedua untuk bahan lain dan sponge
(pembuatan dough). Keuntungan dari metode ini adalah daya tahan
roti lebih baik dari sistem yang lain, aroma roti paling baik, dan
memiliki toleransi yang baik terhadap waktu fermentasi. Sedangkan
kerugiannya adalah sedikit toleransi terhadap waktu aduk, lebih
banyak peralatan serta karyawan yang dibutuhkan, penggunaan waktu
yang cukup panjang, dan lebih banyak kehilangan berat karena
fermentasi (Santoni, 2009).

22

Pembentukan babon
(terigu, air, yeast, garam)

Pencampuran babon

Fermentasi babon (3-5 jam)


Penambahan bahan yang lain
Pencampuran adonan
Fermentasi awal (20 menit)

Pembentukan
(dividing, rounding, intermediate proofing,
dan moulding)

Fermentasi akhir (60 menit)


Pemanggangan
Gambar 7. Pembuatan metode sponge and dough (Subarna, 1992)
Proses pencampuran terdiri dari beberapa tahap yaitu:
 Pick up (semua bahan telah bercampur menjadi satu adonan),
 Clean up (adonan sudah tidak melekat lagi pada bowl),
 Develop (permukaan adonan mulai terlihat licin/halus permukaannya
dan elastis)
 Final (permukaan adonan licin, halus dan kering)
 Let down (adonan mulai over mix, kelihatan basah, lengket, lembek
dan tidak elastis).
3. Rounding
Proses rounding dapat dilakukan secara manual menggunakan
tangan atau menggunakan mesin-mesin rounding. Jika setelah adonan
ditimbang dan tidak dilakukan rounding maka gas yang terbentuk pada

23

adonan tersebut akan banyak yang menguap atau hilang. Selanjutnya


akan menghasilkan bentuk yang tidak bagus pada saat molding.
4. Molding
Molding merupakan proses pembentukan adonan sesuai dengan
bentuk dan selera masing-masing. Untuk mencegah kelengketan adonan
pada saat molding maka meja proses ditaburi dengan tepung terigu.
5. Pembekuan
Pembekuan adalah fase yang mengubah cair atau semi-cair menjadi
padat. Suhu yang rendah dan pembekuan cepat dapat meminimalisasi
ukuran es yang terbentuk. Kristal es yang berukuran kecil sedikit merusak
struktur sel daripada kristal yang besar. Pembekuan yang cepat dan suhu
rendah direkomendasikan dalam pembuatan frozen dough. Air blast
freezer merupakan alat freezer yang ekonomis dan cepat. Adonan yang
akan dibekukan sebaiknya dibungkus terlebih dahulu dengan plastik
polietilene untuk mencegah kehilangan moisture pada permukaan adonan
(Tressler et al, 1968). Ketika menggunakan air blast freezer, kondisi yang
direkomendasikan untuk frozen dough yaitu suhu kira-kira -35F dan
waktu 45-80 menit (Matz, 1992).
6. Penyimpanan beku
Suhu penyimpanan frozen dough adalah 0F atau -18C setelah
quick-freezing akan membuat yeast inert secara biologis. Tetapi,
terkadang ada yang mengunakan suhu penyimpanan -10F atau -23C
sebagai jaminan atau perlindungan menghadapi mishandling (salah
penanganan) dan fluktuasi suhu yang mungkin terjadi selama transportasi
dan distribusi. Fluktuasi suhu selama penyimpanan atau distribusi
berpengaruh serius terhadap kualitas adonan dan hasil produk roti yang
tidak diinginkan (Tressler et al, 1968).
7. Thawing dan Proofing
Thawing adalah proses yang dilakukan agar suhu adonan sama
seperti suhu lingkungannya (29C) dengan waktu kira-kira 8-12 jam
(Matz, 1992). Tempat yang digunakan untuk proofing adonan sebaiknya
mempunyai kelembaban sekitar 80-95 % dan suhu sekitar 28oC. Tujuan

24

dari proses proofing ini adalah untuk menghasilkan gas karbon dioksida,
alkohol, dan asam-asam organik. Gas karbon dioksida diperlukan untuk
pengembangan adonan. Sedangkan alkohol dan asam-asam organik
diperlukan untuk conditioning gluten dan melunakkan gluten serta
meningkatkan cita rasa dan aroma dari produk roti yang berasal frozen
dough.
8. Pemanggangan
Proses pemangangan adonan merupakan tahap akhir yang
menentukan berhasil tidaknya pembuatan roti. Untuk memperoleh hasil
yang baik dan berwarna coklat dibutuhkan pemanasan sekitar 150-200C.
Lama pemanggangan roti tergantung pada ukuran atau bentuk roti,
jumlah gula yang digunakan dalam formula dan jenis roti yang
dipanggang.
Melalui proses pemanggangan adonan roti diubah menjadi produk
yang ringan dan berongga, mudah dicerna, dan aroma yang sangat
merangsang. Aktivitas biologis yang terjadi dalam adonan dihentikan
oleh pemanggangan disertai dengan hancurnya mikroorganisme dan
enzim yang ada. Pada saat yang sama substansi terbentuk, meliputi
karamelisasi gula, pirodekstrin dan melanoidin sehingga menghasilkan
produk dengan sifat organoleptik yang dikehendaki.
Di dalam artikel Tekno Pangan dan Agroindustri Volume 1 Nomor
6 disebutkan bahwa jika suhu oven kurang tinggi maka pengembangan
adonan akan berlangsung cepat dan volume menjadi besar sekali sehingga
sebagian adonan akan keluar dari cetakan. Hal ini mengakibatkan struktur
sel roti kasar dan tekstur keras, kulit tebal, warna pucat, yang kesemuanya
menurunkan mutu roti. Apabila suhu oven terlalu tinggi maka volume
adonan akan turun, warna kulit roti hitam karena proses karamelisasi
cepat berlangsung pada permukaan dan jika roti diiris akan menghasilkan
butir remah yang tidak seragam.
Menurut

Desrosier

(1988),

reaksi

yang

terjadi

selama

pemanggangan adalah :

25

a. Pada saat adonan memasuki suatu oven yang panas, adonan bertemu
dengan udara panas dari ruang pemanggangan dan lapisan film
tampak terbentuk pada permukaan adonan. Selanjutnya, terjadi
pengembangan volume adonan yang dapat mencapai 30 persen.
b. Pengembangan roti terjadi sebagai hasil dari suatu reaksi yang
berurutan. Di sini terdapat pengaruh fisis yang murni dari panas
terhadap gas yang terjebak sehingga menaikkan tekanan. Selain itu,
karena kebanyakan gas yang dilepaskan terjebak dalam film gluten
yang elastik, sel gas mengembang dengan sendirinya. Seperti yang
telah disebutkan, dalam adonan terdapat sejumlah besar sel gas yang
kecil-kecil dimana setiap gas mengembang dan mengakibatkan
volume adonan bertambah.
c. Pengaruh pemanasan yang lain adalah kelarutan gas. Karbon dioksida
dibebaskan oleh kenaikan suhu sampai kurang lebih 120F. Gas yang
bebas ini juga membantu kelompok gas dalam usaha menaikkan
tekanan dan pengembangan adonan yang panas.
d. Oleh kenaikan suhu sampai 130F, granula pati mulai mengembung.
Penggembungan roti disertai dengan penyerapan air dari bahan
adonan yang lain.
e. Sejalan dengan naiknya suhu adonan sampai 140F terjadi kenaikkan
aktivitas metabolisme di dalam sel khamir, meningkat sampai titik
kematian termal khamir.
f. Aktivitas amylase juga bertambah oleh kenaikan suhu, membantu
reaksi produk. Akhirnya, sistem enzim juga menjadi rusak.
g. Mendekati 170F, alkohol yang dihasilkan selama fermentasi juga
dibebaskan dan juga menbantu pengembangan tambahan dari sel gas.
Pertama, granula pati bertambah ukurannya dan menjadi lebih terikat
dalam gluten. Kedua, air yang diperlukan oleh pati diambil dari
struktur gluten (menjadi kuat dan lebih kental). Di samping itu, pati
diduga berperan mengatur struktur adonan yang dipanggang.
h. Di samping gelatinisasi pati, jaringan gluten mulai mengalami
denaturasi. Sedang pemanasan permulaan menyebabkan pencairan

26

gluten, selanjutnya pemanasan yang diteruskan menyebabkan


pelepasan air dari gluten dan memindahkannya kepada sistem pati.
Dehidrasi gluten ini berlangsung terus sampai dicapai suhu kurang
lebih 170F sehingga terjadi koagulasi gluten. Karena pembakaran
berlangsung terus, kenaikkan tekanan hasil pengembangan gas dalam
adonan yang dipanggang berubah pelan-pelan, yang mungkin
disebabkan oleh bersatunya gelembung untuk membentuk unit yang
lebih sedikit tetapi ukuran lebih besar, sistem pati menjadi mantap,
kondisi tekanan mengedor dan terjadilah penurunan tekanan.
Pengembangan yang terjadi pada permulaan siklus pemanggangan
dimantapkan dan pelan-pelan kulit berkembang berwarna coklat
keemas-emasan, yang disertai dengan aroma dan tekstur yang
menyenangkan.

27

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. BAHAN DAN ALAT


Bahan yang digunakan pada penelitian adalah tepung terigu, air es,
yeast, garam, gula pasir, lemak , telur, susu bubuk, bread improver, whipping
cream, emulsifier yaitu A dan B, dan antioksidan.
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat produksi yaitu
timbangan, timbangan analitik, mixer, pembagi adonan (scraper), rolling pin,
air blast freezer, proofer, oven, dan loyang serta alat analisis yaitu gelas ukur,
texture analyzer, brabender ekstensograf, dan chromameter CR-310.

B. METODE PENELITIAN
Pelaksanaan penelitian dilakukan dalam tiga tahap yaitu penelitian
tahap pertama, penelitian tahap kedua, dan penelitian tahap ketiga. Adapun
kerangka penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut :
Formulasi dan parameter proses dari
roti manis

Analisis adonan dan produk akhir

Formulasi dan proses frozen dough


( dengan parameter yeast dan emulsifier)

Analisis adonan dan produk akhir


Gambar 8. Kerangka penelitian
1. Penelitian Tahap Pertama
Penelitian tahap pertama untuk menentukan formulasi dan kondisi
proses pembuatan roti manis. Formulasi pembuatan roti manis didasarkan
pada formulasi existing dari PT Garudafood Putra-Putri Jaya. Demikian
juga dengan parameter proses pembuatannya. Adonan roti manis yang
dihasilkan akan dianalisis potensi pengembangan adonan, volume spesifik

28

adonan, dan analisis ekstensograf. Sedangkan produk roti manis dianalisis


volume spesifik roti, analisis bread firmness, analisis warna crust dan
crumb dan uji organoleptik.
Bahan baku

Penimbangan

Pengadukan (mixing)

Fermentasi awal

Penggilingan adonan (degassing)

Pembagian adonan (dividing)

Pemberian bentuk

Fermentasi akhir

Pemanggangan (baking)

Pendinginan
Gambar 9. Flow proses pembuatan roti manis
2. Penelitian Tahap Kedua
Penelitian tahap kedua dilakukan untuk menetukan formulasi dan
proses pembuatan roti manis dari frozen dough. Formulasi pembuatan
frozen dough sedikit berbeda dengan formulasi roti manis pada penelitian
tahap pertama. Perbedaannya yaitu adanya parameter perlakuan untuk

29

yeast dan emulsifier (emulsifier A dan B) yang digunakan. Analisis yang


dilakukan pada tahap kedua ini yaitu analisis potensi pengembangan
adonan dan volume spesifik adonan. Analisis ini dilakukan sebelum
adonan dimasukkan dalam air blast freezer.
Bahan baku

Penimbangan

Pengadukan (mixing)

Resting

Pembekuan dengan air blast freezer

Penyimpanan beku dalam freezer

Thawing

Proofing

Pemanggangan (baking)

Pendinginan
Gambar 10. Flow proses frozen dough

30

3. Penelitian Tahap Ketiga


Penelitian tahap ketiga dilakukan untuk analisis adonan dan produk
dari frozen dough yang telah dibekukan dalam air blast freezer. Analisis
adonan yaitu analisis ekstensograf, sedangkan analisis produk terdiri dari
analisis bread firmness, volume spesifik produk roti, analisis warna crust
dan crumb roti dan uji organoleptik. Baik analisis adonan maupun produk
roti yang berasal dari frozen dough akan dianalisis sama seperti analisis
penelitian tahap pertama dengan tambahan parameter lama penyimpanan.

C. ANALISIS
1. Analisis Adonan :
a. Potensi pengembangan adonan ( Wulandari et al, 2008)
Adonan roti ditimbang sebanyak 30 gram, kemudian dibulatkan.
Kemudian, adonan dimasukkan ke dalam gelas ukur 100 ml yang telah
diolesi minyak bagian dalamnya. Adonan ditekan sampai tidak ada
udara yang terperangkap dan adonan menempel pada dasar dan sisi dari
gelas ukur. Volume adonan diamati dan dicatat setiap 5 atau 10 menit
sampai volumenya menurun kembali. Kemudian, dibuat grafik
hubungan volume dengan waktu fermentasi.
b. Volume spesifik adonan ( Wulandari et al, 2008)
Wadah (kaleng) yang mulutnya datar diisi dengan tepung sampai penuh
dan diratakan. Sebagian tepung kemudian dikeluarkan dari wadah dan
dimasukkan adonan roti yang telah ditimbang sebanyak 30 gram dan
dibulatkan. Selanjutnya, ditambahkan lagi tepung sampai penuh dan
diratakan. Sisa tepung yang ada dimasukkan ke dalam gelas ukur,
diamati, dan dicatat volume tepungnya.
volume spesi ik adonan 

    


! 

c. Analisis ekstensograf (Syamsir et al, 2008)


Pengukuran analisis ini menggunakan alat brabender ekstensograf.
Prinsip kerja alat brabender ekstensograf adalah mengukur tekanan
yang diperlukan oleh pengait untuk memutuskan adonan yang
berkonsistensi tertentu. Tekanan tersebut secara otomatis dicatat dalam

31

bentuk kurva (ekstensogram). Ekstensogram adalah gambaran sifat-sifat


adonan

selama

menunjukkan

mengalami

kemampuan

fermentasi
menahan

atau

pemeraman,

peregangan

adonan

yaitu
dan

kemudahan peregangan adonan (ekstensibilitas).


Prosedur yang pertama dari analisis ini adalah adjusment alat. Suhu
lemari untuk adonan harus 30 1C. Kedua adalah persiapan adonan
yang akan dianalisis. Ketiga adalah persiapan analisis. Adonan dibagi
dua masing-masing 150 0,05 g. Pembagian adonan ini harus
dilakukan dengan hati-hati untuk menghindari perubahan elastisitas.
Adonan dibulatkan dengan extensograph rounder sebanyak 20 kali
putaran sehingga berbentuk silinder, lalu diletakkan pada dough clamp
yang mempunyai garpu-garpu untuk menekan adonan. Adonan
kemudian dimasukkan ke dalam kotak pemeraman (humified chamber)
yang selalu diberi air untuk mencegah kekeringan adonan selama 45
menit
Load extension test dilakukan setelah adonan disimpan selama 45
menit. Sampel diletakkan pada balance arm dan posisi pena diatur
mendatar pada garis nol.

Stretching hook digerakkkan dan dihentikan

pada saat adonan putus, dan terbentuk

kurva load extension atau

extensogram. Adonan selanjutnya diambil dan dibulatkan kembali


seperti prosedur diatas sebanyak dua kali (pemeraman 45 menit kedua
dan 45 menit ketiga).
Dari ekstensogram dapat dibuat empat interpretasi, yaitu :
1. Daya tahan terhadap peregangan, ditunjukkan dengan tinggi kurva
dalam BU yaitu setelah peregangan 5 cm
2. Ekstensibilitas, ditunjukkan dengan panjang kurva dalam cm
3. Area di bawah kurva, dievaluasi dengan planimeter dan hasilnya
dalam cm2
4. Rasio resistensi terhadap ekstensibilitas
d. Analisis ekstensograf untuk frozen dough (Sharadanant dan Khan, 2003)
Frozen dough yang akan dianalisis ekstensograf terlebih dahulu
mengalami proses thawing selama 16 jam pada suhu 4C. Setelah itu,

32

frozen dough siap dianalisis sesuai dengan prosedur analisis


ekstensograf.

2. Analisis Produk Roti :


a. Analisis bread firmness (Stable Micro System TA.XT Texture Analyzer)
Analisis ini bertujuan untuk menentukan tekanan yang dibutuhkan untuk
menekan produk roti. Nilai bread firmness dijadikan sebagai ukuran
freshness dan kualitas dari produk roti yang dihasilkan. Produk roti
dianalisis setelah 3-5 jam setelah produk dipanggang. Nilai bread
firmness dapat ditentukan dengan Stable Micro System TA.XT Texture
Analyzer dan dinyatakan dalam satuan gram force (gf). Sebelum analisis
dimulai, sebaiknya probe dikalibrasi terlebih dahulu agar dimulai dari
jarak ketinggian probe yang sama. Setelah itu, dilakukan setting pada
alat untuk menentukan kondisi pengukuran. Setelah semua persiapan
selesai dilakukan pengukuran tekstur bahan pangan yang akan diuji.
Prinsip pengukuran tekstur bahan pangan menggunakan texture analyzer
adalah dengan memberikan gaya pada besaran tertentu sehingga profil
tekstur bahan dapat diukur.
b. Volume spesifik roti (Wulandari et al, 2008)
Wadah yang mulutnya datar diisi tepung sampai penuh dan diratakan.
Sebagian tepung dari wadah dikeluarkan, kemudian dimasukkan satu
potong roti yang telah ditimbang. Tambahkan lagi tepung sampai penuh
dan diratakan. Sisa tepung dimasukkan ke dalam gelas ukur 500 ml
untuk diamati dan dicatat volume tepung
volume spesi ik roti 

    !


