2
LEMBAR PENGESAHAN
Malang,....................... 2020
Mengetahui,
i
ABSTRAK
Limbah cair adalah air yang tidak terpakai lagi, yang merupakan hasil dari
berbagai kegiatan manusia sehari-hari. Dengan semakin meningkatnya jumlah
penduduk dengan segala kegiatannya,maka jumlah air limbah juga mengalami
peningkatan. Pada umumnya limbah cair dibuang kedalam tanah, sungai,
danau, dan laut. Pengolahan limbah cair secara adsorpsi merupakan salah satu
metode pengolahan limbah yang digunakan untuk menurunkan tingkat
pencemaran air limbah di lingkungan. Tujuan dari penelitian ini adalah
mendapatkan suatu system pengolahan liimbah cair berskala laboratorium
dengan menggunakan sampel berupa larutan CaCO 3 dengan menggunakan
adsorben berupa karbon aktif dengan adanya pengaruh penambahan massa
adsorben dan pengaruh flowrate terhadap turbidity dan kesadahan, serta untuk
mengetahui kondisi optimum pada hasil pengolahan limbah cair. Proses
adsorpsi dilakukan dengan memvariasikan laju alir dan massa adsorben.
Berdasarkan hasil percobaan didapatkan semakin besar massa adsorben,
semakin kecil flowrate dan semakin lama waktu maka nilai kesadahan dan nilai
turbidity semakin kecil. Dari data percobaan diperoleh kondisi optimum dengan
massa adsorben 500 gr, flowrate 0,06 L/menit, dan waktu selama 60 menit nilai
kesadahan sebesar 105,7237 mg CaCO3/L dan nilai turbidity sebesar 120 NTU.
Liquid waste is water that is no longer used, which is the result of various
daily human activities. With the increasing number of people with all their
activities, the amount of wastewater has also increased. In general, liquid waste
is disposed of into the soil, rivers, lakes and seas. Adsorption of wastewater
treatment is one of the waste treatment methods used to reduce the level of
waste water pollution in the environment. The purpose of this study was to
obtain a laboratory-scale liquid waste processing system using a sample in the
ii
form of a CaCO3 solution using an adsorbent in the form of activated carbon
with the effect of increasing the mass of adsorbent and the effect of flowrate on
turbidity and hardness, and to determine the optimum conditions for the results
of liquid waste treatment. The adsorption process is carried out by varying the
flow rate and mass of the adsorbent.Based on the experimental results, it was
found that the greater the adsorbent mass, the smaller the flowrate and the
longer the time, the lower the hardness and turbidity values. From the
experimental data, the optimum conditions were obtained with an adsorbent
mass of 500 gr, a flowrate of 0.06 L / minute, and a time of 60 minutes of
hardness value of 105.7237 mg CaCO3 / L and a turbidity value of 120 NTU.
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN......................................................................................i
ABSTRAK..............................................................................................................ii
iii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iv
BAB I.....................................................................................................................6
PENDAHULUAN...................................................................................................6
1.1 Latar Belakang............................................................................................6
1.2 Tujuan......................................................................................................7
Tujuan yang akan dicapai dari praktikum ini, adalah :......................................7
1.3 Manfaat....................................................................................................7
BAB II....................................................................................................................8
DASAR TEORI......................................................................................................8
2.1 Pengertian CaCO3.......................................................................................8
2.2 Pengolahan Secara Adsorpsi.....................................................................8
2.2 Karbon aktif...............................................................................................12
2.3 Analisis Adsorbsi dengan Kesadahan Total dan Turbidity.......................13
BAB III.................................................................................................................18
PROSEDUR PERCOBAAN................................................................................18