! !

c. Analisis warna crust dan crumb (Sharadanant dan Khan,2003)


Warna permukaan crust dan crumb dapat diukur menggunakan Minolta
Chromameter. Prinsip kerjanya berdasarkan pengukuran pantulan warna
yang dihasilkan oleh permukaan sampel. Parameter yang diukur adalah
L, a, dan b. Notasi L menyatakan parameter kecerahan dari hitam (0)
sampai putih (100). Notasi a menyatakan warna kromatik campuran
merah-hijau dengan nilai + a (positif) dari 0 sampai +100 untuk warna

33

merah dan nilai a (negatif) dari 0 sampai -80 untuk warna hijau. Notasi
b menyatakan warna kromatik campuran biru kuning dengan nilai + b
(positif) dari 0 samapai +70 untuk warna kuning dan nilai b (negatif)
dari 0 sampai -80 untuk warna biru. Warna crust roti ditentukan pada
permukaan atas dan center dari roti dan evaluasi warna crumb ditentukan
pada center irisan roti (sliced bread).
4. Uji organoleptik
Uji yang digunakan adalah uji hedonik (uji kesukaan). Uji ini dilakukan
untuk mengetahui tingkat penerimaan atau kesukaan konsumen terhadap
formulasi produk yang telah dibuat. Parameter yang akan diuji adalah
aroma, rasa, teksur, dan aftertaste. Pengujian ini dilakukan terhadap 24
panelis tidak terlatih. Skala yang digunakan adalah skala 5-point dimulai
dari skala 1 (tidak suka sekali) sampai 5 (suka sekali), seperti berikut ini
:
1 = sangat tidak suka

4 = suka

2 = tidak suka

5 = sangat suka

3 = netral

D. UJI STATISTIK
Data yang diperoleh pada penelitian ini diolah secara statistic
dengan menggunakana program komputer statistik SPSS 13.0 untuk uji
keragaman (ANOVA / Analysis Of Variance) dan Uji Duncan. Uji-uji ini
digunakan untuk menarik kesimpulan, apakah perlakuan adonan dan lama
penyimpanan berbeda nyata atau tidak.

34

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PENELITIAN TAHAP PERTAMA


Penelitian tahap pertama dilakukan untuk menentukan formulasi dan
cara pembuatan roti manis.
1. Formulasi Roti Manis
Formulasi roti manis didasarkan pada formulasi existing perusahaan
dengan beberapa modifikasi sehingga terpilih formulasi terbaik sebagai
berikut :
Tabel 4. Formulasi roti manis
Bahan baku
Tepung terigu

Jumlah (gram )
100

Air es

40-50

Yeast

1-2

Garam

1-2

Gula pasir

20-25

Susu bubuk

2-4

Telur

10-15

Lemak

10-15

Bread improver

1-1.5

2. Proses Pembuatan Roti Manis


Pertama, seluruh bahan yang akan digunakan ditimbang secara tepat
dengan timbangan. Kemudian, dilakukan pencampuran / pengadukan
bahan. Dari beberapa tahap proses pembuatan roti, tahap pengadukan
merupakan tahap yang terpenting. Pada tahap ini tepung terigu dan bahanbahan lain dikonversi menjadi adonan yang memiliki karakteristik khas.
Metode yang digunakan dalam pengadukan adonan roti manis dalam
penelitian ini adalah metode straight dough. Metode straight dough adalah
metode dimana seluruh bahan dicampur kemudian diaduk sampai kalis.
Tepung, gula, yeast, susu bubuk, dan bread improver yang telah ditimbang
dimasukkan ke dalam mangkuk pengadonan kemudian diaduk dengan

35

mixer dengan kecepatan rendah sampai tercampur rata. Kemudian


ditambahkan whipping cream bersamaan dengan air es dan diaduk dengan
kecepatan yang lebih tinggi hingga adonan setengah kalis. Pada saat air
ditambahkan, protein gluten terhidrasi, berinteraksi satu dengan yang
lainnya dan berinteraksi dengan komponen tepung lainnya (pati, lipid, gula,
dan protein larut) membentuk adonan. Saat itu pula terjadi pembentukan
gluten dan pelunakan, untuk mendapatkan gas retention (penahan gas) yang
baik (Santoni, 2009). Setelah itu, garam dan mentega dimasukkan ke dalam
adonan dan diaduk kembali sampai terbentuk adonan yang kalis. Ketika
mengaduk adonan, lemak dicampur belakangan karena jika dicampur
bersamaan dengan bahan lain seperti bread improver, yeast, gula, dan lainlain, lemak akan bercampur sempurna dan menutupi seluruh bagian ragi.
Hal ini akan menyebabkan ragi menjadi sulit beraktivitas sehingga proses
pengembangan roti selama proses fermentasi memakan waktu lebih lama
(Kulinologi, 2009). Waktu yang dibutuhkan untuk mengaduk hingga
adonan kalis sekitar 15-20 menit. Pengadukan yang kalis dan sempurna
akan terlihat dari adonan yang lepas dan tidak lengket di tangan.
Pengadukan yang kurang kalis akan mengakibatkan roti menjadi kurang
lembut dan permukaannya tidak halus (Ismayani, 2009). Suhu adonan
setelah pengadukan sekitar 26-28C. Suhu terbaik adonan setelah kalis
adalah 30C (Ismayani, 2009).
Adonan kemudian dibulatkan dan difermentasi (intermediate
fermentation) selama 30 menit dalam wadah yang ditutup plastik. Suhu
ruang fermentasi yang baik adalah 38C dan kelembaban 70-85%. Untuk
mengetahui apakah adonan sudah cukup mengembang yaitu dengan cara
menekan telunjuk secara perlahan ke tengah adonan. Jika adonan cepat
kembali ke permukaan, berarti proses fermentasi belum sempurna (diamkan
lagi) dan jika adonan tetap berlubang, berarti fermentasi sudah sempurna
(Ismayani,2009).

Pada

proses

fermentasi

akan

terjadi

penguraian

karbohidrat oleh yeast yang menghasilkan CO2 (gas yang menyebabkan


adonan mengembang), alkohol (menyebabkan adonan mengembang dan

36

memberi aroma roti), dan asam (memberikan rasa asam dan memperlunak
gluten), serta menimbulkan panas (Santoni, 2009)
Setelah difermentasi, adonan dipotong, dibagi dengan berat 55 gram,
dan dibulatkan. Pembagian adonan harus dilakukan dalam waktu singkat
guna menghasilkan keseragaman produk karena proses tetap berjalan
(Santoni, 2009). Tujuan membuat bulatan-bulatan adonan adalah untuk
mendapatkan permukaan yang halus dan membentuk kembali struktur
gluten (Lange dan Bogasari Baking Center, 2004). Kemudian adonan
diistirahatkan selama 10-15 menit. Setiap selesai fermentasi, adonan selalu
dikempiskan

atau

dihilangkan

gas-gasnya.

Selanjutnya,

adonan

difermentasi (final proofing) dalam wadah dengan suhu 38C dan 75-85%
RH selama 75-90 menit sampai volume adonan mengembang hampir dua
kali lipat dari volume semula. Proses ini harus berjalan benar-benar
sempurna

karena

merupakan

fermentasi

terakhir

sebelum

proses

pemanggangan. Sebelum dipanggang, adonan dioles dengan susu


evaporated agar nampak mengkilat. Pemanggangan dilakukan dalam oven
dengan suhu 170-180C selama 10-20 menit.

Gambar 11. Roti manis


3. Analisis Adonan Roti Manis
a. Potensi pengembangan adonan
Berdasarkan hasil pengamatan potensi pengembangan adonan roti
manis (Lampiran 1), diperoleh grafik potensi pengembangan yang
menunjukkan hubungan waktu dan volume adonan seperti terlihat
pada Gambar 12.

37

Kurva potensi pengembangan


adonan
120

volume adonan (ml)

100
80
60
40
20
0
0

100

200

300

waktu (menit)
Gambar 12. Grafik potensi pengembangan adonan roti manis
Berdasarkan gambar grafik di atas dapat dilihat bahwa adonan roti
manis mulai menunjukkan aktivitas potensi pengembangan adonan
sekitar menit ke-50 sampai dengan menit ke-160. Ini berarti yeast (sel
khamir) dapat berfermentasi secara sempurna pada kisaran waktu
tersebut. Pada proses fermentasi akan terjadi penguraian karbohidrat
oleh yeast yang menghasilkan CO2 (gas yang menyebabkan adonan
mengembang), alkohol yang menyebabkan adonan mengembang dan
memberi aroma roti, dan asam yang memberi rasa asam dan
memperlunak gluten serta menimbulkan panas (Santoni, 2009).
b. Volume spesifik adonan
Pengukuran volume spesifik adonan dilakukan ketika adonan baru
selesai dari proses pencampuran (mixing). Data pengukuran volume
spesifik adonan roti manis ini dapat dilihat pada Lampiran 2.
Berdasarkan hasil pengukuran diperoleh volume spesifik adonan
sebesar 29.60 0.5657 cm3 / 30 gram adonan. Ini berarti adonan
seberat 30 gram memiliki volume 29.60 cm3.

38

c. Uji ekstensograf
Uji ekstensograf bertujuan untuk menilai daya tahan adonan
terhadap daya tarik agar dapat diketahui ekstensibilitas (cm) dan
maksimum resistensi terhadap peregangan (BU). Data hasil uji
ekstensograf adonan roti manis dapat dilihat pada Lampiran 3. Data
hasil uji ekstensograf tersebut menunjukkan bahwa semakin lama
waktu pemeraman maka resitensi peregangan dan ekstensibilitas
adonan semakin menurun. Maksimum resistensi peregangan pada
menit ke-45 sebesar 657.5 BU turun menjadi 410 BU pada menit ke135, sedangkan ekstensibilitas pada menit ke-45 sebesar 16.6 cm
turun menjadi 14.2 cm pada menit ke-135. Penurunan resistensi
peregangan dan ekstensibilitas ini menunjukkan bahwa adonan
semakin mudah diregangkan tetapi mudah putus.
4. Analisis Produk Roti Manis
a. Analisis bread firmness
Analisis bread firmness diukur dengan menggunakan Texture
Analyzer XT Plus dengan probe 1 cm area cylinder probe (Kobe) stainless steel. Tekstur analyzer beserta probe yang digunakan dapat
dilihat pada gambar 13.

Gambar 13. Texture Analyzer TA XT Plus


Setelah probe dirangkaikan pada alat, dilakukan kalibrasi
ketinggian probe dan setting alat. Adapun settingan alat texture
analyzer sebagai berikut :

39

Tabel 5. Settingan texture analyzer


Mode:

Measure Force in Compression

Option:

Return To Start

Pre-Test Speed:

N/A

Test Speed:

1.0 mm/s

Post-Test Speed:

10.0 mm/s

Distance:

40 mm

Trigger Type:

Button

Tare Mode:

Auto

Data Acquisition Rate: 200 pps


Berdasarkan hasil pengukuran bread firmness, produk roti manis
memiliki nilai bread firmness 0.496 gf (gram force). Nilai bread
firmness yang rendah menunjukkan bahwa produk roti lembut dan
empuk.
b. Volume spesifik roti manis
Pengukuran volume spesifik roti manis dilakukan ketika roti keluar
dari proses pemanggangan. Data pengukuran volume spesifik roti
manis ini dapat dilihat pada Lampiran 4. Berdasarkan hasil
pengukuran diperoleh volume spesifik produk roti sebesar 160.50
0.7071 cm3 / 30 gram adonan . Ini berarti produk roti memiliki
volume 160.5 cm3. Jika dibandingkan dengan volume spesifik
adonan, volume spesifik produk roti bertambah hampir lima kali lipat
dari volume adonan.
c. Analisis warna crust dan crumb
Penentuan warna crust dan crumb pada produk roti manis
dilakukan secara objektif menggunakan instrument Chromameter
Minolta CR-310. Data yang diperoleh ditampilkan dalam nilai L, a,
dan b. Lampiran 5 menunjukkan hasil analisis warna crust dan crumb
produk roti manis. Roti manis mempunyai warna crust dengan nilai L
sebesar 45.19, a sebesar 18.27, dan nilai b sebesar 27.03. sedangkan
nilai L untuk warna crumb sebesar 77.95, nilai a sebesar -1.54, dan

40

nilai b sebesar 27.69. Nilai L pada crust lebih rendah dari nilai L pada
crumb. Hal ini berarti warna crumb lebih cerah daripada crust.
Dengan demikian, produk roti manis memiliki karakteristik yang
sesuai dengan karakteristik ekternal dan internal produk roti yang baik
yaitu memiliki warna kulit roti (crust) coklat keemasan dan warna
bagian dalam (crumb) yang cerah.
d. Uji organoleptik
Uji organoleptik roti manis dilakukan untuk mengetahui tingkat
penerimaan panelis terhadap produk. Uji organoletik yang dilakukan
adalah uji hedonik. Uji hedonik ini dilakukan dengan 25 orang panelis
tidak terlatih. Parameter yang ditentukan yaitu aroma, tekstur, rasa
keseluruhan, dan aftertaste. Rata-rata nilai uji organoleptik untuk
aroma sebesar 3.24, tekstur sebesar 3.38, rasa sebesar 3.44, dan
aftertaste sebesar 3.52. Adapun data hasil level of acceptance (LoA)
uji hedonik roti manis sebagai berikut :
Tabel 6 . Hasil uji hedonik roti manis
Atribut

Bobot

Aroma

25%

Tekstur

25%

Rasa Keseluruhan

25%

Aftertaste

25%

LoA
Keseluruhan

3.40

Hasil uji kesukaan (Tabel 6) tersebut menunjukkan bahwa sampel


roti dari formulasi roti manis secara keseluruhan memiliki level of
acceptance sebesar 3.40. Ini berarti produk roti manis yang dihasilkan
masih dapat diterima oleh panelis (konsumen).

41

B. PENELITIAN TAHAP KEDUA


1. Formulasi Frozen Dough
Formulasi frozen dough hampir mirip dengan formulasi roti manis.
Hanya saja terjadi pengurangan bahan seperti telur dan bread improver. Hal
ini dikarenakan salah satu parameter percobaan dalam formulasi frozen
dough penelitian kali ini yaitu emulsifier. Di dalam telur dan bread
improver mengandung jenis emulsifier yang berbeda dengan jenis
emulsifier parameter percobaan. Untuk jenis yeast yang digunakan dalam
formulasi frozen dough pada penelitian ini merupakan jenis ragi beku yang
tahan terhadap suhu pembekuan. Secara lebih rinci, formulasi frozen dough
terdiri dari :
Tabel 7. Formulasi frozen dough
Bahan baku
Tepung terigu

Jumlah (gram )
100

Air es

60-65

Yeast

variasi

Garam

1-2

Gula pasir

20-25

Susu bubuk

2-4

Lemak

10-15

Emulsifier

variasi

Antioksidan

100-150 ppm

Perlakuan adonan frozen dough yang dilakukan terdiri dari dua


faktor, yaitu faktor Y untuk yeast dan faktor E untuk emulsifier. Faktor
yeast terdiri dari 3 level dan faktor emulsifier terdiri dari 2 level. Dengan
demikian, terdapat enam perlakuan dengan rincian pada Tabel 8 adalah
sebagai berikut :

42

Tabel 8. Formulasi frozen dough dengan berbagai variasi yeast dan


emulsifier
Perlakuan

Faktor Y

Faktor E (gram)

(gram)

F1

0.3

F2

F3

4.5

F4

4.5

F5

F6

0.3
0.3
0.3
0.3
0.3

Jumlah yeast yang digunakan pada frozen dough lebih banyak


daripada jumlah yeast pada adonan roti manis biasa. Proporsi yeast yang
lebih tinggi direkomendasikan pada frozen dough untuk mengurangi
kehilangan aktivitas yeast akibat pembekuan dan lama penyimpanan beku.
Selain itu, diharapkan dengan tingginya proporsi yeast pada formulasi akan
menghasilkan volume spesifik yang tinggi (Anon et al, 2007). Tipe yeast
yang digunakan dalam frozen dough merupakan jenis yeast yang resisten
terhadap pembekuan.
Menurut Anon et al (2007), menyatakan bahwa bahan tambahan
(emulsifier) yang cocok digunakan dalam frozen dough adalah emulsifier A
dan B. Kedua emulsifier ini dapat meningkatkan kualitas produk roti yang
dihasilkan.
Penambahan antioksidan ke dalam formulasi frozen dough bertujuan
untuk mengurangi kerusakan atau melemahnya matriks protein yang
disebabkan aksi mekanik oleh es yang terbentuk dan efek senyawa reduksi
yang dilepaskan oleh yeast yang mati

2. Proses Pembuatan Frozen Dough


Pembuatan frozen dough hampir mirip dengan pembuatan adonan
roti manis biasa. Hanya saja terdapat proses pembekuan dan thawing
sebelum adonan dipanggang menjadi roti. Proses dimulai dari penimbangan
bahan kemudian bahan - bahan dicampur sehingga menjadi adonan. Metode

43

yang digunakan dalam pencampuran adonan adalah metode straight dough.


Menurut Reed dan Nagodawithana (1991), metode straight dough cocok
diterapkan pada pembuatan frozen dough. Setelah dicampur, adonan
kemudian diistirahatkan (resting) selama 15 menit. Waktu resting ini
diusahakan

diminimalisasi

karena

dikawatirkan

yeast

akan

aktif

berfermentasi. Yeast yang aktif akan mudah mengalami kerusakan ketika


dibekukan. Adonan kemudian dimasukkan dalam air blast freezer untuk
proses pembekuan cepat pada suhu -34C. Proses pembekuan adonan
berakhir ketika suhu inti adonan mencapai 0C sekitar 1 jam. Kemudian
adonan dikeluarkan dari freezer, dikemas dengan plastik PE (polietilen),
dan disimpan dalam freezer suhu -20C. jika adonan hendak dipangang
menjadi produk roti, maka adonan harus dithawing terlebih dahulu. Proses
thawing memakan waktu selama 1 jam hingga suhu adonan mencapai
suhu ruangan. Adonan yang telah dithawing hendaknya dibentuk kembali
sebelum proses proofing. Selanjutnya, adonan diproofing selama 90-100
menit. Adonan yang telah mengembang kemudian dipanggang dalam oven
bersuhu 180-200C selama 10-15 menit.

3. Analisis Adonan
a. Potensi pengembangan adonan
Adonan frozen dough yang telah selesai dimixing diukur potensi
pengembangan adonannya (Lampiran 7a7f). Grafik pada Gambar 14
menunjukkan bahwa perlakuan F4, F5, dan F6 lebih cepat mengalami
pengembangan daripada formulasi yang lainnya. Dengan demikian,
semakin

banyak

jumlah

yeast

yang

digunakan

maka

akan

mempercepat adonan tersebut mengembang. Proporsi yeast yang tinggi


akan menyebabkan pembentukan gas yang cepat. Gas CO2 yang
terbentuk tersebut akan terperangkap di dalam lapisan film gluten yang
impermiabel. Gas akan mendesak lapisan yang elastik dan extensible
yang selanjutnya menyebabkan pengembangan adonan (Antara,2009).
Berdasarkan gambar grafik tersebut pula diketahui bahwa jenis
emulsifier B lebih cepat mengembang dibandingkan dengan emulsifier

44

SSL. Menurut Stampfli dan Nersten (1995), emulsifier B mempunyai


pengaruh positif dalam waktu dan stabilitas fermentasi. Penambahan
dosis emulsifier B dapat membuat adonan lebih cepat mengembang.

potensi pengembangan
120

volume adonan (ml)

100
F1
80

F2
F3

60

F4
F5

40

F6
20
0
0

100

200

300

400

waktu (menit)
Gambar 14. Grafik potensi pengembangan frozen dough
b. Volume spesifik adonan
Berdasarkan hasil pengukuran, perlakuan adonan F6 memiliki
volume

spesifik

adonan

yang

tertinggi

yaitu

34.2

cm3/30

gram,kemudian disusul dengan F5, F4, F3, F2, dan F1 dengan nilai
masing-masing yaitu 34 cm3/30gram, 31.3 cm3/30gram, 30.6
cm3/30gram, 29.6 cm3/30gram,dan 29.1 cm3/30gram.

45

Volume spesifik adonan


(cm3/30gram)

35
34
33
32
31
30
29
28
27
26

34

34,2

F5

F6

31,3
30,6
29,6
29,1

F1

F2

F3

F4

Gambar 15. Data volume spesifik adonan


Berdasarkan hasil analisis sidik ragam ANOVA (Lampiran 8b)
diketahui bahwa volume spesifik adonan dari keenam formulasi
berbeda nyata pada taraf signifikasi 0.05. Melalui uji lanjut Duncan
(Lampiran 8c) diketahui bahwa volume spesifik adonan perlakuan F1
dan F2 tidak berbeda nyata. Volume spesifik adonan untuk F3 dan F4
juga tidak berbeda nyata. Demikian juga dengan F5 dan F6 tidak
berbeda nyata. Tetapi antara F1 dan F2, F3 dan F4, dan F5 dan F6
berbeda nyata secara signifikan. Dengan demikian, semakin banyak
jumlah yeast yang ditambahkan pada perlakuan maka akan
meningkatkan volume adonan, sedangkan untuk tipe jenis emulsifier
yang digunakan, emulsifier B memberikan volume yang lebih baik
dibandingkan emulsifier A. Ini sesuai dengan pengukuran potensi
pengembangan adonan. Emulsifier B yang lebih cepat mengembang
akan memberi volume adonan yang lebih besar pula. Emulsifier B
mempunyai kemampuan untuk strengthening adonan lebih baik
(excellent). Adonan yang kuat akan mampu membentuk lapisan film
dari struktur lamellar di dalam protein-pati interface. Selain itu,
emulsifier B meningkatkan kemampuan gluten untuk membentuk
lapisan film yang mampu menahan gas yang dihasilkan dari aktivitas
yeast (Krog 1981 dalam Stampfli dan Nersten 1995)

46

C. PENELITIAN TAHAP KETIGA


1. Analisis ekstensograf
Analisis ekstensograf bertujuan untuk menilai daya tahan adonan
terhadap daya tarik agar dapat diketahui ekstensibilitas dan resistensi
terhadap peregangan. Uji ekstensograf pada penelitian kali ini selain uji
melihat ekstensibilitas adonan dari keenam perlakuan adonan juga untuk
melihat

apakah

dengan

adanya

penyimpanan

akan

mengubah

ekstensibilitas dan maksimum resitensi terhadap peregangan adonan.


Lama penyimpanan yaitu 0 hari, 7 hari, 14 hari, dan 21 hari.

600

Maximum resistensi regangan (BU)

500
maximum
resistensi
setelah
45 menit

400
300
200

maximum
resistensi
setelah
135 menit

100
0
F1F2F3F4F5F6F1F2F3F4F5F6F1F2F3F4F5F6F1F2F3F4F5F6
0 hari

7 hari

14 hari

21 hari

lama penyimpanan
Gambar 16. Nilai maximum resistensi frozen dough selama penyimpanan
Ekstensogram yang diperoleh untuk perlakuan frozen dough
terhadap lama penyimpanan beku ini digunakan untuk memahami
mekanisme pelemahan adonan yang terjadi. Pada umumnya, adonan yang
disukai adalah adonan dengan resistensi yang baik tetapi cukup mulur.
Adonan yang terlalu resisten terhadap rentangan akan keras, liat, dan

47

susah diuleni. Sebaliknya, adonan yang terlalu mulur akan lemah, kendur,
dan mungkin tidak dapat diuleni sama sekali (Syamsir et al, 2008).
Nilai maximum resistensi regangan adonan mengindikasikan
kemampuan adonan untuk menahan gas dan memberi hasil akhir roti
yang springy. Nilai resistensi yang sangat rendah menunjukkan
kemampuan retensi (menahan) gas yang jelek sehingga konsekuensinya
loaf volume yang dihasilkan rendah. Nilai resistensi regangan yang
terlalu tinggi juga menghasilkan volume loaf yang rendah karena adonan
tidak dapat mencapai tinggi optimum ketika proofing dengan produksi
gas oleh yeast.
Berdasarkan hasil analisis ANOVA (Lampiran 10) diketahui
bahwa nilai maksimum regangan setelah 45 menit dari keenam perlakuan
adonan berbeda nyata pada taraf signifikansi 0.05. Melalui uji lanjut
Duncan, perlakuan F1 dan F2 berbeda nyata dengan keempat perlakuan
yang lain, tetapi antara F1 dan F2 berbeda nyata. Nilai rata-rata
maksimum resisitensi regangan pada menit ke-45 berkisar antara
230.63BU sampai dengan 372.14 BU. Nilai terendah pada perlakuan
jumlah yeast 5 dan jenis emulsifier B, sedangkan nilai tertinggi pada
perlakuan jumlah yeast 4 dan emulsifier A.
Hasil analisis ragam juga menujukkan bahwa selama penyimpanan,
nilai maksimum regangan adonan setelah 45 menit pada hari 0 berbeda
nyata dengan nilai maksimum resistensi regangan adonan setelah 45
menit pada ketiga lama penyimpanan yang lain.

Nilai rata-rata

maksimum resisitensi regangan pada menit ke-45 selama penyimpanan


berkisar antara 229.09BU sampai dengan 305 BU. Nilai terendah pada
perlakuan pada lama penyimpanan 0 hari, sedangkan nilai tertinggi pada
perlakuan pada lama penyimpanan 21 hari. Dengan demikian,
bertambahnya lama penyimpanan membuat nilai maksimum resistensi
regangan setelah 45 menit semakin bertambah.
Pada nilai maksimum resistensi regangan setelah 135 menit
berdasarkan hasil analisis ANOVA (Lampiran 11), keenam perlakuan
adonan berpengaruh nyata pada taraf signifikasi 0.05 terhadap nilai

48

maksimum resistensi regangan pada menit ke-135. Nilai maksimum


resisitensi regangan pada menit ke-135 berdasarkan interaksi yeast dan
emulsifier berkisar antara 232.5 BU sampai dengan 350 BU. Nilai
terendah pada perlakuan jumlah yeast 5 dan jenis emulsifier B, sedangkan
nilai tertinggi pada perlakuan jumlah yeast 4 dan emulsifier A.
Hasil analisis ragam juga menujukkan bahwa selama penyimpanan,
nilai maksimum regangan adonan setelah 135 menit pada hari 0 berbeda
nyata dengan nilai maksimum resistensi regangan adonan setelah 135
menit pada ketiga lama penyimpanan yang lain. Dengan demikian,
bertambahnya lama penyimpanan membuat nilai maksimum resistensi
regangan setelah 135 menit semakin menurun.
30

Ekstensibilitas (cm)

25
Ekstensibilitas
setelah 45
menit

20
15

Ekstensibilitas
setelah 135
menit

10
5
0
F1F2F3F4F5F6F1F2F3F4F5F6F1F2F3F4F5F6F1F2F3F4F5F6
0 hari

7 hari
14 hari
lama penyimpanan

21 hari

Gambar 17. Ekstensibilitas frozen dough selama penyimpanan


Ekstensibilitas adalah kemampuan adonan untuk memanjang
selama fermentasi dan produksi gas oleh yeast. Ekstensibilitas yang
terlalu tinggi menghasilkan adonan yang lemah dan mudah putus yang

49

mana akan mudah rusak (collapses) selama proofing dan selama


pemanggangan di dalam oven (Sharadanant dan Khan, 2003).
Berdasarkan hasil analisis ANOVA (Lampiran 12) diketahui
bahwa nilai ekstensibilitas setelah 45 menit keenam perlakuan adonan
berpengaruh nyata pada taraf signifikasi 0.05. Nilai rata-rata
ekstensibilitas setelah 45 menit berdasarkan interaksi yeast dan emulsifier
berkisar antara 15.4 cm sampai dengan 22.06 cm. Nilai terendah pada
perlakuan jumlah yeast 5 dan jenis emulsifier B, sedangkan nilai tertinggi
pada perlakuan jumlah yeast 4.5 dan emulsifier A.
Hasil analisis ragam juga menunjukkan bahwa waktu penyimpanan
berpengaruh nyata terhadap nilai ekstensibilitas adonan setelah 45 menit.
Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa ekstensibilitas pada perlakuan
meningkat pada penyimpanan 0 hari dan 7 hari, tetapi pada penyimpanan
14 hari dan 21 hari nilai ekstensibilitas menurun.
Berdasarkan hasil analisis ANOVA (Lampiran 13) diketahui bahwa
perlakuan adonan (interaksi yeast dan emulsifier) tidak berpengaruh nyata
pada taraf signifikasi 0.05 terhadap nilai ekstensibilitas pada menit ke135. Nilai rata-rata ekstensibilitas setelah 135 menit berdasarkan
perlakuan adonan (interaksi yeast dan emulsifier) berkisar antara 11.72
cm sampai dengan 14.2 cm. Nilai terendah pada perlakuan jumlah yeast 5
dan jenis emulsifier A, sedangkan nilai tertinggi pada perlakuan jumlah
yeast 4.5 dan emulsifier A.
Hasil analisis ragam juga menunjukkan bahwa waktu penyimpanan
berpengaruh nyata terhadap nilai ekstensibilitas adonan setelah 135 menit
Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa ekstensibilitas pada perlakuan
meningkat pada penyimpanan 0 hari dan 7 hari, tetapi pada penyimpanan
14 hari dan 21 hari nilai ekstensibilitas menurun.

50

2. Analisis Produk
a. Volume spesifik produk

volume spesifik
(cm3/30gram adonan)

160
140

F1

120

F2

100

F3

80

F4

60

F5

40

F6

20
0
0 hari

7 hari

14 hari

21 hari

Lama penyimpanan
Gambar 18. Volume spesifik roti dari frozen dough selama penyimpanan
Volume spesifik produk dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu
tipe komposisi bahan termasuk kualitas tepung dan kondisi proses.
Volume spesifik roti sebaiknya

jangan terlalu kecil atau terlalu besar

karena berpengaruh terhadap struktur crumb. Volume yang terlalu


kecil memberi struktur yang sangat kompak dan rapat, sedangkan
volume yang terlalu besar memberi struktur yang renggang
(Sharadanant dan Khan, 2003).
Berdasarkan hasil analisis ANOVA (Lampiran 15) diketahui
bahwa volume spesifik produk roti dari frozen dough untuk keenam
perlakuan adonan berbeda nyata pada taraf signifikasi 0.05. Melalui
uji lanjut Duncan, perlakuan F3 dan F4 berbeda nyata dengan keempat
perlakuan yang lain serta F2 dan F6 juga demikian berbeda nyata
dengan keempat perlakuan yang lain. Nilai rata-rata volume spesifik
produk roti dari frozen dough berkisar antara 109.5 cm3/30 gram
adonan sampai dengan 113.79 cm3/30 gram adonan. Nilai terendah
pada perlakuan jumlah yeast 4.5 dan jenis emulsifier A, sedangkan
nilai tertinggi pada perlakuan jumlah yeast 5 dan emulsifier B.

51

Hasil

analisis

ragam

juga

menunjukkan

bahwa

selama

penyimpanan, volume spesifik produk roti dari frozen dough berbeda


nyata pada taraf signifikansi 0.05. Volume spesifik produk roti dari
frozen dough semakin menurun seiring dengan bertambahnya periode
lama penyimpanan beku. Pada lama penyimpanan 0 hari , volume
spesifik produk roti dari frozen dough berkisar 127.67 cm3/30 gram
adonan sampai 136 cm3/30 gram adonan. Pada lama penyimpanan 21
hari, keseluruhan formulasi mengalami penurunan yang nilainya
berkisar antara 93.33 cm3/30 gram adonan sampai 99.33 cm3/30 gram
adonan.
Berglund et al, 1991 menyatakan bahwa periode penyimpanan
yang panjang akan membuat waktu proofing bertambah, volume
spesifik produk menurun, dan nilai bread firmness meningkat.
Penyimpanan beku menyebabkan kerusakan pati (Berglund, 1988
dalam Sharadanant dan Khan, 2003) yang mungkin berkontribusi
terhadap retensi moisture meningkat sehingga membuat berat loaf
meningkat dan volume loaf menurun. Pati yang rusak (damaged
starch) dalam tepung akan menyerap air lebih dan menghasilkan roti
dengan volume yang menurun (Farrand, 1972 dalam Sharadanant dan
Khan, 2003). Lorenz dan Kulp (1995) juga menyatakan bahwa
penurunan volume loaf roti dengan adanya penyimpanan beku
mungkin disebakan oleh penurunan viabilitas yeast dan kerusakan
gluten dan pati (starch).
b. Analisis bread firmness
Berdasarkan gambar grafik di bawah ini dapat disimpulkan dengan
bertambahnya lama penyimpanan maka nilai bread firmness semakin
bertambah. Nilai bread firmness yang kecil menunjukkan bahwa roti
memiliki tekstur yang lebih soft.

52

bread firmness (gf)

1,6
1,4

F1

1,2

F2

F3

0,8

F4

0,6

F5

0,4

F6

0,2
0
0 hari

7 hari

14 hari

21 hari

lama penyimpanan
Gambar 19. Nilai bread firmness selama penyimpanan
Nilai bread firmness meningkat dengan bertambahnya periode
waktu penyimpanan beku. Berglund (1988), melaporkan bahwa
firming meningkat cepat ketika adonan disimpan dalam jangka waktu
lama di dalam freezer., ini sesuai dengan hasil penelitian yang telah
dilakukan.
Berdasarkan analisis sidik ragam ANOVA (Lampiran 17),
perlakuan formulasi berpengaruh nyata pada taraf signifikasi 0.05
terhadap nilai bread firmness. Menurut uji lanjut Duncan, nilai bread
firmness pada perlakuan formulasi F5 berbeda nyata dengan kelima
formulasi yang lain. Waktu penyimpanan juga berpengaruh nyata pada
taraf signifikasi 0.05 terhadap nilai bread firmness. Menurut uji
lanjut Duncan, nilai bread firmness pada lama penyimpanan 21 hari
berbeda nyata dengan lama penyimpanan hari yang lain. Pada lama
penyimpanan 21 hari menunjukkan nilai bread firmness yang lebih
besar diantara lama penyimpanan yang lain yaitu sebesar 1.054 gf. Ini
berarti nilai bread firmness yang besar menunjukkan bahwa roti
memiliki tekstur keras.