3.1 Alat............................................................................................................18
3.2 Bahan........................................................................................................19
3.3 Prosedur Kerja..........................................................................................20
BAB IV.................................................................................................................24
HASIL DAN PEMBAHASAN...............................................................................24
4.1 Prosedur Percobaan.................................................................................24
4.2 UJI KESADAHAN......................................................................................25
4.3 UJI TURBIDITY.........................................................................................26
BAB V..................................................................................................................28
KESIMPULAN DAN SARAN...............................................................................28
5.1 Kesimpulan................................................................................................28
5.2 Saran.........................................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................30
iv
v
BAB I
PENDAHULUAN
6
1.2 Tujuan
1.3 Manfaat
7
BAB II
DASAR TEORI
Adsorpsi
Salah satu metode yang digunakan untuk menghilangkan zat pencemar dari air
limbah adalah adsorpsi (Rios et al. 1999 dan saiful et al. 2005). Adsorpsi merupakan
terjerapnya suatu zat (molekul atau ion) pada permukaan adsorben. Mekanisme
penjerapan tersebut dapat dibedakan menjadi dua yaitu, jerapan secara fisika
(fisiosorpsi) dan jerapan secara kimia (kemisorpsi). Pada proses fisiosorpsi gaya yang
mengikat adsorbat oleh adsorben adalah gaya-gaya van der waals. Molekul terikat
sangat lemah dan energi yang dilepaskan pada adsorpsi fisika relatif rendah sekitar 20
kj/mol (Castellan 1982). Sedangkan pada proses adsorpsi kimia, interaksi adsorbat
dengan adsorben melalui pembentuk-an ikatan kimia. Kemisorpsi terjadi diawali dengan
adsorpsi fisik, yaitu partikel-partikel adsorbat mendekat ke permukaan adsorben melalui
gaya van der waals atau melalui ikatan hidrogen. Kemudian diikuti oleh adsorpsi kimia
yang terjadi setelah adsorpsi fisika. Dalam adsorpsi kimia partikel melekat pada
8
permukaan dengan membentuk ikatan kimia (biasanya ikatan kovalen) dan cenderung
mencari tempat yang memaksimumkan bilangan koordinasi dengan substrat (Atkins,
1999). Mekanisme proses adsorpsi dapat digambarkan sebagai proses dimana molekul
meninggalkan larutan dan menempel pada permukaan zat adsorben secara kimia dan
fisika.
Adsorpsi adalah suatu proses yang terjadi ketika suatu fluida (cairan maupun
gas) terikat kepada suatu padatan dan akhirnya membentuk suatu film (lapisan tipis)
pada permukaan padatan tersebut. Berbeda dengan absorpsi, dimana fluida terserap
oleh fuida lainnya dengan membentuk suatu larutan. Dalam adsorbsi digunakan istilah
adsorbat dan adsorben, dimana adsorbat adalah substansi yang terjerap atau substansi
yang akan dipisahkan dari pelarutnya, sedangkan adsorben merupakan suatu media
penyerap yang dalam hal ini berupa senyawa karbon.
Menurut Webber (1972) adsorpsi dibatasi terutama oleh proses film diffusion atau pore
diffusion, tergantung besarnya pergolakan dalam sistem. Jika pergolakan yang terjadi
relatif kecil maka lapisan film yang mengelilingi partikel akan tebal sehingga adsorpsi
berlangsung lambat. Apabila dilakukan pengadukan yang cukup maka kecepatan difusi
film akan meningkat.
Menurut Reynold (1982) adsorpsi adalah reaksi eksoterm. Maka dari itu tingkat
adsorpsi umumnya meningkat seiring dengan menurunnya suhu. Waktu kontak
merupakan hal yang menentukan dalam proses adsorpsi. Gaya adsorpsi molekul dari
suatu zat terlarut akan meningkat apabila waktu kontaknya dengan karbon aktif makin
lama. Waktu kontak yang lama memungkinkan proses difusi dan penempelan molekul
zat terlarut yang teradsorpsi berlangsung lebih baik
Permukaan padatan yang kontak dengan suatu larutan cenderung untuk
menghimpun lapisan dari molekul-molekul zat terlarut pada permukaannya akibat
ketidakseimbangan gaya-gaya pada permukaan. Adsorpsi kimia menghasilkan
pembentukan lapisan monomolekular adsorbat pada permukaan melalui gaya-gaya dari
valensi sisa dari molekul-molekul pada permukaan. Adsorpsi fisika diakibatkan
kondensasi molekular dalam kapiler-kapiler dari padatan. Secara umum, unsur-unsur
dengan berat molekul yang lebih besarakan lebih mudah diadsorpsi.