53

c. Analisis warna crust dan crumb


a. Warna crust
Nilai L
60
50
F1
nilai L

40

F2
F3

30

F4
20

F5
F6

10
0
0 hari

7 hari

14 hari

21 hari

lama penyimpanan
Gambar 20. Nilai L pada crust selama penyimpanan
Nilai warna L menunjukkan derajat kecerahan suatu produk yang
berkisar antara 0 sampai 100. Semakin besar nilai L, derajat kecerahan
suatu produk makin tinggi.
Berdasarkan analisis sidik ragam ANOVA (Lampiran 19a),
interaksi yeast dan emulsifier pada perlakuan adonan berpengaruh
nyata pada taraf signifikasi 0.05 terhadap nilai L pada crust. Nilai L
untuk perlakuan adonan dengan faktor yeast dan emulsifier berkisar
antara 42.87 sampai dengan 49.72. Nilai terendah pada jumlah yeast
4.5 dan emulsifier A, sedangkan nilai tertinggi pada jumlah yeast 4 dan
emulsifier A.
Hasil analisis ragam juga menunjukkan bahwa waktu penyimpanan
berpengaruh nyata terhadap nilai L pada crust roti. Menurut uji lanjut
Duncan (Lampiran 19b), dengan adanya waktu penyimpanan, nilai L
semakin meningkat untuk semua perlakuan adonan (jumlah yeast dan
jenis emulsifier). Pada perlakuan adonan F1, nilai L meningkat dari
47.15 menjadi 54.82, formulasi F2 dari 39.85 menjadi 47.91, formulasi
54

F3 dari 38.11 menjadi 52.88, formulasi F4 dari 47.08 menjadi 50.39,


formulasi F5 dari 40.85 menjadi 53.99, dan formulasi F6 dari 39.82
menjadi 47.71. Nilai L yang semakin tinggi menunjukkan bahwa
warna crust semakin cerah dan lebih diinginkan (Sharadanant dan
Khan,2003).
Nilai a

Nilai a
25
F1
F2
F3
F4
F5
F6

nilai a

20
15
10
5
0
0 hari

7 hari

14 hari

21 hari

lama penyimpanan
Gambar 21. Nilai a pada crust selama penyimpanan
Nilai a menunjukkan derajat kemerahan dan kehijauan.
Berdasarkan analisis sidik ragam ANOVA (Lampiran 20)
diketahui bahwa interaksi yeast dan emulsifier untuk perlakuan adonan
berpengaruh nyata pada taraf signifikasi 0.05 terhadap nilai a pada
crust. Pada perlakuan adonan dengan interaksi yeast dan emulsifier,
nilai rata-rata a berkisar antara 20.10 sampai dengan 21.75. Nilai a
terendah (20.10) pada perlakuan jumlah yeast 4.5 dan emulsifier A,
sedangkan nilai tertinggi (21.75) pada perlakuan jumlah yeast 4 dan
emulsifier B.
Hasil analisis ragam juga menunjukkan bahwa waktu penyimpanan
berpengaruh nyata terhadap nilai a pada crust. Nilai a pada crust
relatif stabil dengan bertambahnya periode penyimpanan.

55

Nilai b

nilai b

Nilai b
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0

F1
F2
F3
F4
F5
F6

0 hari

7 hari

14 hari

21 hari

lama penyimpanan
Gambar 22. Nilai b pada crust selama penyimpanan
Nilai b yaitu nilai suatu warna yang menunjukkan derajat
kekuningan atau kebiruan. Berdasarkan analisis sidik ragam ANOVA
(Lampiran 21a) menunjukkan bahwa perlakuan adonan (interaksi antara
yeast dan emulsifier) berpengaruh nyata pada taraf signifikasi 0.05
terhadap nilai b pada crust. Nilai rata-rata b pada crust berdasarkan
perlakuan adonan (interaksi yeast dan emulsifier) berkisar antara 25.79
sampai dengan 33.37. Nilai terendah pada perlakuan jumlah yeast 4.5
dan jenis emulsifier A, sedangkan nilai tertinggi pada perlakuan jumlah
yeast 4 dan emulsifier A.
Hasil analisis ragam juga menunjukkan bahwa waktu penyimpanan
berpengaruh nyata terhadap nilai b pada crust dengan taraf signifikasi
0.05. Secara garis besar, semakin bertambahnya waktu penyimpanan,
maka nilai b pada crust mengalami kenaikan.

56

b. Warna crumb
Nilai L

crumb
80
F1

78

F2
nilai L

76

F3

74

F4

72

F5
F6

70
68
0 hari

7 hari

14 hari

21 hari

lama penyimpanan
Gambar 23. Nilai L pada crumb selama penyimpanan
Nilai warna L menunjukkan derajat kecerahan suatu produk yang
berkisar antara 0 sampai 100. Semakin besar nilai L, derajat kecerahan
suatu produk makin tinggi.
Berdasarkan analisis sidik ragam ANOVA (Lampiran 22a)
diketahui bahwa perlakuan adonan (interaksi yeast dan emulsifier)
berpengaruh nyata pada taraf signifikasi 0.05 terhadap nilai L pada
crumb. Menurut uju lanjut Duncan, perlakuan adonan F1 dan F5 tidak
berbeda nyata tetapi keduanya berbeda nyata dengan keempat perlakuan
adonan yang lain. Nilai L untuk perlakuan adonan dengan faktor yeast
dan emulsifier berkisar antara 75.085 sampai dengan 77.36. Nilai
terendah pada jumlah yeast 5 dan emulsifier B, sedangkan nilai tertinggi
pada jumlah yeast 5 dan emulsifier A.
Hasil analisis ragam juga menunjukkan bahwa waktu penyimpanan
berpengaruh nyata terhadap nilai L pada crumb dengan taraf signifikasi
0.05. Menurut uji Duncan (Lampiran 22b), dengan adanya waktu
penyimpanan, nilai L semakin turun untuk semua perlakuan adonan
(jumlah yeast dan jenis emulsifier). Pada perlakuan formulasi F1, nilai L

57

turun dari 76.91 menjadi 74.95, formulasi F2 dari 76.56 menjadi 76.14,
formulasi F3 dari 75.5 menjadi 75.47,
75.47, formulasi F4 dari 75.62 menjadi
73.36, formulasi F5 dari 79.28 menjadi 75.59, dn formulasi F6 dari 76.3
menjadi 75.92. Nilai L yang semakin tinggi menunjukkan bahwa warna

crust semakin cerah dan lebih diinginkan (Sharadanant dan Khan,2003).


Nilai a

Crumb
0
0 hari

nilai a

-0,2

7 hari

14 hari

21 hari

F1

-0,4

F2

-0,6

F3

-0,8

F4

-1

F5

-1,2

F6

-1,4
-1,6

lama penyimpanan

Gambar 24. Nilai a pada crumb selama penyimpanan


Nilai

menunjukkan

derajat

kemerahan

dan

kehijauan.

Berdasarkan analisis sidik ragam ANOVA (Lampiran 23a) diketahu


bahwa perlakuan adonan (interaksi yeast dan emulsifier) tidak
berpengaruh nyata pada taraf signifikasi 0.05 terhadap nilai a pada

crumb. Nilai rata-rata a berkisar antara -0.82 sampai dengan -0.58. Nilai
a terendah (-0.82) pada perlakuan jumlah yeast 4 dan emulsifier A,
sedangkan nilai tertinggi (-0.51) pada perlakuan adonan dengan jumlah

yeast 5 dan emulsifier B.


Hasil analisis ragam juga menunjukkan bahwa waktu penyimpanan
berpengaruh nyata pada taraf signifikasi 0.05 terhadap nilai a pada

crumb. Jika dilihat nilai a pada crumb relatif naik dengan bertambahnya
periode penyimpanan.

58

Nilai b

crumb
30
F1

25

F2

nilai b

20

F3
15

F4

10

F5
F6

5
0
0 hari

7 hari

14 hari

21 hari

lama penyimpanan
Gambar 25. Nilai b pada crumb selama penyimpanan
Nilai b yaitu nilai suatu warna yang menunjukkan derajat
kekuningan atau kebiruan. Berdasarkan analisis sidik ragam ANOVA
(Lampiran 24a) diketahui bahwa perlakuan adonan (interaksi antara
yeast, emulsifier) berpengaruh nyata pada taraf signifikasi 0.05
terhadap nilai b pada crumb. Melalui uji lanjut Duncan, perlakuan F2
dan F6 berbeda nyata dengan keempat perlakuan yang lain. Nilai ratarata b pada crumb berkisar antara 22.92 sampai dengan 25.33. Nilai
terendah pada perlakuan adonan dengan jumlah yeast 4 dan jenis
emulsifier B, sedangkan nilai tertinggi pada perlakuan jumlah yeast 4.5
dan emulsifier A.
Hasil analisis ragam juga menunjukkan bahwa waktu penyimpanan
berpengaruh nyata terhadap nilai b pada crumb roti. Secara garis besar,
semakin bertambahnya waktu penyimpanan, maka nilai b pada crumb
mengalami kenaikan.

59

4. Uji Organoleptik
Penilaian organoleptik pada penelitian tahap dua ini dilakukan
untuk mengetahui tingkat kesukaan konsumen terhadap produk roti manis
yang berasal dari frozen dough dengan parameter percobaan yeast dan
emulsifier. Uji hedonik merupakan uji yang umum diterapkan dan melalui
uji ini dapat diketahui apakah produk dapat diterima atau tidak. Uji
hedonik pada produk roti manis dari frozen dough dilakukan dengan cara
menilai produk terhadap empat parameter organoleptik yang diuji yaitu
aroma, tekstur, rasa, dan aftertaste.
Hasil penilaian dari panelis terhadap produk roti manis dari frozen
dough nantinya akan dianalisa dengan menggunakan analisa sidik ragam.
Jika pada masing-masing perlakuan memberikan pengaruh nyata terhadap
hasil penilaian panelis pada setiap atribut organoleptik maka diperlukan uji
lanjut yaitu uji lanjut Duncan, sedangkan jika perlakuan-perlakuan tersebut
tidak memberikan pengaruh yang nyata maka tidak perlu dilakukan analisa
lanjutan.
Aroma
Aroma roti ditentukan dengan cara menciumnya dengan teliti.
Aroma dapat dibedakan sebagai berasa gandum, manis, apek, tengik,
bercendawan, asam, atau polos. Roti yang baik beraroma gandum dan
ragi (U.S. Wheat Associates,1983).
Aroma terbentuk pada proses pembuatan roti terutama pada tahap
fermentasi khamir. Akibat fermentasi ini akan timbul komponenkomponen pembentuk aroma roti, diantaranya asam asetat, aldehida dan
ester (Matz, 1981). Aroma roti juga terbentuk oleh proses dekomposisi
pati yang membentuk dekstrin yang memberi aroma spesifik (US Wheat
Associates,1983).

60

AROMA

nilai rata-rata

3,6
3,5

F1

3,4

F2

3,3

F3

3,2

F4

3,1

F5

F6

2,9
2,8
0 hari

7 hari

14 hari

21 hari

lama penyimpanan
Gambar 26. Nilai rata-rata aroma selama penyimpanan
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam ANOVA (Lampiran 26a)
diketahui bahwa aroma keenam formulasi pada penyimpanan hari ke-0
berbeda nyata pada taraf 0.05. Melalui uji Duncan (Lampiran 26b)
diketahui bahwa formula F1 berbeda nyata dengan formula lainnya.
Nilai aroma untuk F5 dan F6 tidak berbeda

nyata

tetapi

keduanya

berbeda nyata dengan keempat perlakuan yang lainnya. Pada lama


penyimpanan 7 hari, hasil analisis sidik ragam ANOVA (Lampiran 30a)
menunjukkan bahwa diketahui bahwa aroma keenam perlakuan berbeda
nyata pada taraf 0.05. Melalui uji Duncan (Lampiran 30b) diketahui
bahwa aroma perlakuan F1 dan F2 berbeda nyata pada taraf
0.05.dengan keempat perlakuan lainnya. Sedangkan berdasarkan hasil
analisis sidik ragam ANOVA (Lampiran 34a dan 38a) pada lama
penyimpanan selama 14 hari dan 21 hari diketahui bahwa aroma keenam
formulasi tidak berbeda nyata pada taraf 0.05.
Tekstur
Tekstur adalah sifat jaringan yang dirasakan kalau bagian dalam
roti dipegang. Sifat jaringan yang diinginkan adalah yang halus betul,
lembut dan elastik. Tekstur yang rendah nilainya biasanya keras, kasar,

61

masih bersifat adonan, masih bersifat remah dan bergumpal-gumpal


(U.S.Wheat Associates, 1983).

nilai rata-rata

TEKSTUR
3,8
3,7
3,6
3,5
3,4
3,3
3,2
3,1
3
2,9
2,8

F1
F2
F3
F4
F5
F6

0 hari

7 hari

14 hari

21 hari

lama penyimpanan
Gambar 27. Nilai rata-rata tekstur selama penyimpanan
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam ANOVA (Lampiran 27a)
pada lama penyimpanan 0 hari diketahui bahwa tekstur keenam
formulasi berbeda nyata pada taraf 0.05. Melalui uji Duncan diketahui
bahwa perlakuan F1 berbeda nyata dengan kelima perlakuan lainnya.
Sedangkan berdasarkan hasil analisis sidik ragam ANOVA (Lampiran
31a) pada lama penyimpanan 7 hari diketahui bahwa tekstur keenam
formulasi berbeda nyata pada taraf 0.05. Melalui uji lanjut Duncan
(Lampiran 31b) diketahui bahwa tekstur pada formula F3 berbeda nyata
dengan kelima perlakuan lainnya.
Selanjutnya pada lama penyimpanan 14 hari berdasarkan analisis
sidik ragam ANOVA (Lampiran 35a) diketahui bahwa tekstur keenam
formulasi tidak berbeda nyata pada taraf 0.05.Sedangkan pada
penyimpanan hari ke-21, berdasarkan hasil analisis sidik ragam ANOVA
(Lampiran 39a) diketahui bahwa tekstur keenam perlakuan adonan
berbeda nyata pada taraf 0.05. Melalui uji lanjut Duncan (Lampiran

62

39b) diketahui bahwa tekstur pada perlakuan F4 berbeda nyata dengan


kelima perlakuan lainnya.
Menurut Griffin dan Lynch (1968), fraksi amilopektin akan
mengkristal dengan perlahan setelah roti selesai dipanggang. Proses
pengkristalan amilopektin ini berjalan terus. Akibat dari pengkristalan
amilopektin akan menyebabkan remah roti menjadi keras, hilangnya
aroma, dan hilangnya kerenyahan kulit roti.
Rasa
Rasa merupakan faktor yang paling penting dalam keputusan terakhir
konsumen untuk menerima atau menolak suatu makanan. Walaupun
warna, aroma, dan tekstur baik, tetapi jika rasanya tidak enak maka
konsumen akan menolak makanan itu.

RASA
3,8
3,7

F1

nilai rata-rata

3,6

F2

3,5

F3

3,4
3,3

F4

3,2

F5

3,1

F6

3
2,9
0 hari

7 hari

14 hari

21 hari

lama penyimpanan
Gambar 28. Nilai rata-rata rasa selama penyimpanan
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam ANOVA (Lampiran 28a)
untuk rasa pada lama penyimpanan 0 hari diketahui bahwa rasa keenam
perlakuan berbeda nyata pada taraf 0.05. Melalui uji Duncan diketahui
bahwa rasa pada formula F1 berbeda nyata dengan kelima formula
lainnya. Pada lama penyimpanan 7 hari diketahui bahwa berdasarkan
hasil analisis sidik ragam ANOVA (Lampiran32a) menunjukkan rasa

63

keenam perlakuan berbeda nyata pada taraf 0.05. Melalui uji Duncan
diketahui bahwa rasa pada perlakuan F6 berbeda nyata dengan kelima
perlakuan lainnya. Rasa pada F2 dan F1 tidak berbeda nyata tetapi
keduanya berbeda nyata dengan keempat perlakuan yang lainnya.
Sedangkan pada lama penyimpanan 14 hari dan 21 hari diketahui bahwa
berdasarkan hasil analisis sidik ragam ANOVA rasa keenam perlakuan
tidak berbeda nyata pada taraf 0.05 (Lampiran 36a dan40a.)
Rasa roti yang timbul selain disebabkan oleh rasa dari bahan penyusun
dalam pembuatan roti, juga disebabkan oleh rasa yang ditimbulkan
selam proses fermentasi adonan seperti alkohol, asam, dan ester-ester
yang merupakan hasil fermentasi.
Aftertaste

nilai rata-rata

AFTERTASTE
3,6
3,5
3,4
3,3
3,2
3,1
3
2,9
2,8
2,7

F1
F2
F3
F4
F5
F6

0 hari

7 hari

14 hari

21 hari

lama penyimpanan
Gambar 29. Nilai rata-rata aftertaste selama penyimpanan
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam ANOVA (Lampiran 29a)
diketahui bahwa aftertaste keenam formulasi pada lama penyimpanan 0
hari berbeda nyata pada taraf 0.05. Melalui uji Duncan diketahui
bahwa aftertaste pada perlakuan F1 berbeda nyata dengan kelima
formula lainnya. Sedangkan berdasarkan hasil analisis sidik ragam
ANOVA (Lampiran 33a) pada lama penyimpanan 7 hari diketahui

64

bahwa aftertaste keenam formulasi berbeda nyata pada taraf 0.05 dan
melalui uji Duncan diketahui bahwa aftertaste pada formula F2 berbeda
nyata dengan kelima formula lainnya. Selanjutnya berdasarkan hasil
analisis sidik ragam ANOVA (Lampiran 37a) pada lama penyimpanan
14 hari diketahui bahwa aftertaste keenam perlakuan berbeda nyata pada
taraf 0.05 dan melalui uji Duncan diketahui bahwa aftertaste pada
formula F3 berbeda nyata dengan kelima perlakuan lainnya dan
aftertaste F5 berbeda nyata dengan kelima perlakuan lainnya. Untuk
lama penyimpanan 21 hari berdasarkan analisis sidik ragam ANOVA
dapat diketahui bahwa rasa keenam perlakuan tidak berbeda nyata pada
taraf 0.05

65

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN
Untuk mendapatkan kualitas produk roti dari frozen dough dengan
karakteristik yang baik, maka pengaruh perlakuan di dalam formulasi frozen
dough perlu diketahui. Perlakuan yang dilakukan yaitu perlakuan yeast dan
jenis

emulsifier.