9
Terjadi pembentukan yang cepat sebuah kesetimbangan konsentrasi antarmuka,
diikuti dengan difusi lambat ke dalam partikel-partikei karbon. Laju adsorpsi
keseluruhan dikendalikan oleh kecepatan difusi dari molekul-molekul zat terlarut dalam
pori-pori kapiler dari partikel karbon. Kecepatan itu berbanding terbalik dengan kuadrat
diameter partikel, bertambah dengan kenaikan konsentrasi zat terlarut, bertambah
dengan kenaikan temperatur dan berbanding terbalik dengan kenaikan berat molekul
zat terlarut. Morris dan Weber menemukan bahwa laju adsorpsi bervariasi seiring
dengan akar pangkat dua dari waktu kontak dengan adsorben. Kecepatan ini juga
meningkat dengan menurunnya pH sebab perubahan muatan pada permukaan karbon.
Kapasitas adsorpsi dari karbon terhadap suatu zat terlarut tergantung pada dua-
duanya, karbon dan zat terlarutnya. Kebanyakan limbah cair adalah kompleks dan
bervariasi dalam hal kemampuan adsopsi dari campuran-campuran yang ada. Struktur
molekul, kelarutan dan sebagainya, semuanya berpengaruh terhadap kemampuan
adsorpsi. Derajat I kemungkinan adsorpsi akan terjadi dan menghasilkan hubungan
kesetimbangan berkorelasi menurut hubungan empiris dari Freundlich, dan turunan
Langmuir.
Berbagai macam adsorben (butiran jugaseperti bubuk halus) termasuk karbon
aktif, tanah liat,bentonit, abu tly, alumina, magnesium oksida, besioksida, silika, serbuk
gergaji, zeolit, dan aktiftanah abu vulkanik antrasit digunakan dalam air
limbahpengobatan untuk menghilangkan logam berat, dansenyawa organik terlarut
yang menghasilkanpengurangan COD, BOD, dan warna. Untuk mengobatiair limbah
dari pabrik kimia multiprodukmengandung zat kimia organik dalam berbagai
variasikomposisi dan konsentrasi, yang sulitmenurunkan secara biologis, proses
adsorpsi Idikombinasi dengan proses lain dianggap sangatefektif dalam mengurangi
COD dan warna.Adsorben dalam pengolahan air limbah industridengan sifat adsorptif
dari adsorben, diaktifkankarbon, adsorben anorganik dan efisienaplikasi proses
adsorpsi karbon aktif telah ditinjau. Penggunaan karbon aktif dalam air dan pengolahan
air limbah, termasuk yang semakin meningkatperan penting adsorpsi "untuk
menghilangkan spesifiksenyawa target atau kelas senyawa dari. air dan air limbah yang
mengandung organik komplekscampuran zat juga telah ditinjau. Ituair limbah diolah
secara biologis, dan sisaBOD dan COD dihapus lebih lanjut dengan diaktifkankarbon.
10
Karbon aktif bubuk dan butirankarbon aktif) digunakan untuk perawatan tersierair
limbah dari pabrik petrokimia. Dulumenyimpulkan bahwa COD rendah dan
penghilangan warnaefisiensi itu karena adanya organikkoloid. yang tidak terserap oleh
karbon.Karbon butiran menghasilkan limbah tidak berwarna daricairan berwarna
kuning.
Secara umum, faktor-faktor yang mempengaruhi proses adsorpsi adalah sebagai
berikut:
1. Luas permukaan
Semakin luas permukaan adsorben, maka makin banyak zat yang teradsorpsi. Luas
permukaan adsorben ditentukan oleh ukuran partikel dan jumlah dari adsorben.
2. Jenis adsorbat
Peningkatan polarisabilitas adsor-bat akan meningkatkan kemampu-an adsorpsi
molekul yang mempunyai polarisabilitas yang tinggi (polar) memiliki kemampuan tarik
menarik terhadap molekul lain dibdaningkan molekul yang tidak dapat membentuk dipol
(non polar);
Peningkatan berat molekul adsorbat dapat meningkatkan kemampuan adsorpsi.
Adsorbat dengan rantai yang bercabang biasanya lebih mudah diadsorbsi dibandingkan
rantai yang lurus.
3. Struktur molekul adsorbat
Hidroksil dan amino mengakibatkan mengurangi kemampuan penyisihan sedangkan
Nitrogen meningkatkan kemampuan penyisihan.
4. Konsentrasi Adsorbat
Semakin besar konsentrasi adsorbat dalam larutan maka semakin banyak jumlah
substansi yang terkumpul pada permukaan adsorben.
5. Temperatur
Pemanasan atau pengaktifan adsorben akan meningkatkan daya serap adsorben
terhadap adsorbat menyebabkan pori-pori adsorben lebih terbuka pemanasan yang
terlalu tinggi menyebabkan rusaknya adsorben sehingga kemampuan penyerapannya
menurun.
6. pH larutan mempengaruhi kelarutan ion logam, aktivitas gugus fungsi pada biosorben
dan kompetisi ion logam dalam proses adsorpsi.
11
7. Kecepatan pengadukan
Menentukan kecepatan waktu kontak adsorben dan adsorbat. Bila pengadukan terlalu
lambat maka proses adsorpsi berlangsung lambat pula, tetapi bila pengadukan terlalu
cepat kemungkinan struktur adsorben cepat rusak, sehingga proses adsorpsi kurang
optimal.
8. Waktu Kontak
Penentuan waktu kontak yang menghasilkan kapasitas adsorpsi maksimum terjadi
pada waktu kesetimbangan.
9. Waktu kesetimbangan dipengaruhi oleh:
tipe biomasa (jumlah dan jenis ruang pengikatan),
ukuran dan fisiologi biomasa (aktif atau tidak aktif),
ion yang terlibat dalam sistem biosorpsi
konsentrasi ion logam.
Porositas adsorben juga mempengaruhi daya adsorbsi dari suatu adsorben.
Adsorben dengan porositas yang besar mempunyai kemampuan menyerap yang lebih
tinggi dibandingkan dengan adsorben yang memiliki porositas kecil. Untuk
meningkatkan porositas dapat dilakukan dengan mengaktivasi secara fisika seperti
mengalirkan uap air panas ke dalam pori-pori adsorben atau mengaktivasi secara
kimia.
Selain zeolit, adsorben yang digunakan dalam proses adsorpsi pada pengolahan
limbah Laboratorium adalah karbon aktif. Karbon aktif yang diaktivasi secara fisik yaitu
dengan pencucian dan pemanasan mempunyai pori-pori yang terbuka dan memiliki
rongga, dimana rongga tersebut mampu menjerap sejumlah molekul-molekul yang
ukurannya lebih kecil atau sama dengan ukuran rongga karbon aktif tersebut
(Khimayah, 2015). Proses adsorpsi yang terjadi pada karbon aktif yaitu proses adsorpsi
secara fisika, dimana proses penjerapan ion logam Fe2+ terjadi pada permukaan
karbon aktif. Dengan adanya gaya Van Der Waals pada pori-pori karbon aktif maka
partikel pencemar yang terdapat pada limbah tertarik dan terperangkap pada pori-pori
karbon aktif (Hendra, 2008), sehingga ion logam Fe2+ pada limbah menjadi berkurang.
12
Berdasarkan penelitian Fajarwati (2012) karbon akif mampu menurunkan logam Fe
pada pengolahan air tanah sebesar 59,64% dari 3,03 mg/l menjadi 1,22 mg/l,
sedangkan pada penelitian ini penurunan logam Fe terjadi sebesar 62,25% dari 19,4
menjadi 7,324 mg/l. Hal ini dikarenakan pada penelitian Fajarwati (2012) sistem yang
digunakan pada pengolahan adalah sistem continue sehingga waktu kontak air dengan
adsorben tidak lama. Sedangkan pada penelitian ini, menggunakan sistem batch,
dimana waktu kontak antara limbah dan adsorben lebih lama dibandingkan penelitian
Fajarwati (2012), karena suatu adsorben memerlukan waktu untuk mencapai
kesetimbangan dalam menjerap beban pencemar. Sedikitnya jumlah karbon aktif yang
digunakan dalam proses adsorpsi merupakan faktor yang menyebabkan logam Fe pada
limbah masih berada di atas baku mutu yang telah ditentukan. Selain itu ukuran karbon
aktif yang digunakan pada penelitian ini tidak sama juga dapat mempengaruhi luas
permukaan pori-pori karbon aktif. Semakin besar pori-pori karbon aktif, maka semakin
banyak pula partikel yang teradsorpsi. Hal ini yang menyebabkan nilai COD, logam Fe,
dan logam Pb pada limbah masih berada di atas baku mutu.