Perlakuan

ini

juga

dikombinasikan

dengan

lama

penyimpanan adonan.
Formulasi frozen dough terdiri dari bahan-bahan seperti tepung
terigu, air es, yeast, garam, gula pasir, susu bubuk, lemak, emulsifier, dan
antioksidan. Proses pembuatan frozen dough dimulai dari penimbangan
bahan, kemudian pencampuran bahan menjadi adonan, resting, pembekuan
adonan dalam air blast freezer, penyimpanan beku dalam freezer, thawing,
proofing, dan terakhir pemanggangan adonan menjadi produk roti.
Untuk analisis pada adonan (frozen dough), berdasarkan hasil potensi
pengembangan adonan, jumlah yeast yang banyak dan jenis emulsifier B
lebih cepat mengembang. Demikian juga dengan volume spesifik adonan,
jumlah yeast yang lebih banyak dan jenis emulsifier B akan memiliki volume
spesifik adonan yang lebih tinggi. Untuk analisis resistensi regangan dan
ekstensibilitas frozen dough, dengan adanya penyimpanan beku akan
menurunkan nilai keduanya.
Untuk analisis pada produk roti dari frozen dough, volume spesifik
produkroti dari frozen dough menurun dengan semakin lama waktu
penyimpanan untuk semua perlakuan. Sedangkan untuk analisis bread
firmness, nilai bread firmness semakin meningkat dengan semakin lama
waktu penyimpanan. Jenis emulsifier A mampu menghambat peningkatan
firmness dari produk roti dari frozen dough tersebut. Nilai L pada analisis
warna crust dan crumb menunjukkkan crust yang terang dan crumb yang
cerah dengan perlakuan emulsifier B. Hasil uji organoleptik pada parameter
aroma menunjukkan jumlah yeast yang sedikit menghasilkan produk roti
yang kurang beraroma khas ragi. Pada parameter tekstur, jenis emulsifier A
dinilai memiliki tekstur yang lebih baik selama penyimpanan. Pada parameter

66

rasa, emulsifier B dinilai memiliki rasa yang lebih baikdan pada parameter
aftertaste, jumlah yeast yang semakin banyak memberikan nilai aftertaste
yang kurang baik (rasa asam).

B. SARAN
Banyak hal yang perlu diperbaiki dari penelitian ini untuk
mendapatkan hasil yang lebih baik. Proses pembekuan akan mempengaruhi
viabilitas yeast. Oleh karena itu, diperlukan pengukuran viabilitas yeast dan
pengukuran gassing power dari yeast. Hal ini dimaksudkan untuk melihat
apakah proses pembekuan dan penyimpanan beku mempengaruhi viabilitas
yeast. Untuk yeast yang digunakan sebaiknya jenis yeast yang spesifik dan
jumlahnya (konsentrasi) penggunaan dalam adonan normal (adonan roti pada
umumnya) sehingga dapat diketahui apakah proses proofing setelah
pembekuan berpengaruh nyata apa tidak.

67

DAFTAR PUSTAKA

Anon, M.C. 1965. Frozen Dough : Variety Bread ; Effect Bromate Level on White
Bread. American Inst. Baking Bull. 112.
Anon, M.C., A.L. Bail, dan A. E. Leon. 2002. Effect of Freezing on Dough
Ingredients. Di dalam Handbook of Frozen Foods. Y. H. Hui,
P.Cornillon, I.G. Legaretta, M. H. Lim, K.D. Murrell, dan W. K. Nip
(Eds). Marcel Dekker, Inc., New York, Basel.
Antara, N.S. 2009. Pengendalian Proses Fermentasi dalam Pengolahan Roti.
Majalah Foodreview Vol IV No. 4. April 2009.
Asghar, A., F.M. Anjum, M.S. Butt, S. Hussain. 2006. Functionality of Different
Surfactants and Ingredients in Frozen Dough. Turk J. Biol. 30 (2006) :
243-250.
Belitz, H.D., R. Kieffer, W. Seilmeier dan H. H. Wieser. 1986. Structure and
Function of Gluten Protein. Cereal Chem. 63 :336.
Bloksma, A.N. 1975. Thiol and disulfide group in dough rheology. Cereal Chem.
52:170.
Cauvain, S., Campden dan Chorleywood Food Research Association, UK. 2000.
Breadmaking : An Overview. Di dalam Bread Making Improving
Quality. Stanley P Cauvain (ed). CRC Press, Boca Raton, Boston, New
York, Washington, DC.
Cauvain, S., Campden dan Chorleywood Food Research Association, UK. 2001.
Breadmaking. Di dalam Cereals Processing Technology. Gavin Owens
(ed). CRC Press, Boca Raton, Boston, New York, Washington, DC.
Coutinho, C., E. Bernades, D. Felix, dan A. Panek. 1988. Trehalose as
Cryoprotectant For Preservation of Yeast Strains. J. Biotechnol 7 : 23-32
Daniel, A. R. 1978. Bakery Material and Methods. 4th Edition. Applied Science
Publisher, London.
Desrosier, N. W. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Muchji Muljohardjo
(Penerjemah). UI Press, Jakarta.
Giannou, V. dan Tzia C. 2007. Frozen Dough Bread : Quality and Textural
Behavior During Prolonged Storage - Prediction of Final Product
Characteristics. Journal of Food Engineering 79 : 929-934.
Hadi, Yusuf. 2006. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Produk Roti.
Majalah Foodreview Vol. 1 No. 3 April 2006.

68

Harianto. 1994. Teknologi Proses Produksi Roti di Home Bakery Hero Pondok
Indah Mall Jakarta. Laporan Praktek Lapang. Fakultas Teknologi
Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Ismayani, Y. 2009. 100+ Tip Antigagal Bikin Kue. Kawan Pustakan, Jakarta.
Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Penerbit
Universitas Indonesia, Jakarta.
Khan,K. dan W. Bushuk. 1979. Structure of Wheat Gluten in Relation to
Functionality in Bread Making.
Kline, L. dan T.F. Sugihara. Factors AffectingThe Stability Of Frozen Bread
doughs I. Prepared by The Straight Dough Method. Bakers Dig. 42 (5) :
44-50.
Lange, M. dan Bogasari Baking Center. 2004. Roti : Teori dan Resep
Internasional. Gaya Favorit Press, Jakarta.
Lucas, T., Grenier, A., Quellec, S., Le Bail, A., Davenel, A., 2005. MRI
Quantification of Ice Gradients in Dough during Freezing or Thawing
Process. Journal of Food Engineering 71, 98108.
Majalah Kulinologi, Teknologi Pangan dan Seni Kuliner. 2009. Lemak dalam
Sepotong Roti. Edisi bulan April, volume 1.
Manley, D. J. R. 1983. Technology of Biscuit, Crackers and Cookies. Ellis
Horwood Limited, London.
Matz, S. A. 1992. Bakery Technology and Engineering. Third Edition. Van
Nostrand Reinhold, New York.
Meric, L., S. L. Guilois, O. Neyreneuf, dan D. R. Molard. 1995. Cryoresistance of
Bakers Yeast Saccharomyces cerevisiae in Frozen Dough : Contribution
of Cellular Trehalose. Cereal Chem 72 : 609-615.
Poitrenaud, B. 2006. Yeast. Di dalam Hand Book of Food Science, Technology,
and Engineering Volume 2. Y. H. Hui (ed). CRC Press, Boca Raton,
London, dan New York.
Pomeranz, Y. 1988. Composition and Functinality of Wheat Flour Components.
In Wheat : Chemistry and Technology, Vol II, 3rd Ed. American
Association of Cereal Chemists : 219-370.
Pomeranz, Y. dan Shellenberger. 1971. Bread Science and Technology. AVI
Publishing Company, Inc., Westport, Connecticut.
Reed, G. dan T. W. Nagodawithana. 1991. Yeast Technology. Second Edition.
Van Nostrand Reinhold, New York.

69

Ribotta, P. D., A. E. Leon,dan M. C. Anon. 2003. Effect of Yeast Freezing in


Frozen Dough. J. Cereal Chemistry 80 (4) : 454-458.
Santoni. 2009. Tips Meningkatkan Mutu Roti. Majalah Foodreview Vol IV No. 4.
April 2009.
Selomulyo, V.O. dan W. Zhou. 2007. Frozen Bread Dough : Effect of Freezing
Storage and Dough Improver. Journal of Cereal Science 45 : 1-17.
Sharadanant, R. dan K. Khan. 2003. Effect of Hydrophilic Gum of Frozen Dough
I. Dough Quality. J. Cereal Chemistry 80 (6) : 764-772.
SNI (Standar Nasional Indonesia) 01-3751-2006. Badan Standardisasi Nasional.
Jakarta.
Stampfli, L. dan B. Nersten. 1995. Emulsifiers in Bread Making. J. Food
Chemistry 52 (1995) : 353-360.
Subarna. 1992. Baking Technology : Pelatihan Singkat Prinsip Prinsip
Teknologi Bagi Food Inspector. Pusat Antar Universitas Pangan dan
Gizi, IPB, Bogor.
Sukomulyo,G.S. 2007. Yeast dalam Pembuatan Roti. Majalah Foodreview Vol II
No.5 Mei 2007.
Sutanto, M. 2008. Lebih Efisien dengan Frozen Dough. Majalah Foodreview Vol
III No. 8. Agustus 2008.
Syamsir, E., F. Kusnandar, D.R. Adawiyah, N.E. Suyatma, D. Herawati, dan D.
Hunaefi. 2008. Penuntun Praktikum Teknologi Pengolahan Pangan.
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, IPB, Bogor.
Tressler, D. K., W.B. Van Arsdel, dan M. J. Cpley. 1968. The Freezing
Preservation of Food. AVI Publishing Company, Inc., Westport,
Connecticut.
U.S. Wheat Associates. 1983. Pedoman Pembuatan Roti dan Kue. Djambatan,
Jakarta.
Wahyudi. 2003. Memproduksi Roti. Dalam www.scribd.com [14 Februari 2009]
Wolt, M. dan DAppolonia. 1984. Factors Involved in The Stability of Frozen
Dough.II. The Effect of Yeast Type and Dough Additives on FrozenDough Stability. Cereal Chem 61 : 213-221.
Wulandari, N., F. Kusnandar, L. Nuraida, S. Koswara, D. N. Faridah, dan H.D.
Kusumaningrum. 2008. Penuntun Praktikum Terpadu Pengolahan
Pangan : Teknologi Pemanggangan. Departemen Ilmu dan Teknologi
Pangan, IPB, Bogor.

70

Yi, J. dan William L. K. 2009. Combined Effects of Dough Freezing and Storage
Conditions on Bread Quality Factors. Journal of Food Engineering 93 :
495 -501.
http://www.bio.miami.edu/~cmallery/150/mitosis/budding.htm [13 Juni 2009]
http://www.lesaffre.com/lesaffre_minisite/library/img/diffentes_formes/levure_liq
uide_visu.gif [13 Juni 2009]
http://kamusdapurku.blogspot.com/2008/07/tepung-terigu.html [15April 2009]

71

LAMPIRAN

72

Lampiran 1 Data potensi pengembangan adonan roti manis


(waktu
(menit)
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
55
60
65
70
75
80
85
90
95
100
105
110
115
120
125

Potensi
pengembangan
U1
U2
27
27
27.5
27.5
28
28
28.5
28
29
29
30
29
30.5
30
31
31
32.5
32
33
33
34.5
34
35.5
36
37
38
38
40
40
42
41.5
44
43
46
44
47.5
46
49
48
51.5
49.5
54.5
51.5
57.5
53
60
55
62.5
57
65
62
68

Rata-rata
27
27.5
28
28.25
29
29.5
30.25
31
32.25
33
34.25
35.75
37.5
39
41
42.75
44.5
45.75
47.5
49.75
52
54.5
56.5
58.75
61
65

(waktu
(menit)
130
135
140
145
150
155
160
165
170
175
180
185
190
195
200
205
210
215
220
225
230
235

Potensi pengembangan
U1
U2
65
71
68
74.5
70
77.5
74
79.5
77
83.5
80
86
83
89
85
91.5
85.5
94
86
96
87
98
90
99
92
101
94
102
96
103
99
105
101
105
102
106
104
106
106
107
107
107
106
106

Rata-rata
68
71.25
73.75
76.75
80.25
83
86
88.25
89.75
91
92.5
94.5
96.5
98
99.5
102
103
104
105
106.5
107
106

73

Lampiran 2. Hasil pengukuran volume spesifik adonan roti manis


Ulangan

Volume spesifik (cm3/30 gram)

29.2

30.0

Rata-rata

29.60

SD

0.5657

Lampiran 3. Data pengukuran uji ekstensograf


Resistensi terhadap peregangan

Ekstensibilitas (cm)

(BU)

Ulangan
45 menit

90 menit

135 menit

45 menit

90 menit

135 menit

640

480

450

15.8

12.5

15.1

675

410

370

17.4

16.4

13.7

657.5

445

410

16.6

14.45

14.2

Ratarata

Lampiran 4. Hasil pengukuran volume spesifik produk roti manis


Ulangan

Volume spesifik
(cm3 / 30 gram adonan)

160

161

Rata-rata

160.5

SD

0.7071

74

Lampiran 5. Hasil analisis warna crust dan crumb roti manis dengan chromameter
Warna crust
Ulangan

Warna crumb

45

18.24

26.9

77.45

-1.52

27.71

45.39

18.29

27.16

78.16

-1.57

27.67

Rata-rata

45.19

18.27

27.03

77.95

-1.54

27.69

Lampiran 6. Hasil uji organoleptik roti manis


No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25

Panelis (L/P)
P
P
L
P
P
P
P
P
P
L
P
L
P
L
L
P
P
P
P
L
L
P
L
P
P
Rata-rata

Aroma
2
4
3
3.5
3
3
3
3
3
3
3.5
3.5
3
3
4
3
4
4
2
5
3
4
2
3
3.5
3.24

Tekstur
4
4
4
3
3
4
3
3
4
3
4
3
3
4
3.5
3
3
3
3
3
3
4
3
3.5
3.5
3.38

Rasa keseluruhan
4
4
3
3
3
3
3
4
4
4
4
3
4
4
3
3
3.5
3
3
2
4
4
3
3.5
4
3.44

Aftertaste
4
4
3
3
3
3
3
4
4
4
3.5
3
4
4
3.5
3
3.5
3
4
3
4
4
3
3.5
4
3.52

75

Lampiran 7a. Data potensi pengembangan frozen dough F1


(waktu
(menit)
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
55
60
65
70
75
80
85
90
95
100
105
110
115
120
125
130
135
140
145
150

Potensi pengembangan
U1
U2
28
27
31.5
28.5
35
30
38
33
41
37
44
39
48
42
51
48
55
52
58
56
61
60
64
64
67
68
70
71
73
76
75
78
77
79
77.5
80
79
80.5
80
81
81
82
82
82
83
83
84
84
85.5
85
86.5
86
87.5
86
88
87
89
87
90
87.5
90
88

Rata-rata
27.5
30
32.5
35.5
39
41.5
45
49.5
53.5
57
60.5
64
67.5
70.5
74.5
76.5
78
78.75
79.75
80.5
81.5
82
83
84
85.25
86.25
86.75
87.5
88
88.75
89

(waktu
(menit)
155
160
165
170
175
180
185
190
195
200
205
210
215
220
225
230
235
240
245
250
255
260
265
270
275
280
285
290
295

Potensi pengembangan
U1
U2
90
88.5
90.5
89
91
89.5
91
91
91
91
91.5
91
92
92
92.5
92
93
93
93.5
93
94
93.5
94.5
94
94.5
94
94.5
94
94.5
94.5
95
94.5
95
95
96
96
96
96
95.5
96.5
95.5
96.5
95
95
94
95
94
94
94
94
94
94.5
93
93
93
93
93
93

Rata-rata
89.25
89.75
90.25
91
91
91.25
92
92.25
93
93.25
93.75
94.25
94.25
94.25
94.5
94.75
95
96
96
96
96
95
94.5
94
94
94.25
93
93
93

76

Lampiran 7b. Data potensi pengembangan frozen dough F2


(waktu
(menit)
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
55
60
65
70
75
80
85
90
95
100
105
110
115
120

Potensi pengembangan
U1
U2
28
28
29
30
30
32
32
35.5
34
39.5
37
43
40
47
43
51
47
56
51
61
55.5
65
60
69
65
73
69
77
72
79.5
75
82
77.5
86
79
89
80.5
94
81
97
82
100
83
102
84
102
85
102
86
102

Rata-rata
28
29.5
31
33.75
36.75
40
43.5
47
51.5
56
60.25
64.5
69
73
75.75
78.5
81.75
84
87.25
89
91
92.5
93
93.5
94

(waktu
(menit)
125
130
135
140
145
150
155
160
165
170
175
180
185
190
195
200
205
210
215
220
225
230
235
240

Potensi pengembangan
U1
U2
86.5
102.5
87
102.5
87
103
87.5
103
88
103
89
104
90
104
89.5
104.5
89.5
104.5
89.5
105
89
105
89
105
90
105
90.5
105.5
90.5
105.5
90
106
89
106
89
106.5
89
106.5
89
106.5
88
106
88
106
87.5
105
87.5
105

Rata-rata
94.5
94.75
95
95.25
95.5
96.5
97
97
97
97.25
97
97
97.5
98
98
98
97.5
97.75
97.75
97.75
97
97
96.25
96.25

77

Lampiran 7c. Data potensi pengembangan frozen dough F3


(waktu
(menit)
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
55
60
65
70
75
80
85
90
95
100
105
110
115
120
125

Potensi pengembangan
U1
U2
29
28
32
30
35
32
38
35
41
38
45
42
49
46
53
50
58
54
62
57
68
62
73
67
78
73
80
78
82
82
84
86
85
88
86
90
86.5
92
87
93
90
94
93.5
95
93.5
96
94
96
94.5
96.5
95
96.5

Rata-rata
28.5
31
33.5
36.5
39.5
43.5
47.5
51.5
56
59.5
65
70
75.5
79
82
85
86.5
88
89.25
90
92
94.25
94.75
95
95.5
95.75

(waktu
(menit)
130
135
140
145
150
155
160
165
170
175
180
185
190
195
200
205
210
215
220
225
230
235
240
245
250
255

Potensi pengembangan
U1
U2
95.5
97
96
97
96.5
97.5
97
97.5
97.5
97.5
98
98
98
99
98
99
98
99
99
99.5
99
99.5
100
100
100.5
100
101
101
101
101
100.5
101
100
101
100
101
100
101.5
100
102
99.5
102
99
101
99
101
99
100.5
98
100
98
100

Rata-rata
96.25
96.5
97
97.25
97.5
98
98.5
98.5
98.5
99.25
99.25
100
100.25
101
101
100.75
100.5
100.5
100.75
101
100.75
100
100
99.75
99
99

78

Lampiran 7d. Data potensi pengembangan frozen dough F4


(waktu
(menit)
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
55
60
65
70
75
80
85
90
95
100
105
110
115
120
125
130
135

Potensi pengembangan
U1
U2
29
28
35
31
38
34.5
43
38
49
43
54
48
59.5
54
64
60
69.5
66
75
71
80
75
84
79
87
82
90
85
92
88
94
90.5
96
93
98
95
99
97
100
98
100.5
99
101
100
102
101
102
102
103
102
103.5
102
104
103
104
103

Rata-rata
28.5
33
36.25
40.5
46
51
56.75
62
67.75
73
77.5
81.5
84.5
87.5
90
92.25
94.5
96.5
98
99
99.75
100.5
101.5
102
102.5
102.75
103.5
103.5

(waktu
(menit)
140
145
150
155
160
165
170
175
180
185
190
195
200
205
210
215
220
225
230
235
240
245
250
255
260
265
270

Potensi pengembangan
U1
U2
105
103
105
103.5
105
104
105.5
104
106
104.5
107
105
108
106
108
106
109
107
110
107.5
110.5
108
111
108.5
112
108.5
113
109
113.5
109
114
109
114.5
110
115
110.5
115
111
115.5
111
116
110.5
116
110.5
116
110
116
110
115.5
110
115.5
109.5
115
109

Rata-rata
104
104.25
104.5
104.75
105.25
106
107
107
108
108.75
109.25
109.75
110.25
111
111.25
111.5
112.25
112.75
113
113.25
113.25
113.25
113
113
112.75
112.5
112

79

Lampiran 7e. Data potensi pengembangan frozen dough F5


(waktu
(menit)
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
55
60
65
70
75
80
85
90
95
100
105
110
115
120
125
130
135
140
145
150

Potensi pengembangan
U1
U2
29
29
33
32
36
35
42
39.5
49
43
54
49
62
55
67
62
74
68
77
73
80
77
82
81.5
84
86
86
90
87
93.5
88
97
89
99
90
100
92
100
93
101
94
102
95
103
95.5
103
96
103
96.5
103.5
97
104
98
104
98
104.5
98
105
98
105
98.5
105

Rata-rata
29
32.5
35.5
40.75
46
51.5
58.5
64.5
71
75
78.5
81.75
85
88
90.25
92.5
94
95
96
97
98
99
99.25
99.5
100
100.5
101
101.25
101.5
101.5
101.75

(waktu
(menit)
155
160
165
170
175
180
185
190
195
200
205
210
215
220
225
230
235
240
245
250
255
260
265
270
275
280
285
290
295
300

Potensi pengembangan
U1
U2
98.5
105.5
99
106
99
106
100
107
100
107
100
107
101
108
101
108
101
108
101.5
108.5
101.5
108.5
102
108
102
108
102
107
102.5
107.5
103
107
103
107
103.5
106
103.5
106
103.5
106
104
105.5
104
105.5
104.5
105.5
104.5
105
104.5
105
104.5
105
104
104
104
104
104
104
103.5
104

Rata-rata
102
102.5
102.5
103.5
103.5
103.5
104.5
104.5
104.5
105
105
105
105
104.5
105
105
105
104.75
104.75
104.75
104.75
104.75
105
104.75
104.75
104.75
104
104
104
103.75

80

Lampiran 7f. Data potensi pengembangan frozen dough F6


(waktu
(menit)
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
55
60
65
70
75
80
85
90
95
100
105
110
115
120
125
130
135
140
145

Potensi pengembangan
U1
U2
29
28
34
32
39
37
45
42
52
48
60
55
67
63
74
70
78
75
81.5
80
83
83.5
85
86
88
89
88.5
91
89
93
91.5
95
92
96.5
93
98
95
99
96
99
97.5
100
98
100
99
101
100
101
101
101
102
101.5
103
101.5
103.5
102
104
102
105
103

Rata-rata
28.5
33
38
43.5
50
57.5
65
72
76.5
80.75
83.25
85.5
88.5
89.75
91
93.25
94.25
95.5
97
97.5
98.75
99
100
100.5
101
101.75
102.25
102.75
103
104

(waktu
(menit)
150
155
160
165
170
175
180
185
190
195
200
205
210
215
220
225
230
235
240
245
250
255
260
265
270
275
280
285
290

Potensi pengembangan
U1
U2
105
103
105.5
103.5
105.5
103.5
106
104
106
104
106
105
106
105
106.5
105
106.5
105
107
105.5
107
105.5
107
106
107
106
107.5
106.5
108
106.5
108
107
109
107
109
106
109.5
106
109.5
106
110
105.5
110
105.5
110
105
110.5
105
111
105
100
105
100.5
105
100
104.5
100
104.5

Rata-rata
104
104.5
104.5
105
105
105.5
105.5
105.75
105.75
106.25
106.25
106.5
106.5
107
107.25
107.5
108
107.5
107.75
107.75
107.75
107.75
107.5
107.75
108
102.5
102.75
102.25
102.25

81

Lampiran 8a. Data volume spesifik adonan frozen dough


Ulangan1

F1
28.8

F2
29.8

F3
30.8

F4
31.4

F5
33.8

F6
34

Ulangan 2

29.4

29.4

30.4

31.2

34.2

34.4

Rata-rata
SD

29.1
0.4242

29.6
0.163299

30.6
0.2828

31.3
0.1414

34
0.2828

34.2
0.2828

Lampiran 8b. Hasil analisis sidik ragam ANOVA volume spesifik adonan frozen
dough
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: volume spesifik
Type III Sum
Source
df
of Squares
Model
11929.333(a)
7
perlakuan
47.507
5
ulangan
.013
1
Error
.507
5
Total
11929.840
12

Mean
Square
1704.190
9.501
.013
.101

Sig.

16817.669
93.763
.132

.000
.000
.732

a R Squared = 1.000 (Adjusted R Squared = 1.000)

Lampiran 8c. Hasil uji Duncan volume spesifik adonan frozen dough
Volume spesifik
Duncan
perlakuan

F1
F2
F3
F4
F5
F6
Sig.

2
2
2
2
2
2

1
29.1000
29.6000

Subset
2

30.6000
31.3000

.177

.079

34.0000
34.2000
.557

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.


Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = .101.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.
b Alpha = .05.

82

Lampiran 9. Data uji ekstensograf frozen dough


Penyimpanan

0 hari

7 hari

14 hari

21 hari

Formulasi
F1
F2
F3
F4
F5
F6
F1
F2
F3
F4
F5
F6
F1
F2
F3
F4
F5
F6
F1
F2
F3
F4
F5
F6

maximum resistensi setelah


45 menit
135 menit
290
395
285
335
170
270
255
345
205
335
195
315
320
320
320
325
230
265
225
285
285
283
265
240
352.5
240
330
250
300
278
245
253
252.5
140
277.5
150
480
445
257.5
225
415
320
297.5
220
180
185
200
225

Ekstensibilitas setelah
45 menit
135 menit
17.5
11.3
14.75
10.7
21.1
11.4
19.45
12.5
18.1
13.55
19.55
11.7
19.95
14.1
25.6
21.9
24.65
16.55
25.05
16.55
22.65
14.6
20.5
12.55
19.45
8.9
24.6
10.05
22.4
11.55
22.15
12.55
12.05
8.8
13.75
8.8
18.3
16.85
10.65
7
20.1
17.35
20
14.1
11.75
9.95
7.95
14.25

83

Lampiran 10a. Hasil analisis ragam ANOVA maksimum resistensi regangan setelah
45 menit
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: maksimum resistensi regangan
Type III Sum of
Mean
Source
df
Squares
Square
Model
3719499.252(a)
9 413277.695
Penyimpanan
29717.109
3
9905.703
perlakuan
94279.745
5 18855.949
Error
130175.748
38
3425.678
Total
3849675.000
47
a R Squared = .966 (Adjusted R Squared = .958)

F
120.641
2.892
5.504

Sig.
.000
.048
.001

Lampiran 10b. Hasil uji lanjut Duncan maksimum resistensi regangan setelah 45
menit terhadap perlakuan adonan
Maksimum resistensi regangan
Duncan
Perlakuan

1
230.63
234.38
255.63
278.75

Subset
2

F5
8
F6
8
234.38
F4
8
255.63
F3
8
278.75
F2
8
298.13
F1
7
372.14
Sig.
.146
.055
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = 3425.678.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 7.814.
b The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used.
Type I error levels are not guaranteed.
c Alpha = .05.

84

Lampiran 10c. Hasil uji lanjut Duncan maksimum resistensi regangan setelah 45
menit terhadap lama penyimpanan
Maksimum resistensi regangan
Duncan
Subset
1
2
0
11
229.09
7
12
274.17
274.17
14
12
292.92
21
12
305.00
Sig.
.070
.237
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = 3425.678.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 11.733.
b The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used.
Type I error levels are not guaranteed.
c Alpha = .05.
Penyimpanan

85

Lampiran 11a. Hasil analisis ragam ANOVA maksimum resistensi regangan setelah
135 menit
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: maksimum resistensi regangan
Type III Sum of
Source
Squares
df
Mean Square
Model
3829623.438(a)
9
425513.715
penyimpanan
79876.563
3
26625.521
perlakuan
72846.354
5
14569.271
Error
97551.563 39
2501.322
Total
3927175.000 48
a R Squared = .975 (Adjusted R Squared = .969)

F
170.116
10.645
5.825

Sig.
.000
.000
.000

Lampiran 11b. Hasil uji lanjut Duncan maksimum resistensi regangan setelah 135
menit terhadap perlakuan adonan
Maksimum resistensi regangan
Duncan
Perlakuan

Subset
1
232.50
235.63
275.63
283.13
283.75

F6
8
F5
8
F4
8
F3
8
F2
8
F1
8
350.00
Sig.
.073
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = 2501.322.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 8.000.
b Alpha = .05.

Lampiran 11c. Hasil uji lanjut Duncan maksimum resistensi regangan setelah 135
menit terhadap lama penyimpanan

86

Maksimum resistensi regangan


Duncan
Penyimpanan

1
218.33

Subset
2

14
12
21
12
270.00
7
12
286.25
0
12
332.50
Sig.
1.000
.431
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = 2501.322.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 12.000.
b Alpha = .05.

87

Lampiran 12a. Hasil analisis ragam ANOVA ekstensibilitas setelah 45 menit


Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: ekstensibilitas
Type III Sum
Mean
Source
of Squares
df
Square
F
Sig.
Model
17737.120(a)
9 1970.791 202.874
.000
perlakuan
297.892
5
59.578
6.133
.000
penyimpananan
413.895
3
137.965
14.202
.000
Error
378.860
39
9.714
Total
18115.980
48
a R Squared = .979 (Adjusted R Squared = .974)
Lampiran 12b. Hasil uji lanjut Duncan ekstensibilitas setelah 45 menit terhadap
perlakuan adonan
Ekstensibilitas
Duncan
Subset
Perlakuan
N
1
2
3
F6
8
15.4375
F5
8
16.1375 16.1375
F1
8
18.8000 18.8000
F2
8
18.9000 18.9000
F4
8
21.6625
F3
8
22.0625
Sig.
.656
.101
.061
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = 9.714.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 8.000.
b Alpha = .05.
Lampiran 12c. Hasil uji lanjut Duncan ekstensibilitas setelah 45 menit terhadap
lama penyimpanan
Ekstensibilitas
Duncan
Subset
Penyimpanan
N
1
2
3
21
12 14.7917
0
12
18.4083
14
12
19.0667
7
12
23.0667
Sig.
1.000
.608
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = 9.714.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 12.000.
b Alpha = .05.

88

Lampiran 13a. Hasil analisis ragam ANOVA ekstensibilitas setelah 135 menit
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: ekstensibilitas
Type III Sum
Mean
Source
of Squares
df
Square
F
Sig.
Model
8152.481(a)
9
905.831 106.920
.000
perlakuan
44.129
5
8.826
1.042
.407
penyimpanan
226.102
3
75.367
8.896
.000
Error
330.409
39
8.472
Total
8482.890
48
a R Squared = .961 (Adjusted R Squared = .952)
Lampiran 13b. Hasil uji Duncan ekstensibilitas setelah 135 menit terhadap
perlakuan adonan
Ekstensibilitas
Duncan
Subset
perlakuan
N
1
F5
8
11.725
F6
8
11.825
F2
8
12.413
F1
8
12.788
F4
8
13.925
F3
8
14.213
Sig.
.142
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = 8.472.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 8.000.
b Alpha = .05.
Lampiran 13c. Hasil uji lanjut Duncan ekstensibiltas setelah 135 menit terhadap
lama penyimpanan
Ekstensibilitas
Duncan
Subset
Penyimpanan
N
1
2
3
14
12
10.108
0
12
11.858
11.858
21
12
13.250
7
12
16.042
Sig.
.149
.249
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = 8.472.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 12.000.
b Alpha = .05.