2.3 Analisis Adsorbsi dengan Kesadahan Total dan Turbidity
13
Tingkatan kesadahan di berbagai tempat berbeda-beda, pada umumnya air
tanah mempunyai tingkat kesadahan yang tinggi, hal ini terjadi karena air tanah
memiliki kontak dengan batuan kapur yang ada pada lapisan tanah yang dilalui air. Air
permukaan tingkat kesadahnnya rendah (air lunak), kesadahan non karbonat dalam air
permukaan bersumber dari kalsium sulfat yang terdapat dalam tanah liat dan endapan
lainnya.
Jenis Kesadahan
15
Kekeruhan pada suatu cairan biasanya disebabkan oleh beberapa hal
diantaranya yaitu partikel-partikel mikroskopis seperti mikro organisme yang ada pada
cairan tersebut, zat padat terlarut dan lainya.
kekeruhan yang tinggi, sementara air yang jernih atau tembus pandang pasti
memiliki kadar kekeruhan lebih rendah. Nilai kekeruhan yang tinggi dapat disebabkan
oleh partikel yang terlarut dalam air seperti lumpur, tanah liat, mikroorganisme, dan
material organik. Berdasarkan keterangan diatas, kekeruhan bukan merupakan ukuran
langsung dari partikel-partikel akan tetapi merupakan suatu ukuran bagaimana sebuah
partikel menghamburkan cahaya dalam suatu cairan.
16
yang dihitung tepat pada saat bayangan nyala lilin (candle) hilang. Makin panjang
jalan candle turbidimeter, botol untuk membandingkan kekeruhan secara visual.
c. Turbiditer holigne, digunakan untuk mengukur kekeruhan 0-15 unit. Prinsip
kerjanya adalah penerangan efek tundal dalam penyusunan sumber cahaya
terhadap sampel air. Dalam hal ini tidak digunakan suspensi standar.
Pengukuran atau analisa kekeruhan dan kejernihan pada air sangat penting
dalam proses industri, seperti pada produksi air minum atau minuman, pengolahan
makanan, dan instalasi pengolahan air minum. Serta dalam pengolahan sumber air
bersih. Dalam proses pengolahan dan produksi air minum, nilai kekeruhan dapat
dijadikan sebagai indikator keberadaan bakteri patogen, atau partikel yang dapat
melindungi organisme berbahaya dari proses desinfeksi. Oleh sebab itu, pengukuran
tingkat kekeruhan sangat berguna untuk instalasi pengolahan air untuk memastikan
kebersihan nya. Pada proses industri, kekeruhan dapat menjadi bagian dari Quality
Control untuk memastikan efisiensi dalam pengolahan atau proses industri terkait.
17
BAB III
PROSEDUR PERCOBAAN
3.1 Alat
18
Pipet Tetes 1 buah
Turbidimeter
Pipet tetes
Gelas Ukur
3.2 Bahan
Larutan CaCO3
Larutan MgCO3
Sampel air limbah
Adsorbent: Karbon aktif granular, Bentonite / Batu Apung.
19
gram NH4Cl dan 143 ml NH4OH pekat di labu takar 250ml. Kocok dan encerkan
dengan aquadest.
Larutan Standar EDTA 0,01 M
Menimbang 4 gr Na2EDTA.2H2O dan 0,1 gr MgCl.6H2O larutkan sampuran
tersebut dengan aquadest lalu pindahkan ke labu ukur 1000ml dan encerkan
dengan aquadest.
Larutan Standar Primer Ca2+
Menimbang 0,08 gr standar primer CaCO3 yang sudah dikeringkan selama 1
jam pada suhu 100oC. Masukkan dalam labu ukur 100ml lalu tambahlan 20 ml
aquadest. Campurkan HCl 1:1 tetes demi tetes sampai larutan jernih dan
encerkan
Indikator EBT dan NaCl
Campurkan antara 200 mg EBT dan 100 gram NaCl lalu giling sampai mulus.
Jika ingin digunakan encerkan dengan aquadest
Indikator Murexid dan NaCl
Campurkan 200 mg murexid dan 100 gram NaCl lalu digiling sampai halus.
20
5) Tampung air keluaran kolom (effluent) pada beaker glass sebagai sampel setiap
periode waktu tertentu (menit) t1, t2, t3..... dst (ditentukan pembimbing)
6) Analisa kekeruhan dan kesadahan total atau kadar CaCO3 / MgCO3 di setiap
sampel yang diambil.
7) Hentikan percobaan dengan cara mematikan pompa (cabut colokan listrik
pompa).