89

Lampiran 14. Data volume spesifik roti dari frozen dough selama penyimpanan
Lama
penyimpanan
(hari)

Sampel
F1
F2
F3

0
F4
F5
F6
F1
F2
F3
7
F4
F5
F6
F1
F2
F3
14
F4
F5
F6
F1
F2
F3
21
F4
F5
F6

Ulangan

Volume
( cm3/30 gram adonan )

1
2
1
2
1
2
1
2
1
2
1
2
1
2
1
2
1
2
1
2
1
2
1
2
1
2
1
2
1
2
1
2
1
2
1
2
1
2
1
2
1
2
1
2
1
2
1
2

128.00
128.33
131.33
131.00
127.67
128.00
132.00
131.00
130.00
130.67
134.33
136.00
116
114.67
115.17
115.00
116.33
116.67
118.00
116.67
118.00
117.33
118.00
117.67
103.67
104.67
105.33
104.67
100.33
99.67
100.33
101.00
102.67
102.67
103.67
103.00
99.33
98.00
98.67
98.67
93.33
94.00
94.67
94.67
97.33
97.67
99.00
98.67

Rataan

SD

128.17

0.2357

131.17

0.2357

127.83

0.2357

131.50

0.7071

130.33

0.4714

135.17

1.1785

115.33

0.9428

115.08

0.1178

116.50

0.2357

117.33

0.9428

117.67

0.4714

117.83

0.2357

104.17

0.7071

105.00

0.4714

100.00

0.4714

100.67

0.4714

102.67

103.33

0.4714

98.67

0.9428

98.67

93.67

0.4714

94.67

97.50

0.2357

98.83

0.2357

90

Lampiran 15a. Hasil uji ANOVA volume spesifik produk roti dari frozen dough
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: volume spesifik
Type III Sum
Mean
Source
df
F
Sig.
of Squares
Square
Model
607603.221(a)
9 67511.469 26521.698
.000
penyimpanan
8198.218
3
2732.739
1073.549
.000
perlakuan
83.043
5
16.609
6.525
.000
Error
99.275
39
2.546
Total
607702.496
48
a R Squared = 1.000 (Adjusted R Squared = 1.000)
Lampiran 15b. Hasil uji Duncan volume spesifik roti dari frozen dough terhadap
perlakuan adonan
Volume spesifik
Duncan
Subset
Perlakuan
N
1
2
3
F3
8
109.5000
F4
8
111.0425 111.0425
F1
8
111.5838
F5
8
112.0425
F2
8
112.4800 112.4800
F6
8
113.7925
Sig.
.060
.107
.108
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = 2.546.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 8.000.
b Alpha = .05.
Lampiran 15c. Hasil uji Duncan volume spesifik roti dari frozen dough terhadap
lama penyimpanan
Volume spesifik
Duncan
Subset
Penyimpanan
N
1
2
3
4
21
12
97.0008
14
12
102.6400
7
12
116.6258
0
12
130.6942
Sig.
1.000
1.000
1.000
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = 2.546.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 12.000.
b Alpha = .05.

91

Lampiran 16. Data bread firmness roti dari frozen dough selama penyimpanan
Lama penyimpanan
0 hari
7 hari
14 hari
21 hari

F1
0.744
0.620
0.496
1.116

F2
0.868
0.744
0.496
1.364

Bread firmness (gf)


F3
F4
0.744
0.868
0.620
0.992
0.744
1.116
0.868
1.240

F5
0.248
0.496
0.496
0.620

F6
0.620
0.744
0.868
0.992

Lampiran17a. Hasil analisis sidik ragam ANOVA bread firmness


Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: bread_firmness
Type III
Mean
Source
Sum of
df
F
Square
Squares
Model
15.864(a)
9
1.763
73.825
perlakuan
.741
5
.148
6.209
penyimpanan
.514
3
.171
7.182
Error
.358
15
.024
Total
16.222
24
a R Squared = .978 (Adjusted R Squared = .965)

Sig.
.000
.003
.003

Lampiran 17b. Hasil uji Duncan bread firmness terhadap perlakuan adonan
bread_firmness
Duncan
Perlakuan

Subset
2

1
3
F5
4
.46500
F1
4
.74400
F3
4
.74400
F6
4
.80600
F2
4
.86800
.86800
F4
4
1.05400
Sig.
1.000
.312
.109
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = .024.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000.
b Alpha = .05.

92

Lampiran 17c. Hasil uji Duncan bread firmness terhadap lama penyimpanan
bread_firmness
Duncan
Subset
1
2
0
6
.68200
7
6
.70267
14
6
.70267
21
6
1.03333
Sig.
.829
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = .024.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000.
b Alpha = .05.
Penyimpanan

93

Lampiran 18. Data hasil L,a, b pada warna crust selama penyimpanan
Perlakuan

Analisis
1

2
F1
3

Rataan

2
F2
3

Rataan

2
F3
3

Rataan

Nilai
L
a
b
L
a
b
L
a
b
L
a
b
L
a
b
L
a
b
L
a
b
L
a
b
L
a
b
L
a
b
L
a
b
L
a
b

0 hari
46.56
21.61
33.64
47.44
21.86
34.25
47.46
21.47
34.21
47.15
21.65
34.03
39.31
21.46
26
39.95
21.85
26.52
40.3
21.34
26.83
39.85
21.55
26.45
28.44
18.7
21.64
28.57
18.48
21.37
27.33
19.91
21.32
28.11
19.03
21.32

Lama Penyimpanan
7 hari
14 hari
45.42
50.84
21.66
20.51
31.72
27.46
46.17
50.96
22.08
20.59
32.36
27.58
46.53
50.85
22.02
20.62
32.02
27.52
46.04
50.88
21.92
20.57
32.03
27.52
47.89
48.97
21.6
21.11
25.49
24.73
48.19
49.08
21.66
21.17
25.68
24.87
48.29
48.96
21.72
21.11
25.76
24.8
48.12
49.00
21.66
21.13
25.64
24.80
39.45
50.92
20.6
20.48
24.37
26.49
39.55
50.99
20.7
20.47
24.38
26.59
39.5
51.15
20.63
20.56
24.46
26.73
39.50
51.02
20.64
20.50
24.40
26.60

21 hari
54.79
18.82
39.43
54.86
18.3
40.18
54.82
19.01
40.16
54.82
19.01
40.16
47.73
22.57
29.24
47.89
22.73
29.41
48.04
22.77
29.43
47.92
22.69
29.36
52.89
20.25
30.71
52.86
20.27
30.75
52.89
20.20
30.72
52.88
20.24
30.73

Rataan

49.72
20.71
33.38

46.22
21.76
26.56

42.88
20.10
25.76

94

Lampiran 18. Data hasil L,a, b pada warna crust selama penyimpanan (lanjutan)
Perlakuan

Analisis
1

2
F4
3

Rataan

2
F5
3

Rataan

2
F6
3

Rataan

Nilai
L
a
b
L
a
b
L
a
b
L
a
b
L
a
b
L
a
b
L
a
b
L
a
b
L
a
b
L
a
b
L
a
b
L
a
b

0 hari
47.11
20.1
32.71
47.15
19.57
32.75
46.97
20.36
32.68
47.08
20.01
32.71
40.91
20.28
23.13
41.05
20.48
25.5
40.6
20.55
23.62
40.85
20.46
24.63
40.41
20.81
24.47
38.75
20.35
23.31
40.3
20.88
24.39
39.82
20.68
24.06

Penyimpanan beku
7 hari
14 hari
46.75
43.2
20.44
21.57
24.61
29.73
47.64
43.81
20.69
21.76
25.34
30.17
47.5
43.91
20.71
21.63
25.26
29.85
47.30
43.64
20.61
21.65
25.07
29.92
53.3
48.63
20.48
20.08
30.42
24.88
53.79
48.87
20.63
20
30.72
25.09
52.86
48.79
20.62
20.06
30.76
25.03
53.32
18.76
20.58
20.05
30.63
25.00
45.21
46.57
21.08
20.08
27.09
24.84
45.33
46.61
21.03
20.00
27.06
24.89
45.36
46.80
21.06
20.03
27.09
24.92
45.30
46.66
21.06
20.04
27.08
24.88

21 hari
50.25
20.84
30.83
50.40
20.80
30.95
50.54
20.83
30.70
50.4
20.82
30.83
53.80
20.09
29.64
54.11
20.17
29.85
54.08
20.06
29.85
54.00
20.11
29.78
47.47
21.05
32.57
47.8
20.87
32.92
47.87
20.87
32.99
47.71
20.93
32.83

Rataan

47.11
20.77
29.63

49.23
20.30
27.37

44.87
20.68
27.21

95

Lampiran 19. Data hasil L,a, b pada warna crumb selama penyimpanan
Perlakuan

Analisis
1

2
F1
3

Rataan

2
F2
3

Rataan

2
F3
3

Rataan

Nilai
L
a
b
L
a
b
L
a
b
L
a
b
L
a
b
L
a
b
L
a
b
L
a
b
L
a
b
L
a
b
L
a
b
L
a
b

0 hari
76.42
-0.8
24.13
76.81
-0.83
24.24
77.49
-0.85
24.39
76.91
-0.83
24.25
76.29
-1.08
24.44
76.11
-1.00
24.42
77.28
-1.12
24.61
76.56
-1.07
24.49
75.88
-0.69
26.31
75.52
-0.67
26.42
75.11
-0.71
25.91
75.50
-0.69
26.21

Lama Penyimpanan
7 hari
14 hari
76.21
74.57
-0.69
-0.9
24.91
24.82
76.99
75
-0.71
-0.92
25.12
24.9
77.14
75.28
-0.72
-0.92
25.16
24.93
76.78
74.95
-0.71
-0.91
25.06
24.88
74.95
75.46
-0.45
-0.26
25.08
20.52
74.6
75.43
-0.46
-0.22
25.19
20.57
74.76
75.48
-0.47
-0.24
25.03
20.53
74.77
75.46
-0.46
-0.24
25.1
20.54
78.68
74.32
-1.08
-0.04
24.57
24.67
76.17
74.83
-1.11
-0.06
24.45
24.46
76.41
75
-1.16
-0.07
24.51
24.7
77.09
74.72
-1.12
-0.06
24.51
24.61

21 hari
78.29
-0.8
26.61
78.5
-0.82
26.67
78.63
-0.85
26.7
78.47
-0.82
26.66
75.94
-0.74
21.5
76.33
-0.72
21.57
76.15
-0.78
21.63
76.14
-0.75
21.57
75.44
-0.52
25.97
75.42
-0.5
26.01
75.54
-0.52
26.08
75.47
-0.51
26.02

Rataan

76.78
-0.82
25.21

75.73
-0.63
22.93

75.70
-0.60
25.34

96

Lampiran 19. Data hasil L,a, b pada warna crumb selama penyimpanan (lanjutan)
Perlakuan

Analisis
1

2
F4
3

Rataan

2
F5
3

Rataan

2
F6
3

Rataan

Nilai
L
a
b
L
a
b
L
a
b
L
a
b
L
a
b
L
a
b
L
a
b
L
a
b
L
a
b
L
a
b
L
a
b
L
a
b

0 hari
74.63
-0.55
25.89
75.83
-0.6
26.15
76.41
-0.63
26.26
75.62
-0.59
26.10
79.2
-1.48
24.59
78.8
-1.43
24.55
79.85
-1.48
24.74
79.28
-1.46
24.63
75.58
-0.76
24.52
76.89
-0.81
24.89
76.42
-0.75
25.11
76.30
-0.77
24.84

Penyimpanan beku
7 hari
14 hari
76.92
75.76
-1.32
-1.12
24.03
23.63
77.98
76.8
-1.37
-1.16
24.19
23.89
78.08
76.97
-1.42
-1.18
24.32
24.03
77.66
76.51
-1.37
-1.15
24.18
23.85
77.22
76.54
-0.77
-0.38
23.78
24.12
77.47
76.87
-0.79
-0.39
23.81
24.2
78.04
77.57
-0.78
-0.44
23.88
24.34
77.58
76.99
-0.78
-0.40
23.82
24.22
75.34
72.89
-0.6
-0.13
22.77
23.83
75.58
72.43
-0.67
-0.13
22.93
23.77
75.56
72.58
-0.67
-0.17
22.92
23.78
75.49
72.63
-0.65
-0.14
22.87
23.79

21 hari
73.23
-0.13
25.36
73.4
-0.15
25.3
73.44
-0.17
25.37
73.36
-0.15
25.34
75.36
-0.15
25.68
75.64
-0.16
25.75
75.78
-0.19
25.79
75.59
-0.17
25.74
75.54
-0.74
22.88
75.97
-0.76
22.96
76.24
-0.79
23.08
75.92
-0.76
22.97

Rataan

75.79
-0.82
24.87

77.36
-0.70
24.60

75.09
-0.58
23.62

97

Lampiran 20a. Hasil uji ANOVA nilai L pada crust produk roti dari frozen dough
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: L_crust
Type III Sum
Mean
Source
df
F
Sig.
of Squares
Square
Model
158361.155(a)
9 17595.684
1250.791
.000
perlakuan
406.761
5
81.352
5.783
.000
penyimpanan
1122.660
3
374.220
26.601
.000
Error
886.262
63
14.068
Total
159247.417
72
a R Squared = .994 (Adjusted R Squared = .994)
Lampiran 20b. Hasil uji Duncan nilai L pada crust produk roti dari frozen dough
terhadap perlakuan adonan
L_crust
Duncan
Subset
perlakuan
N
1
2
3
4
F3
12
42.8783
F6
12
44.8733 44.8733
F2
12
46.2167 46.2167
F4
12
47.1025 47.1025 47.1025
F5
12
49.2325 49.2325
F1
12
49.7250
Sig.
.197
.175
.066
.110
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = 14.068.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 12.000.
b Alpha = .05.
Lampiran 20c. Hasil uji Duncan nilai L pada crust produk roti dari frozen dough
terhadap lama penyimpanan
L_crust
Duncan
Subset
Penyimpanan
N
1
2
3
0
18
40.4783
7
18
46.5961
14
18
48.3283
21
18
51.2828
Sig.
1.000
.171
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = 14.068.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 18.000.
b Alpha = .05.

98

Lampiran 21a. Hasil uji ANOVA nilai a pada crust produk roti dari frozen dough
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: a_crust
Type III Sum
Mean
Source
df
F
Sig.
of Squares
Square
Model
30932.183(a)
9
3436.909
6409.124
.000
perlakuan
19.730
5
3.946
7.358
.000
penyimpanan
3.186
3
1.062
1.980
.126
Error
33.784
63
.536
Total
30965.967
72
a R Squared = .999 (Adjusted R Squared = .999)
Lampiran 21b. Hasil uji Duncan nilai a pada crust produk roti dari frozen dough
terhadap perlakuan adonan
a_crust
Duncan
Subset
Perlakuan
N
1
2
3
F3
12
20.1042
F5
12
20.2917 20.2917
F6
12
20.6758 20.6758
F1
12
20.7125 20.7125
F4
12
20.7750
F2
12
21.7575
Sig.
.066
.146
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = .536.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 12.000.
b Alpha = .05.
Lampiran 21c. Hasil uji Duncan nilai a pada crust produk roti dari frozen dough
terhadap lama penyimpanan
a_crust
Duncan
Subset
Penyimpanan
N
1
0
18
20.5589
21
18
20.5833
14
18
20.6572
7
18
21.0783
Sig.
.055
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = .536.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 18.000.
b Alpha = .05.

99

Lampiran 22a. Hasil uji ANOVA nilai b pada crust produk roti dari frozen dough
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: b_crust
Type III Sum
Mean
Source
df
F
Sig.
of Squares
Square
Model
58613.687(a)
9 6512.632
1095.454
.000
perlakuan
466.726
5
93.345
15.701
.000
penyimpanan
377.557
3
125.852
21.169
.000
Error
374.544
63
5.945
Total
58988.231
72
a R Squared = .994 (Adjusted R Squared = .993)
Lampiran 22b. Hasil uji Duncan nilai b pada crust produk roti dari frozen dough
terhadap perlakuan adonan
b_crust
Duncan
Subset
Perlakuan
N
1
2
3
F3
12
25.7942
F2
12
26.5633
F6
12
27.2117
F5
12
27.3742
F4
12
29.6342
F1
12
33.3775
Sig.
.153
1.000
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = 5.945.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 12.000.
b Alpha = .05.
Lampiran 22c. Hasil uji Duncan nilai b pada crust produk roti dari frozen dough
terhadap lama penyimpanan
b_crust
Duncan
Subset
Penyimpanan
N
1
2
14
18
26.4539
0
18
27.1317
7
18
27.4772
21
18
32.2406
Sig.
.241
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = 5.945.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 18.000.
b Alpha = .05.

100

Lampiran 23a.Hasil uji ANOVA nilai L pada crumb produk roti dari frozen dough
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: L_crumb
Type III Sum
Mean
Source
df
F
Sig.
of Squares
Square
Model
416736.348(a)
9 46304.039 30308.296
.000
perlakuan
41.703
5
8.341
5.459
.000
penyimpanan
25.783
3
8.594
5.625
.002
Error
96.249
63
1.528
Total
416832.597
72
a R Squared = 1.000 (Adjusted R Squared = 1.000)
Lampiran 23b. Hasil uji Duncan nilai L pada crumb produk roti dari frozen dough
terhadap perlakuan adonan
L_crumb
Duncan
Subset
Perlakuan
N
1
2
3
F6
12
75.0850
F3
12
75.6933 75.6933
F2
12
75.7317 75.7317
F4
12
75.7875 75.7875
F1
12
76.7775 76.7775
F5
12
77.3617
Sig.
.211
.052
.251
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = 1.528.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 12.000.
b Alpha = .05.
Lampiran 23c. Hasil uji Duncan nilai L pada crumb produk roti dari frozen dough
terhadap lama penyimpanan
L_crumb
Duncan
Subset
Penyimpanan
N
1
2
3
14
18 75.2100
21
18 75.8244 75.8244
7
18
76.5611 76.5611
0
18
76.6956
Sig.
.141
.079
.745
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = 1.528.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 18.000.
b Alpha = .05.