8) Ulangi percobaan pada point 2 dan 5 dengan mengubah variabel praktikum,
antara lain: jenis adsorbent, ukuran adsorbent, flowrate umpan dan waktu
sampling.
9) Hentikan praktikum dan bersihkan peralatan seperti pada kondisi semula serta
kembalikan peralatan seperti semula.
1) Standarisasi EDTA
a) Pipet 25 ml larutan standar Ca2+ kedalam erlenmeyer lalu tambahkan 5 ml
larutan buffer pH 10, tambahkan 3 tetes indikator EBT.
b) Titrasi dengan larutan EDTA sampai berubah warna dari merah anggur
menjadi biru.
c) Lakukan pengulangan titrasi 2 -3 kali.
2) Analisa Kesadahan Total
a) Ambil sampel sebanyak 25 ml.
b) Tambahkan 10 ml larutan buffer dengan pH 10 dan beri indikator EBT .
c) Titrasi dengan larutan standar EDTA.
3) Analisa Kesadahan Ca2+
a) Ambil sampel sebanyak 50 ml, tambahkan HCl hingga pH nya menjadi ± 3
(dicek dengan kertas pH). Didihkan selama 1 menit lalu didinginkan sebelum
dititrasi.
b) Tambahkan larutan NaOH 1 N ke dalam 50 ml sampel hingga pHnya menjadi
12-13 (dicek denga kertas pH).
c) Tambahkan 0,1 – 0,2 gram indikator murexid-NaCl.
21
d) Titrasi dengan EDTA hingga tercapai titik ekivalen dan berubah warna dari
merah muda menjadi ungu. Untuk memastikannya tambahkan sedikit
indikator murexid setelah tercapai titik ekivalensi sampai warnanya tidak
berubah lagi.
e) Ulangi analisa untuk kepastian hasil (duplo)
1) Persiapan
a) Nyalakan alat dengan menekan tombol power, biarkan menyala selama 5
menit.
b) Tuangkan ± 5 ml sample ke dalam kuvet dan tutup rapat.
c) Miringkan kuvet untuk membersihkan bagian tutup dan bagian dalam
kuvet
d) Buang cairan sample yang ada di dalam alat, ulangi 1x lagi pencucian
kuvetnya.
e) Isi kuvet dengan sampel
f) Tutup kuvet dengan rapat sebelum membersihkan bagian luar kuvet.
g) Bersihkan bagian luar kuvet pada bagian bawah tanda batas, karena bisa
mempengaruhi pembacaan.
22
c) Gunakan tombol SET/CAL untuk mengeset nilai sesuai nilai kalibrasi yang
tercatat.
d) Keluarkan standar.
4) Penentuan Sampel
a) Sampel dikocok dengan baik dan biarkan gelembung udara menghilang
terlebih dahulu.
b) Tuang cairan sampel dengan melalui dinding kuvet untuk menghindari
terjadinya gelembung udara
c) Isi sampel hingga tanda batas lalu tutup kuvet rapat-rapat.
d) Jika memungkinkan, setelah menuang sampel ke dalam kuvet, taruh
kuvet pada ultrasonic bath selama 1-2 detik untuk menghilangkan semua
gelembung udara yang ada.
e) Bersihkan bagian luar kuvet dengan tissue atau kain dan alkohol. Hindari
memegang bagian kuvet dibawah tanda batas supaya tidak
mempengaruhi pembacaan.
f) Set range 0-200 NTU, masukkan kuvet sampel pada lubang sampel dan
tutup dengan tabung perisai cahaya. Putar tombol ke range yang terkecil
jika pembacaan yang ada dilayar muncul dan catat nilai NTU sampel.
23
BAB IV
Percobaan kali ini adalah proses adsorpsi dengan bahan CaCO 3 dan karbon
aktif. Sedangkan bahan untuk analisis turbidity adalah EDTA, buffer pH 10, indikator
EBT, HCl 1:1, dan aquades. Tujuan percobaan adalah untuk memahami proses
adsorpsi menggunakan karbon aktif, mengetahui pengaruh massa terhadap proses
adsorpsi, mengetahui pengaruh flowrate terhadap proses adsorpsi. Pertama, pengisian
air dalam bak. Kemudian timbang CaCO 3 lalu dimasukkan ke dalam beaker glass +
aquades sebanyak petunjuk dari pembimbing lalu diaduk. Kemudian tahap homogensi
CaCO3. Masukkan ke dalam bak berisi air. Sisa CaCO3 dalam beaker glass dibersihkan
dengan air yang ada dalam bak. Tahap pengisian karbon aktif ke dalam kolom dengan
massa karbon aktif sesuai petunjuk pembimbing. Lalu tutup kolom dengan rapat
dengan selang. Mengatur flowrate sesuai petunjuk pembimbing. Tahap running caranya
adalah dengan menghidupkan saklar bersamaan dengan stopwatch dimulai. Tahap
pengambilan sampel dimana data yang disediakan bervariasi dengan pengambilan data
setiap menit lalu lalu menitrasi dan mengecek turbidity.
Memasuki tahap analisis turbidity. Pertama, ambil CaCO3 dari desikator lalu
timbang sesuai petunjuk pembimbing. Masukkkan ke beaker glass + aquades sebanyak
24
petunjuk pembimbing kemudian aduk. Masukkan ke labu ukur . Tambahkan HCl 1:1 ke
dalam labu ukur. Tambah aquades sampai tanda batas lalu kocok. Kemudian
masukkan ke beaker glass. Lalu ambil sebanyak petunjuk pembimbing untuk titrasi.
Masukkan ke erlenmeyer lalu tambahkan buffer pH 10 sebanyak petunjuk pembimbing.
Lalu tambah indikator EBT 3 tetes hingga berwarna keunguan . Lalu titrasi dengan
EDTA sampai warna berubah menjadi biru. Lalu analisis turbidity dengan alat
turbidimeter dengan menekan tombol “READ” tunggu hingga muncul angka.
25
waktu yang sama yaitu 60 menit. Hasil dari percobaan kali ini dapat dilihat pada tabel
perhitungan dan juga grafik yang ada. Dapat dilihat bahwa pada flowrate 1 mempunyai
nilai kesadahan awal yang lebih rendah dibandingkan dengan flowrate 2. Seiring
berjalanya waktu percobaan juga terjadi penurunan kesadahan tetapi tetap saja pada
flowrate 2 masih menduduki nilai kesadahan di atas flowrate 1. Pada waktu 60 menit
dapat dilihat bahwa flowrate 1 mempunyai nilai kesadahan 105 yang tentunya lebih
kecil dibandingkan dengan flowrate 2 yang mana mempunyai nilai kesadaha 202. Hal
ini berarti lajualir dari influent bisa mempengaruhi nilai kesadahan. Dimana lebih besar
laju alir influent maka lebih besar pula nilai kesadahan pada air limbah.
Dari kedua percobaan tersebut diketahui bahwa faktor – faktor yang dapat
menurunkan kesadahan antara lain: waktu, berat adsorben, dan flowrate. Dimana lebih
lama waktu yang digunakan maka nilai kesadahan akan semakin kecil. Begitupun juga
dengan berat adsorben, semakin berat nilai adsorben yang digunakan maka nilai
kesadahan akan semakin kecil. Yang terakhir yaitu perbandingan anatara flowrate
dengan kesadahan, dimana jika flowrate yang digunakan semakin kecil maka nilai
kesadahan akan semakin kecil. Hal ini sudah sesuai dengan dasar teori yang ada.
Variabel berat adsorbent pertama pada grafik diatas adalah 250 gram terlihat
dari grafik yang tertulis bahwa terjadi penurunan nilai turbidity secara bertahap dan
26
signifikan dari 968 NTU ke 606 NTU pada menit ke-10 sampai menit ke-60. Lalu untuk
massa adsorbent 500 gram juga terjadi penurunan yang sedikit tidak stabil dan kurang
signifikan dari nilai turbidity 280 NTU ke-120 NTU dari menit 10 sampai 60. Jika
dibandingkan dengan literature yaitu dengan massa adsorbent yang kecil akan didapat
nilai turbidity yang kecil pula sudah mendekati dengan hasil grafik yang didapat.
Turbidity
Flowrate 1 Flowrate 2
1200
Nilai Turbidity
1000
800
600
400
Grafik 200
0
pengaruh 0 10 20 30 40 50 60 70
Waktu
variasi laju
alir
terhadap nilai Turbidity.