101

Lampiran 24a. Hasil uji ANOVA nilai a pada crumb produk roti dari frozen dough
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: a_crumb
Type III Sum
Mean
Source
df
F
Sig.
of Squares
Square
Model
37.479(a)
9
4.164
37.837
.000
perlakuan
.686
5
.137
1.247
.298
penyimpanan
2.486
3
.829
7.529
.000
Error
6.934
63
.110
Total
44.413
72
a R Squared = .844 (Adjusted R Squared = .822)
Lampiran 24b. Hasil uji Duncan nilai a pada crumb produk roti dari frozen dough
perlakuan adonan
a_crumb
Duncan
Subset
perlakuan
N
1
F1
12
-.8175
F4
12
-.8167
F5
12
-.7033
F2
12
-.6283
F3
12
-.5942
F6
12
-.5817
Sig.
.133
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = .110.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 12.000.
b Alpha = .05.
Lampiran 24c. Hasil uji Duncan nilai a pada crumb produk roti dari frozen dough
lama penyimpanan
a_crumb
Duncan
Subset
Penyimpanan N
1
2
0
18
-.9022
7
18
-.8467
21
18
-.5272
14
18
-.4850
Sig.
.617
.704
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = .110.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 18.000.
b Alpha = .05.

102

Lampiran 25a.Hasil uji ANOVA nilai b pada crumb produk roti dari frozen dough
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: b_crumb
Type III Sum
Mean
Source
df
F
Sig.
of Squares
Square
Model
43040.351(a)
9 4782.261 4682.888
.000
perlakuan
55.042
5
11.008
10.780
.000
penyimpanan
20.757
3
6.919
6.775
.000
Error
64.337
63
1.021
Total
43104.688
72
a R Squared = .999 (Adjusted R Squared = .998)
Lampiran 25b. Hasil uji Duncan nilai b pada crumb produk roti dari frozen dough
terhadap perlakuan adonan
b_crumb
Duncan
Subset
Perlakuan
N
1
2
F2
12
22.9242
F6
12
23.6200
F5
12
24.6025
F4
12
24.8683
F1
12
25.2150
F3
12
25.3383
Sig.
.097
.108
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = 1.021.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 12.000.
b Alpha = .05.
Lampiran 25c. Hasil uji Duncan nilai b pada crumb produk roti dari frozen dough
terhadap lama penyimpanan
b_crumb
Duncan
Subset
Penyimpanan
N
1
2
3
14
18
23.6494
7
18
24.2583 24.2583
21
18
24.7172 24.7172
0
18
25.0872
Sig.
.075
.178
.276
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = 1.021.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 18.000.
b Alpha = .05.

103

Lampiran 26a. Hasil uji ANOVA terhadap aroma dengan lama penyimpanan 0
hari
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: aroma
Type III
Mean
Source
Sum of
df
F
Square
Squares
Model
1427.696(a)
29
49.231 417.709
panelis
4.873
23
.212
1.798
perlakuan
.905
5
.181
1.535
Error
13.554
115
.118
Total
1441.250
144
a R Squared =0.991 (Adjusted R Squared = .988)

Sig.
.000
.023
.184

Lampiran 26b. Hasil uji Duncan terhadap aroma dengan lama penyimpanan 0 hari
aroma
Duncan
Subset
1
2
F5
24
3.063
F6
24
3.063
F2
24
3.104
3.104
F4
24
3.167
3.167
F3
24
3.167
3.167
F1
24
3.292
Sig.
.359
.086
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = .118.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 24.000.
b Alpha =0.05.
Perlakuan

104

Lampiran 27a. Hasil uji ANOVA terhadap tekstur dengan lama penyimpanan 0
hari
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: tekstur
Type III Sum
Mean
Source
df
of Squares
Square
Model
1780.431(a)
29
61.394
panelis
6.993
23
.304
perlakuan
2.431
5
.486
Error
21.069
115
.183
Total
1801.500
144
a R Squared = .988 (Adjusted R Squared = .985)

F
335.098
1.660
2.653

Sig.
.000
.043
.026

Lampiran 27b. Hasil uji Duncan terhadap tekstur dengan lama penyimpanan 0
hari
tekstur
Duncan
Subset
1
2
F2
24
3.333
F5
24
3.396
F3
24
3.458
F6
24
3.542
3.542
F4
24
3.583
3.583
F1
24
3.729
Sig.
.073
.155
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = .183.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 24.000.
b Alpha =0.05.
Perlakuan

105

Lampiran 28a. Hasil uji ANOVA terhadap rasa dengan lama penyimpanan 0 hari
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: rasa
Type III Sum
Mean
Source
df
F
of Squares
Square
Model
1651.396(a)
29
56.945 394.397
panelis
8.250
23
.359
2.484
perlakuan
2.896
5
.579
4.011
Error
16.604
115
.144
Total
1668.000
144
a R Squared =0.990 (Adjusted R Squared = .988)

Sig.
.000
.001
.002

Lampiran 28b. Hasil uji Duncan terhadap rasa dengan lama penyimpanan 0 hari
rasa
Duncan
Perlakuan

Subset
1
3.208
3.292
3.354
3.354
3.375

F5
24
F4
24
F6
24
F2
24
F3
24
F1
24
3.667
Sig.
.182
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = .144.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 24.000.
b Alpha =0.05.

106

Lampiran 29a. Hasil uji ANOVA terhadap aftertaste dengan lama penyimpanan 0
hari
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: aftertaste
Type III Sum
Mean
Source
df
F
of Squares
Square
Model
1508.854(a)
29
52.029 422.979
panelis
6.354
23
.276
2.246
perlakuan
.938
5
.188
1.524
Error
14.146
115
.123
Total
1523.000
144
a R Squared =0.991 (Adjusted R Squared = .988)

Sig.
.000
.003
.188

Lampiran 29b. Hasil uji Duncan terhadap aftertaste dengan lama penyimpanan 0
hari
aftertaste
Duncan
Perlakuan

Subset
1
3.146
3.167
3.208
3.229
3.229

F4
24
F6
24
F2
24
3.208
F3
24
3.229
F5
24
3.229
F1
24
3.396
Sig.
.473
.093
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = .123.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 24.000.
b Alpha =0.05.

107

Lampiran 30a. Hasil uji ANOVA terhadap aroma dengan lama penyimpanan 7
hari
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: aroma
Type III Sum
Mean
Source
df
of Squares
Square
Model
1611.167(a)
29
55.557
panelis
5.833
23
.254
perlakuan
5.333
5
1.067
Error
24.833
115
.216
Total
1636.000
144
a R Squared =0.985 (Adjusted R Squared = .981)

F
257.280
1.174
4.940

Sig.
.000
.282
.000

Lampiran 30b. Hasil uji Duncan terhadap aroma dengan lama penyimpanan 7 hari
aroma
Duncan
Perlakuan

1
3.042
3.104

Subset
2

F2
24
F1
24
3.104
F4
24
3.354
3.354
F3
24
3.479
F6
24
3.500
F5
24
3.521
Sig.
.642
.065
.264
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = .216.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 24.000.
b Alpha =0.05.

108

Lampiran 31a. Hasil uji ANOVA terhadap tekstur dengan lama penyimpanan 7
hari
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: tekstur
Type III Sum
Mean
Source
df
F
of Squares
Square
Model
1708.618(a)
29
58.918 252.049
panelis
18.493
23
.804
3.440
sampel
2.285
5
.457
1.955
Error
26.882
115
.234
Total
1735.500
144
a R Squared =0.985 (Adjusted R Squared = .981)

Sig.
.000
.000
.091

Lampiran 31b. Hasil uji Duncan terhadap tekstur dengan lama penyimpanan 7
hari
tekstur
Duncan
Subset
sampel
N
1
2
F1
24
3.250
F2
24
3.292
F5
24
3.417
3.417
F
24
3.458
3.458
F4
24
3.500
3.500
F3
24
3.625
Sig.
.114
.178
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = .234.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 24.000.
b Alpha =0.05.

109

Lampiran 32a. Hasil uji ANOVA terhadap rasa dengan lama penyimpanan 7 hari
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: rasa
Type III
Mean
Source
Sum of
df
F
Square
Squares
Model
1740.264(a)
29
60.009
290.740
panelis
8.576
23
.373
1.807
perlakuan
2.514
5
.503
2.436
Error
23.736
115
.206
Total
1764.000
144
a R Squared =0.987 (Adjusted R Squared = .983)

Sig.
.000
.022
.039

Lampiran 32b. Hasil uji Duncan terhadap rasa dengan lama penyimpanan 7 hari
rasa
Duncan
Subset
1
2
F2
24
3.292
F1
24
3.292
F4
24
3.500
3.500
F5
24
3.500
3.500
F3
24
3.563
3.563
F6
24
3.646
Sig.
.067
.318
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = .206.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 24.000.
b Alpha =0.05.
Perlakuan

110

Lampiran 33a. Hasil uji ANOVA terhadap aftertaste dengan lama penyimpanan 7
hari
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: aftertaste
Type III Sum
Mean
Source
df
of Squares
Square
Model
1603.016(a)
29
55.276
panelis
10.276
23
.447
perlakuan
2.724
5
.545
Error
27.234
115
.237
Total
1630.250
144
a R Squared =0.983 (Adjusted R Squared = .979)

F
233.410
1.887
2.300

Sig.
.000
.015
.049

Lampiran 33b. Hasil uji Duncan terhadap aftertaste dengan lama penyimpanan 7
hari
aftertaste
Duncan
Perlakuan

Subset
1
3.104
3.271
3.292
3.292

F2
24
F1
24
3.271
F4
24
3.292
F6
24
3.292
F5
24
3.438
F3
24
3.542
Sig.
.230
.088
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = .237.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 24.000.
b Alpha =0.05.

111

Lampiran 34a. Hasil uji ANOVA terhadap aroma dengan lama penyimpanan 14
hari
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: aroma
Type III Sum
Mean
Source
df
of Squares
Square
Model
1446.333(a)
29
49.874
panelis
2.167
23
.094
perlakuan
.167
5
.033
Error
10.667
115
.093
Total
1457.000
144
a R Squared =0.993 (Adjusted R Squared = .991)

F
537.699
1.016
.359

Sig.
.000
.452
.875

Lampiran 34b. Hasil uji Duncan terhadap aroma dengan lama penyimpanan 14
hari
aroma
Duncan
Subset
1
F5
24
3.104
F3
24
3.146
F1
24
3.167
F6
24
3.188
F2
24
3.188
F4
24
3.208
Sig.
.310
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = .093.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 24.000.
b Alpha =0.05.
Perlakuan

112

Lampiran 35a. Hasil uji ANOVA terhadap tekstur dengan lama penyimpanan 14
hari
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: tekstur
Type III Sum
Mean
Source
df
F
of Squares
Square
Model
1501.384(a)
29
51.772 603.443
panelis
2.623
23
.114
1.329
Perlakuan
.425
5
.085
.992
Error
9.866
115
.086
Total
1511.250
144
a R Squared =0.993 (Adjusted R Squared = .992)

Sig.
.000
.164
.426

Lampiran 35b. Hasil uji Duncan terhadap tekstur dengan lama penyimpanan 14
hari
tekstur
Duncan
Subset
1
F6
24
3.125
F2
24
3.208
F3
24
3.208
F4
24
3.250
F5
24
3.271
F1
24
3.292
Sig.
.087
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = .086.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 24.000.
b Alpha = .05.
sampel

113

Lampiran 36a. Hasil uji ANOVA terhadap rasa dengan lama penyimpanan 14 hari
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: rasa
Type III
Mean
Source
Sum of
df
F
Square
Squares
Model
1530.076(a)
29
52.761 679.943
panelis
2.493
23
.108
1.397
perlakuan
.076
5
.015
.197
Error
8.924
115
.078
Total
1539.000
144
a R Squared =0.994 (Adjusted R Squared = .993)

Sig.
.000
.127
.963

Lampiran 36b. Hasil uji Duncan terhadap rasa dengan lama penyimpanan 14 hari
rasa
Duncan
Subset
1
F2
24
3.229
F3
24
3.229
F6
24
3.250
F1
24
3.271
F5
24
3.271
F4
24
3.292
Sig.
.507
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = .078.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 24.000.
b Alpha =0.05.
Perlakuan

114

Lampiran 37a. Hasil uji ANOVA terhadap aftertaste dengan lama penyimpanan
14 hari.
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: aftertaste
Type III
Mean
Source
Sum of
df
F
Square
Squares
Model
1390.646(a)
29
47.953 532.600
panelis
2.438
23
.106
1.177
perlakuan
.646
5
.129
1.435
Error
10.354
115
.090
Total
1401.000
144
a R Squared =0.993 (Adjusted R Squared = .991)

Sig.
.000
.280
.217

Lampiran 37b. Hasil uji Duncan terhadap aftertaste dengan lama penyimpanan 14
hari.
aftertaste
Duncan
Subset
1
2
F3
24
3.021
F2
24
3.063
3.063
F6
24
3.083
3.083
F4
24
3.083
3.083
F1
24
3.146
3.146
F5
24
3.229
Sig.
.205
.089
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = .090.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 24.000.
b Alpha = 0.05.
Perlakuan

115

Lampiran 38a. Hasil uji ANOVA terhadap aroma dengan lama penyimpanan 21
hari
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: aroma
Type III Sum
Mean
Source
df
F
of Squares
Square
Model
1430.342(a)
29
49.322 457.129
panelis
1.415
23
.062
.570
perlakuan
.717
5
.143
1.329
Error
12.408 115
.108
Total
1442.750 144
a R Squared =0.991 (Adjusted R Squared = .989)

Sig.
.000
.940
.257

Lampiran 38b. Hasil uji Duncan terhadap aroma dengan lama penyimpanan 21
hari
aroma
Duncan
Subset
1
F2
24
3.042
F4
24
3.083
F1
24
3.146
F5
24
3.167
F6
24
3.208
F3
24
3.250
Sig.
.055
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = .108.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 24.000.
b Alpha =0.05.
Perlakuan

116

Lampiran 39a. Hasil uji ANOVA terhadap tekstur dengan lama penyimpanan 21
hari
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: tekstur
Type III
Mean
Source
Sum of
df
F
Square
Squares
Model
1504.321(a)
29
51.873 413.437
panelis
4.623
23
.201
1.602
perlakuan
1.363
5
.273
2.172
Error
14.429
115
.125
Total
1518.750
144
a R Squared =0.990 (Adjusted R Squared = .988)

Sig.
.000
.055
.062

Lampiran 39b. Hasil uji Duncan terhadap tekstur dengan lama penyimpanan 21
hari
tekstur
Duncan
Perlakuan

Subset
1
3.125
3.146
3.188
3.208
3.271

F2
24
F1
24
F6
24
F5
24
3.208
F3
24
3.271
F4
24
3.417
Sig.
.211
.056
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = .125.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 24.000.
b Alpha =0.05.

117

Lampiran 40a. Hasil uji ANOVA terhadap rasa dengan lama penyimpanan 21 hari
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: rasa
Type III Sum
Mean
Source
df
F
of Squares
Square
Model
1527.113(a)
29
52.659 520.384
panelis
2.623
23
.114
1.127
perlakuan
.238
5
.048
.470
Error
11.637
115
.101
Total
1538.750
144
a R Squared =0.992 (Adjusted R Squared =0.991)

Sig.
.000
.328
.798

Lampiran 40b. Hasil uji Duncan terhadap rasa dengan lama penyimpanan 21 hari
rasa
Duncan
Subset
1
F4
24
3.188
F2
24
3.208
F3
24
3.271
F6
24
3.271
F1
24
3.292
F5
24
3.292
Sig.
.331
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = .101.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 24.000.
b Alpha =0.05.
Perlakuan

118

Lampiran 41a. Hasil uji ANOVA terhadap aftertaste dengan lama penyimpanan
21 hari
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: aftertaste
Type III Sum
Mean
Source
df
F
of Squares
Square
Model
1426.313(a)
29
49.183 690.817
panelis
1.021
23
.044
.623
sampel
.229
5
.046
.644
Error
8.188
115
.071
Total
1434.500
144
a R Squared =0.994 (Adjusted R Squared = .993)

Sig.
.000
.905
.667

Lampiran 41b. Hasil uji Duncan terhadap aftertaste dengan lama penyimpanan 21
hari
aftertaste
Duncan
sampel

Subset
1
F1
24
3.104
F4
24
3.125
F2
24
3.125
F3
24
3.146
F6
24
3.146
F5
24
3.229
Sig.
.161
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = .071.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 24.000.
b Alpha =0.05.

119

Lampiran 42. Data nilai rata-rata uji organoleptik selama penyimpanan


Parameter
Aroma

Tekstur

Rasa

Aftertaste

Lama Penyimpanan
0 hari
7 hari
14 hari
21 hari
0 hari
7 hari
14 hari
21 hari
0 hari
7 hari
14 hari
21 hari
0 hari
7 hari
14 hari
21 hari

F1
3.29
3.1
3.17
3.15
3.73
3.25
3.29
3.15
3.67
3.29
3.27
3.29
3.4
3.27
3.15
3.1

F2
3.1
3.04
3.17
3.04
3.33
3.29
3.21
3.13
3.35
3.29
3.23
3.21
3.21
3.1
3.06
3.13

F3
3.17
3.48
3.15
3.25
3.46
3.63
3.21
3.27
3.38
3.56
3.23
3.27
3.23
3.54
3.02
3.15

F4
3.17
3.35
3.21
3.08
3.58
3.5
3.25
3.42
3.29
3.5
3.29
3.19
3.15
3.29
3.08
3.13

F5
3.06
3.52
3.1
3.17
3.4
3.42
3.27
3.21
3.21
3.5
3.27
3.29
3.23
3.44
3.23
3.23

F6
3.06
3.5
3.19
3.21
3.54
3.46
3.13
3.19
3.35
3.65
3.25
3.27
3.17
3.29
3.08
3.15

120

Anda mungkin juga menyukai