Variabel massa yang dipakai untuk grafik diatas sama yaitu 500 gram dengan
variasi laju alir yaitu yang cepat dan lambat. Pada proses laju alir yang semakin cepat
didapat bahwa penurunan nilai turbidiy terlihat turun sedikit secara bertahap dengan
turun yang langsung signifikan pada menit k 50-60. Lalu untuk proses dengan laju alir
yang semakin lambat terlihat bahwa terjadi penurunan nilai turbidity yang sedikit kurang
besar secara bertahap sampai akhir dan tidak ada penurunan signifikan pada akhir
seperti pada laju alir cepat. Tetapi dengan nilai turbidity didapat untuk proses laju alir
lambat lebih baik. Hal ini sudah sesuai dengan teori literature bahwa dengan semakin
rendah flowrate didapat juga nilai turbidity yang rendah juga.
27
BAB V
5.1 Kesimpulan
28
sedangkan pada berat absorben 500gr dengan EDTA sebesar 9.6 ml pada
waktu 60 menit sebesar 105,7237. Hal ini bearti waktu dan berat adsorben
berbanding terbalik dengan nilai kesadahan sehingga jika waktu dan jumlah
absorben besar maka nilai kesadahannya pun semakin kecil.
c) Variasi Laju alir pada nilai kesadahan juga berpengaruh, walaupun memiliki berat
absorben yang sama tetapi nilai kesadahan dan banyaknya EDTA yang
ditambahkan dapat berpengaruh. Pada data yang didapat nilai kesadahan pada
flowrate 1 sebesar 0,06 L/menit diwaktu 60 menit dengan EDTA sebesar 9,6 ml
nilai kesadahan sebesar 105,72. Pada table dengan flowrate 2 sebesar 0.1
L/menit dengan EDTA sebanyak 18,4 ml selama 60 menit nilai kesadahan
sebesar 202,6370. Jadi semakin besar laju alir influent maka semakin besar pula
nilai kesadahan pada air limbah.
e) Pada praktikum yang variasi laju alir yang semakin lambat terlihat terjadi
penurunan nilai turbidity yang sedikit kurang besar sampai akhir. Data yang
didapat pada laju alir 1 nilai turbidity selama 60 menit sebesar 120 NTU dan
pada laju alir 2 selama 60 menit sebesar 606 NTU. Sehingga semakin rendah
flowrate didapat maka nilai turbidity yang dihasilkan juga rendah.
29
5.2 Saran
Adapun saran pada percobaan pengolahan limbah secara adsorpsi sebagai berikut:
1. Bagi peneliti : Setelah dilakukan pengolahan limbah cair secara Adsopsi nilai
parameter yang diujikan bandingkan dengan nilai parameter yang ada di Baku
Mutu agar mengetahui limbah tersebut perlu dilakukan uji lanjutan atau t
DAFTAR PUSTAKA
Parera, M. J., Supit, W. and Rumampuk, J. F. (2013) ‘Analisis Perbedaan Pada Uji
Kualitas Air Sumur Di Kelurahan Madidir Ure Kota Bitung Berdasarkan
Parameter Fisika’, Jurnal e-Biomedik, 1(1), pp. 466–472. doi:
10.35790/ebm.1.1.2013.4584.
Rachmansyah, F., Utomo, S. B. and Sumardi (2014) ‘Perancangan dan Penerapan Alat
Ukur Kekeruhan Air Menggunakan Metode Nefelometrik Pada Instalasi
Pengolahan Air Dengan Multi Media Card (MMC) Sebagai Media
Penyimpanan (Studi Kasus di PDAM Jember)’, Jurnal Berkala Sainstek, 2(1),
pp. 17–21.
30
Rathi, A. K. A. and Puranik, S. A. (2002) ‘Chemical industry wastewater treatment using
adsorption’, Journal of Scientific and Industrial Research, 61(1), pp. 53–60.
Sulistyanti, D., Antoniker, A. and Nasrokhah, N. (2018) ‘Penerapan Metode Filtrasi dan
Adsorpsi pada Pengolahan Limbah Laboratorium’, EduChemia (Jurnal Kimia
dan Pendidikan), 3(2), p. 147. doi: 10.30870/educhemia.v3i2.2430.
Syauqiah, I., Amalia, M. and Kartini, H. A. (2011) ‘INFO TEKNIK, Volume 12 No. 1, Juli
2011’, Info Teknik, 12(1), pp. 11–20.
31